perubahan harga baik harga input maupun output. Dalam penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih.
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan November 2007, berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah
pembudidaya ikan lele dumbo yang melakukan usaha pendederan secara monokultur.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Di kecamatan ini salah satu jenis usaha yang banyak dilakukan oleh
masyarakatnya adalah usaha pendederan ikan lele dumbo. Kegiatan usaha ini dilakukan di kolam–kolam yang biasa disebut empang dengan memanfaatkan air
yang bersumber dari anak Sungai Cisadane. Selain karena ketersediaan air yang melimpah, usaha pendederan ikan lele dumbo ini banyak dipilih karena dianggap
lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha di bidang pertanian.
5.1.1 Letak dan Kondisi Umum
Secara orbitrasi Kecamatan Ciseeng berjarak 30 km dari kantor kabupaten, 155 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 50 km dari Ibukota Negara Republik
Indonesia. Kecamatan Ciseeng berada pada ketinggian 100 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu 27
C – 32 C dan memiliki curah hujan sebesar 24.530 mm
per tahun dengan jumlah hari hujan terbanyak selama 130 hari. Kecamatan Ciseeng memiliki luas wilayah 3.717 hektar yang diantaranya terdiri
atas tanah sawah seluas 840 hektar dan tanah basah seluas 359 hektar yang dijadikan kolam untuk usaha budidaya perikanan. Bentuk wilayah Kecamatan Ciseeng, 60
wilayah memiliki bentuk berombak sampai berbukit, 20 datar sampai dengan berombak, dan sisanya berbukit sampai bergunung. Batas wilayah Kecamatan
Ciseeng diantaranya dengan Kecamatan Gunung Sindur di Utara, sebelah Selatan dengan Kecamatan Kemang, dengan kecamatan Rumpin di sebelah Barat, dan
berbatasan dengan Kecamatan Parung di sebelah Timur. Kecamatan Ciseeng terdiri atas 10 desa dengan 34 dusun. Kesepuluh desa yang
ada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan, Desa Putat Nutug, Desa Parigi Mekar, Desa Ciseeng, Desa Cihoe, Desa Kuripan, Desa Cibentang, Desa Cibentang
Muara, Desa Cibentang Udik, dan Desa Karikil.
5.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Ciseeng berdasarkan data monografi kecamatan tahun 2006 sebanyak 83.016 orang yang terdiri atas 42.178 orang laki-laki
50,8 dan 40.838 orang perempuan 49,2, dengan jumlah kepala keluarga yang ada sebanyak 21.841 KK. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Ciseeng adalah
21,79 jiwa per km
2
. Berdasarkan kelompok umurnya, jumlah penduduk terbanyak berada pada
kelompok umur 25-55 tahun dengan jumlah 26.488 31,91. Jumlah penduduk paling sedikit berada pada kelompok umur 80 tahun dengan jumlah 3.157 orang
3,8. Mayoritas penduduk Kecamatan Ciseeng beragama islam yaitu sebanyak 82.802 orang 99,28. Data lengkap mengenai jumlah penduduk berdasarkan
kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006
No Kelompok Umur th
Jumlah penduduk Persentase
1 0 – 6
12.116 14,59
2 7 – 12
13.979 16,83
3 12 – 18
11.486 13,83
4 19 – 24
9.109 10,97
5 25 – 55
26.488 31,91
6 56 – 79
6.678 8,04
7 80
3.157 3,80
Jumlah 83.016
100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan di Kecamatan Ciseeng yaitu sebesar 1,33 yang artinya bahwa setiap 100 orang
penduduk berusia produktif antara 19 – 55 tahun harus menanggung 133 orang penduduk yang berada di luar usia produktif. Sex ratio antara laki-laki dan perempuan
sebesar 1,03 yang artinya bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 103 orang laki- laki.
