Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia (Periode Tahun 2001-2010)

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor yang paling dasar dalam perekonomian dan merupakan penopang kehidupan produksi sektor-sektor lainnya (Putong, 2002). Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Pertanian bagi bangsa ini, memiliki peran penting karena merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya.

Tabel 1.1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2007 hingga 2011 (juta jiwa)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011 Pertanian, Kehutanan,

Perburuan dan Perikanan

41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 42,32 (40,43) 42,16 (39,10) 40,90 (37,02) Pertambangan dan Penggalian 1,01 (1,02) 1,07 (1,06) 1,15 (1,10) 1,22 (1,13) 1,41 (1,28) Industri Pengolahan 12,23

(12,38) 12,49 (12,37) 12,73 (12,16) 13,44 (12,47) 14,12 (12,78) Listrik, Gas, dan Air 0.21

(0,21) 0,21 (0,21) 0,22 (0,21) 0,22 (0,21) 0,24 (0,22)

Bangunan 4,82

(4,88) 5,07 (5,02) 5,05 (4,82) 5,22 (4,82) 5,97 (5,40) Perdagangan Besar,

Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 19,99 (20,25) 20,93 (20,73) 21,89 (20,91) 22,35 (20,73) 23,32 (21,11) Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 5,77 (5,84) 6,10 (6,04) 6,03 (5,76) 5,72 (5,32) 5,33 (4,83) Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan 1,33 (1,35) 0,15 (0,15) 1,48 (1,42) 1,69 (1,57) 2,35 (2,13) Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan.

11,5 (11,64) 12,94 (12,82) 13,81 (13,19) 15,79 (14,65) 16,84 (15,24) Total 98,76 100,98 104,68 107,81 110,48 Sumber: BPS, 2012.

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika 2012 diketahui pada Tahun 2007, total angkatan kerja Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian mencapai


(2)

2

42,43 persen. Tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor ini walaupun persentasenya mengalami penurunan menjadi 41,60 persen. Sejak Tahun 2009 hingga 2011, terjadi penurunan angkatan kerja yang bekerja di sektor ini, hingga Tahun 2011 menjadi 37,02 persen. Namun hingga saat ini, sektor pertanian menyerap sebagian besar angkatan kerja Indonesia jika dibandingkan dengan sektor lainnya.

Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ( triliun rupiah) Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010* 2011** Pertanian, Peternakan,

Kehutanan, dan Perikanan

271,5 (13,8) 284,6 (13,6) 295,9 (13,6) 304,7 (13,2) 313,7 (12,7) Pertambangan dan Penggalian 171,3 (8,7) 172,5 (8,3) 180,2 (8,3) 186,6 (8,1) 189,2 (7,7) Industri Pengolahan 538,1

(27,4) 557,8 (26,8) 570,1 (26,2) 597,1 (25,8) 634,2 (25,7) Listrik, Gas, dan Air

Bersih 13,5 (0,7) 15,0 (0,7) 17,1 (0,8) 18,0 (0,8) 18,9 (0,8)

Konstruksi 121,8

(6,2) 131,0 (6,3) 140,3 (6,4) 150,0 (6,5) 160,1 (6,5) Perdagangan, Hotel dan

Restoran 340,4 (17,3) 363,8 (17,5) 368,5 (16,9) 400,5 (17,3) 437,3 (17,8) Pengangkutan dan Komunikasi 142,3 (7,2) 165,9 (8,0) 192,2 (8,8) 218,0 (9,4) 241,3 (9,8) Keuangan, Real Estat, dan

Jasa Perusahaan 183,7 (9,4) 198,8 (9,5) 209,2 (9,6) 221,0 (9,5) 236,1 (9,6)

Jasa-jasa 181,7

(9,3) 193,1 (9,3) 205,4 (9,4) 217,8 (9,4) 232,5 (9,4) PDB 1964,3 2082,5 2178,9 2313,8 2463,3 PDB Tanpa Migas 1821,8 1939,6 2036,7 2171,0 2321,8 Sumber: BPS, 2012.

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Selain menyerap sebagian besar angkatan kerja Indonesia, sektor pertanian (termasuk peternakan, kehutanan, dan perikanan) juga menyumbang kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian di negara ini. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada Tabel 1.2 dapat dilihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia. Pada Tahun 2007, sektor pertanian menyumbang kontribusi terbesar ketiga terhadap total PDB Indonesia setelah industri pengolahan dan perdagangan hotel serta restoran, yaitu sebesar 271,5 triliun rupiah atau sebesar 13,8 persen dari total PDB Indonesia.


(3)

Pada Tahun 2008, kontribusi sektor ini mengalami peningkatan menjadi 284,6 triliun rupiah atau sebesar 13,6 persen dari total PDB Indonesia. Peningkatan kontribusi pertanian terhadap PDB Indonesia terus terjadi hingga Tahun 2011 sektor pertanian menyumbang kontribusi sebesar 313,7 triliun rupiah atau sebesar 12,7 persen terhadap PDB Indonesia.

Tabel 1.3 Perkembangan PDB Hortikultura Indonesia berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (persen)

Komoditas

Nilai PDB (Milyar Rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009

Buah-buahan 31,694 35,448

(11,84) 42,362 (19,51) 47,060 (11,09) 48,437 (2,93)

Sayuran 22,630 24,694

(9,12) 25,587 (3,61) 28,205 (10,23) 30,506 (8,16) Tanaman Biofarmaka 2,806 3,762

(34,06) 4,106 (9,14) 3,853 (-6,16) 3,897 (1,14)

Tanaman Hias 4,662 4,374

(1,54) 4,741 (8,39) 5,085 (7,26) 5,494 (8,04)

Total 61,792 68,639

(11,08) 76,795 (11,88) 84,203 (9,65) 88,334 (4,91) Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura (%)

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010.

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen

Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian tanamana bahan makanan, mempunyai komoditas yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias juga berperan penting terhadap pembentukan PDB Indonesia. Tabel 1.3 menunjukkan perkembangan PDB Hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2005 hingga 2009. Berdasarkan data tersebut diketahui, sejak Tahun 2005 hingga 2009 komoditas buah-buahan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB, sedangkan sayuran berada pada urutan kedua. Tren pertumbuhan nilai PDB sayuran berdasarkan harga berlaku periode 2005 sampai 2009 terus meningkat dari Tahun ke Tahun. Pada Tahun 2006, nilai PDB sayuran Indonesia meningkat sebesar 9,12 persen dibandingkan Tahun sebelumnya. Pada Tahun 2007, nilai PDB sayuran Indonesia juga meningkat sebesar 3,61 persen. Hingga Tahun 2009, peningkatan nilai PDB sayuran Indonesia menjadi 8,16 persen.

Menurut data dari Badan Pusat Statistika 2011, ada lima jenis sayuran yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kelima jenis sayuran itu


(4)

4

adalah, kubis, kentang, bawang merah, tomat, dan cabe besar. Kelima jenis sayuran ini dikatakan potensial karena produksi dan luas arealnya yang cukup besar jika dibandingkan dengan sayuran lainnya. Selain itu, kelima jenis sayuran ini juga diperdagangkan Indonesia ke negara lain. Namun, sejak Tahun 2006 terjadi peningkatan impor yang sangat signifikan pada dua jenis sayuran potensial Indonesia yaitu bawang merah dan kentang. Hal ini mengakibatkan volume neraca impor kedua komoditas ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Tabel 1.4 menunjukkan volume neraca perdagangan sayuran potensial Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Tabel tersebut menunjukkan neraca perdagangan komoditas bawang merah dan kentang Indonesia terus berfluktuasi dengan kecenderungan impor yang semakin tinggi. Tabel 1.4 Volume Neraca Perdagangan Sayuran Potensial Indonesia Tahun

2006-2010 (ton)

Komoditas 2006 2007* 2008 2009 2010**

Kubis 29.875 42.657 35.881 40.147 28.549

Kentang 81.711 4.093 2.613 -5.407 -17.433

Bawang Merah -62.671 -98.292 -115.701 -54.508 -70.036

Tomat -48 1.643 732 549 561

Cabe 1.038 1.052 717 -161 346

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. (diolah)

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat. Selain sebagai bumbu penyedap masakan, tanaman bawang merah juga dijadikan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Bawang merah termasuk kedalam kelompok rempah tidak bersubstitusi. Di Indonesia tanaman ini banyak dihasilkan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.

Penyedian bawang merah dalam negeri dipasok dari produksi domestik dan impor. Data dari statistik pertanian 2011 menunjukkan perubahan produksi dan konsumsi bawang merah setiap Tahunnya. Tabel 1.5 menunjukkan total produksi dan impor bawang merah Indonesia. Sejak Tahun 2006 hingga 2010, produksi bawang merah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2006 produksi bawang merah nasional sebesar 794.929 ton. Pada Tahun


(5)

berikutnya terjadi peningkatan produksi bawang merah Indonesia hingga Tahun 2010 menjadi 1.048.934 ton.

Total impor bawang merah Indonesia juga berfluktuasi namun cenderung meningkat. Pada Tahun 2006, impor bawang merah Indonesia sebesar 78.462 ton. Pada Tahun 2007 dan 2008, impor bawang merah Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan menjadi 107.649 ton pada Tahun 2007 dan 128.015 ton pada Tahun 2008. Total impor bawang merah Indonesia mengalami penurunan pada Tahun 2009 karena adanya krisis ekonomi global walaupun pada tahun 2010 kembali mengalami kenaikan.

Tabel 1.5 Total Produksi dan Impor Bawang Merah Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)

Tahun Total Produksi

Nasional (Ton)

Total Impor (Ton)

2006 794.929 78.462

2007* 802.810 107.649

2008 853.615 128.015

2009 965.164 67.330

2010** 1.048.934 73.270

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Berbeda dengan bawang merah yang tidak memiliki substitusi terdekat, fungsi kentang bagi masyarakat Indonesia masih terbatas sebagai bahan sayuran dan penganan (snack food) dan belum menjadi pangan pokok yang dapat menyubstitusi beras secara nyata. Di Indonesia sentra produksi kentang terdapat di provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat. Tabel 1.6 menunjukkan produksi dan impor kentang Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Pada Tahun 2006 produksi kentang nasional sebesar 1.011.911 ton. Pada Tahun 2007, produksi kentang Indonesia mengalami penurunan menjadi 1.003.732 ton. Pada Tahun 2008 dan 2009, produksi kentang Indonesia mengalami kenaikan hingga Tahun 2010 produksi kentang Indonesia menjadi 1.060.805 ton.

Impor kentang Indonesia juga mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2006, impor kentang Indonesia hanya sebesar 4.211 ton dan meningkat pada Tahun


(6)

6

berikutnya. Pada Tahun 2008, terjadi penurunan impor kentang Indonesia menjadi 5.345 ton. Pada Tahun 2009, total impor kentang Indonesia meningkat tajam menjadi 11.727 ton hingga pada Tahun 2010, total impor kentang Indonesia menjadi 24.204 ton.

Tabel 1.6 Total Produksi dan Impor Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)

Tahun Total Produksi

Nasional (Ton)

Total Impor (Ton)

2006 1.011.911 4.211

2007* 1.003.732 5.559

2008 1.071.543 5.345

2009 1.176.304 11.727

2010** 1.060.805 24.204

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Volume impor bawang merah dan kentang Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kondisi ini tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang menganut sistem perekenomian terbuka, dimana untuk menghitung PDB dari sisi pengeluaran juga ditentukan oleh komopenen net ekspor. Jika impor kedua komoditas ini semakin meningkat berarti net ekspornya akan mengalami penurunan dan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun ini akan secara langsung memengaruhi posisi Indonesia di mata dunia.

Neraca perdagangan bawang merah menunjukkan surplus impor dari tahun ke tahun. Sejak Tahun 2006 hingga 2008 kenaikan nilai impor bawang merah terus menerus mengalami kenaikan. Setelah itu pada Tahun 2009, nilai impor bawang merah turun drastis. Hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi global yang terjadi pada Tahun sebelumnya. Namun pada Tahun 2010, nilai impor bawang merah Indonesia kembali mengalami kenaikan. Berbeda dengan bawang merah, sejak Tahun 2006 hingga 2007 neraca perdagangan kentang masih mengalami surplus perdagangan. Namun sejak Tahun 2008 hingga 2010, nilai impor kentang jauh melebihi nilai ekspornya. Tabel 1.7 menunjukkan perubahan


(7)

nilai neraca perdagangan bawang merah dan kentang Indonesia Tahun 2006 hingga 2010.

Tabel 1.7 Perubahan Nilai Neraca Perdagangan Bawang Merah dan Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (US$)

Komoditas 2006 2007* 2008 2009 2010**

Bawang Merah

-Ekspor 6.366 3.492 4.534 4.348 1.814

-Impor 30.106 44.097 53.814 28.942 32.048

-Neraca -23.740 -40.605 -49.280 -24.594 -32.048 Kentang

-Ekspor 5.917 2.855 2.340 2.180 2.426

-Impor 1.959 2.687 2.880 6.689 14.591

-Neraca 3.958 168 -540 -4.529 -12.165

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Peningkatan impor komoditi bawang merah dan kentang ini akan berdampak pada penurunan neraca perdagangan komoditas sayuran Indonesia. Hal ini kemudian berdampak pada neraca perdagangan hortikultura dan neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Tabel 1.8 menunjukkan perubahan volume dan nilai impor komoditas hortikultura Indonesia periode 2006-2010. Tabel ini menunjukkan kecenderungan peningkatan baik volume maupun nilai impor hortikultura Indonesia dari Tahun ke Tahun.

Tabel 1.8 Volume dan Nilai Eskpor Impor Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2006-2010

Hortikultura 2006 2007* 2008 2009 2010**

Volume(Ton)

-Ekspor 456.890 393.895 524.485 447.609 364.139 -Impor 923.867 1.300.345 1.429.967 1.524.666 1.560.808 -Neraca -466.977 -906.450 -905.482 -1.077.057 -1.196.669 Impor (US$

000)

-Ekspor 238.063 254.537 433.921 379.739 390.740 -Impor 527.415 810.130 926.045 1.077.463 1.292.988 -Neraca -289.352 -555.593 -492.124 -697.724 -902.248 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Tidak hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, kenaikan impor bawang merah dan kentang juga berpengaruh terhadap kesejahteraan petani


(8)

8

yang bekerja di sektor ini. Tingginya volume impor bawang merah dan kentang Indonesia akan menyebabkan peningkatan supply kedua komoditas ini di pasar domestik. Hal ini kemudian akan menyebabkan penurunan harga, (ceteris paribus), terutama saat panen raya. Penurunan harga ini akan secara langsung memengaruhi petani Indonesia karena harga merupakan salah satu insentif bagi petani untuk terus berproduksi. Penurunan harga pada barang kebutuhan pokok yang cenderung bersifat inelastis dengan permintaan yang cenderung tetap akan berdampak pada pengurangan keuntungan yang diterima oleh petani secara umum. Hal inilah yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan petani, jika dibiarkan terus menerus.

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya impor bawang merah dan kentang akan memengaruhi posisi petani Indonesia bahkan dalam skala domestiknya. Jika dilihat secara empiris tingkat harga produk impor kedua komoditas ini masih lebih murah dibandingkan dengan produk domestiknya. Hal ini menyebabkan minat masyarakat Indonesia yang umumnya berada pada tingkat pendapatan menengah ke bawah memilih membeli produk impor dibandingkan produk domestik, walaupun kualitas produksi domestik masih lebih baik. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka petani domestik akan kehilangan insentif untuk terus berproduksi. Selain itu, predikat negara Indonesia yang dikenal sebagai negara pertanian juga akan terpengaruh dengan peningkatan volume dan nilai impor produk pertaniannya.

Untuk dapat mengantisipasi permintaan impor kedua komoditas ini yang cenderung meningkat setiap tahunnya, maka diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang oleh Indonesia dari negara-negara asal impor.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perumusan masalah yang dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia ?


(9)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam melakukan impor suatu komoditas khususnya komoditas yang dijelaskan dalam penelitian ini. Manfaat yang diharapkan antara lain:

1. Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan kegiatan impor terutama impor komoditas yang diteliti.

2. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat pengaplikasian ilmu pengetahuan.

3. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi penelitian-penelitian serupa dimasa yang akan datang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Fokus dari penelitian ini diarahkan untuk mengamati faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor. Adapun komoditas yang diteliti yaitu bawang merah dan kentang dimana neraca impor komoditas ini menduduki peringkat tertinggi jika dibandingkan dengan neraca impor komoditas sayuran lainnya. Namun karena alasan ketersediaan data, analisis bawang merah akan digabung dengan bawang bombay. Tahun pengamatan dalam penelitian ini yaitu Tahun 2001 hingga 2010. Adapun variabel penelitian yang diamati dalam penelitian ini meliputi harga impor komoditas, Produk Domestik Bruto (GDP) riil Indonesia dan negara asal impor komoditas, nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, populasi Indonesia dan populasi negara asal impor, serta jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara asal impor.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah

Bawang merah dikenal dengan nama ilmiah Allium ascalonicum L. Bawang Merah berasal dari wilayah yang sama dengan bawang putih yaitu kawasan Asia Tengah yaitu di sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Jika dibandingkan dengan jenis bawang lainnya, bawang merah di Indonesia lebih populer dan banyak dibudidayakan.

