20
Kohlberg dalam Asri Budiningsih 2013: 5 menyatakan bahwa pertimbangan moral merupakan faktor yang menentukan lahirnya perilaku
moral.Oleh karena itu, menentukan perilaku moral dapat dilakukan dengan menelusuri pertimbanganya. Itu berarti mengukur moralitas seseorang tidak cukup
hanya mengamati perilaku yang tampak, melainkan juga harus melihat pertimbangan moral yang melandasi keputusan perilaku moral tersebut. Menurut
pendapat Beaar dan Richards dalam Sutarjo Adisusilo, 2013: 3 Anak-anak yang memiliki tingkat pengetahuan moral yang rendah, secara signifikan menunjukkan
lebih banyak menghadapi masalah perilaku moral daripada anak-anak yang memiliki tingkat pertimbangan moral lebih tinggi.
Dari berbagai pendapat mengenai pengetahuan nilai moral tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat pengetahuan moral
dengan perilaku moral anak. Anak yang tingkat pengetahuan moralnya rendah menunjukkan perilaku moral negatif lebih tinggi daripada anak dengan
pengetahuan moral yang tinggi, sehingga tinggi rendahnya tingkat pengetahuan moral seseorang, sangat menentukan baik dan tidaknya moralitasnya.
2. Perkembangan Nilai Moral pada Anak
Perkembangan nilai moral pada dasarnya merupakan interaksi, suatu hubungan timbal balik antara anak dengan anak, antara anak dengan orangtua,
antara peserta didik dengan pendidik. Dengan interaksi, maka kesejajaran antara perkembangan moral, kognitif, dan intelegensi akan terjadi secara harmonis
Sutarjo Adisusilo, 2013:4. Hurlock 1978:75 menyatakan bahwa sebelum anak masuk sekolah dasar, mereka diharapkan mampu membedakan yang benar dan
21
salah dalam situasi sederhana dan meletakkan dasar bagi perkembangan hati nurani.Maria J Wantah 2005: 75 menyatakan bahwa pada anak usia 0
– 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan
pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun
pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Sedangkan untuk anak usia 4
– 6 tahun pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk
memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk. Piaget dalam Maria J Wantah, 2006: 76 menyebutkan perkembangan
moral terjadi dalam tiga fase yaitu fase absolut, fase realistis, dan fase subjektif. a. Fase Absolut
Anak menghayati peraturan sebagai suatu hal yang tak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormatinya. Otoritas yang dimaksud adalah
guru, orang tua, aparat pemerintah, pemimpin agama, dan masyarakat. Anak menaati aturan otoritas untuk menghindari penghukuman otoritas yang ada di luar
dirinya. Di sini peraturan sebagai moral adalah obyek eksternal yang tidak boleh diubah.
b. Fase Realistik Anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang lain. Hal ini
dapat diilustrasikan sebagai tinta yang terbuang. Pertama, tinta terbuang banyak di meja kerja sewaktu anak hendak menolong pekerjaann ayah. Yang kedua,
dokumen penting yang sedikit tergores tinta akibat dari sang anak bermain-main dengan pena. Yang pertama dinilai lebih besar kesalahanya daripada yang kedua
22
berdasarkan dari kenyataan volume tinta terbuang dan kuantitas kerusakan.Disini hal yang dipandang seseorang untuk menentukan kesalahan bukan motif, maksud
atau kesengajaan. Respons demikian disebut Piaget sebagai realisme moral moral realism. Piaget berteori bahwa pengaruh utama bukanlah praktek orang tua
melainkan interaksi timbal balik antara individu dengan sesamanya. c. Fase Subjektif
Dalam fase subjektif anak memperhatikan motif atau kesengajaan dalam penilaian perilaku. Perkembangan moralanak dipengaruhi oleh upaya
membebaskan diri dari ketergantungan pada orangtua, meningkatkan interaksi dengan sesama, dan berkontak dengan pandangan lain. Anak merasa bersalah atau
tidak karena motif yang mendasari perilakunya. Dengan moral subjektif yang diterima diri self accepted, anak menaati aturan untuk menghindari
penghukuman kata hatinya. Selanjutnya adalah tahap perkembangan moral menurut Kohlberg dalam
Ronald Duska, 1982: 59: 1
Tingkatan Pra-konvensional Pada tingkatan Pra-konvensiolah ini anak peka terhadap peraturan-
peraturan yang berlatar belakang budaya dan terhadap penilaian baik-buruk, benar-salah dalam lingkungan sehari-hari. Tetapi anak mengartikannya dari sudut
akibat-akibat fisik suatu tindakan atau dari sudut enak-tidaknya akibat-akibat itu hukuman, ganjaran, disenangi orang atau dari sudut ada-tidaknya kekuasaan
fisik dari yang memberikan peraturan-peraturan maupun memberi penilaian baik- buruk itu.
