sebesar 0,0349 dan 0,1722 yang artinya peningkatan penggunaan masing-masing input
sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output sebesar 0,0349 dan 0,1722 satuan.
2 Skala Usaha Return to Scale
Analisis Return to Scale RTS sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan usaha berada dalam kondisi increasing, constant, atau
decreasing return to scale . Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara
menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pendederan lele dumbo di
Kecamatan Ciseeng berada dalam kondisi increasing return to scale. Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel X
1
0,8866, X
2
0,0131, X
4
0,0611, X
6
0,0349, dan X
7
0,1722 yang hasilnya sebesar 1,1679. Kondisi increasing return to scale ini menunjukkan bahwa apabila
kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka output
yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan.
5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input
Berdasarkan persamaan 24, maka tingkat penggunaan input yang efisien dapat dicari dengan menggunakan rumus :
NPM = b .Y. P
y
X atau
X
i
= b
i
P
y
Y ...........................................................................................25
P
xi
Penggunaan input produksi yang efisien pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan ouput
yang optimal. Data secara lengkap mengenai hasil perhitungan untuk NPM, input
dan output yang efisien serta rasio NPM dengan harga input pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan P
xi
pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007
No Keterangan
bi Harga
NPM NPMPxi
Optimal Aktual
1
Output ekor per m
2
95,00 124,00
39,00 2
Benih ekor per m
2
0,8866 19,30
46,26 2,40 170,00
71,00 3
Kapur kg per m
2
0,0131 714,20
2.514,74 3,52
0,07 0,02
4
Pakan kg per m
2
0,0611 4141,10
1.888,03 0,45
0,05 0,12
5
TK2 jam per m
2
0,0349 4999,43
4.505,38 0,90
0,02 0,03
6
TK3 jam per m
2
0,1722 5252,63
48.702,37 9,27
0,12 0,01
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 10, harga rata-rata untuk output adalah Rp95,00, harga rata- rata untuk benih sebesar Rp19,30, kapur Rp714,20, pakan Rp4.141,10, TK
2
Rp4.999,43, dan harga rata-rata untuk TK
3
Rp5.252,63. Dari harga rata-rata input tersebut diperoleh nilai produk marjinal NPM untuk benih sebesar Rp46,26 , nilai
NPM untuk kapur sebesar Rp2.514,74, nilai NPM pakan Rp1.888,03, nilai NPM TK
2
Rp4.505,38, dan nilai NPM untuk TK
3
sebesar Rp48.702,37. Menurut Soekartawi 1994, penggunaan faktor produksi akan efisien apabila
rasio antara NPM dan P
xi
sama dengan satu NPMP
xi
= 1 . Apabila rasio ini lebih
besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi input belum efisien dan masih dapat dilakukan penambahan. Apabila rasio ini kurang dari satu, maka penggunaan
faktor produksi input sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Berdasarkan Tabel 10, diperoleh nilai rasio antara NPM dan P
xi
untuk benih sebesar 2,40, untuk kapur 3,52, dan nilai rasio NPM dan P
xi
untuk TK
3
sebesar 9,27. Dari nilai rasio ketiga variabel input yang nilainya lebih besar dari satu, maka
penggunaan ketiga input ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Agar penggunaan input efisien dan dapat menghasilkan output yang optimal, maka
penggunaan benih perlu ditambah jumlahnya dari 71 ekor per m
2
pada kondisi aktual menjadi 170 ekor per m
2
pada kondisi optimal. Penggunaan kapur dapat ditingkatkan dari 0,02 kg per m
2
menjadi 0,07 kg per m
2
dan untuk TK
3
dapat ditingkatkan dari 0,01 jam per m
2
menjadi 0,12 jam per m
2
.
Variabel input yang lain, yaitu pakan dan TK
2
memilki nilai rasio NPM dan P
xi
masing-masing sebesar 0,45 untuk pakan dan 0,90 untuk TK
2
. Nilai rasio antara NPM dan P
xi
kedua variabel input ini yang nilainya kurang dari satu menunjukkan bahwa penggunaannya sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Penggunaan pakan yang
pada kondisi aktual sebesar 0,12 kg per m
2
dapat dikurangi menjadi 0,05 kg per m
2
, dan untuk TK
2
dapat dikurangi dari 0,03 jam per m
2
menjadi 0,02 jam per m
2
. Apabila efisiensi penggunaan input ini dilakukan, maka jumlah output yang
dihasilkan akan bertambah dari 39 ekor per m
2
pada kondisi aktual menjadi 124 ekor per m
2
pada kondisi optimal. Pada kondisi aktual, usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini akan memberikan keuntungan sebesar Rp12.583,23 per m
2
. Pada kondisi optimal, keuntungan yang diperoleh pembudidaya sebesar Rp70.871,17
per m
2
Modal tambahan yang harus dikeluarkan pembudidaya agar usaha yang dilakukan optimal sebesar Rp22.462,06 per m
2
atau sebesar Rp99.432.127,14 untuk luas lahan 4.426,67 m
2
. Perbandingan biaya dan keuntungan pada kondisi aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11.Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m
2
pada Kondisi Aktual dan Optimal.
No Keterangan
Aktual Optimal
1 Total biaya Rp 24.466,76
46.928,82 2 Total penerimaan Rp
37.050,00 117.800,00
3 Keuntungan Rp 12.583,23
70.871,17 4 Tambahan modal Rp
22.462,06
Sumber : Data Primer Tahun 2007
5.6 Analisis Finansial