Pada umumnya, bawang merah dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa masakan. Bawang merah mengandung minyak atsiri yang dapat menciptakan aroma yang khas dan memberikan cita rasa pada masakan. Selain itu, minyak asiri ini juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida untuk bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Berlian, 1994).

2.1.2 Kentang

Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Suku Inka telah memanfaatkan kentang sekurang-kurangnya sejak 2000 tahun sebelum kedatangan penjajah Spanyol. Pendugaan umur dengan menggunakan C14 terhadap butiran pati yang ditemukan dalam penggalian

arkaelogi menunjukkan bahwa kentang telah dimanfaatkan sekurang-kurangnya sejak 8000 tahun yang lalu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kentang termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umur tanaman ini relatif pendek, hanya 90-180 hari (Samadi, 2007). Kentang merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat. Kentang bermanfaaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh manusia. Energi ini kemudian membuat manusia dapat bergerak, berpikir dan melakukan berbagai aktivitas lainnya. Selain itu, karbohidrat juga berperan penting untuk meningkatkan proses metabolisme tubuh.


(11)

2.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan manusia karena dapat menyalurkan barang hasil produksi dari produsen ke konsumen. Perdagangan antarnegara atau yang lebih dikenal dengan perdangan internasional sudah terjadi sejak zaman dulu namun dalam skala yang masih relatif kecil.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Dalam perdagangan internasional terdapat beberapa teori, dimulai dari merkantilisme. Teori merkantilisme adalah suatu teori yang berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Oleh karena itu, kegiatan ekspor-impor diletakkan sebagai lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Teori ini pada akhirnya mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan ekspor harus lebih besar dibandingkan impor (Halwani, 2002).

Teori merkantilisme ini mendapat beberapa kritikan diantaranya dari Adam Smith. Smith, datang dengan teori keunggulan mutlak (absolut advantage) yang menerangkan bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak. Teori ini berpendapat setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage) (Hadi, 2001).


(12)

12

David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith dengan teori keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage). Teori ini berpendapat bahwa walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung, selama rasio harga antarnegara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labour value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Oleh karena itu, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien (Hady, 2001).

Teori Heckscher-Ohlin menyatakan perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factor) masing-masing negara. Oleh karena itu, menurut teori ini sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif terbatas dan mahal di negara tersebut.

Pada gambar 2.1, secara teoritis dapat dilihat dimana negara 1 adalah negara pengekspor dan negara 2 adalah negara pengimpor. Negara 1 (eksportir) akan mengekspor suatu komoditi ke negara 2. Saat sebelum terjadi perdagangan, harga di negara 1 terletak pada P1 karena itu terjadi kelebihan penawaran (excess

supply) sebesar garis BE. Adanya kelebihan penawaran dengan harga yang tergolong rendah memberikan kesempatan kepada negara 1 untuk menjual kelebihan produksinya ke negara 2.

Negara 2 sebagai negara pengimpor (importir) mengalami kekurangan

supply (penawaran) karena konsumsi domestiknya melebihi produksinya sehingga terjadi kelebihan permintaan (excess demand) sebesar garis B’E’. Harga yang


(13)

terbentuk menjadi lebih tinggi yaitu sebesar P3. Hal ini menyebabkan terjadinya

perdagangan antarnegara. Kedua negara melakukan perdagangan melalui pasar internasional sehingga terjadi keseimbangan pada e*, dan harga yang terbentuk di pasar internasional berada pada P2.

Sumber: Salvatore, 1997

Gambar 2.1 Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional keterangan:

Px/Py = Harga relatif komoditas X

P1 = Harga domestik komoditas X di negara 1, sebagai negara eksportir

sebelum terjadi perdagangan internasional

P2 = Harga yang terjadi di pasar internasional setelah terjadi perdagangan

internasional

P3 = Harga domestik komoditas X di negara 2, sebagai negara importir

sebelum terjadi perdagangan internasional

BE = Besarnya excess supply di negara 1 atau jumlah yang diekspor B’E’ = Besarnya excess demand di negara 2 atau jumlah yang diimpor 2.1.4 Teori Permintaan

Menurut (Putong, 2002), permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu, dan dalam periode tertentu. Jumlah komoditas total yang ingin dibeli oleh semua

SX

Panel A

Pasar di Negara 1 untuk Komoditas X

Panel C Pasar di Negara 2 untuk Komoditas X Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditas X Impor Ekspor 0 A* B* e* D S DX E’ B’ A’ A E B DX SX

X X X

A’’

0 Px/Py Px/Py

Px/Py

P3

P2


(14)

14

rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut (Lipsey, 2005). Banyaknya komoditas yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting berikut ini yaitu: harga komoditas itu sendiri, rata-rata penghasilan rumah tangga, harga komoditas yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi.

P

P1 a

P2 b

P3 c

D

Q = f(P) Q1 Q2 Q3

Sumber: Lipsey, 1995

Gambar 2.2. Kurva Permintaan keterangan:

P = harga komoditas

Q = jumlah komoditas yang diminta

Gambar 1, menunjukkan bagaimana hubungan antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta. Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditas akan berhubungan negatif dengan kuantitas yang akan diminta, dengan faktor lain tetap sama (ceteris paribus). Hal ini berarti, semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin besar, dan semakin tinggi harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin kecil. Gambar 1, menunjukkan gambaran umum kurva permintaan yaitu jumlah yang diminta pada Q dengan tingkat harga pada P. Titik – titik a, b, dan c merupakan titik-titik kombinasi antara harga komoditas dan jumlah yang diminta. Kemiringan yang semakin menurun pada kurva menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta.

Rata-rata pendapatan rumah tangga akan berpengaruh terhadap permintaan masyarakat. Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menggeser kurva


(15)

permintaan untuk kebanyakan komoditas ke arah kanan. Ini menunjukkan akan lebih banyak komoditas itu yang akan diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin.

Faktor lain yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas adalah harga barang lain yang memiliki keterkaitan dengan komoditas tersebut. Keterkaitan antara dua jenis komoditas dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (pelengkap). Jika harga komoditas substitusi suatu barang meningkat, maka harga barang tersebut menjadi relatif lebih murah. Hal ini kemudian meningkatkan permintaan akan barang tersebut. Namun, jika harga komoditas pelengkap suatu barang meningkat yang mengakibatkan penurunan permintaan, akan berdampak pada penurunan permintaan barang tersebut. Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera memang bisa lama sekali. Namun cepat atau lambat, perubahan selera terhadap suatu komoditas akan menggeser kurva permintaan ke arah kanan. Artinya, lebih banyak komoditas yang akan dibeli pada tiap tingkat harga.

Perubahan distribusi pendapatan akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas yang dibeli. Jika masyarakat memperoleh tambahan pendapatan maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika masyarakat mengalami penurunan pendapatan maka kurva permintaannya akan bergeser ke kiri. Distribusi pendapatan yang dimaksud adalah jika suatu pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada sejumlah penduduk yang mengakibatkan perubahan permintaan.

Kenaikan jumlah penduduk juga memengaruhi permintaan suatu komoditi. Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditas yang dibeli pada setiap tingkat harga.

2.1.5 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan

Perubahan permintaan dapat terjadi karena dua sebab utama. Sebab utama tersebut yaitu perubaan yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas itu sendiri dan perubahan yang disebabkan oleh faktor lain selain harga komoditas itu sendiri. Perubahan faktor lain selain harga yang dimaksud dapat berupa perubahan


(16)

16

jumlah penduduk, pendapatan, selera, distribusi pendapatan, dan harga komoditas lain yang terkait.

