Namun, dalam penelitian ini masih dijumpai 10,3 suku Jawa dimana menu hidangan yang terdiri dari nasi, lauk pauk nabati dan sayur-sayuran bukan
merupakan menu kesukaan dan bukan merupakan menu yang lebih sering disajikan dalam keluarga. Hal ini dikarenakan dipengaruhi kebiasaan makan dilingkungan
pekerjaan yaitu arisan, perkumpulan sesama mitra kerja, rapat di tempat pekerjaan yang sebagian besar mengkonsumsi menu hidangan yang terdiri dari nasi, lauk pauk
yang bersumber dari hewani dan pengolahan makanan bersantan sehingga menjadi kebiasaan dalam penyusunan menu hidangan keluarga.
5.4. Pengolahan Makanan
Pada penelitian ini dapat dilihat pengolahan makanan pada keluarga Suku Melayu lebih cenderung dengan dari cara digulai gulai lemak ikan, kari ikan, dll
yaitu dengan frekuensi 3-4 kaliminggu. Hal ini sesuai dengan konsep makanan Suku Melayu yang berkisar kepada cabai, terasi dan santan.
Sedangkan pada keluarga Suku Jawa lebih cenderung mengolah makanan bertumis yaitu dengan frekuensi 4 kaliminggu. Hal ini sesuai dengan konsep
makanan Suku Jawa yang penting makan karena semua makanan lezat dikonsumsi apabila dalam keadaan lapar walaupun mungkin hanya dengan nasi dan karak atau
kerupuk. Dari kebiasaan pengolahan makanan kedua suku tersebut, maka dijumpai pada
hasil penelitian ini adanya perbedaan jumlah asupan lemak yaitu pada Suku Melayu mayoritas termasuk kategori lebih yaitu sebesar 51,2, Sedangkan pada Suku Jawa
mayoritas termasuk kategori baik yaitu sebesar 71,8. Asupan lemak lebih di dalam tubuh merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa alasan keluarga Suku Melayu lebih cenderung pengolahan makanan dengan cara digulai karena lingkungan fisik mudah
diperoleh, ketersediaan dalam keluarga sejak kecil, memiliki kebun kelapa sendiri. Demikian juga dengan keluarga Suku Jawa yang lebih cenderung mengolah makanan
dengan cara ditumis.
5.5. Makanan Pantangan Pada Keluarga Suku Melayu dan Suku Jawa
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 100 baik keluarga Suku Melayu maupun Suku Jawa tidak mempunyai makanan pantangan untuk bayi dan balita.
Pada tabel 4.20. dapat dilihat bahwa masih ditemukan 2,4 Suku Melayu masih memiliki makanan pantangan untuk ibu hamil. Sedangkan Suku Jawa dijumpai
17,9 keluarga yang mempunyai pantangan untuk ibu hamil. Adapun makanan pantangan tersebut adalah buah nenas. Alasan keluarga menjadikan makanan tersebut
menjadi pantangan karena dapat mengakibatkan keguguran. Dari tabel 4.21. dapat dilihat bahwa sebesar 9,7 Suku Melayu mempunyai
makanan pantangan untuk ibu menyusui. Sedangkan 17,9 Suku Jawa yang mempunyai pantangan untuk ibu menyusui. Adapun makanan pantangan tersebut
adalah ayam, ikan-ikan laut, daging. Alasan keluarga menjadikan makanan tersebut menjadi pantangan karena membuat lama penyembuhan luka bekas melahirkan dan
mengakibatkan gatal pada luka bekas melahirkan. Dari tabel 4.22. dapat dilihat bahwa 100 baik keluarga Suku Melayu
maupun Suku Jawa tidak mempunyai makanan pantangan untuk lansia. Lansia memiliki pantangan apabila memiliki indikasi terhadap penyakit.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan