Pola persukuan Landasan Teori .1 Psikolinguistik

30 Pada bagan di atas tampak bahwa dalam bahasa Indonesia ada dua puluh tiga konsonan fonem, sedangkan fonem R dan ? ditemui dalam tuturan umum bahasa Indonesia. Cara memberi konsonan adalah dengan menyebut cara artikulasinya dulu, kemudian artikulasinya, dan akhirnya keadaan pita suara. Konsonan p, misalnya adalah konsonan hambat bilabial tak bersuara, sedangkan j adalah konsonan afrikatif palatal bersuara. Pasangan hambat p-b, t-d dan k-g, selain memiliki perbedaan dalam daerah artikulasinya, juga memunyai kesamaan dalam pembentukannya, yakni p, t, dan k dibentuk dengan pita suara tak bergetar, sedangkan b, d, dan g dengan pita suara bergetar. Karena itu, tiga konsonan yang pertama itu dinamakan konsonan tak bersuara, sedangkan ketiga yang lain disebut konsonan bersuara.

2.2.5 Pola persukuan

1. Suku kata Setiap kata yang diucapkan pada umumnya dibangun oleh bunyi-bunyi bahasa baik berupa bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata yang dibangun dapat terdiri atas satu segmen atau lebih. Dalam kajian fonologi segmen itu disebut suku kata. Setiap suku kata paling tidak terdiri atas sebuah bunyi atau merupakan gabungan antara bunyi vokal dan konsonan. Bunyi vokal di dalam suku kata merupakan puncak penyaringan sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku. Dalam sebuah suku kata hanya ada sebuah puncak suku dan puncak ini ditandai dengan bunyi vokal. Universitas Sumatera Utara 31 Lembah suku yang ditandai dengan bunyi konsonan yang berada di depan bunyi belakang bunyi konsonan Muslich, 2008: 73. Jumlah suku kata dalam sebuah kata dapat dihitung dengan melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian jika ada kata yang berisi tiga buah bunyi vokal maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri atas tiga suku kata saja. Misalnya kata teler [tElEr] adalah kata yang terdiri atas dua suku kata yaitu [tE] dan [lEr] masing-masing suku berisi sebuah bunyi vokal, yaitu bunyi [E]. 2. Pola suku kata Kata dalam bahasa Indonesia terdiri dari satu suku kata atau lebih, misalnya ban, bantu, membantu, memperbantukan. Panjangnya suku kata, wujud suku yang membentuknya mempunyai struktur dan kaidah pembentukan yang sederhana. Muslich, 2008: 74, membagi struktur dan kaidah pembentukan suku kata yang sederhana. Jenis-jenis pola persukuan itu, antara lain: 1. Suku kata berpola V, suku kata ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal. Contoh: a. a+ mal b. a + ku 2. Suku kata berpola KV, suku ini dibangun oleh sebuah bunyi yang diawali konsonan lalu vokal. Contoh : a. pa + sar b. si + ku Universitas Sumatera Utara 32 3. Suku kata berpola VK, suku ini dibangun oleh bunyi yang diawalivokal lalu konsonan. Contoh : a. ar + ti b. em + ber 4. Suku kata yang berpola KVK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan. Contoh : a. pak + sa b. tam+ pak 5. Suku kata yang berpola KKV, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu vokal. Contoh :a. dra + ma b. slo + gan 6. Suku kata yang berpola KKVK, suku ini dibangun oleh dua konsonan satu vokal, dan satu konsonan. Contoh : a. trak + tor b. prak + tis 7. Suku kata yang berpola KKVKK, suku ini dibangun oleh dua konsonan, satu vokal, dan dua konsonan. Contoh : a. kom + pleks 8. Suku kata yang berpola KVKK, suku ini dibangun olehsatu konsonan, satu vokal, dan dua konsonan. Contoh : a. teks + til Universitas Sumatera Utara 33 9. Suku kata yang berpola KKKV, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, dan satu vokal. Contoh : a. stra + te + gi b. stra + ta 10. Suku kata yang berpola KKKVK, suku ini dibangun oleh tiga konsonan, satu vokal, dan satu konsonan. Contoh : a. struk + tur 11. Suku kata yang berpola KVKKK, suku ini dibangun oleh satu konsonan, satu vokal, dan tiga konsonan. Contoh : a. korps = KVKKK Kata dalam bahasa Indonesia dibentuk dari gabungan bermacam-macam suku kata seperti di atas. Karena bentuk suku kata seperti yang terdapat pada dasarnya berasal dari kata asing, banyak orang menyelipkan fonem ∂ untuk memisahkan konsonan yang berdekatan. Contoh: slogan, strika, dan prangko, diubah masing-masing menjadi selogan, setrika, dan perangko.

2.3 Tinjauan Pustaka