Perubahan pada harga barang itu sendiri akan langsung memengaruhi jumlah barang yang diminta. Perubahan yang terjadi akan menyebabkan pergerakan pada kurva permintaan. Perubahan ini hanya terjadi dalam satu kurva. Jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P2 ke P1 akan menyebabkan jumlah

barang yang diminta berkurang dari Q2 ke Q1. Keseimbangan permintaan berubah

yaitu pergerakan dari titik B ke titik A. P

P1 A C

P2 B D

D1

D0

Q Q1 Q2 Q3 Q4

Sumber: Lipsey, 1995

Gambar 2.3. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan keterangan:

P = harga komoditas

Q = jumlah komoditas yang diminta

Jika perubahan permintaan disebabkan faktor lain selain harga barang itu sendiri akan menyebabkan pergeseran pada kurva permintaan. Suatu pergeseran kurva permintaan ke kanan dapat disebabkan oleh kenaikan pendapatan, kenaikan jumlah penduduk, kenaikan distribusi pendapatan, perubahan selera menjadi lebih menyukai komoditi, penurunan pada harga komoditi komplementer, dan kenaikan pada komoditi subtitusi. Pergeseran kurva permintaan ke kiri terjadi


(17)

karena kondisi sebaliknya. Pergeseran kurva permintaan ke kanan ditunjukkan oleh pergeseran kurva permintaan dari D0 ke D1.

2.1.6 Konsep Gravity Model

Model gravitasi (gravity model) digunakan untuk menerka perdagangan berdasarkan jarak antarnegara dan interaksi antarnegara. Model ini terbentuk berdasarkan kinerja hukum Gravitasi Newton. Model ini pertama kali diterapkan oleh Jan Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antarnegara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) dalam Napitupulu (2007) menerapkan persamaan gravitasi dari keseimbangan model perdagangan dunia. Tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat,

gravity model juga diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas. Napitupulu (2007) menjelaskan bahwa pemikiran mendasar yang menjadi argumen pemakaian gravity model adalah negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan internasional dibandingkan dengan negara yang kecil dan miskin. Perumusan Teori Gravitasi Newton dalam fisika yaitu:

Fij = G X

“interaksi antar dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding

terbalik dengan jarak masing-masing”

Jika persamaan tersebut diaplikasikan dalam perdagangan internasional maka, F = Volume aliran perdagangan

M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara D = Jarak ekonomi kedua negara

G = konstanta

Dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan diatas kemudian diubah kedalam bentuk linear dan menjadi bentuk umum dari Gravity Model untuk analisis ekonometrika, dimana konstanta G menjadi bagian dari 0, dan GDP

menggambarkan ukuran ekonomi untuk kedua negara.

Log (Aliran Perdagangan Bilateral) = 0 + 1 log (GDP negara 1) + 2 log (GDP

negara 2) + 3 log (Jarak) +

Secara umum persamaan gravity model adalah sebagai berikut: Log Xij = 0 + 1 log Yj + 2 log Pj + 3 log Dij + ij


(18)

18

keterangan:

Xij = Volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j

Yj = GDP negara j

Pj = Jumlah populasi negara j

Dij = Jarak antarnegara i dengan negara j

Pada penerapannya dalam perdagangan antarnegara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model

untuk aliran perdagangan bilateral yaitu:

1. Variabel yang mewakili total total permintaan potensial negara pengimpor 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan

Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengaruh variabel-variabel yang terdapat pada model gravitasi atau gravity model, diantaranya:

2.1.6.1 Gross Domestik Product (GDP)

Gross Domestik Product adalah jumlah barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode ekonomi tertentu. GDP dapat juga digunakan untuk mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian. Dalam model gravitasi, semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara mengindikasikan semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Sehingga, GDP baik yang dimiliki negara pengekspor maupun pengimpor akan memengaruhi voleme perdagangan antar kedua negara.

2.1.6.2 Populasi

Jumlah penduduk atau populasi suatu negara akan memengaruhi besarnya kebutuhan negara tersebut terhadap komoditas perdagangan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peningkatan permintaan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk disuatu negara, ceteris paribus. Peningkatan jumlah penduduk akan memengaruhi dari dua sisi yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran.

Dari sisi permintaan peningkatan jumlah penduduk menunjukkan kebutuhan yang semakin meningkat terhadap komoditas perdagangan. Peningkatan kebutuhan ini tercermin dari peningkatan permintaan pada negara


(19)

tujuan ekspor yang menyebabkan terjadinya pergeseran kurva permintaan kearah kanan dan terjadinya ekses demand di pasar internasional. Hal tersebut kemudian berdampak pada peningkatan harga komoditi tersebut dan akan mendorong negara pengekspor untuk melakukan perdagangan atau ekspor.

Sementara itu, dari sisi penawaran peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan komoditas tersebut di pasar domestik. Hal ini akan menyebabkan pengurangan jumlah ekspor komoditas yang berakibat terjadinya excess demand (jika permintaan awal tetap) di pasar internasional. Setelah itu, akan terjadi peningkatan harga, ceteris paribus. Namun, dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat kenaikan jumlah penduduk dari sisi penawaran yaitu peningkatan faktor produksi karena penambahan sumberdaya tenaga kerja.

2.1.6.3 Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2003), nilai tukar adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kebijakan perdagangan internasional suatu negara akan dipengaruhi oleh peningkatan maupun penurunan nilai tukar. Nilai tukar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua negara.

Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Begitupun sebaliknya, jika nilai tukar riil rendah, maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

Nilai tukar riil = Nilai Tukar Nominal X Rasio Tingkat Harga

Adapun hubungan antara nilai tukar riil dengan ekspor neto dapat dirumuskan sebagai berikut (Mankiw, 2003):

NX = NX ( )

dimana : NX = Ekspor neto = Kurs Riil


(20)

20

Gambar dibawah menunjukkan hubungan antara kurs riil dengan ekspor neto: semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri, hal ini akan menyebabkan ekspor domestik semakin besar.

Kurs Riil (€)

e1

e2

NX (e)

Ekspor Neto (NX)

NX1 NX2 Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 2.4 Hubungan Kurs Riil dengan Ekspor Neto keterangan:

e = kurs riil

NX = Ekspor bersih (net ekspor)

2.1.6.4 Jarak Antara Pengekspor dengan Pengimpor

Jarak merupakan faktor geografi yang menjadi variabel utama gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak, dalam kaitannya dengan perdagangan akan memberikan pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) komoditas yang diperdagangkan antarnegara. Hal ini kemudian berdampak pada biaya transaksi dari perdagangan suatu komoditas. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak ekonomi. Jarak ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jarak geografis antar ibukota negara yaitu antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor yang dikalikan dengan total GDP negara asal impor yang telah dibagi dengan GDP masing-masing negara asal. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Jarak Ekonomi = Jarak Geografis X


(21)

Penggunaan jarak ekonomi ini disebabkan jarak geografis antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor tidak berubah atau konstan. Oleh karena itu, kondisi tersebut tidak dapat digunakan dalam melihat faktor jarak terhadap aliran ekspor jika hanya menggunakan jarak geografis saja, akan tetapi dapat dilihat dari share GDP-nya yang menunjukkan kecenderungan perdagangan diantara kedua negara.

Analisis untuk menjelaskan biaya transportasi dalam memengaruhi perdagangan dapat dilakukan dengan metode analisis keseimbangan parsial. Metode analisis keseimbangan parsial menganalisis biaya dengan satuan absolut (nominal uang), dengan asumsi kurs mata uang dua negara yang melakukan perdagangan selalu konstan, demikian juga indikator ekonomi lainnya kecuali tingkat konsumsi yang ditolerir dapat berubah.

Pada Gambar 2.5 sumbu vertikal mengukur harga komoditas Z dalam satuan dolar yang berlaku dikedua negara. Setiap pergerakan ke sebelah kiri dari pusat sumbu mengukur peningkatan kuantitas komoditi Z untuk negara 1. Sebelum adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan berproduksi sebanyak 50Z dan dengan harga sebesar $5. Sedangkan Negara 2 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga sebesar $11.

Pz ($)

Sz Negara 2 13

Sz 11

Negara 1 9 Impor . Ekspor 7

D . 5

3 D

Z Z 100 70 50 30 0 30 50 70 100

Sumber : Salvatore, 1997


(22)

22

Setelah perdagangan internasional berlangsung diantara kedua negara tersebut maka akan menyebabkan ekspor dan impor diantara negara yang bersangkutan. Negara 1 akan mengekspor komoditi Z ke negara 2 ketika harga mulai mengalami kenaikan di negara 1. Kenaikan harga ini mendorong Negara 1 untuk memproduksi komoditi Z dan kemudian kelebihan produksinya akan diekspor ke Negara 2. Di Negara 2 harga dari komoditas Z mulai menurun. Tanpa adanya biaya transportasi maka harga yang berlaku di kedua negara adalah sama yaitu $8 dengan jumlah komoditas Z yang diperdagangkan antarnegara sebanyak 60 unit.

Lain halnya ketika terjadi perdagangan internasional dengan adanya biaya transportasi, misalkan $1 per unit, maka harga di Negara 2 akan melampaui harga di Negara 1 sebesar $1. Pada Gambar 2.5, hal tersebut terjadi apabila harga sebesar $7 di Negara 1 dan harga $9 di Negara 2. Pada harga $7 maka Negara 1 akan meningkatkan produksi domestik pada komoditi Z hingga 70 unit, diantaranya konsumsi domestik 30 unit dan 40 unit sisanya diekspor ke Negara 2. Sedangkan pada saat harga $9 di Negara 2, produksi komoditi Z turun menjadi 30 unit dan tingkat konsumsi domestiknya naik menjadi 70 unit, sisa 40 unit kekurangan diimpor dari negara 1. Oleh karena itu, dengan adanya biaya transportasi maka akan menyebabkan penurunan dalam produksi dan berdampak pada penurunan volume perdagangan.

2.1.7 Panel Data

Data empiris dalam suatu kasus ekonomi terdiri dari berbagai macam tipe, yaitu data berkala (time series), data tampang lintang (cross section), dan data penel yang merupakan gabungan antara data berkala dan data tampang lintang (Setiawan dan Kusrini, 2010). Juanda (2009) menjelaskan ada beberapa keuntungan menggunakan data panel dalam model regresi dibandingkan hanya dengan time series atau hanya data cross section, yaitu:

1. Data panel akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 2. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis


(23)

3. Membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.

4. Dapat meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.

Menurut Syahrial dalam Yuliastuti (2010), dikenal tiga macam pendekatan dalam analisis model panel data yang terdiri dari:

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool . Misalkan terdapat persamaan berikut ini:

Yit = + jit j + it untuk i = 1,2, ...,N dan t = 1,2,...T

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, maka proses estimasi secara terpisah dapat dilakukan untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi

cross section sebagai berikut:

Yi1 = + jit j + i1 untuk i = 1,2,...N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama dan begitu pun sebaliknya akan diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun untuk mendapatkan parameter dan yang konstan dan efisien, akan data diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 1) Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terecil biasa adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generelasi secara umum yang sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun time series.

Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga (Covariance Model). Pendekatan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:


(24)

24

Yit = i + jit j + ∑ t + eit

keterangan:

Yit = variabel terikat diwaktu t untuk unit cross section i i = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit j

it = variabel bebas j di waktu t untuk unit i j = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error diwaktu t untuk unit cross section i

2) Pendekatan Efek Acak (Random Effect)

Memasukkan variabel dummy dalam efek tetap dapat menimbulkan konsekuensi (trade off) yaitu akan dapat mengurangi derajat kebebasan (degree of freedom) yang akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model efek acak (random effect). Dalam model ini, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan kedalam error.

Model efek acak ini dijelaskan dengan persamaan berikut: Yit = + jit j + it

it = ui + vt + wit dimana:

ui ~ N(0, u2) = komponen cross section error

vt ~ N(0, v2) = komponen time series error

wit ~ N(0, w2) = komponen error kombinasi

Dalam model ini, diasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak ini, dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang akan dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausmann. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan chi square statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dilakukan secara statistik.


(25)

2.1.8 Penelitian Terdahulu

2.1.8.1 Penelitian Mengenai Model Gravitasi dan Data Panel

Berbagai penelitian terdahulu yang terkait aliran perdagangan dengan menggunakan model gravitasi dan data panel telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan dengan berbagai jenis data dan jenis komoditas yang berbeda.

Soelaksono (2010) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditas perkebunan Indonesia. Terdapat lima jenis komoditas yang diteliti yaitu karet, kelapa sawit, kopi, teh, dan biji kakao. Dari kelima jenis komoditas yang diteliti tersebut, secara umum menunjukkan pola kecenderungan volume ekspor yang berfluktuatif.

Dalam penelitian tersebut, faktor-faktor aliran perdagangan untuk kelima komoditas perkebunan Indonesia diestimasi dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect). Dari semua variabel independen yang digunakan, terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh untuk seluruh model persamaaan komoditas yaitu jarak dan dummy (adanya krisis global), sehingga secara umum pengaruh besarnya jarak antara pengekspor dengan negara tujuan impor serta adanya krisis global tidak menyebabkan turunnya permintaan ekspor komoditas perkebunan Indonesia karena komoditas tersebut merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi.

Selain itu variabel-variabel lainnya yang digunakan dalam model memiliki pengaruh yang beragam pada masing-masing komoditas. Komoditas karet dipengaruhi oleh variabel PDB, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas kelapa sawit dipengaruhi oleh variabel populasi, jarak, dan adanya krisis. Komoditas kopi dipengaruhi oleh variabel harga komoditas, populasi, jarak, dan adanya krisis global. Komoditas teh dipengaruhi oleh variabel Produk Domestik Bruto, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas biji kakao dipengaruhi oleh harga komoditas, jarak dan adanya krisis global.

Alam et al. (2009) meneliti tentang aliran impor Bangladesh dengan menggunakan pendekatan model gravitasi. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis impor Bangladesh sebagai salah satu faktor yang paling signifikan dalam neraca perdagangan negara tersebut. Data yang digunakan adalah data panel dari tahun 1985 – 2003, dan data cross section yang digunakan adalah


(26)

26

negara-negara mitra dagang terbesar: Cina, Singapura, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Malaysia.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh impor terhadap produksi Bangladesh sangat kecil, hal ini disebabkan kebanyakan impor negara ini adalah impor barang konsumsi dan bukan barang modal. Selain itu, populasi Bangladesh memiliki dampak yang signifikan terhadap impor yang artinya Bangladesh tidak mampu memenuhi peningkatan permintaan domestik akan barang konsumsi. Selain itu, hal ini juga menunjukkan PDB negara-negara mitra dagang yang lebih besar bila dibandingkan dengan Bangladesh.

Yuliastuti (2010) melakukan penelitian yang berjudul analisis aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia periode 1999-2008. Penelitian ini menggunakan data panel, yaitu kombinasi antara data time series selama periode 1999-2008 dan data cross section sepuluh negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia yang kemudian dianalisis dengan menggunakan model gravitasi.

Hasil pengolahan regresi data panel menunjukkan bahwa metode yang terbaik dalam estimasi model adalah metode fixed effect. Selain itu, berdasarkan uji t-statistik pada taraf nyata lima persen, diketahui bahwa harga komoditi rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, populasi penduduk negara importir, GDP riil negara pengimpor berpengaruh signifikan terhadap aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia. Faktor yang paling mempengaruhi positif adalah populasi penduduk negara tujuan ekspor dan yang negatif adalah jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor.

2.1.8.2 Penelitian Mengenai Impor

Tresnawan (2006) melakukan penelitian terkait dengan analisis tren dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor kentang di Indonesia. Data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Indonesia kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis tren dan analisis regresi data panel. Berdasarkan hasil pengolahan data impor kentang periode 2001-2003 dari lima negara pengimpor terbesar ke Indonesia, diperoleh tren impor kentang di Indonesia cenderung fluktuatif. Secara umum didapatkan model tren eksponensial. Penelitian ini juga menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi


(27)

nilai impor kentang di Indonesia pada taraf satu persen yaitu nilai tukar rupiah, harga impor, Produk Domestik Bruto, dan lag nilai impor bulan sebelumnya.

Jumini (2008) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan, dari delapan variabel yang di uji, ada empat variabel yang berpengaruh terhadap permintaan bawang putih impor. Keempat variabel tersebut yaitu harga bawang putih lokal (pada taraf nyata lima persen), konsumsi bawang putih lokal (taraf nyata 10 persen), produksi bawang putih dalam negeri (taraf nyata lima persen) dan harga bawang putih impor (taraf nyata 15 persen).

2.1.9 Relevansi dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya membahas tren dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kentang di Indonesia dengan menggunakan analisis tren dan analisis regresi data panel. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor bawang merah dan kentang Indonesia dengan menggunakan model gravitasi. Tahun pengamatan dalam penelitian sebelumnya sejak tahun 2001 hingga 2003. Penelitian ini menggunakan sepuluh tahun pengamatan sejak tahun 2001 hingga 2010.

2.2 Kerangka Pemikiran

Peningkatan permintaan impor bawang merah dan kentang Indonesia cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2006 hingga 2010. Peningkatan impor ini akan berdampak pada pengurangan neraca perdagangan Indonesia secara umum. Selain itu, peningkatan impor ini akan memengaruhi produksi dalam negeri karena dampaknya terhadap harga produk domestik.

