Tabel 5.2. Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menghitung Koefisien Total Factor Productivity TFP
Dependent Variable: LNY Variable Coefficient
Std. Error
t-Statistic Prob.
C 1.194113 0.942521
1.266934 0.2245
LNL 0.146228 0.056836
2.572810 0.0212
LNK -0.020663 0.036023
-0.573609 0.5747
LNR 0.720058 0.080253
8.972309 0.0000
LNE 0.158150 0.075118
2.105359 0.0525
R-squared 0.990839 F-statistic 405.5909
Adjusted R-squared 0.988396 ProbF-statistic
0.000000
Catatan: Menggunakan taraf nyata 10 persen.
5.2.1. Uji Kenormalan
Berdasarkan hasil pengujian dari Jarque-Berra Test pada Lampiran 7 terlihat bahwa nilai Jarque-Berra Probability adalah 0,869192. Nilai ini lebih
besar dari nilai signifikansinya yaitu 0,10 α = 10. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa kenormalan data telah terpenuhi.
5.2.2. Uji Statistik
Uji statistik diperlukan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel yang diteliti. Pengujian statistik meliputi:
a. Uji t-Statistik
Uji ini dilakukan dengan melihat nilai t-Statistic dari masing-masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa faktor produksi tenaga
kerja, bahan baku, dan energi berpengaruh nyata terhadap produksi. Alasannya adalah nilai t-Statistic tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari
nilai t-tabel pada taraf nyata 10 persen t-tabel=1,753. Faktor produksi modal tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.
b. Uji F-Statistik
Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-Statistic dari persamaan tersebut. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.2 diperoleh nilai F-Statistic sebesar
405.5909. Nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 10 persen F-tabel=2,36. Dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu
variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 10 persen.
c. Uji Koefisien Determinasi R
2
Uji ini dilakukan dengan melihat nilai R-squared dari persamaan tersebut. Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa nilai R-squared adalah sebesar 0.990839.
Artinya adalah faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar
99,08 persen dan sisanya 0,92 persen dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi tersebut.
5.2.3. Uji Ekonometrika
Uji ekonometrika dilakukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah pada OLS yaitu:
a. Uji Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi heteroskedastisitas dilakukan dengan uji White Heteroskedasticity Test. Hasilnya menunjukkan bahwa persamaan fungsi
produksi pada penelitian ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Pada Lampiran 6 terlihat bahwa nilai p-value atau probability ObsR-squared
sebesar 0.244103 memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikasinya yang bernilai 0,10
α = 10. b.
Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test. Lampiran 6 menunjukkan nilai p-value atau probability ObsR-squared dari persamaan ini adalah sebesar 0.200349
.
Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikasinya sebesar 0,10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
persamaan ini terdapat gejala autokorelasi. c.
Uji Multikolinearitas Untuk melihat adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui
Correlations Matrix. Pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa gejala multikolinearitas terjadi antara bahan baku R dan tenaga kerja L yang
bernilai 0.923796. Selain itu, gejala multikolinearitas terjadi antara bahan
baku R dan energi E sebesar 0.812584. Namun, masalah multikolinearitas ini dapat diatasi dengan menggunakan Uji Klien. Jika nilai korelasi antar
variabel bebas tersebut lebih besar dari nilai R-squared maka multikolinearitas dapat diabaikan. Nilai R-squared yang diperoleh sebesar 0.990839 ternyata
lebih besar dari nilai korelasi terbesar antar variabel bebas dalam persamaan ini sebesar 0.923796
.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa masalah multikolinearitas pada persamaan ini dapat diabaikan.
Pengujian telah dilakukan dan didapatkan bahwa persamaan yang digunakan tidak memiliki masalah, baik masalah heteroskedastisitas, autokorelasi,
dan multikolinearitas. Langkah selanjutnya adalah menghitung pertumbuhan
pertahun dari kelima variabel, yaitu Y, L, K, R, dan E. Setelah didapatkan nilai ∆YY, ∆LL, ∆KK, ∆RR, ∆EE, masing-masing nilai tersebut kecuali ∆YY
dikalikan dengan koefisien variabel yang diperoleh dari hasil estimasi regresinya. Kemudian untuk menghitung TFP, hasil yang diperoleh tersebut dimasukkan ke
dalam Persamaan 3.3. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
E E
d R
R c
K K
b L
L a
Y Y
A A
Δ −
Δ −
Δ −
Δ −
Δ =
Δ
= 16,72 - 0.146228 x 21.53 --0.020663 x 29,37 -
0.720058 x 18,91 - 0.15815 x 19,47
= -2,51 Dari perhitungan di atas diperoleh hasil TFP atau laju progres teknologi
adalah sebesar -2,51 persen. Nilai TFP yang negatif menunjukkan bahwa penguasaan teknologi pada industri ban masih lemah.
Nilai TFP yang negatif tersebut diduga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, iklim usaha di Indonesia masih kurang menunjang perkembangan
industri nasional pada umumnya dan industri ban pada khususnya. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa kondisi politik dan keamanan Indonesia masih kurang stabil.
Di bidang perbankan masih banyak kendala yang harus dihadapi seperti tingginya suku bunga pinjaman. Dari segi pabean masih banyak penyelundupan. Sedangkan
dari segi sarana dan prasarana dirasa masih sangat kurang memadai, baik sarana transportasi, listrik, maupun komunikasi. Sarana yang sudah ada juga belum
berfungsi sehingga mengakibatkan industri kurang efisien yang akan mengurangi daya saing produk industri ban baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.
Kondisi tersebut membuat investor menjadi kurang tertarik untuk melakukan
investasi di Indonesia. Dengan demikian, usaha penguasaan teknologi menjadi terhambat.
Tabel 5.3. Perbandingan Iklim Usaha Indonesia dengan Negara Lainnya No Bidang
Indonesia China
Thailand 1
Politik Kurang stabil
Stabil Cukup stabil
2 Keamanan Kurang
stabil Baik
Baik 3 Moneter
Fluktuatif Stabil
Stabil 4
Suku Bunga Pinjaman
20 6 4
5 Pabean Banyak
penyelundupan Tidak ada
penyelundupan Tidak ada
penyelundupan
Sumber: Depperindag, 2004.
Kedua, penguasaan teknologi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan industri hulu. Industri ban memiliki lebih dari 80 persen dari biaya
produksinya adalah biaya untuk bahan baku dan penolong. Jika industri karet sebagai industri hulu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga dapat
memproduksi karet yang berkualitas baik maka secara otomatis akan meningkatkan kualitas produk ban. Namun sampai sekarang kualitas karet dalam
negeri masih rendah. Hal ini disebabkan masih rendahnya pendidikan petani karet. Manajemen pengelolaan lahan kurang diperhatikan dan kegiatan penanaman karet
lebih cenderung merupakan kegiatan turun-temurun. Oleh karena itu, produktivitas dan kualitas karet yang dihasilkan masih rendah.
Ketiga, Research and Development RD pada industri ban masih lemah.
Hal ini menyebabkan lambatnya proses alih teknologi pada industri ban. Lemahnya RD pada industri ban diduga akibat masih kurangnya kebijakan
pemerintah yang memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan yang giat melakukan RD, serta kurangnya kesadaran beberapa pelaku usaha akan
pentingnya RD sehingga menyebabkan kurangnya penghargaan yang layak bagi karyawan bidang RD di perusahaan.
5.3. Analisis Kontribusi Progres Teknologi terhadap Produksi