6.4. Analisis Fungsi Produktivitas Frontier Usahatani Padi Sawah di Sulawesi
Selatan
Fungsi produktivitas padi sawah VUL dan VUB padi di Sulawesi Selatan dianalisis menggunakan fungsi produktivitas frontier dengan metode MLE dan
diolah dengan menggunakan program Frontier 4.1. Fungsi produktivitas padi sawah VUL di Sulawesi Selatan dianalisis menggunakan fungsi produktivitas
frontier dengan metode MLE dan diolah dengan menggunakan program Frontier
4.1. Hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier dengan metode MLE pada usahatani padi sawah VUL di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 23 dan
hasil pendugaan fungsi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier Tabel 23
dapat dilihat bahwa benih, pupuk urea, dan tanaga kerja dalam keluarga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah sampai pada tingkat
α sebesar 0.15, sedangkan pupuk ZA, pupuk SP36, pupuk phonska, insektisida cair,
insektisida padat, herbisida cair, herbisida padat dan tenaga kerja luar keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah sampai pada tingkat
α sebesar 0.15. Koefisien-koefisien
pada fungsi produktivitas frontier menunjukkan nilai elastisitas produksi frontier dari input-input yang digunakan pada
produktivitas padi sawah. Hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier menunjukkan bahwa
elastisitas produktivitas frontier dari benih berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah pada tingkat
α 0.01, dengan nilai sebesar 0.2435. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan benih sebesar 1 persen dengan asumsi
cateris paribus , masih dapat meningkatkan produktivitas padi sawah di daerah
penelitian dengan tambahan produktivitas sebesar 0.2435 persen. Elastisitas produktivitas frontier dari urea, phonska dan tanaga kerja dalam
keluarga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah dengan nilai masing-masing 0.037, 0.0063 dan 0.1283 sampai pada tingkat
α 0.20 Tabel 23. Hasil ini menunjukkan bahwa jika urea, phonska dan tanaga kerja dalam keluarga
ditambah sebesar 1 persen maka produktivitas padi sawah akan meningkat masing-masing sebesar 0.037 persen, 0.0063 persen dan 0.1283 persen.
Tabel 23. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Frontier dengan Metode MLE pada Usahatani Padi Sawah VUL di Sulawesi Selatan
1
Variabel Koefisien
Standard error t-ratio
beta 0 Intersep
6.9650
a
0.2430 28.6668 beta 1
Benih 0.2435
a
0.0536 4.5459 beta 2
Urea 0.0377
a
0.0083 4.5177 beta 3
ZA -0.0127
a
0.0049 -2.5753 beta 4
SP-36 -0.0015
0.0047 -0.3257 beta 5
PHONSKA 0.0063
d
0.0062 1.0170 beta 6
Insektisida Cair 0.0052
00065 0.7936 beta 7
Insektisida Padat -0.0029
0.0113 -0.2614 beta 8
Herbisida Cair 0.0011
0.0049 0.2170 beta 9
Herbisida Padat -0.0113
0.0073 -0.5548 beta10
TK dalam Keluarga 0.1283
a
0.0454 2.8270 beta11
TK luar Keluarga 0.0410
0.0629 0.6520 sigma-squared 0.4603
b
0.2051 2.2447 Gamma 0.9999
a
0.0000004 27072817.0 Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2012.
Keterangan: 1 = menggunakan program Frontier 4.1.
a, b, c, d nyata pada tingkat α = 0.01, 0.05, 0.10, 0.20
Penambahan benih pada padi VUL dapat meningkatkan produktivitas padi sawah walaupun penggunaan benih oleh petani responden 81 kg per ha sudah
melebihi rekomendasi 20-50 kg per ha. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa penggunaan benih yang tinggi oleh petani karena kualitas benih yang
digunakan petani tergolong rendah sehingga daya tumbuhnya juga rendah. Petani menggunakan benih berlebih untuk mengantisipasi daya tumbuh benih yang
rendah. Benih dengan daya tumbuh rendah apabila ditanam maka kurang yang tumbuh dipertanaman sehingga petani menggunakan lebih banyak untuk menutupi
kekurangan benih yang tumbuh tersebut. Penggunaan benih bersertifikat oleh petani masih sangat rendah. Responden padi VUL semua menggunakan benih
tidak bersertifikat. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad et al. 2010 di Sulawesi Selatan yang menunjukkan bahwa 32.5
persen petani padi menggunakan benih bersertifikat dan 77.5 persen petani padi menggunaan padi tidak bersertifikat. Rendahnya penggunaan benih bersertifikat
tersebut selain disebabkan oleh kemampuan petani untuk membeli benih, juga karena ketersediaan benih bersertifikat masih kurang yaitu hanya mampu
memenuhi 48.9 persen dari kebutuhan benih. Kebutuhan benih padi di Sulawesi Selatan 22 077.66 – 29 436.88 ton, sementara benih yang dihasilkan dari produsen
benih yang ada saat ini baru mencapai 14 653.77 ton. Lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad et al. 2010 di Sulawesi Selatan yang menunjukkan
bahwa jumlah benih yang digunakan di tingkat petani juga masih cukup tinggi yaitu 44 persen petani mengunakan benih diatas 30 kg per ha dan 56 persen petani
yang menggunakan benih 25-30 kg per ha. Hal ini biasanya dilakukan petani untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan bibit jika daya tumbuhnya berkurang.