Impor jika tidak dikendalikan akan menyebabkan turunnya harga bawang merah dan kentang lokal produksi petani Indonesia. Hal ini kemudian akan mengurangi minat produksi petani Indonesia yang akan mengalami kerugian akibat turunnya harga. Selain itu, harga bawang merah dan kentang impor juga masih lebih rendah dibandingkan harga produk lokalnya. Akibatnya, konsumsi produk impor akan lebih tinggi dibandingkan produk domestiknya. Kondisi ini pada akhirnya akan mengurangi daya saing petani Indonesia di pasar nasional.


(28)

28

Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Operasional keterangan: = bagian yang dianalisis

= bagian yang tidak dianalisis Tingginya Permintaan Impor

Bawang Merah dan Kentang

Penurunan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Penurunan Kesejahteraan Petani

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran

Perdagangan Impor Komoditas Sayuran Indonesia: 1. Harga Komoditas di negara asal

2. GDP riil Indonesia dan negara asal impor 3. Populasi Indonesia dan negara asal impor 4. Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar 5. Jarak Ekonomi Indonesia dengan negara

asal impor

Analisis Regresi Data Panel (Gravity Model)

Rekomendasi Kebijakan dalam Hal Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia

Kecenderungan Volume Impor

Analisis Deskriptif Tingginya Permintaan Impor

Bawang Merah dan Kentang

Penurunan Neraca Perdagangan Hortikultura


(29)

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Harga komoditas bawang merah dan kentang impor Indonesia di negara-negara asal impor mempunyai pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 2. GDP riil negara asal impor mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 3. GDP riil negara Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 4. Populasi negara Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 5. Populasi negara asal impor mempunyai pengaruh positif terhadap aliran

perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia 6. Nilai tukar riil mata uang rupiah terhadap dolar Amerika mempunyai

pengaruh positif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

7. Jarak ekonomi antara negara Indonesia dengan negara asal impor mempunyai pengaruh negatif terhadap aliran perdangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.


(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak sepuluh tahun, mulai dari tahun 2001 hingga 2010. Adapun pemilihan komoditas yang diteliti yaitu bawang merah dan kentang karena kedua komoditas ini memiliki neraca impor tertinggi pada tahun 2010.

Jumlah negara yang menjadi asal impor yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan keberlanjutan impor yang terjadi selama periode pengamatan. Adapun negara-negara yang menjadi asal impor berdasarkan masing-masing komoditas yang menjadi objek penelitian ini, tertera pada tabel dibawah ini: Tabel 3.1 Negara – negara Asal Impor Komoditas Bawang Merah dan

Kentang Indonesia Tahun 2001-2010

No Komoditas Negara Asal Impor Jumlah

1 Bawang Merah (HS 070310)

Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China,

Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang

(HS 070190)

Australia, China, USA , dan Singapore 4

Sumber: UNComtrade, 2012.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi: volume impor komoditas yang diteliti berdasarkan negara asal, GDP riil dengan tahun dasar 2000 masing-masing negara, harga komoditas di masing-masing negara asal impor, nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, jarak antara negara Indonesia dengan negara asal impor, indeks harga konsumen Indonesia, dan indeks harga konsumen Amerika Serikat. Data tersebut diperoleh dari: Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, United Nation Commodity Trade (UN Comtrade), United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), Bank Dunia (World Development Indikator), dan penelusuran situs-situs yang terkait dengan penelitian.


(31)

Tabel 3.2 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

No Data yang Digunakan Sumber

1 Nilai dan volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia tahun 2001-2010

UN Comtrade (comtrade.un.org)

2 Populasi Indonesia dan negara asal impor komoditas bawang merah dan kentang tahun 2001-2010

World Development Indicator

(www.worldbank.org)

3 GDP riil Indonesia dan negara asal impor komoditas bawang merah dan kentang tahun 2001-2010

World Develoment Indicator

(www.worldbank.org)

4 Nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika tahun 2001-2010

www.unctadstat.unctad.org

5 Jarak geografis antara Indonesia dan negara asal impor komoditas bawang merah dan kentang

www.timeanddate.com

3.2 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil analisis dan kecenderungan volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. Analisis kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang. Analisis kuantitatif menggunakan analisis regresi data panel model gravitasi (gravity model). Data sekunder diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya diinterpretasikan.

3.3 Perumusan Model

Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis aliran perdagangan komoditas bawang merah dan kentang Indonesia antara lain: Produk Domestik Bruto Riil Indonesia, Produk Domestik Bruto Riil negara asal impor, populasi Indonesia, harga komoditas sayuran di negara asal impor dan nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika.

Bentuk umum persamaan regresi model gravitasi (gravity model) yang digunakan untuk masing-masing komoditas adalah:


(32)

32

ln Yjt = 0 + 1 ln GDPjt + 2 ln GDPit + 3 ln Popit + 4 ln Popjt + 5 lnPM

+ 6 lnJEijt + 7 lnERijt + it

Tanda dugaan parameter pada variabel bebas bebas yang diharapkan adalah:

1>0; 2>0; 3>0; 4>0; 5<0; 6<0; dan 7>0

keterangan:

j = unit cross section (negara) t = time series (waktu)

Yjt = Volume impor komoditas dari negara asal j pada tahun t (kilogram) GDPjt = GDPriil negara asal impor pada tahun t (US$)

GDPit = GDP riil negara Indonesia pada tahun t (US$)

Popit = Populasi penduduk Indonesia pada tahun t (orang)

Popjt = Populasi penduduk negara J pada tahun t (orang)

Pj = Harga komoditas di negara asal impor (US$/kg)

JEijt = Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara asal impor (kilometer)

ERijt = Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (Rp/US$) it = Random error

3.4 Defenisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel-variabel yang dituliskan dalam persamaan di atas, maka defenisi operasional variabel-variabel tersebut adalah: 1. Negara j adalah negara pengekspor atau negara asal impor komoditas bawang

merah dan kentang Indonesia.

2. Volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia adalah total impor dari negara asal selama jangka waktu satu tahun terhitung sejak tahun 2001 hingga tahun 2010, dinyatakan dalam satuan kilogram.

3. Nilai GDP riil Indonesia adalah Produk Domestik Bruto riil yang dihasilkan oleh Indonesia dalam satu tahun terhitung sejak tahun terhitung 2001 hingga 2010, dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat

4. Nilai GDP riil negara j atau nilai GDP negara asal impor adalah Produk Domestik Bruto riil yang dihasilkan perekonomian negara tersebut dalam satu tahun terhitung sejak tahun 2001-2010, dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat.


(33)

5. Populasi penduduk negara Indonesia adalah total jumlah penduduk di Indonesia dalam satu tahun terhitung sejak tahun 2001 hingga 2010, dinyatakan dalam satuan orang.

6. Populasi penduduk negara pengekspor adalah total jumlah penduduk di Indonesia dalam satu tahun terhitung sejak tahun2001 hingga 2010, dinyatakan dalam satuan orang.

7. Harga impor merupakan harga yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga impor dinyatakan dalam satuan dolar Amerika perkilogram.

Pjt =

8. Jarak antara negara Indonesia dengan negara asal impor dihitung berdasarkan jarak antar ibukota Indonesia dengan negara asal impor dan dinyatakan dalam kilometer. Jarak ekonomi kemudian diperoleh berdasarkan rumus:

JEindjt =

9.Nilai tukar mata uang negara Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat, dinyatakan Rp/US$. Hal ini dikarenakan nilai impor yang diperoleh dari UN Comtrade dalam satuan US$. Rumus yang digunakan untuk mendapatan nilai tukar Rupiah terhadap US$ Amerika adalah:

(

Riil)t =

X(Indeks harga konsumen USA)t

3.5 Pengujian Kesesuaian Model

Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Squared), Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Pendekatan Efek Acak (Random Effect). Pemilihan model terbaik yang digunakan untuk pengolahan data panel menggunakan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan antara lain:

3.5.1 Uji Chow (Chow Test)

Uji Chow digunakan untuk memilih kedua model diantara Pooled Least Squared dan Fixed Effect Model. Asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki


(34)

34

perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkannya setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda menjadi dasar uji chow ini.

Adapun hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Squared

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan Fstatistik seperti berikut:

CHOW : keterangan:

RRSS : Restricted Residual Sum square (Sum Squared Residual PLS) URSS : Unrestricted Residual Sum Square (Sum Squared Residual Fixed) N : Jumlah Data Cross Section

T : Jumlah data Times Series

K : Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti sebaran Fstatistik yaitu FN-1,NT-N-K. Jika nilai

CHOW Statistic (Fstat) hasil pengujian lebih besar dari Ftabel, maka cukup bukti

untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah model efek tetap (Fixed Effect Model), begitu juga sebaliknya jika nilai CHOW Statistic (Fstat) lebih kecil dari Ftabel maka model yang digunakan

adalah model Pooled Least Squared.