23
Tingkatan ini dibagi menjadi dua tahap: a.
Tahap 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan. Akibat-akibat fisik dari tindakan menentukan baik buruknya tindakan itu,
entah apapun arti atau nilai akibat-akibat itu bagi manusia. Menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya mempunyai nilai pada
dirinya bukan atas dasar hormat pada peraturan moral yang mendasarinya, yang didukung oleh hukuman dan otoritas.
b. Tahap 2. Orientasi relativis instrumental
Tindakan benar adalah tindakan yang ibarat alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga memenuhi kebutuhan orang lain.
Hubungan antar manusia dianggap sebagaimana hubungan orang di pasar. Unsur- unsur sikap adil, hubungan timbal balik, kesamaan dalam ambil bagian sudah ada
dan semuanya dimengerti secara fisis dan pragmatis. Hubungan timbal balik manusia adalah soal “kalau kamu menggarukkan punggungku, saya akan
garukkan punggungmu”, bukanya soal loyalitas kesetiaan rasa terimakasih atau keadilan.
2 Tingkatan Konvensional Pada tingkatan ini, seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu
di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya. Pada tingkatan ini, memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau bangsa dianggap sebagai
sesuatu yang berharga pada dirinya sendiri tidak peduli apapun akibat-akibat yang langsung dan kelihatan. Sikap ini bukan hanya mau menyesuaikan diri dengan
harapan-harapan orang tertentu atau dengan ketertiban sosial, tetapi sikap ingin
24
loyal, sikap ingin menjaga, serta sikap ingin mengidentifikasikan diri dengan orang-orang atau kelompok yang ada di dalamnya. Terdapat dua tahap:
c. Tahap 3: Orientasi masuk kelompok “anak baik” dan “anak manis”. Tingkah
laku yang baik adalah tingkah laku yang menyenangkan atau membantu orang- orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka.Ada banyak usaha
menyesuaikan diri dengan gambaran-gambaran yang ada pada mayoritas atau dengan tingkah laku yang dianggap umum.
Selanjutnya Abu Ahmadi dalam M. Fadlilillah, 2013: 70 menyatakan perkembangan moral anak adalah:
a. Usia 1-4 tahun.
Pada tahap iniukuran baik dan buruk bagi seorang ank tergantung dari apa yang dikatakan oleh orangtua. Walaupun anak saat itu belum tahu benar hakikat
atau perbedaan antara yang baik dan yang buruk itu. Sebab, saat itu anak belum mampu menguasai dirinya sendiri.
b. Usia 4-8 tahun Pada tahap ini ukuran tata nilai bagi seorang anak adalah dari yang akhir
atau realitas.Anak belum dapat menafsirkan hal-hal yang tersirat dari sebuah perbuatan, antara perbuatan disengaja dan yang tidak. Seorang anak hanya menilai
sesuai dengan kenyataannya, tanpa melihat sebab atau alasannya. c. Usia 8-13 tahun
Anak sudah dapat mengenal ukuran baik, buruk secara batin, meskipun masih terbatas. Yaitu, anak sudah dapat menghargai pendapat atau alasan dari
25
perbuatan orang lain. Anak mulai dapat menghormati orang lain yang patuh, taat atau sebaliknya.
d. Usia 13-19 tahun Seorang anak sudah mulai sadar betul tentang tata nilai kesusilaan. Anak
akan patuh atau melanggar berdasarkan kepahamannya terhadap konsep tata nilai yang diterima. Pada tahap ini anak benar-benar berada pada kondisi dapat
mengendalikan dirinya sendiri. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak usia4
– 6 tahun dalam pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk
memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk. Anak diharapkan mampu membedakan yang benar dan salah dalam situasi sederhana.
Pembelajaran moral ditekankan pada persiapan anak dalam menghadapi lingkungan. Anak usia dini termasuk pada tingkatan Pra-konvensional yang mana
pada tingkatan ini anak mengetahui bahwa terdapat peraturan serta penilaian baik- buruk, benar-salahdan mengartikannya sebagai sesuatu yang harus ditaati untuk
menghindari hukuman.