Kemudian hal lain yang menyebabkan penggunaan benih tinggi adalah sering terjadi serangan hama yang secara tiba-tiba. Dengan menggunakan benihbibit
lebih banyak per rumpun, apabila terjadi serangan hama maka tanaman tidak langsung habis semua dalam satu rumpun.
Penambahan penggunaan pupuk urea dapat meningkatkan produktivitas padi sawah walaupun demikian rata-rata penggunaan pupuk urea pada petani
VUL adalah 287 kg per ha lebih tinggi dari rekomendasi 50-100 kg per ha. Tingginya penggunaan pupuk urea tersebut karena berdasarkan pengalaman
petani dengan menggunakan pupuk urea yang rendah tidak memperlihatkan pengaruh terhadap produksi padi. Hal ini disebabkan kandungan organik tanah
yang rendah. Hasil pengamatan di lapangan bahwa tidak ada petani responden yang menggunakan pupuk organik sehingga bahan organik tanah semakin
berkurang dan menyebabkan penggunaan pupuk urea yang tinggi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Damdam 2000 menunjukkan kandungan bahan organik
persawahan di Sulawesi Selatan pada umumnya rendah yaitu kurang dari 2. Tanah dengan bahan organik rendah menyebabkan struktur tanah menjadi rusak,
tanah menjadi tidak remah, tata udara tidak baik dan unsur-unsur hara tidak mudah tersedia untuk tanaman sehingga penyerapan unsur hara oleh tanaman
tidak sempurna dan selanjutnya berpengaruh terhadap produksi. Sembiring dan Dede 2008, mengatakan kondisi saat ini lahan sawah mengalami penurunan
mutu yang ditandai dengan menurunnya kandungan bahan organik, tanah menjadi keras dan hasil gabah menurun. Fenomena tersebut disebut sebagai tanah sakit.
Cara menyembuhkan tanah sakit yang paling mudah dan murah adalah memberikan bahan organik. Kemudian manfaat pupuk oraganik diteliti oleh
Sembiring dan Dede 2008 di Sukamandi, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemakaian bahan kompos pupuk kandang 2 ton per ha meningkatkan hasil
padi 0.5-1.0 ton per ha, yaitu dari 5-6 ton per ha menjadi 6,0-6,5 ton per ha. Pemberian bahan organik juga meningkatkan keberadaan serangga netral
arthropoda yang merupakan makanan bagi musuh alami hama padi sehingga musuh alami berkembang dengan baik dan dapat menekan pertumbuhan hama
padi. Disamping itu, pemberian bahan organik menekan perkembangan penyakit hawar pelepah tanaman padi. Perkembangan mikroorganisme tanah akan baik jika
didukung oleh aerasi tanah yang baik dan kandungan bahan organik tanah yang cukup 2-5.
Penambahan penggunaan pupuk phonska dapat meningkatkan produktivitas padi sawah. Rata-rata penggunaan pupuk phonska pada petani VUL
adalah 144 kg per ha lebih rendah dari rekomendasi 200-300 kg per ha, sehingga penggunaannya masih bisa ditambah untuk meningkatkan produksi.
Penambahan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dapat meningkatkan produktivitas padi sawah karena penggunaan tenaga kerja dalam keluarga belum
optimal. Di daerah penelitian rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga adalah pada petani VUL sebesar 108 HOK per ha. Pengaruh positif tenaga kerja
dalam keluarga terhadap produksi disebabkan karena tenaga kerja keluarga sudah mengetahui banyak tentang kegiatan apa yang harus dilakukan dalam
usahataninya sehingga bisa bekerja dengan baik yang dapat meningkatkan produksi.
Penggunaan pupuk ZA berpengaruh negatif terhadap produksi dan nyata. Rata-rata penggunaan pupuk ZA pada petani VUL adalah 159 kg per ha lebih
tinggi dari rekomendasi 50-100 kg per ha, sehingga jika penggunaannya ditambah maka akan menurunkan produksi.
Penambahan penggunaan pupuk SP-36 berpengaruh negatif terhadap produksi tapi tidak nyata. Rata-rata penggunaan pupuk SP-36 pada petani VUL
adalah 161 kg per ha lebih tinggi dari rekomendasi 50-100 kg per ha, sehingga jika penggunaannya ditambah maka akan menurunkan produksi.
Penambahan penggunaan Insektisida Cair berpengaruh positif terhadap produksi tapi tidak nyata. Rata-rata penggunaan Insektisida Cair pada petani VUL
adalah 1 385 ml per ha Penambahan penggunaan Insektisida Padat berpengaruh negatif terhadap
produksi tapi tidak nyata. Rata-rata penggunaan Insektisida Padat pada petani VUL adalah 53 kg per ha. Pengaruh negatif Insektisida padat ini diduga
disebabkan oleh pengaruh Insektisida padat apabila diberikan dalam jumlah yang berlebihan maka akan membunuh predator atau musuh alami dari hama padi.
Dengan berkurangnya musuh alami hama padi maka akan mengganggu pertumbuhan dan produksi padi.
Herbisida padat berpengaruh negatif terhadap produksi tapi tidak nyata. Pengaruh negatif herbisida padat ini diduga disebabkan oleh pengaruh herbisida
apabila diberikan dalam jumlah yang berlebihan maka akan membuat struktur tanah menjadi padat sehingga berpengaruh buruk terhadap peningkatan produksi.
Penambahan penggunaan TK luar Keluarga berpengaruh positif terhadap produksi tapi tidak nyata. Rata-rata penggunaan TK luar Keluarga pada petani
VUL adalah 329 HOK per ha. Nilai yang merupakan rasio dari varians efisiensi teknis u
i
terhadap varians total produksi
i
, diperoleh hasil 0.9999 dengan standar error 0.0000. Secara statistik, nilai tersebut nyata pada
α = 0.01. Hasil ini menunjukkan bahwa 99.99 persen error term berasal dari akibat inefisiensi u
i
dan sisanya sebesar 0,01 persen disebabkan oleh efek-efek stochastic seperti pengaruh iklim, cuaca,
serangan hama penyakit dan kesalahan pemodelan v
i
. Pada proses produksi komoditas pertanian biasanya lebih dipengaruhi oleh peranan efek stochastic v
i
yang tidak terwakili pada model dari pada efek-efek non stochastic seperti efek inefisiensi teknis. Hal tersebut membuktikan hampir semua variasi dalam keluaran
dari produksi frontier dianggap sebagai akibat dari tingkat pencapaian efisiensi teknis yang berkaitan dengan manajemen usahatani.
Hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier dengan metode MLE pada usahatani padi sawah VUB di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 24 dan
hasil pendugaan fungsi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier Tabel 24 dapat dilihat bahwa benih, ZA, SP-36, Insektisida Cair dan tanaga kerja luar
keluarga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah sampai pada tingkat
α sebesar 0.15, sedangkan urea, phonska, insektisida padat, herbisida cair, herbisida padat dan tenaga kerja keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas padi sawah sampai pada tingkat α sebesar 0.15. Koefisien-koefisien
pada fungsi produktivitas frontier menunjukkan nilai elastisitas produksi frontier dari input-input yang digunakan pada produktivitas padi sawah.
Hasil pendugaan fungsi produktivitas frontier menunjukkan bahwa elastisitas produktivitas frontier dari benih berpengaruh nyata terhadap
produktivitas padi sawah pada tingkat α 0.15, dengan nilai sebesar 0.0540. Hasil
ini menunjukkan bahwa penambahan benih sebesar 1 persen dengan asumsi cateris paribus
, masih dapat meningkatkan produktivitas padi sawah di daerah penelitian dengan tambahan produktivitas sebesar 0.0540 persen.
Tabel 24. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Frontier dengan Metode MLE pada Usahatani Padi Sawah VUB di Sulawesi Selatan
1
Variabel Koefisien Standard
error t-ratio beta 0
Intersep 8.3686
a
0.2781 30.0941 beta 1
Benih 0.0540
d
0.0446 1.2100 beta 2
Urea 0.0055
0.0122 0.4472 beta 3
ZA 0.0038
d
0.0036 1.0440 beta 4
SP-36 0.0066
c
0.0041 1.6091 beta 5
PHONSKA 0.0017
0.0037 0.4580 beta 6
Insektisida Cair 0.0095
c
0.0060 1.5921 beta 7
Insektisida Padat 0.0029
0.0039 0.7585 beta 8
Herbisida Cair -0.0006
0.0032 -0.1986 beta 9
Herbisida Padat -0.0024
0.0038 -0.6283 beta10
TK dalam Keluarga -0.0238
0.0321 -0.7420 beta11
TK luar Keluarga 0.0675
b
0.0393 1.7177 sigma-squared 0.4960
0.6304 0.7868 gamma 0.8619
a
0.1722 5.0052 Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2012.
Keterangan: 1 = menggunakan program Frontier 4.1.
a, b, c dan d nyata pada tingkat α = 0.01, 0.05, 0.10 dan 0.15
Elastisitas produktivitas frontier dari ZA, SP-36, Insektisida Cair dan tanaga kerja luar keluarga berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi sawah
dengan nilai masing-masing 0.0038, 0.0066, 0.0095 dan 0.0675 pada tingkat α
0.15 Tabel 24. Hasil ini menunjukkan bahwa jika ZA, SP-36, Insektisida Cair dan tanaga kerja luar keluarga ditambah sebesar 1 persen maka produktivitas padi
sawah akan meningkat masing-masing sebesar 0.0038 persen, 0.0066 persen, 0.0095 persen, dan 0.0675 persen dengan asumsi cateris paribus.
