Pengaruh penerapan metode sri dan metode konvensional terhadap pendapatan usahatani padi (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan
manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas.
Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan jumlah penduduk dan ketersediaan
air menjadi masalah baru konflik global di abad ini. Sumberdaya air tidak ada
substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global
terhadap kelangkaan air karena adanya prediksi Gardner-Outlaw Engelman (1997)
yang didukung PBB, bahwa pada tahun 2050 diprediksi satu dari empat orang
akan terkena dampak dari kekurangan air bersih1.
Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan air mencapai 2.530
km3/tahun dan salah satu negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia. Isu kelangkaan air harus menjadi perhatian khusus bagi Indonesia karena pada musim
kemarau terlihat sangat kontras bahwa kelangkaan air menjadi isu krusial.
Kelangkaan air dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, eksploitasi
besar-besaran air tanah yang dilakukan oleh gedung-gedung, rumah sakit, pusat
pembelanjaan, apartemen, pemukiman, dan bangunanan lainnya. Kedua,
pembangunan gedung tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan
terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah.
Selain itu Indonesia sebagai negara agraris membutuhkan penggunaan air
dalam tahap budidaya padi, kebutuhannya mencapai satu per tiga total kebutuhan
air selama budidaya. Pada saat ini, air kurang mencukupi bahkan tidak tersedia
pada saat pengolahan tanah. Hal ini terjadi karena mundurnya musim penghujan
(2)
2
atau musim kemarau yang terlalu panjang, sehingga debet air pada saluran irigasi
menyusut atau bahkan kering. Sumber-sumber air semakin langka akibat
perubahan kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan tanah menyerap dan
menyimpan air. Jika kondisi demikian berlanjut dapat menyebabkan terganggunya
produksi padi sehingga menghambat upaya pelestarian swasembada beras.
Banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah
tersebut, seperti perbaikan dan pembangunan saluran irigasi baru, perencanaan
tata ruang, dan lain-lain. Namun, jika usaha tersebut tidak diimbangi dengan
penghematan air diberbagai sektor, termasuk sektor pertanian dalam budidaya
padi sawah, tidak akan berarti.
Cianjur merupakan Kabupaten di Jawa Barat yang terkenal hasil padinya,
lahan pertanian yang subur, dan pengairan terhadap lahan pertanian serta
masyarakat yang dominan bekerja di sektor pertanian. Pada saat pengolahan tanah
kebutuhan air cukup banyak. Kegiatan pengolahan tanah sawah terdiri dari tahap
penggenangan tanah hingga tanah jenuh air, tahap pembajakan, yaitu pemecahan
tanah menjadi bongkahan-bongkahan dan pembalikan tanah dan tahap menggaru
untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah. Ketiga tahap tersebut
membutuhkan lebih dari satu per tiga total kebutuhan air selama budidaya padi.
Penerapan metode konvensional menimbulkan dampak negatif jangka panjang,
seperti pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian yang
membahayakan kesehatan manusia dan hewan disebabkan pestisida serta
(3)
3
organisme pengganggu terhadap pestisida kimia, menurunnya daya produktivitas
lahan karena erosi, ketergantungan sumber daya alam yang tidak diperbaharui2. Penerapan System of Rice Intensification (SRI) merupakan kegiatan dalam
partisipasi yang dilakukan petani dalam usahatani padi. Sebelumnya petani belum
mengetahui penerapan SRI sehingga pertanian menggunakan penerapan
konvensional, pada penerapan ini pemeliharaan menggunakan produk kimia,
seperti pestisida, herbisida, dan pupuk anorganik. Hal paling mendasar dalam
budidaya SRI adalah menerapkan irigasi intermitten artinya siklus basah kering
bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah dan ketersediaan air. Selama kurun
waktu penanaman lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak
tergenang). Cara ini bisa menghemat penggunaan air sebesar tiga puluh persen.
Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman. Disamping
menghemat air, budidaya intensif itu juga menghemat penggunaan bibit, sebab
satu lubang tanam hanya ditanam satu bibit.
1.2. Perumusan Masalah
Menurut Maltus, populasi penduduk meningkat sesuai deret ukur
sedangkan pangan bergerak berdasarkan deret hitung. Ini berpengaruh terhadap
kecemasan manusia akan kurangnya pangan, maka di perlukan inovasi baru dalam
bidang pertanian agar pangan tidak habis. Penerapan inovasi SRI mengutamakan
potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, akan sangat mendukung
terhadap pemulihan kesuburan tanah dan kesehatan penggunaan produknya.
Pertanian organik pada prinsipnya menitikberatkan prinsip daur ulang hara
2
http://riaumandiri.net/rm/index.php?option=com_content&view=article&id=14860:menuju-pertanian-organik&catid=61:opini&Itemid=71. Diakses tanggal 1 Desember 2010.
(4)
4
melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa kedalam tanah, dan
konservasi air mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan
metode konvensional. Pertama kali petani menerapkan SRI di lahan pertanian
konvensional adalah penggunaan biaya lebih besar dari manfaat yang digunakan
untuk beberapa musim panen karena kondisi tekstur tanah relatif tidak stabil. Ini
merupakan salah satu kendala dalam pendapatan usahatani padi. Namun setelah
beberapa musim panen terlewati akan memperoleh benefit yang lebih besar dari
pada investasi biaya yang dikeluarkan sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI
dan Konvensional?
2. Bagaimana tingkat pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan
menggunakan SRI dan konvensional?
3. Adakah pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum sasaran penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan
usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan Konvensional.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi
SRI dan Konvensional.
2. Menganalisis pendapatan dan kesejahteraan usahatani padi dengan
menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional
(5)
5 1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi para pelaku dunia usaha, terutama yang berkecimpung dalam bisnis
padi, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
tambahan dan juga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk
meningkatkan produksi padi.
2. Bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten Cianjur dan
pemerintahan Provinsi Jawa Barat serta pemerintah Indonesia, diharapkan
hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan bagan pertimbangan dalam
menyusun kebijakan.
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan serta dapat menjadi wadah aplikasi ilmu-ilmu yang selama ini
dipelajari di bangku kuliah dalam kasus nyata.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan usahatani padi
dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional di daerah
Kabupaten Cianjur. Lokasi yang ditunjuk sebagai tempat penelitian terbatas hanya
di daerah yang penulis teliti.
Adapun keterbatasan dari penelitian ini yaitu nilai air tidak dihitung
dilokasi penelitian karena air bukan barang yang langka. Petani penggarap di
lokasi penelitian adalah petani yang menggarap lahan sawah orang lain namun
tidak membayar upah sewa atas lahan yang digarapnya selain itu terdapat petani
penyakap dan petani maro. Petani pemilik di lokasi penelitian adalah petani yang
(6)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik
Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian
mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan
lingkungan. Salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan adalah
Pertanian Organik. Pertanian Organik merupakan suatu teknologi budidaya
tanaman yang pada penerapannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan, agar
tidak terjadi perubahan ekosistem secara drastis sehingga tidak menggangu dan
memutuskan mata rantai makhluk hidup3.
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang
menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik,
menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik
meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia4. Dapat disimpulkan bahwa Pertanian organik adalah sistem produksi
pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan
produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan
serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.
2.2. Tujuan dan Kegunaan Budidaya Organik
Sutanto (2002) membagi tujuan budidaya organik dalam tujuan jangka
panjang dan pendek. Adapun tujuan dari pertanian organik dalam jangka panjang
adalah:
3www.diperta.jabarprov.go.id/.../Pedoman%20Pertanian%20Organik.pdf diakses tanggal 12 Desember 2010. 4http://id.shvoong.com/exact-sciences/1631931-arti-pertanian-organik/. Diakses tanggal 12 Desember 2010.
(7)
7
1. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati dan fungsi keragaman
hayati serta keragaman di dalam bidang pertanian.
2. Membatasi pencemaran lingkungan akibat residu pestisida dan pupuk serta
bahan kimia yang berharga, mahal dan menyebabkan pencemaran
lingkungan.
3. Mengurangi ketergantungan petani terhadap input kimia yang berharga
mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
4. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan
produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia
lainnya.
5. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian
organik yang telah dimiliki secara turun menurun.