3.5.2 Uji Hausmann (Hausman Test)

Uji Hausmann adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih untuk menggunakan model Fixed Effect atau model Random Effect. Alasan dilakukannya uji Hausmann didasarkan pada model Fixed Effect

yang mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya unsur derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy dan model Random Effect yang harus memperlihatkan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Dalam pengujian ini dilakukan Hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect


(35)

Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut:

m = ( )’(M0-M1 )-1( ) ~ 2 (K) keterangan:

= vektor untuk statistik variabel fixed effect

B = vektor untuk statistik variabel random effect M0 = matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model

M1 = matriks kovarians untuk dugaan random effect model

Statistik Hausman menyebar Chi-Squared, jika nilai hasil pengujian lebih besar dari 2tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap

hipotesis nol, sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect, demikian pula sebaliknya.

3.6 Pengujian Statistik

Pengujian statistik berfungsi untuk mengetahui apakah model yang digunakan dalam penelitian sudah cukup baik ataupun belum dalam menjelaskan keragaman yang terdapat pada suatu permasalahan. Terdapat beberapa kriteria yang digunakan yaitu uji F, uji t, dan koefisien determinasi yang disesuaikan

(R-squared adjusted) (Juanda, 2009).

3.6.1 Uji F

Dalam menganalisis model, sebaiknya yang pertama kali dilakukan pengujian model secara keseluruhan dengan menggunakan statistik uji F. Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan.

Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Perumusan Hipotesis

H0 : 1 = 2 = 3 = 4 = k = 0

H1 : paling sedikit ada i 0

2. Penentuan nilai kritis atau taraf nyata ( ), misalnya dengan taraf nyata = 5%. Pada uji ini digunakan uji F.

3. Nilai Fhitung dari hasil perhitungan komputer dalam ANOVA atau dengan

menggunakan rumus :

Fhitung =


(36)

36

keterangan:

e2 : Jumlah kuadrat regresi (1-e2) : Jumlah kuadrat sisa n : Jumlah sampel k : Jumlah parameter 4. Penentuan kriteria uji:

- Terima H0,jika Fhitung < Ftabel,artinya secara statistik belum dapat dibuktikan

bahwa model tersebut bisa menjelaskan atau memprediksi keragaman volume impor bawang merah dan kentang Indonesia. Hal ini juga berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

- Terima H1 (tolak H0), Jika Fhitung > Ftabel, artinya secara statistik telah

dibuktikan bahwa model tersebut dapat menjelaskan atau memprediksi keragaman volume impor bawang merah dan kentang Indonesia. Hal ini juga berarti secara bersama-sama variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

Kriteria keputusan dapat dilakukan dengan menggunakan angka probabilitas (Pvalue atau sign) yang diperoleh dengan perhitungan komputer

kemudian diperbandingkan dengan taraf nyata pengujian yang digunakan. Jika probabilitas lebih kecil dari taraf nyata, maka keputusannya adalah menolak H0

atau menerima hipotesis alternatif (H1).

3.6.2 Uji t

Uji t pada dasarnya merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak pada taraf tertentu (taraf yang digunakan peneliti). Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing variabel independen secara individu memiliki pengaruh nyata (signifikan) atau tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel tak bebas yang terdapat pada suatu model.

Adapun langkah-langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: 1. Perumusan Hipotesis:

H0 : i = 0, artinya faktor ke – i tidak berpengaruh nyata


(37)

2. Penentuan nilai kritis atau taraf nyata ( ) yang digunakan sebesar = 1%,5%,10%.

3. Menentukan nilai thitung masing-masing i koefisien regresi yang dapar

dirumuskan sebagai: thitung =

ttabel = t (n-k)

keterangan:

Sd ( i) = Standard deviasi paremeter untuk bi

= Koefisien ke-i yang diduga n = Jumlah pengamatan

k = Jumlah parameter 4. Penentuan kriteria uji:

- Terima H0, jika |thitung|< ttabel,artinya secara statistik belum dapat dibuktikan

bahwa faktor ke – i tidak berpengaruh nyata.

- Terima H1 (tolak H0), jika |thitung| > ttabel, artinya secara statistik telah

dibuktikan bahwa faktor ke – i tersebut berpengaruh nyata.

Kriteria keputusan dapat dilakukan dengan menggunakan angka probabilitas (Pvalue atau sign) yang diperoleh dari perhitungan komputer kemudian

diperbandingkan dengan taraf nyata pengujian yang digunakan. Jika probabilitas (sign) lebih kecil dari taraf nyata maka keputusannya adalah menolak H0.

5. Mengambil kesimpulan.

3.6.3 Koefisien Determinasi (R-squared)

Koefisien determinasi adalah suatu ukuran yang menunjukkan keragaman pada variabel tak bebas (dependen) yang dapat diterangkan pada variasi model regresi atau menunjukkan besarnya sumbangan dari variabel penjelas terhadap variabel respon. R-squared memiliki range antara 0<R-squared<1. Jika

R-squaredbernilai satu maka variabel independen menjelaskan 100% variasi dalam variabel dependen, sedangkan jika R-squared bernilai 0 maka variabel independen tidak dapat menjelaskan variasi dalam variabel dependen. Hal ini berarti semakin besar koefisiennya atau mendekati satu maka model yang dibentuk dapat menjelaskan keragaman dari variabel dependen (model semakin baik). Begitu


(38)

38

pula sebaliknya jika nilai koefisien determinasi rendah atau mendekati nol, maka model tersebut kurang dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebasnya. Adapun rumus untuk koefisien determinasi (R-squared) yaitu:

R2 = keterangan:

RSS : Jumlah Kuadrat Regresi (Residual Sum Square) TSS : Jumlah kuadrat total (Total Sum Square)

Selain itu ada pengukuran R-squared yang lain yaitu R-squared adjusted

yang merupakan nilai R-squared yang telah disesuaikan terhadap banyaknya variabel bebas dan banyaknya observasi. Rumus R-squared adjusted adalah:

R-squaredadjusted = 1- ( ) keterangan:

R-squared adjusted = koefisien determinasi yang telah disesuaikan k = Jumlah variabel bebas

n = Jumlah observasi

3.6.4 Asumsi Kenormalan

Pengujian kenormalan dilakukan untuk mengetahui apakah error term

mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera dengan hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : = 0, error term terdistribusi normal

H1 : 0, error term tidak terdistribusi normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

3.7 Pengujian Asumsi Klasik

Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, maka diperlukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi-asumsi klasik seperti uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi. Bila terjadi pelanggaran asumsi-asumsi di atas maka model ini menjadi tidak valid.


(39)

3.7.1 Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi model regresi linear klasik adalah bahwa tidak terdapat multikolinearitas di antara variabel yang menjelaskan yang termasuk dalam model (Gujarati, 1978). Istilah multikolinearitas (kolinearitas ganda) pertama kali ditemukan oleh Ragnar Frisch, yang berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel penjelas (bebas) dari model regresi ganda. Selanjutnya, istilah multikolinearitas digunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu untuk terjadinya koreasi linear yang tinggi diantara variabel-variabel penjelas (X1,X2,...Xp) (Setiawan dan Kusrini, 2010). Cara mendeteksi

adanya multikolinearitas yaitu jika R-squared tinggi, tetapi variabel yang signifikan hanya sedikit.

Adapun konsekuensi dari adanya multikolinearitas ini yaitu:

1. Apabila terjadi multikolinearitas yang sempurna, maka koefisien regresi yang unik tidak dapat diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. 2. Jika terjadi masalah multikolinearitas yang mendekati sempurna, maka hasil

perkiraan dengen metode kuadrat terkecil masih tetap tak bias, tetapi tidak efisien (variansinya tidak minimum).

3. Terjadinya kontradiksi antara hasil pengujian hipotesis parameter regresi secara serentak melalui uji F dangan hasil pengujian parameter regresi secara individu melalui uji t.

Untuk mengatasi masalah multikolinearitas dalam model maka dapat digunakan beberapa cara berikut ini: adanya informasi apriori; penggabungan data

cross section dengan time series; mengeluarkan suatu variabel atau lebih dan kesalahan spesifikasi; transformasi variabel-variabel, dan penambahan data baru.