Penambahan benih pada padi VUB dapat meningkatkan produktivitas padi sawah walaupun penggunaan benih oleh petani responden 66 kg per ha sudah
melebihi rekomendasi 20-50 kg per ha. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa penggunaan benih yang tinggi oleh petani karena kualitas benih yang
digunakan petani tergolong rendah sehingga daya tumbuhnya juga rendah. Petani menggunakan benih berlebih untuk mengantisipasi daya tumbuh benih yang
rendah. Benih dengan daya tumbuh rendah apabila ditanam maka kurang yang tumbuh dipertanaman sehingga petani menggunakan lebih banyak untuk menutupi
kekurangan benih yang tumbuh tersebut. Penggunaan benih bersertifikat oleh petani masih sangat rendah. Responden padi VUB yang menggunakan benih tidak
bersertifikat sebanyak 193 orang 65.87 persen dan yang bersertifikat sebanyak 100 orang 34.13 persen.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad et al. 2010 di Sulawesi Selatan yang menunjukkan bahwa 32.5
persen petani padi menggunakan benih bersertifikat dan 77.5 persen petani padi menggunaan padi tidak bersertifikat. Rendahnya penggunaan benih bersertifikat
tersebut selain disebabkan oleh kemampuan petani untuk membeli benih, juga karena ketersediaan benih bersertifikat masih kurang yaitu hanya mampu
memenuhi 48.9 persen dari kebutuhan benih. Kebutuhan benih padi di Sulawesi Selatan 22 077.66 – 29 436.88 ton, sementara benih yang dihasilkan dari produsen
benih yang ada saat ini baru mencapai 14 653.77 ton. Lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad et al. 2010 di Sulawesi Selatan yang menunjukkan
bahwa jumlah benih yang digunakan di tingkat petani juga masih cukup tinggi yaitu 44 persen petani mengunakan benih diatas 30 kg per ha dan 56 persen petani
yang menggunakan benih 25-30 kg per ha. Hal ini biasanya dilakukan petani untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan bibit jika daya tumbuhnya berkurang.
Kemudian hal lain yang menyebabkan penggunaan benih tinggi adalah sering terjadi serangan hama yang secara tiba-tiba. Dengan menggunakan benihbibit
lebih banyak per rumpun, apabila terjadi serangan hama maka tanaman tidak langsung habis semua dalam satu rumpun.
Penambahan penggunaan pupuk ZA dapat meningkatkan produktivitas padi sawah walaupun demikian rata-rata penggunaan pupuk ZA pada petani VUB
adalah 155 kg per ha lebih tinggi dari rekomendasi 50-100 kg per ha. Demikian juga penambahan penggunaan pupuk SP-36 dapat meningkatkan produktivitas
padi sawah walaupun rata-rata penggunaan pupuk SP-36 pada petani VUB adalah 123 kg per ha lebih tinggi dari rekomendasi 50-100 kg per ha. Tingginya
penggunaan pupuk ZA dan SP-36 tersebut karena berdasarkan pengalaman petani dengan menggunakan pupuk ZA dan SP-36 yang rendah tidak memperlihatkan
pengaruh terhadap produksi padi. Hal ini disebabkan kandungan organik tanah yang rendah. Hasil pengamatan di lapangan bahwa tidak ada petani responden
yang menggunakan pupuk organik sehingga bahan organik tanah semakin berkurang. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Damdam 2000 menunjukkan
kandungan bahan organik persawahan di Sulawesi Selatan pada umumnya rendah yaitu kurang dari 2. Tanah dengan bahan organik rendah menyebabkan struktur
tanah menjadi rusak, tanah menjadi tidak remah, tata udara tidak baik dan unsur- unsur hara tidak mudah tersedia untuk tanaman sehingga penyerapan unsur hara
oleh tanaman tidak sempurna dan selanjutnya berpengaruh terhadap produksi. Sembiring dan Dede 2008, mengatakan kondisi saat ini lahan sawah mengalami
penurunan mutu yang ditandai dengan menurunnya kandungan bahan organik, tanah menjadi keras dan hasil gabah menurun. Fenomena tersebut disebut sebagai
tanah sakit. Cara menyembuhkan tanah sakit yang paling mudah dan murah adalah memberikan bahan organik. Kemudian manfaat pupuk oraganik diteliti
oleh Sembiring dan Dede 2008 di Sukamandi, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemakaian bahan kompos pupuk kandang 2 ton per ha meningkatkan hasil
padi 0.5-1.0 ton per ha, yaitu dari 5-6 ton per ha menjadi 6,0-6,5 ton per ha. Pemberian bahan organik juga meningkatkan keberadaan serangga netral
arthropoda yang merupakan makanan bagi musuh alami hama padi sehingga musuh alami berkembang dengan baik dan dapat menekan pertumbuhan hama
padi. Disamping itu, pemberian bahan organik menekan perkembangan penyakit hawar pelepah tanaman padi. Perkembangan mikroorganisme tanah akan baik jika
didukung oleh aerasi tanah yang baik dan kandungan bahan organik tanah yang cukup 2-5.