6. Meningkatkan peluang pasar organik, baik domestik maupun global
dengan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha bidang pertanian.
Adapun tujuan jangka pendek dari pertanian organik:
1. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu kimia untuk ikut
menyehatkan mayarakat.
2. Mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga
mampu berproduksi secara berkelanjutan.
3. Mempertahankan dan meningkatkan minat petani pada pertanian organik
serta mengembangkan agribisnis dengan menjalin kemitraan antara
petani dan pengusaha pertanian.
Budidaya organik memiliki kegunaan yang pada dasarnya adalah
(8)
8
disebabkan oleh penggunaan bahan kimiawi. Pupuk organik merupakan keluaran
dari setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara makro dan
mikro yang dapat dikatakan telah tersedia dengan sendirinya.
2.3. Konsep Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan
Konsep pertanian ekologis secara umum dapat dikatakan sebagai kegiatan
usaha pertanian yang tidak memberikan pengaruh negatif serta tidak merusak
lingkungan. Lingkungan disini dapat dibagi dua yaitu lingkungan secara mikro
dan makro, lingkungan mikro adalah mencakup wilayah di dalam areal usahatani
termasuk didalamnya keseimbangan ekobiologis, kelestarian keanekaragaman
biota dipermukaan dan mikro organisme yang terdapat di dalam lapisan tanah,
tidak terakumulasinya limbah serta residu beracun terjadinya serangan hama dan
patogen penyakit dengan parasit, predator, kompetitor dalam keadaan seimbang
(Sumarno, et al. 2008).
Maka pertanian dengan ciri ekologis dan ramah lingkungan merupakan
usaha pertanian yang terintegrasi dengan pengelolaan lingkungan produksi dan
menerapkan teknologi maju adatif yang ramah lingkungan sehingga
mengoptimalkan produktivitas tanpa harus menurunkan kualitas lingkungan.
Lingkungan di dalam pertanian ekologis didalamnya termasuk tenaga kerja
sebagai pelaku usaha, produksi hasil panen, ternak dan satwa komponen habitat.
Sedangkan pertanian berkelanjutan merupakan sistem produksi pertanian
yang secara terus menerus mampu mencukupi kebutuhan akan pangan serta pakan
dengan syarat tidak merusak sumberdaya alam pertanian bagi generasi yang akan
(9)
9
perlu dipenuhi dalam pertanian berkelanjutan adalah: (1) tercukupinya kebutuhan
pangan dan pakan untuk saat ini dan saat yang akan datang, (2) kelayakan
ekonomi usaha pertanian saat ini dan masa mendatang, (3) kelestarian serta mutu
lingkungan dan sumberdaya alam serta (4) kelestarian akan keanekaragaman
hayati. Konsep pertanian ekologis dan berkelanjutan merupakan harapan yang
harus dapat direalisasikan agar dapat memperbaiki keseimbangan antara usaha
peningkatan produksi dengan lingkungan produksi.
2.4. Sistem of Rice Intensification Sebagai Adaptasi Perubahan Iklim
Daya adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kemampuan suatu sistem
untuk menyesuaikan diri dari perubahan iklim (termasuk di dalamnya variabilitas
iklim dan variabilitas ekstrim) dengan cara mengurangi kerusakan yang
ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala
akibatnya. Adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian
yang dilakukan secara spontan maupun terencana untuk memberikan reaksi
terhadap perubahan iklim. Dengan demikian adaptasi terhadap perubahan iklim
merupakan strategi yang diperlukan pada semua skala untuk meringankan usaha
mitigasi dampak.
Adaptasi terhadap perubahan iklim sangat potensial untuk mengurangi
dampak perubahan iklim dan meningkatkan dampak manfaat, sehingga tidak ada
korban. Pengalaman menunjukan bahwa banyak strategi adaptasi dapat
memberikan manfaatbaik dalam penyelesaian jangka pendek dan maupun jangka
panjang, namun masih ada keterbatasan dalam implementasi dan keefektifannya.
Dampak merugikan adalah melanda sektor pertanian akibat pergeseran
(10)
10
pertanian sangat sensitif terhadap variasi iklim. Terjadinya keterlambatan musim
tanam atau panen akan memberikan dampak besar baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap ketahanan pangan. Meningkatnya temperatur akan
berdampak terhadap percepatan penguapan air, baik dari tanah maupun tanaman,
sehingga tanaman akan rentan terhadap kekurangan air yang pada akhirnya dapat
menurunkan produksi. Tidak sebatas itu, dengan naiknya temperatur akan
memberikan keadaan yang kondusif bagi perkembangbiakan beberapa jenis
serangga hama yang akan sangat berpotensi menurunkan tingkat produktivitas
bahkan mampu menggagalkan panen.
Perubahan pola curah hujan akan berdampak pada tingginya intensitas
hujan dalam periode yang pendek dan akan menimbulkan banjir yang kemudian
menyebabkan produksi pertanian menurun, khususnya padi karena sawah
terendam air. Tingginya curah hujan juga mengakibatkan hilangnya lahan karena
erosi dan longsor. Sementara itu di beberapa tempat pola curah hujan terjadi
dengan intensitas rendah dalam periode kemarau yang panjang, sehingga terjadi
kekeringan dimana-mana yang akhirnya berakibat terhadap rendahnya
produktivitas pertanian.
Oleh karena itu penerapan metode SRI dibutuhkan sebagai cara adaptasi
dibidang pertanian akibat perubahan musim dan perubahan pola curah hujan. Hal
ini disebabkan budidaya padi SRI dapat menghemat air dibandingkan dengan
(11)
11 2.5. Pengertian Budidaya Padi SRI
Sistem of Rice Intensification (SRI) pertama kali dikembangkan pada awal
tahun 1980 oleh Frenc Priest dan Fr. Henri de Laulani, J di Madagaskar. SRI
mulai dikenal oleh beberapa negara di dunia termasuk di Indonesia pada tahun
1997 yang diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Norman Uphoff (Direktur dari
Cornell Internasional Institute for Food, Agricultureal and Development) dan pada
tahun 1999 dilakukan percobaan SRI untuk pertama kalinya di luar Madagaskar
(Uphoff, et al, 2002).
Pada dasarnya teknologi SRI memperlakukan tanaman padi tidak seperti
tanaman air yang membutuhkan air yang cukup banyak, karena jika
penggenangan air yang cukup banyak maka akan berdampak tidak baik yaitu akan
hancurnya bahkan matinya jaringan komples (cortex, xylem dan phloem) pada
akar tanaman padi, hal ini akan berpengaruh kepada aktivitas akar dalam
mengambil nutrisi di dalam tanah lebih sedikit, sehingga pertumbuhan dan
perkembangan tanaman akan terhambat dan mengakibatkan kemampuan kapasitas
produksi akan lebih rendah.
Akibat yang ditimbulkan dari penggenangan air tersebut maka budidaya
padi SRI dapat diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang
memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem baik itu tanah, tanaman,
mikro organisme, makro organisme, udara, sinar matahari dan air sehingga
memberikan produktivitas yang tinggi serta menghindari berbagai pengaruh
negatif bagi kehidupan komponen tersebut dan memperkuat dukungan untuk
(12)
12 2.6. Manfaat SRI
Dibandingkan dengan budidaya konvensional, secara umum manfaat dari
budidaya metode SRI adalah sebagai berikut5:
1. Hemat air (tidak digenang), kebutuhan air hanya 20-30 persen dari
kebutuhan air untuk cara konvensional.
2. Memulihkan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi
tanah.
3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli
lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia
buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.
4. Membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan
meningkatkan pendapatan keluarga petani.
5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak
mengandung residu kimia.
6. Mewariskan tanah yang subur untuk generasi mendatang.
Selain itu, agroekologi dapat menambah keuntungan bagi tanaman dan
melindungi tanaman dari hama.
2.7. Hasil Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian Iwan Setiiaji, et al. (2008) dalam
penelitiannya yang berjudul gagasan dan implementasi System of Rice
Intensification (SRI) dalam kegiatan budidaya padi ekologis di Ciamis dan Garut,
yaitu budidaya padi model SRI di lokasi kajian mampu meningkatkan hasil
5
Mutakin, Jenal. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System Rice of Intensification).http://www.garutkab.go.id/download_files/article/ARTIKEL SRI.pdf. Diakses 5 Oktober 2010.