Penduduk Kecamatan Ciseeng yang mampu menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun berjumlah 10.995 orang atau setara 28,13. Sementara itu sebanyak
6.779 orang 17,35 tidak tamat SD, 13.937 orang 35,66 tamat SD, dan terdapat 1.396 orang 3,57 penduduk yang buta huruf. Data lengkap mengenai tingkat
pendidikan penduduk di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006 Jumlah Penduduk
No Tingkat Pendidikan
Orang Persentase
1 Belum sekolah 5.973
15,28 2 Tidak tamat SD
6.779 17,35
3 Tamat SDsederajat 13.937
35,66 4 Tamat SLTPsederajat
6.618 16,93
5 Tamat SLTAsederajat 3.725
9,53 6 Tamat akademisederajat
497 1,27
7 Tamat perguruan tinggi 155
0,39 8 Buta huruf
1.396 3,57
Jumlah 39.080
100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Kecamatan Ciseeng memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 12.720 orang yang terdiri atas 6.789 angkatan kerja laki-laki 54 dan 5.940 angkatan kerja
perempuan 46. Data lengkap mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006
Jumlah Penduduk No
Mata Pencaharian Orang
Persentase 1 Petani
3.730 13,94
2 Buruh tani 3.345
12,49 3 Pengusaha
784 2,93
4 Pertukangan 315
1,18 5 Buruh
870 3,25
6 Pedagang 3.986
14,89 7 Jasa
8.113 30,32
8 Pegawai Negeri Sipil 521
1,95 9 TNI POLRI
29 0,12
10 Pensiunan 148
0,55
11 Lain-lain 4.920
18,38 Jumlah
26.761 100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Ciseeng bekerja di bidang jasa dan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 8.113 orang 30,32, dan yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani mau pun buruh tani berjumlah
7.075 orang 26,43. Jumlah pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng sebanyak 388 orang, yang terdiri dari 355 orang pembudidaya pendederan dan 33
orang pembudidaya pembesaran. Ada pun penduduk lainnya, ada yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 3.986 orang 14,89, 784 orang pengusaha 2,93,
315 orang di bidang pertukangan 1,18, 870 orang buruh 3,25, 521 orang PNS 1,95, TNI POLRI sebanyak 29 orang 0,12, 148 orang pensiunan 0,55, dan
sisanya dalam bidang lainnya sebanyak 4.920 orang 18,38.
5.1.3 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang amat penting terhadap keberhasilan suatu wilayah untuk berkembang. Tanpa adanya sarana dan prasarana
pendukung yang memadai, maka perkembangan suatu daerah dapat terhambat. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Ciseeng diantarannya sarana dan
prasarana pemerintahan, pendidikan, ekonomi, ibadah, transportasi, komunikasi, kesehatan dan olahraga.
Prasarana pemerintahan di Kecamatan Ciseeng terdiri atas sebuah kantor kecamatan dan 10 buah kantor desa, tiga instansi pemerintah KUA, Sekolah Tinggi
Sandi Negara, dan Balai Rehabilitasi Galih Pakuan, lima UPTD UPTD Pendidikan, UPTD Puskesmas, UPTD Pengairan, UPTD Penyuluhan Pertanian dan Hutbun, dan
UPTD Penyuluhan Peternakan dan Kesehatan Hewan dan satu instansi BUMN yaitu PT Telkom.
Tabel 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 No
Prasarana Transportasi Panjang jalan km
1 Jalan Desa 96
2 Jalan kabupaten 28
3 Jalan tanah 84
4 Jembatan buah 13
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Untuk sarana dan prasarana transportasi yang amat penting bagi perkembangan suatu wilayah, Kecamatan Ciseeng memiliki jalan desa sepanjang 96 km, jalan
kabupaten sepanjang 28 km dan jalan tanah sepanjang 84 km. Di Kecamatan Ciseeng ini lalu lintas seluruhnya dilakukan melalui jalan darat. Data lengkap mengenai
sarana dan prasarana transportasi dapat dilihat pada Tabel 5. Sarana perekonomian yang berada di Kecamatan Ciseeng diantaranya ialah
sebuah koperasi dan sebuah pasar dengan bangunan semi permanen. Untuk sarana pendidikan, Kecamatan Ciseeng memiliki 4 taman kanak-kanak TK, 44 sekolah
dasar SD, 6 sekolah menengah pertama SMP, dan 3 sekolah menengah atas SMA. Data lengkap mengenai sarana dan prasarana pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006.