Penambahan penggunaan insektisida cair dapat meningkatkan produktivitas padi sawah dan berpengaruh nyata. Di daerah penelitian rata-rata
penggunaan insektisida cair pada petani VUB adalah 1 609 ml per ha. Penggunaan insektisida cair digunakan petani sebagai tindakan preventif atau penyelamatan
hasil. Tindakan prevetif sebagai tindakan berjaga-jaga sebelum terjadi serangan hama atau ada gejala awal, kemudian tindakan penyelamatan hasil biasanya
dilakukan setelah terjadi serangan hama dan penyakit yang lebih berat. Kebanyakan petani menggunakan insektisida lebih awal sebelum terjadi serangan
hama dan penyakit sehingga bisa meningkatkan produksi. Penambahan penggunaan tenaga kerja luar keluarga dapat meningkatkan
produktivitas padi sawah karena penggunaan tenaga kerja luar keluarga belum optimal. Di daerah penelitian rata-rata penggunaan tenaga kerja luar keluarga
adalah pada petani VUB sebesar 291 HOK per ha. Pengaruh positif tenaga kerja luar keluarga terhadap produksi terkait dengan keterampilan yang dimiliki.
Biasanya tenaga kerja luar keluarga memiliki keterampilan teknis lebih bagus karena mereka menawarkan jasanya.
Tenaga kerja keluarga berpengaruh negatif tapi tidak signifikan terhadap produksi. Di lokasi penelitian tidak jarang petani menggunakan tenaga kerja anak
dan kurang terampil dalam usahataninya sehingga bisa berpengaruh kurang bagus terhadap produksi. Tenaga kerja anak biasa digunakan untuk membantu orang
tuanya pada kegiatan persiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan tanaman. Herbisida padat berpengaruh negatif terhadap produksi tapi tidak nyata.
Pengaruh negatif herbisida padat ini diduga disebabkan oleh pengaruh herbisida apabila diberikan dalam jumlah yang berlebihan maka akan membuat struktur
tanah menjadi padat sehingga berpengaruh buruk terhadap peningkatan produksi. Nilai yang merupakan rasio dari varians efisiensi teknis u
i
terhadap varians total produksi
i
, diperoleh hasil 0.8619 dengan standar error 0.1722. Secara statistik, nilai tersebut nyata pada
α = 0.01. Hasil ini menunjukkan bahwa 86.19 persen error term berasal dari akibat inefisiensi u
i
dan sisanya sebesar 13.81 persen disebabkan oleh efek-efek stochastic seperti pengaruh iklim, cuaca,
serangan hama penyakit dan kesalahan pemodelan v
i
. Pada proses produksi komoditas pertanian biasanya lebih dipengaruhi oleh peranan efek stochastic v
i
yang tidak terwakili pada model dari pada efek-efek non stochastic seperti efek inefisiensi teknis. Hal tersebut membuktikan hampir semua variasi dalam keluaran
dari produksi frontier dianggap sebagai akibat dari tingkat pencapaian efisiensi teknis yang berkaitan dengan manajemen usahatani.
Untuk melihat hubungan antara tingkat penggunaan input dengan produktivitas yang diperoleh pada padi VUL dab VUB maka pada beberapa
uraian selanjutnya akan dikemukakan tingkat penggunaan input terutama pupuk dan benih dengan produktivitas yang dicapai oleh petani responden. Pada tabel 25
dapat dilihat tingkat pengunaan pupuk urea oleh responden. Pada padi VUL cenderung petani menggunakan pupuk urea yang tinggi yaitu sebanyak 31 orang
44 persen menggunakan pupuk urea melebihi rekomendasi, 14 orang 20 persen menggunakan pupuk urea sesuai rekomendasi dan 26 orang 37 persen
menggunakan pupuk urea dibawa rekomendasi. Pada padi VUB petani juga cenderung menggunakan pupuk urea yang tinggi yaitu sebanyak 180 orang 62
persen menggunakan pupuk urea melebihi rekomendasi, 76 orang 26 persen menggunakan pupuk urea sesuai rekomendasi dan 34 orang 12 persen
menggunakan pupuk urea dibawa rekomendasi. Hal ini menunjukkan bahwa petani cenderung menggunakan pupuk urea yang tinggi. Penggunaan pupuk urea
yang tinggi karena berdasarkan pengalaman petani apabila mengunakan pupuk yang rendah maka tidak ada pengaruhnya terhadap produksi dan nanti diberikan
pupuk urea yang tinggi baru kelihatan pengaruhnya terhadap peningkatan produksi padi. Tingginya penggunaan pupuk urea juga diduga disebabkan oleh
kandungan organik tanah yang rendah. Kandungan bahan organik yang rendah dalam tanah menyebabkan pupuk tidak terserap dengan sempurna sehingga harus
diberikan dalam jumlah banyak baru bisa kelihatan pengaruhnya terhadap produksi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada responden
yang menggunakan pupuk organik, padahal dalam rekomendasi dianjurkan menggunakan pupuk organik 500-1 000 kg per ha.
Pada tabel 25 dapat dilihat bahwa pada padi VUB penggunaan urea yang rendah cenderung memperlihatkan produksi yang lebih rendah dibandingkan
VUL, dan pada penggunaan urea yang lebih tinggi sampai pada rekomendasi maka padi VUB cenderung memperlihatkan produksi yang lebih tinggi dari VUL.
Pada padi VUB dengan penggunaan urea di bawah 200 kg per ha produksi VUB lebih rendah 3 579 kg per ha dari produksi padi VUL 4 838 kg per ha.
Kemudian pada padi VUB penggunaan urea yang lebih tinggi 200-250 kg per ha maka produksinya lebih tinggi 6 830 kg per ha dibandingkan pada padi VUL 6
368 kg per ha. Tetapi pada padi VUB penggunaan urea 250 kg per ha maka produksinya lebih rendah 6 822 kg per ha dibandingkan pada padi VUL 7 378
kg per ha. Hal ini menunjukkan bahwa padi VUB jika diberikan input yang rendah maka produksinya akan lebih rendah atau sama dengan padi VUL, tetapi
jika diberikan input yang tinggi maka padi VUB akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi.
Tabel 25. Penggunaan Pupuk dan Produksi per Ha Padi Sawah VUL dan VUB Jumlah
Penggunaan Pupuk Kg
VUL VUB Produksi
per Ha Kg
Jumlah Responden
Produksi per Ha
Kg Jumlah
Responden Pupuk Urea
200 4 838
26 37
3 579 34
12 200-250
6 368 14
20 6 830
76 26
250 7 378
31 44
6 822 180
62 71
100 290
100 Pupuk ZA
50 5
745 7
5 50-100
4 890 11
52 6 203
55 35
100 6 725
10 48
6 739 93
60 21
100 155
100 Pupuk SP36
50 5
311 3
4 50-100
5 572 7
50 6 045
30 43
100 6 273
7 50
7 606 37
53 14
100 70
100 Pupuk Phonska
250 6 183
46 84
6 389 110
68 250-300
8 095 5
9 6 815
30 19
300 6 763
4 7
6 385 21
13 55
100 161
100
Pada tabel 25 dapat dilihat jumlah pupuk ZA yang digunakan oleh responden. Pada padi VUL sebanyak 11 orang 52 persen menggunakan pupuk
ZA sesuai rekomendasi 50-100 kg per ha, 10 orang 48 persen menggunakan pupuk ZA melebihi rekomendasi 100 kg per ha. Pada padi VUB petani
cenderung menggunakan pupuk ZA tinggi yaitu sebanyak 7 orang 5 persen menggunakan pupuk ZA dibawa rekomendasi 50 kg per ha, 55 orang 35
persen menggunakan pupuk ZA sesuai rekomendasi dan 93 orang 60 persen menggunakan pupuk ZA melebihi rekomendasi. Hal ini menunjukkan bahwa
petani cenderung menggunakan pupuk ZA yang tinggi. Penggunaan pupuk ZA yang tinggi karena berdasarkan pengalaman petani apabila menggunakan pupuk
yang rendah maka tidak ada pengaruhnya terhadap produksi dan nanti diberikan pupuk ZA yang tinggi baru kelihatan pengaruhnya terhadap peningkatan produksi
padi. Tingginya penggunaan pupuk ZA juga diduga disebabkan oleh kandungan organik tanah yang rendah. Kandungan bahan organik yang rendah dalam tanah
menyebabkan pupuk tidak terserap dengan sempurna sehingga harus diberikan dalam jumlah banyak baru bisa kelihatan pengaruhnya terhadap produksi. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada responden yang menggunakan pupuk organik, padahal dalam rekomendasi dianjurkan
menggunakan pupuk organik 500-1 000 kg per ha. Pada tabel 25 dapat dilihat bahwa pada padi VUB penggunaan ZA yang
tinggi cenderung menghasilkan produksi yang tinggi. Pada padi VUL dengan penggunaan ZA yang tinggi cenderung menghasilkan produksi yang tidak terlalu
tinggi dan produksi padi VUL lebih rendah dibandingkan padi VUB. Pada padi VUB dengan penggunaan ZA 50-100 kg per ha produksinya lebih tinggi 6 203
kg per ha dari produksi padi VUL 4 890 kg per ha. Kemudian pada padi VUB penggunaan ZA yang lebih tinggi 100 kg per ha maka produksinya lebih tinggi
6 739 kg per ha dibandingkan pada padi VUL 6 725 kg per ha. Hal ini menunjukkan bahwa padi VUB jika diberikan input yang tinggi maka akan
menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Pada tabel 25 dapat dilihat bahwa jumlah pupuk SP-36 yang digunakan