(13)
13
dibandingkan budidaya konvensional. Peningkatan hasil padi berkisar antara 5-18
persen atau sekitar 0,25-1,0 ton/ha. Pendapatan kotor petani responden dengan
menggunakan model SRI meningkat berkisar antara Rp 700.000,00 (di Ciamis)
hingga Rp 2.000.000,00 (di Garut) per ha. Peningkatan pendapatan ini umumnya
disebabkan oleh efisiensi penggunaan input seperti bibit, tenaga kerja tanam dan
persemaian. Namun demikian secara umum budidaya padi model SRI
memerlukan tenaga kerja lebih banyak terutama dalam kegiatan pengendalian
gulma dan hama serta pengairan.
Secara ekonomi, efisiensi produksi dari usahatani model SRI yang di ukur
dengan R/C ratio menunjukan bahwa budidaya model SRI lebih rendah dibanding
model konvensional. R/C ratio model SRI di Garut dan di Ciamis masing-masing
sebesar 2,16 dan 1,21 sedangakan untuk model konvensional sebesar 2,25 dan
1,72. Namun secara finansial efisiensi usahatani padi model SRI lebih tinggi dari
pada model konvensional, seperti ditunjukan R/C ratio sebesar 3,99 dan 2,73
masing-masing untuk Garut dan Ciamis.
Perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah penggunaan input
dalam perhitungan pendapatan yang tidak begitu sama, selain itu penelitian yang
dilakukan penulis saat ini memperhitungkan produksi dengan menggunakan
(14)
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional
Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara
konvensional di dahului dengan pengolahan tanah secara sempurna. Pertama
sawah dibajak. Pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau sapi.
Dapat juga melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan
selama dua hingga tiga hari. Selanjutnya dilumpurkan dengan cara dibajak lagi
untuk kedua atau ketiga kalinya tiga sampai lima hari menjelang tanam. Setelah
itu bibit hasil semaian ditanam.
Penggunaan air sawah sangat banyak, lebih dari satu per tiga kebutuhan air
pada saat proses pelumpuran. Namun, ketersediaan air semakin terbatas. Tenaga
kerja yang digunakan untuk mengolah tanah sawah cukup banyak. Untuk
keperluan pengolahan tanah, tenaga kerja yang diperlukan dapat mencapai tiga
puluh persen dari kebutuhan tenaga kerja tanam secara total. Dari tahun ke tahun
biaya tenaga kerja juga meningkat. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi
sehingga dapat mengurangi pemasukan bagi petani. Selain itu waktu yang
dihabiskan untuk mengolah tanah cukup panjang, yakni sekitar satu per tiga
musim tanam. Pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan petani
menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi.
(15)
15 3.1.2. Sistem Budidaya Padi SRI (System of Rice Intensification)
Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003), pada dasarnya tujuan sistem
budidaya padi konvensional tidak berbeda dengan sistem budidaya padi SRI, yaitu
mengendalikan gulma dan menyiapkan lahan agar menjadi media tumbuh yang
baik bagi tanaman. Perbedaannya terletak pada efisiensi penggunaan sumber daya
dalam persiapan lahannya. Sistem SRI lebih efisien dalam menggunakan air,
lahan, dan lebih berwawasan lingkungan dari pada sistem budidaya padi
konvensional.
Air dapat dihemat lebih dari tiga puluh persen. Herbisida yang digunakan
dalam penerapan ini harus berwawasan lingkungan, yaitu herbisida yang tidak
meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman serta tidak mencemari air.
Herbisida akan bekerja mematikan gulma yang tumbuh serta batang padi pada
sisa pertanaman sebelumnya singgang. Setelah mati, gulma dan singgang tersebut
dapat bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa6 ini tidak dibuang melainkan dimanfaatkan untuk pertanaman padi. Mulsa yang berada di areal pertanaman
bermanfaat untuk mencegah kerusakan tanah akibat benturan air hujan,
mengurangi penguapan, meningkatkan bahan organik upaya mencapai kesuburan
tanah, serta membantu menekan pertumbuhan gulma7 yang tumbuh kemudian.
3.1.3. Pengertian Usahatani
Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani
sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur
lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota
6
Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. 7
Gulma merupakan tumbuhan yang berasal dari spesies liar yang telah lama menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, atau spesies baru yang telah berkembang sejak timbulnya pertanian.
(16)
16
keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan
dan manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.
Dalam hal ini istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada
bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba.
Menurut Soekartawi (2002), ilmu usahatani biasa diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada
secara efektif dan efisien untuk tujuan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi
pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan
sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sabaik-baiknya, dan dikatakan
efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).
Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input
dengan efektif, efesien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi
sehingga pendapatan usahataninya meningkat.
3.1.4. Fungsi Produksi dan Elastisitas
Menurut Lipsey (1995) untuk memproduksi barang dan jasa menggunakan
sumberdaya yang disebut faktor produksi. Faktor produksi seperti bibit, pupuk,
tenaga kerja dalam keluaarga, Pendidikan petani, pengalaman bertani sangat
mempengaruhi terhadap besar kecilnya output yang diperoleh dari kegiatan
produksi. Keputusan kombinasi penggunaan sumberdaya untuk mencapai target
produksi ditentukan oleh kebijaksanaan produsen.
Untuk menjelaskan kombinasi-kombinasi input yang diperlukan untuk
menghasilkan output, para ekonom menggunakan sebuah fungsi yang disebut
fungsi produksi. Fungsi produksi adalah hubungasn fisik antara variabel yang
(17)
17
dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Umumnya untuk
menghasilkan output diperlukan lebih dari satu input. Secara matematis fungsi
produksi dapat ditulis sebagai berikut Soekartawi (1990):
Y = f (X1, X2, X3, ..., Xi, ..., Xn)
Dimana:
Y = output
X1, X2, X3, ...., Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi
Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh
berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai (Soekartawi, 1990) yaitu:
A. Fungsi Produksi Linier
Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi
produksi linear sederhana dan linear berganda. Perbedaan ini terletak pada jumlah
variabel X yang dipakai dalam model. Fungsi produksi linear sederhana adalah
bila hanya satu variabel X yang dipakai dalam model. Secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = a + bX
Dimana, a adalah intersep (perpotongan) dan b adalah slope.
Didalam praktek, penggunaan garis linear sederhana ini banyak dipakai
untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua
variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya mudah
dilakukan dan hasilnya lebih mudah dimengerti secara cepat. Sedangkan
kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai di
(18)
18
peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukan dalam
model tersebut.
Mengatasi hal itu, maka menggunkan garis linear berganda atau garis
regresi berganda sederhana (multiple regression). Berbeda dengan garis regresi
linear sederhana (simple regression), maka jumlah variabel X yang dipakai dalam
garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Secara matematis hal ini dapat
ditulis sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + ...+ biXi + ... + bnXn
Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan
model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis penduga yang baik.
B. Fungsi Produksi Kuadratik
Dalam proses produksi pertanian berlaku hukum kenaikan hasil yang
semakin berkurang, maka fungsi kuadratik dapat ditulis sebagai berikut:
Y = a + bX – cX2
Nilai parameter c yang negatif menunjukan kaidah kenaikan hasil yang berkurang.
C. Fungsi Eksponensial
Fungsi produksi eksponensial ini dapat berbeda satu sama lain tergantung
pada ciri data yang ada, tetapi umumnya fungsi produksi eksponensial ini dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = aXb (Fungsi Cobb-Douglas)
Dalam fungsi produksi eksponensial ini ada bilangan berpangkat, maka
penyelesaiannya diperlukan bantuan logaritma. Maka penyelesaian persamaan
tersebut adalah:
(19)
19
X(input)
Titik Singgung
Titik Balik
Daerah I Irrasional Ep>1
Daerah II Rasional 0<Ep<1
Daerah III Irrasional Ep<0
Produksi Total (PT)
Produksi Rata-Rata (PR)
Menurut Doll and Orazem (1984) hubungan fisik antara input dan output
sering disebut fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum
ekonomi produksi “Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang” (The law of Diminishing Return atau Diminishing Productivity). Hukum ini menyatakan
bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap
maka tambahan jumlah produksi/satuan akan semakin berkurang. Hukum ini
menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 1.
