28 dan meningkatkan komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha
yang kuat terhadap apa yang dilakukannya dan meningkatkan usaha pada saat menghadapi kegagalan, fokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam
menghadapi kesulitan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa dirinya mampu mengontrolnya.
Resiliency digambarkan Luthans et al 2007 sebagai kapasitas untuk mengatasi atau bangkit kembali dari kesulitan, konflik, kegagalan atau tanggung
jawab yang meningkat. Yungsiana et al 2013 menguraikan individu yang memiliki resiliency yang tinggi biasanya cepat memulihkan rasa mampu setelah
mengalami kegagalan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa modal psikologis
memiliki empat komponen, yaitu : hope kemampuan untuk mengarahkan diri mencapai tujuan dengan tekun, optimism membuat atribusi positif tentang
keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang, self efficacy keyakinan untuk mencapai kesuksesan pada tugas-tugas yang menantang dan resiliency
kemampuan untuk bertahan dan bangkit kembali dari kesulitan dan kegagalan.
D. Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Keterikatan Kerja
Kanten Sadullah 2012 menemukan dalam penelitiannya bahwa kualitas kehidupan kerja membantu karyawan dalam mengelola kehidupan
personal mereka yang pada akhirnya dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Karenanya, perusahaan perlu meningkatkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas kehidupan kerja.
Universitas Sumatera Utara
29 Mengacu pada teori kualitas kehidupan kerja Walton 1973, Kanten
Sadullah 2012 menemukan dalam penelitiannya bahwa masing-masing dimensi kualitas kehidupan kerja, kecuali dimensi work occupancy memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan keterikatan kerja. Work occupancy meliputi aspek pengaruh pekerjaan terhadap waktu luang, jadwal kerja dan waktu istirahat, serta
pengaruh pekerjaan pada kehidupan keluarga. Salah satu kesimpulan penelitian adalah bahwa organisasi yang mampu memenuhi hak-hak karyawannya
constitutionalism, mampu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, adanya relevansi sosial, memberikan kompensasi yang adil dan mencukupi,
menyediakan peluang penggunaan kemampuan, peluang penggunaan dan pengembangan kemampuan, peluang tumbuh dan keamanan kerja, dan adanya
integrasi sosial, dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Mendukung penelitian Kanten Sadullah 2012 diatas, Yipyintum
2012 dalam hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa karyawan yang merasa bahagia dengan kualitas kehidupan kerja yang baik, menunjukkan produktivitas
dan kualitas kehidupan kerja yang lebih baik, sikap positif dan niat untuk lebih komit pada organisasi.
Marciano 2010 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keterikatan kerja dapat timbul melalui perasaan respect berharga. Respect rasa berharga ini
diperoleh melalui organisasi, kepemimpinan, anggota tim, pekerjaan dan individu itu sendiri. Organisasi terkait dengan misi, visi, tata nilai, sasaran, kebijakan dan
tindakan yang ditetapkan organisasi sehingga membuat karyawan bangga mengatakan bahwa dia bekerja untuk organisasi ini. Kepemimpinan berkaitan
Universitas Sumatera Utara
30 dengan pengawas atasan langsung karyawan yang dipercaya bahwa dia
kompeten dan memiliki etika, mampu membuat keputusan yang baik dan memperlakukan orang-orang dengan adil. Anggota tim terkait dengan rasa
percaya bahwa mereka kompeten, bekerjasama, jujur, mendukung dan berkeinginan untuk memenuhi beban kerja. Pekerjaan berkaitan dengan sifat
pekerjaan yang menantang, mendapat reward menarik dan memiliki nilai bagi pelanggan internal dan eksternal. Individu terkait dengan perasaan dihargai oleh
organisasi, atasan dan anggota tim. Hasil penelitian Marciano 2010 menunjukkan bahwa lingkungan kerja memiliki pengaruh kuat terhadap
keterikatan kerja karyawan. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa keterikatan kerja karyawan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang dikenal dengan sebutan kualitas kehidupan kerja.
E. Pengaruh Modal Psikologis terhadap Keterikatan Kerja