oleh responden. Pada padi VUL sebanyak 7 orang 50 persen menggunakan pupuk SP-36 sesuai rekomendasi 50-100 kg per ha, 7 orang 50 persen
menggunakan pupuk SP-36 melebihi rekomendasi 100 kg per ha. Pada padi VUB petani menggunakan pupuk SP-36, yaitu sebanyak 3 orang 4 persen
menggunakan pupuk SP-36 dibawa rekomendasi 50 kg per ha, 30 orang 43 persen menggunakan pupuk SP-36 sesuai rekomendasi dan 37 orang 53 persen
menggunakan pupuk SP-36 melebihi rekomendasi. Hal ini menunjukkan bahwa petani cenderungan menggunakan pupuk SP-36 yang tinggi. Penggunaan pupuk
SP-36 yang tinggi karena berdasarkan pengalaman petani apabila menggunakan pupuk yang rendah maka tidak ada pengaruhnya terhadap produksi dan nanti
diberikan pupuk SP-36 yang tinggi baru kelihatan pengaruhnya terhadap peningkatan produksi padi. Tingginya penggunaan pupuk SP-36 juga diduga
disebabkan oleh kandungan organik tanah yang rendah. Kandungan bahan organik yang rendah dalam tanah menyebabkan pupuk tidak terserap dengan sempurna
sehingga harus diberikan dalam jumlah banyak baru bisa kelihatan pengaruhnya terhadap produksi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada
responden yang menggunakan pupuk organik, padahal dalam rekomendasi dianjurkan menggunakan pupuk organik 500-1 000 kg per ha.
Pada tabel 25 dapat dilihat bahwa pada padi VUB penggunaan SP-36 yang tinggi cenderung menghasilkan produksi yang tinggi. Pada padi VUL dengan
penggunaan SP-36 yang tinggi cenderung menghasilkan produksi yang tidak terlalu tinggi dan produksi padi VUB lebih tinggi dibandingkan padi VUL. Hal ini
menunjukkan bahwa padi VUB jika diberikan input yang cukup maka akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi.
Pada tabel 25 menunjukkan bahwa kecenderungan penggunaan pupuk phonska lebih rendah baik pada padi VUB maupun padi VUL. Pada padi VUL 46
orang 84 persen menggunakan pupuk phonska di bawah rekomendasi dan pada padi VUB sebanyak 110 orang 68 persen menggunakan pupuk phonska di
bawah rekomendasi. Pada padi VUB penggunaan phonska yang tinggi cenderung menghasilkan produksi yang tinggi. Begitu juga pada padi VUL dengan
penggunaan phonska yang tinggi cenderung menghasilkan produksi yang tinggi tetapi produksi padi VUL lebih rendah dibandingkan padi VUB. Penggunaan
pupuk phonska yang rendah oleh petani responden karena petani masih tetap pada anggapan bahwa pupuk urea merupakan satu-satunya pupuk yang bisa diandalkan
dalam berusahatani dan dapat dilihat langsung hasilnya, pada saat setelah diaplikasikan maka tanaman langsung menjadi hijau dan cepat besar. Petani juga
belum memahami dengan baik manfaat pupuk phonska sangat baik untuk meningkatkan produksi padi, karena dalam pupuk phonska terdapat 3 sekaligus
unsur yang dibutuhkan oleh tanaman padi yaitu N, P dan K. Penggunaan pupuk phonska yang sesuai rekomendasi akan bisa memenuhi kebutuhan hara tanaman
sehingga produksi padi bisa meningkat. Selanjutnya pada tabel 26 dapat dilihat hubungan antara banyaknya jenis
pupuk yang digunakan petani responden dengan produksi per ha yang diperoleh. Umumnya petani menggunakan pupuk sebanyak 2 jenis urea dan phonska. Pada
padi VUL 46 orang 64 persen mengunakan 2 jenis pupuk dan pada padi VUB 178 orang 61 persen mengunakan 2 jenis pupuk. Hal ini menunjukkan bahwa
pemahaman petani terhadap penggunaan pupuk lengkap masih rendah. Sejalan dengan hasil penelitian Wasito et al. 2010 di Kabupaten Blora Jawa Timur,
bahwa adopsi penggunaan pupuk urea, SP-36, Phonska dan bahan organik tidak sesuai rekomendasi pemupukan berimbang dan tingkat persepsi petani lebih
banyak pada taraf kurang memahami pemupukan berimbang dibanding yang memahami.