Jumlah No
Jenis Pendidikan Gedung
Guru Murid
Rasio guru dan murid 1 TK
4 15
145 9,67
2 SD atau sederajat 44
252 13.033
51,72 3 SMP atau sederajat
6 136
1.868 13,74
4 SMA atau sederajat 3
185 1.871
10,11 5 Sekolah tinggi
1 -
113 -
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa untuk tingkat pendidikan TK rasio antara guru dan murid sudah cukup bagus yaitu sebesar 9,67 yang artinya satu orang guru
harus menangani 10 orang murid. Tingkat sekolah dasar memiliki rasio antara guru dan murid yang kurang memadai karena satu orang guru harus menangani 52 orang
murid. Rasio antara guru dan murid untuk tingkat pendidikan SMP hingga SMA sudah cukup memadai yaitu 13,74 untuk tingkat SMP, dan 10,11 untuk tingkat SMA.
Prasarana kesehatan terdiri atas dua buah puskesmas dan empat praktek dokter. Untuk prasarana ibadah, Kecamatan Ciseeng memiliki 70 buah mesjid dan 154 buah
mushola untuk umat islam, selain itu terdapat dua buah gereja untuk umat kristen di kecamatan ini. Sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Ciseeng terdiri atas
tujuh buah telepon umum, dua pemancar radio, dan sebuah kantor telekomunikasi.
5.2 Gambaran Umum Pembudidaya
Warga Kecamatan Ciseeng, khususnya warga Desa Babakan, hampir sebagian besar menggantungkan hidupnya pada usaha pendederan ikan lele dumbo. Usaha
pendederan ikan lele dumbo ini umunya masih bersifat tradisional dan menjadi pekerjaan utama.
5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
Warga Kecamatan Ciseeng yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo ini pada umunya merupakan warga yang memiliki lahan sendiri dan usaha budidaya
biasanya dilakukan secara perorangan. Pembudidaya lebih memilih melakukan usaha secara perorangan daripada berkelompok, karena menganggap bahwa usaha secara
perorangan lebih bebas dan tidak terikat, walau pun begitu ada juga pembudidaya yang memilih untuk membentuk kelompok usaha budidaya dan ini biasanya
merupakan inisiatif dari pembudidaya sendiri. Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya
menggunakan jenis kolam tanah dengan bentuk persegi panjang. Penggunaan kolam tanah karena kondisi tanah di Kecamatan Ciseeng umunya memiliki kemampuan
menahan air dengan baik. Luas kolam budidaya biasanya disesuaikan dengan kondisi lahan dan keinginan dari pembudidaya. Rata - rata luas per satu kolam untuk usaha
budidaya lele dumbo ini berkisar antara 250m
2
sampai dengan 1.000m
2
. Selain kemampuan menahan air dengan baik, pembudidaya memilih menggunakan kolam
tanah dibandingkan dengan kolam tembok, karena kolam tanah banyak ditumbuhi
plankton mau pun zooplankton yang menjadi makanan alami bagi benih ikan lele dumbo. Apabila dilihat dari segi biaya, penggunaan kolam tanah lebih hemat dalam
biaya pembuatan kolam dibandingkan dengan kolam dengan konstruksi tembok. Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan
Ciseeng ini pada umumnya merupakan kolam milik sendiri yang diperoleh dengan membelinya mau pun warisan dari orang tua. Selain milik sendiri ada juga
pembudidaya yang menyewa lahan milik orang lain untuk dijadikan kolam usaha budidaya. Tarif sewa lahan yang berlaku di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata sebesar
Rp100,00 per m
2
selama satu bulan. Luas kolam yang dimiliki oleh pembudidaya rata-rata seluas 4.426,67 m
2
dengan harga beli awal rata-rata adalah Rp31.166,67 per m
2
.