Y(output)
Produk Marginal (PM)
Sumber: Doll and Orazem (1984)
Gambar 1. Hubungan antara Produk Total, Produk rata-Rata dan Produk marginal Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara Produksi Total, Produksi
rata-rata dan Produksi Marginal yang terdiri dari 3 daerah yang mempunyai elastisitas
tertentu.
Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu,
yang berarti bahwa penambahan faktor-faktor produksi satu persen akan
menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan
maksimum masih belum dicapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan
(20)
20
pemakaian faktor produksi yang lebih banyak oleh karena itu daerah satu disebut
daerah irrasional. Produksi rata-rata dan produksi total semakain meningkat dan
pada daerah ini produksi marginal mencapai maksimum (Soekartawi, 1990).
Daerah produksi II mempunyai nilai elastisitas produksi bernilai antara nol
sampai satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen
akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling
rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini
akan tercapai keuntungan maksimum sehingga daerah ini disebut daerah yang
rasional karena produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat
mencapai maksimum. Pada daerah II produksi marginal dan produksi rata-rata
semakin menurun tetapi produksi total semakin meningkat sampai mencapai nilai
maksimum (Soekartawi,1990).
Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol,
artinya penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah
produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian
faktor-faktor produksi yang tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional. Pada daerah
III produksi total, produksi marginal dan produksi rata-rata mengalami penurunan.
Jika lama kelamaan faktor produksi terus ditambah maka produksi marginal bisa
menjadi negatif (soekartawi, 1990).
Menurut Soekartawi (1990) elastisitas produksi adalah (Ep) adalah
persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubaan input.
Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut.
Ep = / , atau Ep =
(21)
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa:
(1) Lapangan kerja utama Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 52
persen.
(2) Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten
Cianjur (Pemkab Cianjur 2009).
(3) Terdapat kelompok usahatani padi yang telah mengembangkan penerapan
metode SRI dan metode Konvensional.
Waktu pengambilan data lapang dilaksanakan dari bulan Februari hingga
April 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah cross section. Data yang dikumpulkan
dan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dengan observasi langsung. Data primer yang
dikumpulkan adalah data rumah tangga petani (demografi), profil usahatani (data
input dan output), data aset pertanian seperti lahan, alat pertanian, alokasi tenaga
kerja, harga input output, dan upah tenaga kerja. Data primer dikumpulkan dengan
menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang terstruktur. Data sekunder
(22)
25
penelitian, dan lain-lain. Data sekunder merupakan data penunjang data primer
yang berfungsi untuk memberikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur, yaitu
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada petani berdasarkan kuesioner
yang telah disiapkan. Penentuan responden SRI dilakukan secara snowball yaitu
penentuan responden dari responden sebelumnya, yang terdiri dari tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Cianjur dan Kecamatan Ciranjang
pemilihan ketiga kecamatan tersebut dikarenakan petani SRI lebih banyak dari
pada kecamatan lainnya. Sedangkan penetuan responden konvensional dilakukan
secara purposive lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Rincian Responden Usahatani Metode SRI dan Konvensional Periode Tahun 2010/2011
Metode Responden
Kecamatan Karang
Tengah Kecamatan Cianjur Kecamatan Ciranjang
SRI 6 Responden 12 Responden 12 Responden
Konvensional 6 Responden 12 Responden 12 Responden
Sumber: Data Primer, 2011
Keseluruhan sampel sebanyak 60 responden yang terdiri dari 30 responden
SRI dan 30 responden konvensional. Data sekunder diperoleh dari Dinas
Pertanian Kabupaten Cianjur, Balai Penyuluh Pertanian Kabupaten Cianjur. Data
sekunder mengenai pengetahuan umum tentang pertanian diperoleh dari berbagai
literatur yang terdapat di perpustakaan, buku, jurnal dan browsing melalui
(23)
26 4.4. Metode Analisis Data
Data–data yang telah diperoleh dari lapangan diklasifikasikan melalui analisis tabulasi. Bentuk tabulasi mudah dibaca dan dipahami dikarenakan data
primer hasil wawancara baik kualitatif maupun kuantitatif
ditransformasikan/diubah dalam bentuk tabel. Data mengenai biaya, penerimaan,
dan lain-lain digunakan sebagai perhitungan dalam analisis pendapatan petani.
Perhitungan analisis usahatani dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office
Excel 2007, Minitab Release 14.1, SPSS 17, dan Eview 6. Tabel 2 berikut
ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan
dalam penelitian.
Tabel 2. Matrik Metode Analisis Data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1.
2.
3.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi usahatani SRI dan Konvensional.
Menganalisis pendapatan usahatani padi dengan menggunakan penerapan SRI dan penerapan konvensional
Mengidentifikasi pengaruh penerapan metode SRI terhadap lingkungan Data primer Data primer melalui wawancara (menggunakan kuesioner)
Data primer dan data sekunder
Metode Cobb Douglas
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Deskriptif
4.4.1. Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani SRI dan Konvensional
Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb
(24)
27
melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel dependen
yaitu variabel yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen yang
menjelaskan (X). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi SRI
dan Konvensional menggunakan kaidah-kaidah dalam regresi yang berlaku dalam
penyelesaian fungsi Cobb Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat
dituliskan:
Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4X5b5X6b6eu
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas maka
persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara
melogaritmakan persamaan tersebut.
Logaritma dari persamaan diatas, adalah:
Ln Y = Ln a+ b1 LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3+ b4LnX4+ b5LnX5+ b6LnX6+ u
Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:
Y = f(X1,X2,...Xn)
Y = produksi usahatani padi
X1 = benih (kg)
X2 = pupuk (kg)
X3 = tenaga kerja dalam keluarga (Rp)
X4 = tingkat pendidikan (tahun)
X5 = pengalaman bertani (tahun)
X6 = luas lahan (ha)
a,b = besaran yang akan diduga
U = kesalahan (disturbance term) dan
(25)
28
Pentingnya penggunaan fungsi Cobb Douglas dalam pendugaan produksi
usahatani yaitu:
a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan
dengan fungsi lain, seperti fungsi kuadratik.
b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus menunjukan besaran elastisitas.
c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukan tingkat besaran Return
to Scale.
Menurut Soekartawi (2002) fungsi Cobb Douglas selalu dilogaritmakan
dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
pada setiap pengamatan.
c. Tiap variabel adalah perfect competition
d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah
tercakup pada faktor kesalahan u.
Selain itu, fungsi Cobb Douglas pun memiliki kelemahan yaitu elastisitas
berada dalam linier aditive yang memiliki arti bahwa tidak mempengaruhi
interaksi dalam variabel.
4.4.2. Mengidentifikasi Pendapatan dan Kesejahteraan Usahatani dengan Metode SRI dan Konvensional
Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa pada analisis usahatani, maka
data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara
(26)
29
tunai. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana,
TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp)
Q = Produksi (Kg)
P = Harga jual produk per unit (Rp/Kg)
Rumus Biaya Tetap (Fixed Cost) juga dapat dipakai untuk menghitung
Biaya Variabel (Variabel Cost). Karena total biaya (Total Cost) adalah jumlah
dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), dapat digunakan rumus:
Pendapatan Usahatani:
Dimana,
= Pendapatan Usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp)
TC = Total Biaya Usahatani (Rp)
Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani padi ini
menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan
pertanian diperhitungkan dengan menggunakan metode garis lurus, yaitu
membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan
dangan lamanya modal dipakai. Metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut:
(27)
30
Dimana,
Nb = Nilai pembelian (Rp)
Ns = Perkiraan nilai sisa (Rp)
N = Umur ekonomi alat (tahun)
Menurut Sajogyo, salah satu penentuan garis kemiskinan diukur dari nilai
tukar beras. Berdasarkan nilai tukar beras dibedakan garis kemiskinan pedesaan
dan perkotaan. Di desa ditentukan nilai 180, 240, dan 320 kilogram serta di kota
ditentukan nilai 270, 360, dan 480 kilogram setara beras per orang per tahun.
Ukuran batas garis kemiskinan Sajogyo dapat dilihat antara lain,
Pendapatan Usahatani (Rp/bulan) > Batas Garis Kemiskinan
Maka, usahatani tersebut tidak dikatakan miskin yang berdampak pada
tercukupinya pangan per rumah tangga petani dan kesejahteraan petani tercapai.
Pendapatan Usahatani (Rp/bulan) < Batas Garis Kemiskinan
Maka, usahatani tersebut dikatakan miskin yang berdampak kurang tercukupinya
pangan per rumah tangga petani dan kesejahteraan petani belum tercapai.
Penentuan batas garis kemiskinan dapat ditentukan dengan
mengkonversikan nilai garis kemiskinan di desa ataupun kota dalam satuan bulan
per kilogram, lalu kali dengan harga beras saat ini. Cara mengubahnya dalam
satuan rumah tangga petani dikalikan dengan rata-rata jumlah tanggungan jiwa
keluarga.
4.4.3. Mengidentifikasi Pengaruh Penerapan Metode SRI terhadap Lingkungan
Budidaya padi menggunakan metode penerapan SRI dapat menghemat air
lebih dari 30 persen karena dilihat dari sistem cara pengolahan lahan dengan
(28)
31
lahan untuk meningkatkan konservasi air dan memperbaiki struktur dan tekstur
tanah. Penerapan penggunaan MOL dengan cara teknis masing-masing sesuai
dengan bahan yang ada dan merupakan suatu kebutuhan petani pelaku SRI
setempat. Dan sistem pengendalian hama terpadu dilakukan dengan menggunakan
pestisida nabati yang tersedia di daerah masing-masing, hal ini dapat
menimbulkan interaksi lingkungan yang baik atau terjadinya perputaran siklus
kehidupan.
4.5. Pengujian Asumsi-Asumsi Regresi A. Pengujian Asumsi Regresi Cobb Douglas
Metode pendugaan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Cobb Douglas, sehingga agar model yang digunakan sesuai dengan
asumsi, maka dilakukan pengujian-pengujian Gujarati (1978). Pengujian asumsi
tersebut sebagai berikut :
1. Peubah Xi merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah
ditentukan bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear
sempurna antar peubah bebas Xi.
2. Normalitas
Regresi linear normal klasik mengasumsikan bahwa tiap ei
didistribusikan secara normal dengan |
[ ][ ]
(29)
32
| [ ]
Asumsi ini secara ringkas bisa dinyatakan sebagai
ei ~ N(0, σ2)
Artinya komponen sisaan ei mempunyai nilai harapan sama dengan
nol, tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan ei, dan
komponen sisa menyebar normal. Dengan probabilitas normal
masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan pada distribusi
normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik (data) terkumpul di sekitar
garis.
3. Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna
atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari
model regresi. Situasi multikolinearitas sempurna adalah penyakit yang
ekstrim. Biasanya tidak terdapat hubungan yang pasti atau eksak di antara
variabel X. Adanya kolinearitas seringkali diduga ketika R2 tinggi dan korelasi derajat nol juga tinggi, tetapi tak satu pun atau sangat sedikit
koefisien regresi parsial yang secara individual penting/signifikan secara
statistik atas dasar pengujian t yang konvensional. Multikolinearitas
diidentifikasi dengan melihat VIF (Variance Inflation Factor) pada
masing-masing variabel. Jika nilai VIF > 10, maka terdapat masalah
(30)
33
4. Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam
sisaan (ei) sama atau homogen, yang menunjukkan bahwa untuk
masing-masing nilai peubah X, sebaran atau ragam disekitar garis regresi adalah
sama atau konstan. Jika ragam sisaan tidak sama untuk tiap pengamatan
ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka ada masalah
heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dengan metode grafik dari plot
antara sisaan dengan nilai dugaan telah menunjukkan bahwa titik-titik
telah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola. Selain itu,
Heteroskedastisitas dapat diidentifikasi pula dengan melakukan pengujian
White, melalui sebaran Scale explained SS yang diregresi dengan variabel
yang diuji, dimana jika nilai P > alpha maka asumsi Homoskdastisitas
terpenuhi. White menyarankan bahwa jika heteroskdastisitas ragam sisaan
berkolerasi dengan satu peubah seperti X dan X2 untuk kemungkinan nonlinearitas.
5. Autokorelasi
Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa tidak ada
autokoelasi atau korelasi serial antara sisaan (ei). Dengan pengertian lain, sisaan menyebar bebas untuk i ≠ j, dan dikenal juga sebagai bebas serial
(serial independence). Jika antar sisaan tidak bebas untuk i ≠ j, maka terdapat masalah korelasi. Istilah korelasi dapat juga didefinisikan sebagai
korelasi antara anggota serangkain observasi yang diurutkan menurut waktu
atau ruang. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat
(31)
34
masalah autokorelasi ini pada umumnya terjadi pada data time series,
sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan karena data yang digunakan
merupakan data cross section.
B. Koefisien Determinasi Terkoreksi (adjusted-R2)
Koefisien determinasi terkoreksi mempunyai karateristik yang diinginkan
sebagai ukuran goodness of fit dari pada koefisien determinasi. Jika peubah baru
ditambahkan, R2 selalu naik, tetapi adjusted-R2 tidak tergantung pada jumlah peubah. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Jika nilai
koefisien determinasi semakin mendekati satu berarti semakin besar keragaman
hasil pendapatan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.
C. Pengujian Parameter Secara Keseluruhan (Uji-F)
Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian ini digunakan untuk
mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model
mempunyai pengaruh secara nyata terhadap variabel yang akan dijelaskan atau
tidak. Pengujian hipotesa secara statistik menggunakan uji-F, yaitu :
Fhit =
⁄ ⁄
Dimana,
JKT = Jumlah kuadrat tengah regresi
JKG = Jumlah kuadrat tengah galat/sisa regresi
n = Jumlah pengamatan
k = Jumlah variabel bebas
Jika,
(32)
35
H1: data dari sampel yang berbeda
dengan menggunakan kriteria keputusan sebagai berikut :
Fhit > Ftabel (k-1 ; n-k) maka tolak H0
Fhit < Ftabel (k-1 ; n-k) maka terima H0
Hal ini berarti, jika H0 ditolak maka model dugaan dapat digunakan untuk
diramalkan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel penjelas pada
tingkat signifikan atau tingkat kepercayaan tertentu (α %). D. Pengujian Parameter Secara Parsial/Individu (Uji-t)
Menurut Bambang Juanda (2009) pengujian uji-t dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan satu per satu
berpengaruh nyata secara statistik terhadap besarnya variabel tak bebas. Pengujian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
thit =
Dimana,
bi = nilai koefisien regresi dugaan
Sbi = simpangan baku koefisien dugaan
d = batasan yang diharapkan
Adapun kriteria penarikan kesimpulan pada pengujian hipotesis tersebut adalah :
thit > ttabel(α ; n-k) atau p-value(output komputer) < α maka tolak H0
thit < ttabel (α ; n-k) atau p-value(output komputer) > α maka terima H0
Jika H0 ditolak, artinya adalah variabel yang digunakan berpengaruh secara nyata
terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika H0 diterima, maka variabel yang
(33)
36 4.6. Definisi Operasional
Variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani
padi yang diusahakan usahatani dengan perbedaan metode budidaya. Sehingga
untuk menghindari ketidaksamaan pandangan dalam pengertian, maka terdapat
beberapa hal yang perlu diberi batasan sesuai dengan tujuan yang diinginkan dari
penelitian. Batasan-batasan tersebut meliputi :
1) Luas lahan garapan adalah luas areal usahatani padi dalam satuan hektar (ha)
(merupakan lahan yang digunakan untuk menanam padi saja).
2) Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan usahatani
untuk membeli pupuk, benih, upah tenaga kerja luar keluarga dan lain-lain.
3) Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik
sendiri dan pembayaran upah tenaga kerja berdasarkan tingkat upah yang
berlaku.
4) Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan.
5) Harga jual padi adalah harga padi dalam bentuk GKP ditingkat petani dalam
satu musim panen dengan satuan rupiah per kilogram. Harga jual yang
digunakan adalah sama baik dari hasil padi metode SRI dan metode
konvensional.
6) Penerimaan usahatani padi adalah nilai produksi yang diperoleh dari produk
total dikalikan dengan harga jual padi dalam bentuk GKP ditingkat petani.