Selanjutnya dapat dilihat bahwa semakin banyak jenis pupuk yang digunakan maka semakin tinggi produksi yang diperoleh. Pada padi VUB dengan
penggunaan 1 jenis pupuk maka produksinya lebih rendah dari padi VUL tetapi jika jenis pupuk yang digunakan lebih banyak lengkap maka produksi padi VUB
akan lebih tinggi dari padi VUL. Hal ini menunjukkan bahwa padi VUB memerlukan dukungan pupuk yang lengkap untuk memperoleh produksi yang
tinggi. Tabel 26. Jumlah Jenis Pupuk dan Produksi per Ha Padi Sawah VUL dan VUB
Jumlah Jenis Pupuk
VUL VUB Produksi
per Ha Jumlah
Responden Produksi
per Ha Jumlah
Responden Padi
VUL 1
6 735 6
8 5 895
18 6
2 6 272
46 64
6 422 178
61 3
5 779 17
24 6 508
87 30
4 6 286
3 4
7 548 10
3 Total
72 100
293 100
Pada tabel 27 dapat dilihat tingkat penggunaan benih yang digunakan oleh responden, pada padi VUL petani umumnya menggunakan benih yang tinggi
yaitu sebanyak 50 orang 69 persen menggunakan benih melebihi rekomendasi 50 kg per ha, 20 orang 28 persen menggunakan benih sesuai rekomendasi
20-50 kg per ha dan 2 orang 3 persen menggunakan benih dibawah rekomendasi. Pada padi VUB petani juga cenderung menggunakan benih yang
tinggi yaitu sebanyak 174 orang 59 persen menggunakan benih melebihi rekomendasi 50 kg per ha, 117 orang 40 persen menggunakan benih sesuai
rekomendasi 20-50 kg per ha dan 2 orang 1 persen menggunakan benih dibawah rekomendasi . Pada tabel 27 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi
penggunaan benih maka produksi semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan jumlah populasi tanaman, dengan menggunakan jumlah benih yang tinggi pada
batas tertentu maka populasi tanaman juga tinggi sehingga produksi padi meningkat.
Tabel 27. Penggunaan Benih dan Produksi per Ha Padi Sawah VUL dan VUB Jumlah
Benih VUL
VUB Produksi per Ha
Jumlah Responden
Produksi per Ha Jumlah
Responden 20
3 210 2
3 3 993
2 1
20-50 4 908
20 28
6 426 117
40 50
6 889 50
69 6 500
174 59
Total 72
100 293
100 Penggunaan benih yang melebihi rekomendasi disebabkan karena daya
tumbuh benih yang rendah, sehingga untuk mengantisipasi kekurangan benih maka petani menggunakan lebih banyak benih. Berdasarkan pengamatan di
lapangan bahwa penggunaan benih yang tinggi oleh petani karena kualitas benih yang digunakan petani tergolong rendah sehingga daya tumbuhnya juga rendah.
Petani menggunakan benih berlebih untuk mengantisipasi daya tumbuh benih yang rendah. Benih dengan daya tumbuh rendah apabila ditanam maka kurang
yang tumbuh dipertanaman sehingga petani menggunakan lebih banyak untuk menutupi kekurangan benih yang tidak tumbuh tersebut. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad et al. 2010 di Sulawesi Selatan yang menunjukkan bahwa jumlah benih yang digunakan di tingkat petani juga
masih cukup tinggi yaitu 44 persen petani mengunakan benih diatas 30 kg per ha
dan 56 persen petani yang menggunakan benih 25-30 kg per ha. Hal ini biasanya dilakukan petani untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan bibit jika daya
tumbuhnya berkurang. Kemudian hal lain yang menyebabkan penggunaan benih tinggi adalah sering terjadi serangan hama yang secara tiba-tiba. Dengan
menggunakan benihbibit lebih banyak per rumpun, apabila terjadi serangan hama maka tanaman tidak langsung habis semua dalam satu rumpun. Hasil ini
menunjukkan bahwa penggunaan padi VUB bukan hanya perlu didukung oleh penggunaan jumlah input yang tepat tetapi juga perlu didukung oleh kualitas input
yang tepat. Penggunaan benih pada padi VUL lebih tinggi dari padi VUB, hal ini
disebabkan karena petani VUL tidak menggunakan benih bersertifikat sedangkan petani VUB sebagian menggunakan benih besertifikat, yaitu sebanyak 100 orang
34.13 persen menggunakan benih bersertifikat dan sebanyak 193 orang 65.87 persen menggunakan benih tidak bersertifikat. Benih yang tidak bersertifikat
mempunyai daya tumbuh yang rendah sehingga untuk memenuhi kecukupan benih harus menggunakan lebih banyak. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Muhammad et al. 2010 di Sulawesi Selatan yang menunjukkan bahwa 32.5 persen petani padi menggunakan benih bersertifikat dan
77.5 persen petani padi menggunaan padi tidak bersertifikat. Rendahnya penggunaan benih bersertifikat tersebut selain disebabkan oleh kemampuan petani
untuk membeli benih, juga karena ketersediaan benih bersertifikat masih kurang yaitu hanya mampu memenuhi 48.9 persen dari kebutuhan benih.
6.5. Efisiensi Teknis Produktivitas Usahatani Padi Sawah di Sulawesi Selatan