5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya
Responden pembudidaya usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng rata-rata berusia 39 tahun dengan rentang usia pembudidaya antara 24 tahun sampai
dengan 70 tahun. Responden pembudidaya memiliki pengalaman usaha rata-rata selama 12,7 tahun dengan rentang pengalaman antara 2 tahun sampai dengan 25
tahun. Hampir sebagian besar responden usaha pendederan ikan lele dumbo merupakan pekerjaan utama 93,33 dan sisanya 6,67 usaha pendederan ikan
lele dumbo ini sebagai pekerjaan sampingan Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah responden pembudidaya yang mampu melaksanakan wajib belajar 9 tahun atau lulus SMP yang hanya berjumlah 12 orang 40. Dari 12 orang
ini yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sebanyak 5 orang 16,67, sebanyak 16 orang 53,33 memiliki tingkat pendidikan setingkat SD, dan 2 orang
6,67 tidak pernah sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan para pembudidaya ini tidak terlalu berpengaruh pada usaha budidaya yang dilakukan, hal ini karena dalam
usaha pendederan ikan lele dumbo ini pendidikan formal tidak terlalu dibutuhkan.
Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa responden pembudidaya yang pernah mengikuti penyuluhan hanya berjumlah 7 orang 23,33. Pembudidaya lainnya
sebanyak 23 orang 76,67 tidak pernah mengikuti penyuluhan.
5.3 Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
Kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dilakukan secara monokultur dengan sistem pengelolaan yang masih sederhana.
Selain itu keterampilan pembudidaya masih terbatas, karena pengetahuan tentang teknik budidaya rata-rata diperoleh secara otodidak.
5.3.1 Kegiatan Budidaya
Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan lele dumbo ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan
kolam, panen dan pemasaran.
1 Persiapan Kolam
Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya rata-rata memakan waktu sekitar lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan
dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk
membunuh bibit penyakit dan parasit yang ada di kolam Gambar 4. Proses perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan memakan
waktu antara 5-8 jam per satu kolam. Selain perbaikan pematang, juga dilakukan proses pengapuran dan pemupukan.
Pemberian kapur biasanya dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH dan menghilangkan bibit penyakit. Sementara itu pemupukan dilakukan agar
plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih subur. .
Gambar 4. Proses Persiapan Kolam
Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata sekitar 0,02 kg per m
2
. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m
2
. Kedua kegiatan ini dilakukan dengan cara tebar rata. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kapur sebesar Rp8,63
per m
2
, dan biaya rata-rata untuk pupuk sebesar Rp120,85 per m
2
. Sementara jam kerja yang dibutuhkan rata-rata selama 0,01 jam per m
2
dengan upah rata-rata sebesar Rp4.980,13 per jam.
Apabila kegiatan pengapuran dan pemupukan telah selesai dilakukan, kolam biasanya dibiarkan selama 1-2 hari baru kemudian diairi. Lamanya proses pengairan
tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air kolam pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini biasanya berkisar antara 40cm –
60cm Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1-2 hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi
benih ikan lele dumbo.
2 Penebaran Benih
Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton Gambar 5. Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele
dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil
panen bukan untuk konsumsi. Harga benih lele dumbo untuk usaha pendederan ini
bervariasi, mulai dari Rp5,00 per ekor untuk benih berumur tujuh hari sampai dengan Rp40,00 per ekor untuk yang sudah berumur tiga puluh hari.
Gambar 5. Kondisi Kolam Sebelum Penebaran Benih
Pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat
penebaran untuk benih ikan lele dumbo ini berkisar antara 30 ekor per m
2
sampai dengan 160 ekor per m
2
, sementara padat penebaran yang ideal menurut teori untuk kegiatan pendederan adalah 100 ekor per m
2
. Waktu penebaran benih biasanya dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stres
pada benih.
3 Pemeliharaan
Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 – 30 hari.
Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali
sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat
kanibal bila kekurangan makanan.
Selama 15 – 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk
selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan
pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air Gambar 6.
Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk mendapatkan makanan.
Gambar 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam
4 Panen
Proses pemanenan biasanya dilakukan pada saat benih telah dipelihara selama 25-30 hari dengan ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Ukuran benih lele
dumbo hasil panen ini amat dipengaruhi oleh ukuran benih saat penebaran. Waktu panen biasanya dilakukan malam hari dengan pertimbangan cuaca dingin dan panen
dapat selesai pada pagi hari. Pemilihan waktu panen pada malam hari ini juga bertujuan untuk menghindari stres pada benih yang dipanen.