(34)
37
7) Pendapatan usahatani padi merupakan selisih antara penerimaan dan biaya
usahatani. Oleh karena terdapat dua macam biaya, maka perhitungan
pendapatan dilakukan atas biaya tunai dan biaya total.
8) Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi padi
baik untuk persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan,
pemanenan. Tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja dalam dan luar
keluarga. Satuan kerja yang digunakan baik tenaga kerja pria, maupun tenaga
kerja wanita adalah Hari Orang Kerja (HOK).
9) Tingkat pendidikan petani adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang
ditempuh oleh petani (kelas pendidikan formal).
10) Pengalaman usahatani padi adalah lama petani melakukan usahatani padi
(tahun).
11) Tingkat produktivitas padi adalah produksi padi yang dihasilkan per luasan
(35)
38 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA
PADI
5.1. Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur
Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 berjumlah 2.168.514 jiwa
yang terdiri atas 1.120.550 laki-laki dan 1.047.964 perempuan. Dari hasil sensus
penduduk 2010 masih tampak bahwa penyebaran penduduk kabupaten Cianjur
masih bertumpu di Cianjur wilayah utara yakni sebesar 60,68 persen, sedangkan
wilayah tengah dan selatan hanya 39,32 persen. Dengan luas wilayah kabupaten
Cianjur sekitar 3.501,48 kilometer persegi yang dialami oleh 2.168.514 orang
maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk kabupaten Cianjur adalah sebanyak
127 jiwa perkilo meter persegi.8
Penduduk yang merupakan angkatan kerja sebanyak 960.201 jiwa. Jumlah
tersebut terdiri dari yang bekerja sebanyak 847.542 jiwa dan pengangguran
sebanyak 112.659 jiwa. Sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja terbesar
dengan kontribusi sebesar 48,12 persen diikuti dengan sektor perdagangan dengan
kontribusi sebesar 23,73 persen. Persentase penyerapan tenaga kerja tahun 2008 di
Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Cianjur Tahun 2008
Angkatan Kerja Jumlah Persentase (%)
Pengangguran 112.659
Bekerja
- Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan - Industri
- Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel - Jasa Kemasyarakatan
- Lainnya
847.542 407.837 55.175 201.122 72.634 110.774
48,12 6,51 23,73 8,57 13,07
Jumlah 847.542 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, 2011
(36)
39
Volume air permukaan di Kabupaten Cianjur pada tahun 2010 sebesar
917.000 m3 menurut PSDAP (2011). Penggunaan air permukaan dibutuhkan dalam menanam padi sedangkan penyuplaian dengan sistem air permukaan
membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan air
sepanjang tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu.
Keadaan curah hujan di suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan air dan kondisi lahan pertanian. Peningkatan curah hujan
menyebabkan peningkatan jumlah curah hujan itu sendiri, sebaliknya penurunan
curah hujan akan menyebabkan penurunan jumlah curah hujan. Hal ini tentu saja
akan memperpanjang atau memperpendek musim hujan (Handoko et al. 2008).
Curah hujan yang tidak stabil telah menyebabkan meningkatnya serangan hama
dan penyakit terhadap tanaman padi. Data curah hujan Kabupaten Cianjur tahun
2006-2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Curah Hujan Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2008
Tahun Luas Kabupaten (Km2)
Curah Hujan (mm per tahun)
Rata-Rata (mm/km2)
2006 3433,00 1454,0 0,42
2007 3433,00 3292,0 0,96
2008 3433,00 3202,1 0,93
Sumber: Integrated Microhydro Development and Application Program, 2009 Kabupaten Cianjur memiliki rata-rata luas tanam yang lebih tinggi dari
pada luas panennya selama empat tahun. Rata-rata produktivitas yang diperoleh
sebesar 53,51 persen dengan rata-rata produksi 785.575 kg. Perkembangan
intensifikasi pertanian tanaman pangan Kabupaten Cianjur sangat baik sehingga
perlu upaya yang dicapai dalam meningkatkan peran aktif masyarakat tani yaitu
(37)
40
Petani Organik) agar keberadaan kelembagaan petani seperti P3A Mitra Cai,
Kelompok Tani, Gapoktan dapat mengembangkan dinamika kelompoknya.
Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perkembangan Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010-2011
Tahun Luas Tanam (ha)
Luas Panen (ha)
Produksi (kg)
Produktivitas (kg/ha)
2007 156.465 135.071 688.749 50,99
2008 142.348 137.269 733.900 53,46
2009 154.303 148.950 804.385 54,00
2010 149.874 164.647 915.266 55,59
Rata-rata 150.747 146.485 785.575 53,51
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2011
Organisasi Gabungan Petani Organik terbentuk pada tanggal 27 Juli 2008
yang merupakan wadah untuk menghimpun para petani organik yang terdapat di
wilayah Kabupaten Cianjur. Anggotanya terdiri dari perwakilan para petani yang
telah mengikuti pelatihan SRI. Adapun visi dan misi terbentuknya GPO yaitu
memiliki visi sebagai organisasi yang menjadi wadah untuk meningkatkan
kesejahteraan para petani dan melestarikan lahan serta lingkungan. Misi GPO
yaitu untuk menghimpun potensi berbagai pihak yang terkait dengan pertanian
organik, membina kerjasama yang saling menguntungkan diantara pihak yang
terkait dengan petani organik dan membantu pemerintah dalam menyelamatkan
lahan dan mensukseskan lingkungan pembangunan pertanian dalam rangka
mensejahterakan tani melalui pertanian organik (Program Go Organik Cianjur).
(38)
41
Sumber: Gabungan Petani Organik (GPO)
Gambar 3. Gabungan Petani Organik (GPO)
Pengembangan padi ramah lingkungan metode SRI dapat memberikan
kesadaran kepada petani untuk lebih bersikap arif terhadap penggunaan pupuk dan
pestisida kimia. Petani menjadi lebih mandiri karena tidak harus tergantung
kepada penggunaan input tersebut. Usahatani padi organik metode SRI berbeda
dengan usahatani padi metode konvensional, meskipun tahapan kegiatan Pelindung
Bupati Kabupaten Cianjur
Penasehat
HKTI Kabupaten Cianjur
Pembina
Dinas Pertanian TPH dan Dinas PSDAP
Ketua H.U Suparman
Wakil Ketua Didin
Bendahara
Yayan Royani dan Enang Sekretaris
Asep Ramdan dan Ani
Bidang Advokasi Dadang H Bidang Pemasaran
H. Enoh
Konsultasi Publik POPT dan Para PPL/Japung
(39)
42
budidayanya pada umumya sama saja. Teknik budidaya organik SRI telah
menggunakan bahan-bahan organik sebagai inputnya seperti pupuk kandang,
sisa-sisa tanaman dan berbagai jenis tanaman yang berguna untuk pestisida alami.
Budidaya organik SRI ini menyebabkan kebutuhan organik seperti pupuk
kandang dan jerami berubah fungsi sebagai pengganti pupuk kimia. Pembuatan
pupuk organik dipermudah lagi dengan adanya bantuan dari dinas pertanian
Kabupaten Cianjur berupa mesin appo yang dapat mencacah bahan-bahan organik
tersebut. Mesin tersebut dapat mengolah sekitar tujuh ton perhari kotoran hewan
yang dihasilkan dari hewan-hewan ternak.
Budidaya padi dengan metode SRI dibedakan dengan teknik budidaya
padi konvensional. Perbedaan budidaya tersebut terlihat dalam hal penggunaan
jumlah bibit per rumpun, umur bibit yang ditanam, cara seleksi benih, pemberian
MOL pada padi SRI dan tata cara pengaturan air. Oleh karena itu pada bagian ini
hanya diuraikan kegiatan budidaya padi dengan metode SRI yang dapat sekaligus
menggambarkan kegiatan budidaya padi konvensional di Kabupaten Cianjur.
5.2. Gambaran Umum Petani Sampel
Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara
dengan para petani yang menerapakan pertanian SRI dan petani konvensional. Hal
ini berguna untuk melihat karateristik umum petani. Karateristik yang digunakan
merupakan variabel yang akan digunakaan dalam menentukan faktor internal
petani menerapkan sistem pertanian SRI. Karateristik umum petani pada
penelitian ini terdiri dari lama pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga
(40)
43
Rincian karateristik umum pada kedua sampel populasi petani didapat pada
lampiran 1 dan 2.
Pendidikan merupakan peubah penjelas yang menerangkan lamanya petani
mengikuti pendidikan formal. Pendidikan diukur berdasarkan satuan tahun.
Jumlah petani yang menerapkan pertanian SRI di Kabupaten Cianjur memiliki
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani konvensional. Apabila
dilihat dari jenjang pendidikan, 33,33 persen petani SRI telah mencapai
pendidikan setingkat SMU dan 16,67 persen lulusan perguruan tinggi, sedangkan
petani konvensional hanya 16,67 persen lulusan setingkat SMU dan tidak satupun
yang memasuki perguruan tinggi. Lama pendidikan petani sampel dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Lama Pendidikan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Lama Pendidikan (tahun)
Frekuensi (orang)
Petani SRI Petani Konvensional
< 5 0 1
5-10 15 24
11-15 10 5
>15 5 0
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011
Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1986), menyatakan
bahwa petani yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam
melaksanakan suatu inovasi dari pada petani yang berpendidikan rendah relatif
sulit untuk melaksanakan suatu inovasi.
Umur petani mencerminkan kemampuan petani dalam berusahatani. Umur
terkait dengan kondisi fisik dalam menggarap lahannya. Kelompok terbesar petani
(41)
44
pada petani SRI dengan persentase 60 persen maupun konvensional dengan
persentase 63,33 persen. Pada umur tersebut petani termasuk pada umur
produktif, namun sudah tidak tergolong muda. Usahatani khususnya padi tidak
diminati oleh tenaga kerja muda, hal ini dapat dilihat dari persentase tenaga kerja
pada rentang umur 21 sampai dengan 40 tahun hanya 20 persen pada petani SRI
dan 26,67 persen pada petani konvensional. Persentase petani yang berumur tua
lebih banyak pada petani yang menerapkan SRI, yaitu 20 persen sedangkan petani
konvensional hanya 10 persen pada rentang umur 61 sampai dengan 80 tahun.
Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Umur Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Umur (tahun) Frekuensi (orang)
Petani SRI Petani Konvensional
0-20 0 0
21-40 6 8
41-60 18
6
19
61-80 3
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011
Jumlah tanggungan petani merupakan beban ekonomi terhadap anggota
keluarganya. Satuan pengukurannya didasarkan banyak orang/jiwa yang menjadi
tanggungan petani. Petani sampel di Kabupaten Cianjur memiliki jumlah
tanggungan dalam rentang dua sampai dengan empat jiwa. Hal ini dikarenakan
secara statistik rentang ini memiliki persentase tertinggi yaitu 76,67 persen petani
pada petani SRI dan 83,33 persen pada petani konvensional. Jumlah tanggungan
(42)
45
Tabel 8. Jumlah Tanggungan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Jumlah Tanggungan (Jiwa)
Frekuensi (orang)
Petani SRI Petani Konvensional
< 2 0 1
2-4 23 25
> 4 7 4
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011
Luas lahan adalah banyaknya sawah yang digarap petani berdasarkan
ukuran panjang dengan satuan hektar. Petani padi di Kabupaten Cianjur pada
umumnya memiliki luas garapan yang sempit. Petani SRI maupun konvensional
sebagian besar menggarap sawah dengan luas kurang dari 0,5 hektar. Menurut
Soekartawi (2002), salah satu ciri pertanian di Indonesia adalah dicirikan dengan
pengusahannya dalam luas usaha yang relatif sempit. Persentase luas lahan padi
sawah petani sampel menggunakan metode SRI sebesar 73,33 persen sedangkan
dengan menggunakan metode konvensional memiliki luas garapan 60 persen
untuk luas lahan kurang dari 0,5 hektar. Kondisi ini dapat dikaitkan bahwa petani
lahan luas tidak bersedia merubah sistem budidayanya dikarenakan kerugian yang
akan diterimanya akan lebih besar daripada lahan sempit jika sistem baru tersebut
dalam pelaksanaannya mengalami kegagalan. Informasi lebih jelas dapat
dijelaskan pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas Lahan Padi Sawah Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Lahan (ha) Frekuensi (orang)
Petani SRI Petani Konvensional
< 0,5 22 18
0,5-1,0 8 11
> 1,0 0 1
Jumlah 30 30
(43)
46
Status kepemilikan lahan merupakan kondisi yang menunjukan kondisi
penguasaan petani terhadap lahan garapannya. Persentase pengusahaan lahan
pemilik sampel dengan metode SRI sebesar 56,67 persen sedangkan metode
konvensional sebesar 20 persen. Petani penggarap dapat dibedakan menjadi dua
yaitu penggarap sakap atau bagi hasil dengan sistem 50:50 dan penggarap
penyewa, dalam sampel didapat persentase petani SRI penggarap sebesar 43,33
persen sedangkan konvensional sebesar 80 persen. Status pengusahaan lahan
petani sampel dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Status Pengusahaan Lahan Petani Sampel di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
Status Pengusahaan Lahan
Frekuensi (orang)
Petani SRI Petani Konvensional
Pemilik 17 6
Penggarap 13 24
Jumlah 30 30
Sumber: Data Primer, 2011
Pengalaman bertani merupakan lamanya petani melakukan budidaya padi.
Ukuran pengalaman bertani diukur berdasarkan satuan tahun. Pengalaman bertani
dengan metode SRI sekitar 100 persen berada pada rentang pengalaman kurang
dari 10 tahun bertani. Kondisi ini mencerminkan bahwa petani relatif memiliki
sikap dan pola pikir yang sama yaitu petani membutuhkan waktu yang lama
dalam menerima inovasi. Pengalaman bertani sampel di Kabupaten Cianjur tahun
(1)
103
Lampiran 12. Rincian Tenaga Kerja Metode SRI di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
No
Pengolahan Tanah
Pembibitan
Pemeliharaan
Panen
Pasca Panen
Jumlah
TKDK
Jumlah
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
1.
0
030
750.00010
245.0000
00
02
70.0000
01
25.0007
175.0000
0 420.000 845.0002
0
07
175.0007
195.0000
00
07
175.0000
01
25.0007
175.0000
0 370.000 375.0003
0
010
320.0003
60.0003
54.0000
02
40.0000
01
20.0000
07
140.000 20.000 574.0004
15
495.0000
04
100.0003
60.0001
25.0000
01
25.0000
010
250.0000
0 895.000 60.0005
0
020
500.00018
490.0000
02
50.0000
01
25.0000
010
250.0000
0 815.000 500.0006
10
370.0000
010
245.0000
03
75.0004
100.0000
01
25.0000
07
175.000 20.000 100.0007
10
370.0000
010
245.0000
07
175.0000
02
50.0000
07,5
187.5000
0 100.000 08
14
350.0000
08
200.0000
07
175.0000
00
02
50.0000
010
300.000 725.000 350.0009
0
07
945.0004
100.0003
60.0000
02
50.0000
01
25.0000
05
125.000 100.000 1.205.00010
7
175.0000
010
250.0000
02
50.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 20.000 011
0
014
350.0000
07
175.0000
03
75.0001
20.0002
50.0000
010
250.000 20.000 574.00012
14
470.0000
010
250.0000
02
50.0000
01
25.0000
05
125.0000
0 920.000 013
21
525.0000
04
100.0003
75.0003
75.0000
02
50.0000
010
300.0000
0 1.050.000 75.00014
0
014
350.0004
100.0003
75.0002
50.0000
01
25.0000
05
125.0000
0 300.000 425.00015
0
015
375.0004
100.0003
75.0002
50.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 450.000 450.00016
14
350.0000
04
100.0003
75.0002
50.0000
03
75.0000
015
375.0000
0 300.000 75.00017
14
350.0007
175.0004
100.0003
75.0001
25.0001
25.0001
25.0001
25.0005
125.0005
125.000 450.000 425.00018
14
350.0000
02
50.0000
02
50.0000
02
50.0000
010
200.0000
0 700.000 019
0
07
175.0004
100.0003
75.0000
02
50.0000
01
25.0000
05
125.000 100.000 450.00020
0
06
150.0002
50.0000
00
02
50.0000
01
25.00010
250.0000
0 300.000 225.00021
0
07
175.0004
100.0003
75.0000
02
50.0000
01
25.0000
05
125.000 100.000 450.00022
0
030
750.00010
245.0000
00
02
50.0000
01
25.00010
250.0000
0 495.000 825.00023
0
030
750.00010
245.0000
00
02
50.0000
01
25.00010
250.0000
0 495.000 825.00024
0
07
175.0004
100.0000
00
02
50.0000
01
25.00010
250.0000
0 350.000 250.00025
14
350.0000
010
245.0000
07
175.0000
00
02
50.0000
010
300.000 770.000 350.00026
0
030
750.00010
245.0000
00
02
50.0000
01
25.00010
250.0000
0 495.000 825.00027
15
375.0000
04
100.0000
07
175.0000
00
02
50.0000
010
300.000 650.000 350.00028
0
015
375.0004
100.0000
00
02
50.0000
01
25.00010
250.0000
0 350.000 450.00029
1
20.00015
375.0000
07
175.0000
03
75.0000
02
50.0000
010
300.000 20.000 975.00030
0
014
350.0000
07
175.0001
15.0003
75.0000
02
50.0000
010
300.000 15.000 950.000Total Rata-Rata
39.3833,3 431.933,33Keterangan: 1 hari = 5 Jam/HOK
(2)
104
Lampiran 13. Rincian Tenaga Kerja Metode Konvensional di Kabupaten Cianjur Periode Tahun 2010/2011
No
Pengolahan Tanah
Pembibitan
Pemeliharaan
Panen
Pasca Panen
Jumlah
TKDK
Jumlah
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
TKDK
TKLK
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
HOK
Upah
1.