3.7.2 Uji Heteroskedastisitas

Homoskedastisitas berarti bahwa variasi dari error bersifat konstan (tetap) atau disebut juga identik. Kebalikannya adalah kasus heteroskedastisitas, yaitu jika kondisi variansi error-nya tidak identik. Pada model regresi, apabila semua asumsi klasik dipenuhi, kecuali satu, yaitu terjadi heteroskedastisitas, maka pengingat kuadrat terkecil masih tetap tak bias dan konsisten, tetapi tidak efisien (variansi membesar). Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, dalam hasil olahan data penel dengan eviews dengan menggunakan metode General Least


(40)

40

Squared (Cross Section Weight), caranya adalah dengan membandingkan nilai

sum squared resid pada weighted statistic dengan sum squared resid pada

unweighted statistic. Jika sum squared resid pada weighted statistic lebih kecil daripada sum squared resid pada unweighted statistic maka terdapat heteroskedastisitas. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah heterosedastisitas adalah dengan mengestimasi General Least Squared (GLS) dengan white heterocedasticity. Selain itu dapat juga dilakukan dengan pembobotan Cross Section SUR.

3.7.3 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya suatu korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data deret waktu) atau ruang (data cross section). Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin – Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Tabel 3.2 merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi.

Tabel 3.3 Selang Nilai Statistik Durbin Watson serta Keputusannya Nilai Durbin – Watson Keterangan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa Kesimpulan 1,55 < DW < 2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46 < DW < 2,90 Tanpa Kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelasi


(41)

4.1 Pertumbuhan Total Nilai Impor Indonesia Tahun 2001-2010 di Pasar Internasional

Impor adalah salah satu bentuk perdagangan internasional yang bertujuan untuk memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor biasanya dilakukan jika suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri terhadap suatu komoditas. Selain itu, impor juga bisa dilakukan, jika biaya yang dibutuhkan untuk mengimpor relatif lebih kecil dibandingkan memproduksi komoditas tersebut di dalam negeri.

Sumber: UNComtrade, 2012.

Gambar 4.1 Pertumbuhan Total Nilai Impor Indonesia Tahun 2001 – 2010 (US$)

Gambar 4.1 menunjukkan tren pertumbuhan total nilai impor Indonesia di pasar internasional sejak Tahun 2001 hingga 2010. Nilai impor Indonesia cenderung mengalami peningkatan sejak Tahun 2001 hingga 2008. Hal ini kemudian berbeda pada Tahun 2009 karena pada tahun ini nilai impor Indonesia mengalami penurunan. Hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun sebelumnya. Namun pada Tahun 2010, nilai impor Indonesia kembali mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan angkanya lebih besar jika dibandingkan dengan nilai impor Indonesia pada tahun-tahun sebelum krisis termasuk Tahun 2008.

0 20000000000 40000000000 60000000000 80000000000 100000000000 120000000000 140000000000 160000000000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

To

tal Im

p

o

r

(US

$)


(1)

Lampiran 5. Uji Normalitas Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah Indonesia

0 2 4 6 8 10 12 14

-2 -1 0 1 2

Series: Standardized Residuals Sample 2001 2010

Observations 90

Mean -1.43e-15 Median 0.040421 Maximum 2.524770 Minimum -2.243938 Std. Dev. 0.978162 Skewness 0.057955 Kurtosis 2.440998

Jarque-Bera 1.222194 Probability 0.542755


(2)

78

Lampiran 6. Hasil Uji Chow Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Kentang Indonesia

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.681720 (3,29) 0.5704 Cross-section Chi-square 2.725885 3 0.4358

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: LNVOL

Method: Panel Least Squares Date: 05/21/12 Time: 14:18 Sample: 2001 2010

Periods included: 10 Cross-sections included: 4

Total panel (balanced) observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNPOPJ 0.675175 0.316453 2.133573 0.0406 LNPOPI -206.4537 124.5745 -1.657271 0.1072 LNPM -1.539497 0.679775 -2.264717 0.0304 LNJE 4.146674 0.882523 4.698661 0.0000 LNGDPJ 0.723888 0.410008 1.765545 0.0870 LNGDPI 53.15927 26.98294 1.970107 0.0575 LNER -0.070178 0.312887 -0.224292 0.8240 C 2519.922 1695.673 1.486090 0.1470

R-squared 0.695944 Mean dependent var 11.62499 Adjusted R-squared 0.629432 S.D. dependent var 3.045750 S.E. of regression 1.854080 Akaike info criterion 4.249511 Sum squared resid 110.0036 Schwarz criterion 4.587287 Log likelihood -76.99022 Hannan-Quinn criter. 4.371640 F-statistic 10.46339 Durbin-Watson stat 2.559232 Prob(F-statistic) 0.000001


(3)

Lampiran 7. Hasil Estimasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Impor Kentang Indonesia dengan Menggunakan Pooled Least Square serta Pembobotan Cross Section SUR

Dependent Variable: LNVOL

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/21/12 Time: 14:18

Sample: 2001 2010 Periods included: 10 Cross-sections included: 4

Total panel (balanced) observations: 40

Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNPOPJ 0.587957 0.315190 1.865404 0.0713 LNPOPI -174.1103 56.43556 -3.085117 0.0042 LNPM -1.646935 0.424858 -3.876435 0.0005 LNJE 4.169129 0.487108 8.558943 0.0000 LNGDPJ 0.856034 0.449762 1.903306 0.0660 LNGDPI 46.39378 12.24298 3.789419 0.0006 LNER -0.041100 0.164419 -0.249974 0.8042 C 2071.357 767.9340 2.697311 0.0111

Weighted Statistics

R-squared 0.862025 Mean dependent var 15.41206 Adjusted R-squared 0.831843 S.D. dependent var 2.997794 S.E. of regression 1.103454 Sum squared resid 38.96356 F-statistic 28.56079 Durbin-Watson stat 2.126516 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.693156 Mean dependent var 11.62499 Sum squared resid 111.0123 Durbin-Watson stat 2.544835


(4)

80

Lampiran 8. Uji Normalitas Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Kentang Indonesia

0 1 2 3 4 5 6 7

-2 -1 0 1

Series: Standardized Residuals Sample 2001 2010

Observations 40

Mean 0.012668 Median 0.252653 Maximum 1.714071 Minimum -2.346258 Std. Dev. 0.999450 Skewness -0.466070 Kurtosis 2.475497

Jarque-Bera 1.906646 Probability 0.385458


(5)

LUSIANA MANIK. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia (Periode tahun 2001-2010) (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI).

Bawang merah dan kentang merupakan jenis tanaman sayuran yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia, hal ini disebabkan luas areal dan produksinya yang cukup besar dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya. Namun, sejak tahun 2006 hingga 2010 terjadi peningkatan neraca impor kedua komoditas ini secara signifikan. Peningkatan ini kemudian akan secara langsung memengaruhi neraca perdagangan sayuran dan hortikultura Indonesia. Kondisi ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan neraca perdagangan merupakan salah satu penentu Produk Domestik Bruto Indonesia dari sisi pengeluaran.

Tingginya permintaan impor bawang merah dan kentang ini tidak hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga berdampak pada penurunan tingkat kesejahteraaan petani Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross

section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak sepuluh tahun, mulai dari

tahun 2001 hingga 2010. Jumlah negara yang menjadi asal impor yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan keberlanjutan impor yang terjadi selama periode pengamatan. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan model gravitasi.

Model estimasi terbaik yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan komoditas bawang merah berdasarkan uji Chow adalah dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect

model) yang kemudian diboboti dengan cross-section SUR. Pada komoditas

kentang dengan menggunakan uji yang sama, diperoleh model estimasi terbaik yaitu pooled least square. Sama halnya dengan bawang merah model ini kemudian diboboto dengan cross-section SUR untuk mendapatkan hasil terbaik.

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan model gravitasi diketahui dari tujuh variabel yang digunakan hanya satu variabel yang tidak berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang Indonesia. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara pengekspor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP riil Indonesia dan GDP riil negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak memengaruhi volume impor bawang merah dan kentang Indonesia.

Adapun saran dalam penelitian ini adalah dibutuhkan regulasi yang tepat dalam mengatur impor bawang merah dan kentang ini. Misalnya, dengan menutup pintu impor pada daerah sentra produksinya yang dapat dilakukan oleh


(6)

Kementerian Pertanian .Selain itu agar dapat bersaing dengan produk impor, bawang merah dan kentang domestik harus dapat menekan harga. Hal ini dapat tercapai apabila petani dapat menekan biaya produksinya, dalam hal ini, pemerintah (Kementerian Pertanian) bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian dapat berperan dalam penyediaan teknologi produksi yang lebih baik, misalnya pemberian subsidi berupa bibit unggul.