Proses pemanenan dimulai dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air.
Pada saluran pengeluaran air ini dipasangi osom sosog yang fungsinya mencegah agar benih tidak ikut terbuang. Selama proses pengeringan, dibuat suatu kamalir di
sekeliling kolam atau di tengah kolam dengan tujuan agar benih berenang menuju ke tempat yang masih mengandung air. Benih yang sudah terkumpul dalam kamalir
kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dipindahkan ke kolam yang sudah diberi hapa Gambar 7. Sebelum dimasukkan ke dalam hapa, benih biasanya disortir
terlebih dahulu sesuai dengan ukuran menggunakan bak saringan. Rata-rata produksi
yang dihasilkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 39 ekor per m
2
dengan survival rate sebesar 55,71.
Gambar 7. Proses Pemanenan
5 Pemasaran
Proses pemasaran benih lele dumbo hasil pendederan yang dilakukan pembudidaya berbeda-beda. Ada pembudidaya yang menjual benih hasil panen
secara keseluruhan tanpa proses penyortiran atau yang biasa disebut jual global, dan ada pembudidaya yang menyortir dulu benih hasil panennya sebelum dijual Gambar
8.
Gambar 8. Kegiatan Penyortiran Benih
Benih lele hasil pendederan ini biasanya dijual per ekor dengan kisaran harga antara Rp45 sampai dengan Rp170. Harga jual benih lele biasanya merupakan hasil
negosiasi antara pembudidaya dengan pembeli yang mengacu pada harga pasar.
Pemasaran ikan yang telah dipanen biasanya dijual langsung kepada tengkulak dan hanya beberapa pembudidaya yang melakukan penjualan langsung ke pembudidaya
pembesaran mau pun pedagang pengumpul. Para tengkulak ini mengambil langsung dari kolam pembudidaya. Dari para tengkulak ini benih kemudian disalurkan kepada
pedagang pengumpul mau pun langsung ke pembudidaya pembesaran.
5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa. Faktor produksi yang digunakan dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdiri
atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam kegiatan usaha pendederan ikan lele dumbo ini meliputi luas kolam, jumlah benih, kapur, pupuk,
pakan, dan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini dibagi menjadi tiga, yaitu tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja
untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Faktor eksternal dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya adalah suhu, cuaca, dan musim. Dalam
penelitian ini yang akan dibahas hanya faktor produksi internal, hal ini karena faktor produksi eksternal merupakan faktor produksi yang tidak dapat dikendalikan.
Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata memilki luas 4.426,67m
2
dengan kisaran luas kolam antara 500,00m
2
sampai dengan 15.000,00m
2
. Luas kolam tersebut merupakan hasil penjumlahan dari keseluruhan luas kolam yang dimiliki pembudidaya. Jumlah benih
yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini rata-rata sebanyak 314.350 ekor per musim tanam, dengan rata-rata input sebanyak 71 ekor per m
2
. Menurut Subandi M 2004 padat penebaran yang ideal untuk usaha pendederan ikan lele
dumbo ini sebanyak 100 ekor per m
2
, yang berarti bahwa padat penebaran yang dilakukan pembudidaya belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Data mengenai
rata-rata penggunaan faktor produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo pada kondisi aktual di Kecamatan Ciseeng ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.
Penggunaan Input No
Keterangan Minimum Maksimum
Rata-rata Rata2 input
per luas lahan
1 Luas Kolam m
2
500,00 15.000,00
4.426,67 1,00
2 Benih lele ekor 50.000,00 900.000,00
314.350,00 71,00
3 Kapur Kg 7,00
750,00 85,48
0,02 4 Pupuk Kg
50,00 5.250,00
1580 0,36
5 Pakan Kg 20,00
4.500,00 514,13
0,12 6 TK 1 Jam kerja
8,00 140,00
56,30 0,01
7 TK 2 Jam kerja 30,00
360,00 127,30
0,03 8 TK 3 Jam kerja
8,00 210,00
58,20 0,01
9 Output ekor 25.000,00 625.000,00
172.742,00 39,00
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Jumlah kapur yang digunakan oleh pembudidaya pada kondisi aktual rata-rata sebesar 85,48 kg. Jumlah kapur yang digunakan berkisar antara 7,00-750,00 Kg.