3 . Karakteristik Nilai Moral Anak Usia Dini
Mursyid 2005: 76 berpendapat bahwa nilai moral mencakup aspek kognitif yaitu pengetahuan tentang baik atau buruk dan benar atau salah, dan
faktor afektif yaitu sikap atau moral tersebut dipraktikkan. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk mengetahui dan memahami aturan,
norma, dan etika yang berlaku Slamet Suyanto, 2005: 67. Dalam pola perkembangan moral berkaitan dengan ketaatan mematuhi peraturan yang berlaku
26
Mursyid, 2005: 81. Pendapat tersebut diperkuat oleh Slamet Suyanto 2005: 67 yang menyatakan bahwa perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan
anak untuk mengetahui dan memahami aturan,norma, dan etika yang berlaku. Perkembangan aspek intelektualitas merupakan hal yang penting dalam
memberikan pertimbangan-pertimbangan moral terhadap suatu perbuatan, apakah suatu perbuatan baik atau tidak baik untuk dilaksanakan. Aturan dan norma yang
berlaku akan memberi tuntunan dan penerangan terhadap pemikiran, apakah suatu perbuatan diperkenankan atau tidak diperkenankan oleh aturan dan norma Maria
J. Wantah, 2005: 52. Salah satu bentuk aturan yang diterapkan di ligkungan anak adalah tata
tertib. Menurut Edi Hermawan 2009: 42, tata tertib berisi aturan yang yang dibuat agar hidup lebuh tertib dan teratur serta menjadi lebih disiplin. Anak harus
mengetahui apa saja tata tertib yang ada dilingkungannya termasuk di sekolah. Tata tertib dibuat oleh pihak sekolah untuk ditaati oleh seluruh warga sekolah
dengan tujuan supaya kegiatan belajar mengajar berjalan lancar dan tertib. Maria J Wantah 2005: 75 menyatakan bahwa pada anak usia 4
– 6 tahun pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk
memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk. Pendapat ini diperkuat oleh Hurlock 1978 :75 yang menyatakan sebelum anak
masuk sekolah dasar, mereka diharapkan mampu membedakan yang benar dan salah dalam situasi sederhana dan meletakkan dasar bagi perkembangan hati
nurani.
27
Dalam kurikulum 2013 penanaman nilai sikap dimulai dari mengenalkan anak dengan nilai yang baik dan seharusnya knowing the good kemudian
dilanjutkan dengan mengajak anak untuk membahas untuk memikirkan dan mengeti mengapa ini baik dan itu tidak baik thinking the good. Indikator
pencapaian perkembangan perilaku baik yang pertama kali wajib diketahui oleh anak usia 5-6 tahun pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 146 tahun 2014 yaitu: 1 mengenal perilaku baik sebagai cerminan akhlak mulia, 2 mengenal kegiatan beribadah sehari-hari, 3
mengucapkan maaf, permisi, terima kasih, 4 mengenal perilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya misal: tidak bohong, tidak berkelahi, 5 taat
terhadap aturan sehari-hari untuk melatih kedisiplinan, 6 mendengarkan ketika orang lainguru berbicara, 7 Mengetahui sikap jujur.
Berdasarkan uraian karakteristik nilai moral anak ada beberapa teori yang dapat dijadikan indikator pengetahuan nilai moral anak usia 5-6 tahun yang
dikembangkan menggunakan media Mind Mapping. Pada sub variabel mengetahui perilaku baik dan buruk di sekolah antara lain mengetahui apabila
menyayangi teman itu baik sedangkan berkelahi itu buruk, mengetahui apabila mendengarkan guru itu baik dan apabila gaduh itu buruk, mengetahui minta maaf
bila salah itu baik dan apabila tidak mau meminta maaf itu buruk. Selanjutnya sub variabel mengetahui tata tertib di sekolah antara lainmasuk tepat waktu yaitu
pukul 08.00 dan bel pulang pukul 12.30, berbaris sebelum masuk kelas, membawa bekal minuman, memakai seragam, membuang sampah pada tempatnya.
28
Indikator-indikator ini berfungsi sebagai penanda bahwa anak telah mengetahui nilai-nilai moral sesuai dengan yang diharapkan.
4. Mengembangkan Pengetahuan Nilai Moral