15
375.0000
015
375.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 1.075.000 02
1
15.00014
350.0000
07
175.0000
02
50.0000
02
50.0000
010
250.000 15.000 40.0003
0
010
200.0000
05
100.0001
20.0000
01
20.0000
05
100.0000
0 140.000 300.0004
7
140.0000
015
300.0002
40.0001
20.0000
01
20.0000
05
100.0000
0 580.000 40.0005
0
010
200.0000
010
200.0001
15.0001
20.0000
01
20.0000
05
100.000 15.000 540.0006
0
010
200.0000
05
100.0001
20.0000
01
20.0000
05
100.0000
0 140.000 300.0007
0
010
200.0000
010
200.0000
01
20.0001
20.0001
20.0000
05
100.000 20.000 540.0008
25
625.0000
025
625.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 1.575.000 09
7
175.0007
175.0007
175.0002
50.0001
25.0001
25.0001
25.0000
05
125.0000
0 525.000 250.00010
30
750.0000
015
375.0000
04
100.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 1.525.000 011
25
625.0000
025
625.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 1.575.000 012
25
625.0000
025
625.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 1.575.000 013
28
700.0000
00
010
250.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.000 700.000 575.00014
30
750.0000
015
375.0000
04
100.0000
02
50.0000
05
125.0000
0 1.400.000 015
25
625.0000
025
625.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 1.575.000 016
0
010
200.0000
05
125.0001
25.0000
01
25.0000
05
100.0000
0 150.000 325.00017
0
010
200.0000
05
125.0001
25.0000
01
25.0000
05
100.0000
0 150.000 325.00018
0
010
200.0000
05
125.0001
25.0000
01
25.0000
05
100.0000
0 150.000 325.00019
7
175.0000
00
010
250.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.000 175.000 575.00020
25
625.0000
025
625.0000
04
100.0000
02
25.0000
05
125.0000
0 1.500.000 021
28
700.0000
00
010
250.0000
01
25.0000
02
50.0000
010
250.000 700.000 575.00022
0
010
200.0000
05
125.0001
25.0000
01
25.0000
010
250.0000
0 300.000 325.00023
0
010
200.0000
05
125.0001
25.0000
01
25.0000
010
250.0000
0 300.000 325.00024
0
010
200.0000
05
125.0001
25.0000
01
25.0000
010
250.0000
0 300.000 325.00025
0
010
200.0000
05
125.0001
25.0000
01
25.0000
010
250.0000
0 300.000 325.00026
28
700.0000
00
010
250.0004
100.0000
02
50.0000
05
125.0000
0 975.000 250.00027
25
625.0000
025
625.0000
04
100.0000
02
50.0000
010
250.0000
0 1.650.000 028
0
015
375.0000
015
375.0001
15.0004
100.0000
02
50.0000
010
250.000 15.000 1.150.00029
28
700.0000
00
010
250.0004
100.0000
02
50.0000
00
010
250.000 850.000 500.00030
25
625.0000
025
625.0000
04
100.0000
02
50.0000
05
125.0000
0 1.525.000 0Total Rata-Rata
716.000 263.666,7Keterangan: 1 hari = 5 Jam/HOK
(3)
107
Lampiran 14. Pendapatan Usahatani Kabupaten Cianjur Musim Tanam I Periode
Tahun 2010/ 2011
No
Usahatani Metode SRI
Usahatani Metode Konvensional
Penerimaan
(Rp)
Biaya
(Rp)
Pendapatan
(Rp)
Penerimaan
(Rp)
Biaya
(Rp)
Pendapatan
(Rp)
1
1.096.7940
7.780.225
3.187.715
0
2.085.750
-2.085.750
2
5.483.970
2.453.700
3.030.270
1.096.794
1.232.500
-135.706
3
5.483.970
2.250.859,8
3.233.110,2
0
1.201.519,1
-1201519,1
4
2.010.789
1.777.615,3
233.173,72
0
978.679,4
-978.679,4
5
0
1.985.527,7
-1.985.527,74
731.196
1.600.698,
5
-869.502,5
6
0
823.521,26
-823.521,26
2.193.588
1.003.019,
1
1.190.568,9
7
1.060.234,2
430.827,74
629.406,46
1.827.990
2.133.299
-305.309
8
28.151.046
10.307.750
17.843.296
6.580.764
2.258.000
4.322.764
9
23.763.870
6.139.655,3
17.624.214,7
0
1.064.500
-1.064.500
10
0
182.750
-182.750
5.483.970
3.152.294
2.331.676
11
1.791.430,2
1.329.500
461.930,2
1.827.990
2.098.500
-270.510
12
2.193.588
2.885.991,4
-692.403,36
3.198.982,5
2.005.000
1.193.982,5
13
2.559.186
3.185.903,3
-626.717,32
4.412.767,86
1.822.500
2.590.267,86
14
2.917.472,04
1.404.000
1.513.472,04
6.397.965
2.190.500
4.207.465
15
2.559.186
1.570.098
989.088
3.198.982,5
2.100.000
1.098.982,5
16
1.462.392
2.035.000
-572.608
3.198.982,5
1.092.500
2.106.482,5
17
1.462.392
1.509.950
-47.558
3.198.982,5
980.500
2.218.482,5
18
1.827.990
1.457.500
370.490
3.198.982,5
885.500
2.313.482,5
20
9.139.950
2.055.500
7.084.450
4.412.767,86
1.392.500
3.020.267,86
21
2.284.987,5
968.875
1.316.112,5
3.198.982,5
2.330.500
868.482,5
22
9.139.950
2.045.000
7.094.950
4.412.767,86
1.917.500
2.495.267,86
23
2.284.987,5
1.763.875
521.112,5
3.198.982,5
1.248.500
1.950.482,5
24
2.284.987,5
1.763.875
521.112,5
3.198.982,5
1.268.000
1.930.982,5
25
2.284.987,5
1.043.875
1241.112,5
3.198.982,5
1.268.000
1.930.982,5
26
4.569.975
195.7750
2.612.225
3.198.982,5
1.150.000
2.048.982,5
27
2.284.987,5
1.761.250
523.737,5
4.412.767,86
1.985.500
2.427.267,86
28
4.569.975
1.792.500
2.777.475
3.198.982,5
2.248.000
950.982,5
29
2.284.987,5
1.243.875
1.041.112,5
25.591.860
2.185.500
23.406.360
30
895.715,1
1.300.559,8
-404.844,7
4.412.767,86
1.897.500
2.515.267,86
(4)
108
Lampiran 15. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi SRI di Kabupaten Cianjur
Tahun 2011
Gambar 1. Benih Padi
Gambar 2. Bibit Padi SRI Satu Per Lubang Tanam
(5)
109
Gambar 4. Pupuk Organik Cair/MOL
Gambar 5. Tumpang Sari Tanaman Selain Tanaman Padi
(6)