Kisaran penggunaan kapur yang cukup besar ini karena para pembudidaya biasa menggunakan kapur sesuai kondisi lahan dan tidak memiliki standar penggunaan
kapur yang tetap. Rata-rata penggunaan kapur per luas lahan yang digunakan sebesar 0,02 kg per m
2
lahan. Menurut Subandi M 2004 dosis penggunaan kapur yang ideal adalah sebesar 30-50 gram per m
2
, karena itulah dapat dilihat bahwa penggunaan kapur pada usaha pendederan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat
ditingkatkan. Penggunaan pupuk pada usaha pendederan lele dumbo pada kondisi aktual
berkisar antara 50,00-5.250,00 kg per musim tanam dengan rata-rata sebesar 1.580,00 kg per musim tanam. Harga pupuk rata-rata sebesar Rp 349,60 dengan rata-rata
penggunaan sebesar 0,36 kg per m
2
. Menurut Subandi M 2004, dosis ideal untuk penggunaan pupuk kandang adalah sebesar 700 gram per m
2
, karena itulah dosis penggunaan pupuk pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini belum efisien dan
masih dapat ditingkatkan. Pakan yang digunakan pada usaha pendederan lele dumbo ini adalah pelet
dengan jumlah pakan yang diberikan rata-rata sebesar 514,13 kg per musim tanam
dengan rata-rata jumlah pakan per luas lahan sebesar 0,12 kg per musim tanam. Pakan berupa pelet ini biasanya diberikan setelah benih berumur dua puluh hari di
kolam pendederan. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini penggunaan tenaga kerja dibagi
menjadi tiga yaitu, tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-
masing pekerjaan adalah 56,30 jam untuk persiapan, 127,30 jam untuk pemeliharaan, dan 58,20 jam untuk panen. Upah rata-rata yang diberikan adalah sebesar Rp4.980,13
per jam untuk persiapan, Rp4.999,43 per jam untuk pemeliharaan, dan Rp5.252,63 per jam untuk panen.
5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent Y dan variabel independent X. Hasil pengamatan pada usaha pendederan ikan lele dumbo
di Kecamatan Ciseeng memperlihatkan bahwa ada beberapa variabel yang diduga dapat mempengaruhi hasil panen atau output. Variabel tersebut adalah benih ikan lele
dumbo X
1
, kapur X
2
, pupuk X
3
, pakan X
4
, TK
1
X
5
, TK
2
X
6
, dan TK
3
X
7
. Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan ikan lele
dumbo ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil Ordinary
Least Square diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan
elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007
No Peubah
Koefisien Regresi 1 Intercept
0,4849 2 X
1
0,8866 3 X
2
0,0131 4 X
3
-0,0211 5 X
4
0,0611 6 X
5
-0,1082
7 X
6
0,0349 8 X
7
0,1722
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Keterangan :
R Square R
2
= 0,8384
: Taraf kepercayaan 99
Adjusted R Square =
0,7869 :
Taraf kepercayaan 90 Standar Error
= 0,2017
: Taraf kepercayaan 82
F hitung =
16,3019
Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 8, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut :
Ln Y = 0,4849 + 0,8866 ln X
1
+ 0,0131 ln X
2
-0,0211 ln X
3
+0,0611 ln X
4
– 0,1082 ln X
5
+0,0349 ln X
6
+ 0,1722 ln X
7
........................................22
a Kriteria Statistik
Melalui analisis kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square sebesar
0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,7869 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai
variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error
yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,2017 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regrsi secara keseluruhan.
Nilai F
hitung
yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 16,3019 dan F
tabel
sebesar 2,53. Apabila nilai F
hitung
ini dibandingkan dengan nilai F
tabel,
maka dapat dilihat bahwa nilai F
hitung
lebih besar dari nilai F
tabel
yang berarti tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output
yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa model fungsi produksi dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Berdasarkan analisis metode kuadrat terkecil terhadap fungsi produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini diketahui bahwa input produksi yang
memberikan pengaruh nyata adalah benih X
1
, Pakan X
4
, dan TK
3
X
7
. Untuk variabel X
1
nilai t
hitung
sebesar 7,9590 dan berpengaruh nyata terhadap output yang digunakan pada taraf kepercayaan 99. Variabel X
4
memiliki t
hitung
sebesar 1,6879 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 90 , sementara
variabel X
7
memiliki t
hitung
sebesar 1,3845 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 82. Variabel lainnya yaitu X
2
, X
3
, X
5
, dan X
6
memberikan pengaruh nyata pada taraf kepercayaan dibawah 55, sehingga dapat dikatakan
pengaruhnya tidak nyata. b
Kriteria Ekonometrik Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian ini menggunakan software SPSS
Statistical Product and Service Solution . Suatu model regresi yang baik adalah
model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.
Hasil dari analisis ekonometrik dengan menggunakan software SPSS ini menunjukkan hasil regresi yang sama dengan analisis menggunakan metode kuadrat
terkecil. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84,
sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,787 menunjukkan bahwa dengan
memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis
metode kuadrat terkecil sebesar 0,20168 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Pada suatu model regresi, makin kecil nilai standar error
akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependent. Dari uji ANOVA, diperoleh nilai F
hitung
sebesar 16,302 menunjukkan bahwa faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan karena
lebih besar dari nilai F
tabel
yang sebesar 2,53.
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Gambar 9. Grafik Normal P-P Plot of Regresion Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila nilai Y variabel
dependent didistribusikan secara normal terhadap nilai X variabel independent.
Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dapat dipenuhi. Dengan
melihat penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of Regresion
Gambar 9, dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal. Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF Variance Inflation Factor
dan nilai toleransi yang menjadi indikator terjadinya multikolinearitas. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF di sekitar
angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu. Pada hasil pengujian dengan menggunakan SPSS ini diperoleh nilai VIF di sekitar satu pada variabel benih, kapur,
pupuk, pakan dan TK
2
. Variabel TK
1
memiliki nilai VIF sbesar 2,075 dan variabel TK
3
memiliki nilai VIF sebesar 2,582. Besarnya nilai VIF pada variabel TK
1
dan TK
3
ini mengindikasikan adanya problem multikolinearitas. Sementara itu, variabel yang memiliki Nilai toleransi mendekati angka satu adalah variabel benih, kapur, pupuk,
pakan dan TK
2.
Variabel TK
1
memiliki nilai toleransi 0,482 dan variabel TK
3
memiliki nilai toleransi 0,387. Besarnya nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,5 ini
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
Observed Cum Prob
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
Ex pe
cte d
C um
P ro
b
Dependent Variable: Output Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
mengindikasikan adanya multikolinearitas. Nilai VIF dan nilai toleransi secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input No
Keterangan Nilai VIF
Nilai Toleransi 1 Jumlah benih X
1
1,441 0,694
2 Kapur X
2
1,632 0,613
3 Pupuk X
3
1,527 0,655
4 Pakan X
4
1,592 0,628
5 TK
1
X
5
2,075 0,482
6 TK
2
X
6
1,948 0,513
7 TK
3
X
7
2,582 0,387
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Pada analisis fungsi produksi dengan menggunakan model Cobb Douglas, multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindarkan. Masalah
multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabel- variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang
terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas tidak sempurna.
Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot. Dari grafik scatterplot pada Gambar 10 ,
terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pendederan ikan
lele dumbo ini tidak mengindikasikan adanya problem heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Gambar 10. Grafik Scatterplot
Nilai Durbin-Watson pada hasil analisis ekonometrik sebesar 1,571 menunjukkan tidak adanya autokorelasi. Suatu model regresi dikatakan bebas dari
problem autokorelasi apabila memiliki nilai Durbin-Watson diantara -2 sampai dengan +2. Apabila suatu model regresi memilki nilai Durbin-Watson dibawah -2
berarti memiliki problem autokorelasi positif, dan bila memiliki nilai Durbin-Watson diatas +2 berarti memilki problem autokorelasi negatif. Autokorelasi ini biasa terjadi
akibat tidak dimasukkannya variabel penting dalam model atau karena data tidak linear. Bila suatu model regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi
yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai.
c Kriteria Ekonomi
Kriteria ekonomi diperlukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu fungsi produksi layak dilakukan, apabila dilihat dari segi ekonomi. Secara apriori teori
ekonomi, tanda yang diharapkan dalam penggunaan suatu input produksi adalah positif. Tanda positif dalam penggunaan input produksi menunjukkan bahwa input
masih dapat ditambah untuk meningkatkan output. Berdasarkan analisis kuadrat terkecil pada Tabel 8 dan persamaan 21, menunjukkan tanda koefisien dari variabel
2 1
-1 -2
Regression Standardized Residual
4.50 4.00
3.50 3.00
O u
tp u
t
Dependent Variable: Output Scatterplot
X
1
Benih, variabel X
2
Kapur, variabel X
4
Pakan, variabel X
6
TK
2
, dan variabel X
7
TK
3
adalah positif. Hal ini berarti bahwa apabila variabel X
1
, X
2
, X
4
, X
6
, dan X
7
dinaikkan, maka output yang dihasilkan akan meningkat sesuai dengan besar koefisien yang dimilikinya. Variabel lainnya, yaitu variabel X
3
dan X
5
memiliki koefisien yang negatif yang artinya apabila penggunaan variabel ini ditingkatkan
justru akan mengurangi output yang dihasilkan sesuai besar koefisien yang dimiliki. Berdasarkan uji statistik, ekonometrik, dan ekonomi, maka persamaan 22
ditransformasikan ke bentuk model fungsi produksi yang diharapkan sesuai dengan asumsi bahwa variabel yang tidak nyata dan memiliki koefisien negatif dianggap
tetap given. Dengan demikian maka persamaan 22 dapat ditransformasikan menjadi persamaan :
LnY = 0,9732 + 0,8866 ln X
1
+ 0,0131 ln X
2
+ 0,0611 ln X
4
+ 0,0349 ln X
6
+0,1722 ln X
7
………………………….....…………………............23 atau :
Y = 2,6464 . X
1 0,8866
. X
2 0,0131
. X
4 0,0611
. X
6 0,0349
. X
7 0,1722
……….…............24
1 Elastisitas Produksi
Elastisitas produksi adalah nilai yang menunjukkan persentase perubahan dari output
sebagai akibat dari persentase perubahan input. Nilai elastisitas pada variabel X
1
benih sebesar 0,8866 yang artinya apabila jumlah benih ditambah sebesar satu satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap ceteris paribus, maka output
akan bertambah sebesar 0,8866 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X
2
kapur adalah sebesar 0,0131 yang artinya apabila jumlah kapur ditambah satu satuan
dengan asumsi input lain dianggap tetap, maka output akan meningkat sebesar 0,0131 satuan. Variabel X
4
pakan memiliki nilai elastisitas sebesar 0,0611 yang artinya peningkatan penggunaan pakan sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap
akan meningkatkan output sebesar 0,0611 satuan. Tenaga kerja yang diwakili oleh variabel X
6
TK
2
dan variabel X
7
TK
3
memiliki nilai elastisitas masing-masing
sebesar 0,0349 dan 0,1722 yang artinya peningkatan penggunaan masing-masing input
sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output sebesar 0,0349 dan 0,1722 satuan.
2 Skala Usaha Return to Scale
Analisis Return to Scale RTS sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan usaha berada dalam kondisi increasing, constant, atau
decreasing return to scale . Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara
menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pendederan lele dumbo di
Kecamatan Ciseeng berada dalam kondisi increasing return to scale. Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel X
1
0,8866, X
2
0,0131, X
4
0,0611, X
6
0,0349, dan X
7
0,1722 yang hasilnya sebesar 1,1679. Kondisi increasing return to scale ini menunjukkan bahwa apabila
kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka output
yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan.
5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input