4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Pengaruh Umur Panen Terhadap Kandungan dan Produksi Centellosida Pegagan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur panen yang berbeda berpengaruh nyata terhadap parameter berat kering per plot, berat kering akar dan
sulur, kadar fosfor, kandungan asam asiatik daun, kandungan madekasosida akar, produksi madekasosida baik pada daun maupun akar.
Bila ditinjau dari kandungan centellosida tanaman maka dengan bertambahnya umur panen dari 56 HST hingga 84 HST maka kandungan
asiatikosida akar meningkat hingga 84 HST, kandungan asiatikosida daun meningkat hingga 70 HST dan menurun pada 84 HST. Kim et al. 2005
menyatakan bahwa kandungan asiatikosida daun meningkat dari waktu ke waktu. Kandungan asam asiatik daun dan akar relatif menurun pada umur panen 84 HST
sedangkan kandungan madekasosida dan produksi madekasosida baik pada daun maupun akar relatif meningkat. pada umur panen 84 HST. Hal ini menunjukkan
bahwa pola sintesa centellosida asiatikosida, madekasosida dan asam asiatik, bila terjadi penurunan sintesa pada senyawa asiatikosida maka terjadi pengalihan
kepada senyawa madekasosida atau kepada salah satu senyawa centellosida. Noverita et al., 2013 memperoleh umur tanaman mempengaruhi kandungan
centellosida dari pegagan. Kandungan centellosida pada daun maupun pada akar dan sulur meningkat pada umur tanaman 4 dan 6 MST. Data dapat dilihat pada
Tabel 4.34. di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.34. Sampel Daun Pegagan Umur 4 dan 6 MST Sampel
Asiatikosida Madekasosida Asam Asiatik µgml
Daun 4 MST 146,916
27,665 29,169
Daun 6 MST 1663,928
229,736 21,691
Noverita et al., 2013. Pola centellosida asiatikosida, madekasosida dan asam asiatik pada
tanaman pegagan, bila kandungan salah satu bioaktif tinggi maka kandungan bioaktif yang lain akan lebih rendah atau pola biosintesisnya ke arah suatu
senyawa yang dibutuhkan Noverita et al., 2012; Noverita et al., 2013. Pola
centellosida dipengaruhi oleh kondisi media tanam, kadar fosfor yang sangat tinggi, biosintesis centellosida lebih ke arah asiatikosida.
Biosintesis triterpen dimulai dari metabolisme primer hingga akhirnya ke jalur metabolisma sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.2. Centellosida
merupakan senyawa triterpenoid yang dibiosintesis melalui jalur mevalonat dalam sitoplasma. Biosintesisnya dibagi dalam tiga tahap:
1. Sintesis prekursor universal dari semua terpenoid, isopentenil
difosfat IPP. 2.
Sintesis pertama triterpen, squalen. 3.
Sintesis Centellosida Triterpen saponin. Biosintesis triterpen saponin dapat dilihat pada Gambar 2.3. di atas. Mekanisme
dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam
asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana
ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi,
Universitas Sumatera Utara
eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil pirofosfat IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil pirofosfat DMAPP
oleh isomerase enzim. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari
polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari
DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat GPP yaitu senyawa antara bagi semua senyawa
monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan farnesil pirofosfat FPP yang merupakan
senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat GGPP yang berasal dari kondensasi
antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Struktur terpenoid yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari
reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil-, farnesil- dan geranil-geranil pirofosfat. Lebih dari 4000
jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen.
Struktur kimia dari triterpen pentasiklik, R = H asiatikosida atau OH untuk
madekassosida, R
1
= glucose-glukose-rhamnose Aziz et al., 2007. Pada Gambar 2.4. di atas dapat dilihat struktur kimia dari asiatikosida C
48
H
78
O
19
, Gambar 2.5. struktur kimia madekasosida C
48
H
78
O
20
dan Gambar 2.6. struktur kimia asam asiatik C
30
H
48
O
5
. Madekasosida C
48
H
78
O
20
memiliki karakteristik triterpenoid saponin yang terdapat dalam pegagan L. Urb. Diantara bioaktif
Universitas Sumatera Utara
saponin C. asiatica, kandungan asam asiatik adalah yang tertinggi sampai pada umur panen 84 HST bila dibanding dengan asiatikosida ataupun madekasosida.
Kim et al. 2005a telah mengetahui gen CabAS berperan dalam biosintesis, namun demikian langkah akhir dari biosintesis centellosida masih
belum diketahui Bonfill et al., 2011. Biosintesis ke arah asiatikosida, madekasosida dan asam asiatik diduga sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dimana fungsi dari sintesis metabolit sekunder dalam hal ini centellosida belum diketahui secara jelas apakah sebagai pertahanan diri terhadap
serangan dari luar. Faktor yang berpengaruh terhadap kandungan kimia suatu tanaman, antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen, pengolahan
pasca panen dan lain-lain. Sehingga tidak heran bila kita temukan di pasaran bahwa bahan tanaman sebagai bahan baku simplisia yang berasal dari daerah
tertentu memiliki keunggulan tertentu pula Sembiring, 2007.
4.2.2. Pengaruh Metil Jasmonat Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Centellosida Pegagan
Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa pemberian metil jasmonat tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan yang
dilakukan kecuali pada kadar fosfor tanaman. Pemberian metil jasmonat
menyebabkan penurunan kadar fosofor jaringan tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.19.. Perlakuan tanpa pemberian metil jasmonat, kadar fosfor jaringan tanaman
berbeda nyata dengan pemberian metil jasmonat 200 µM tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian metil jasmonat 100 µM. Hal ini dapat
dijelaskan dimana jasmonat memainkan banyak peran dalam tanaman, mulai dari faktor pertahanan, penuaan daun, dan akhirnya regulator kematian sel Reinbothe
Universitas Sumatera Utara
et al., 2009. Diduga pemberian dengan konsentrasi metil jasmonat yang lebih tinggi menyebabkan tanaman mengabsorbsi fosfor menjadi lebih rendah karena
terjadinya penuaan daun dan akar setelah aplikasi metil jasmonat, aplikasi dilakukan melalui akar dan daun sehingga proses absorbsi hara fosfor pun menjadi
mengalami hambatan. Pengamatan visual selama penelitian dapat dilihat perbedaan yang nyata antara tiap perlakuannya dimana semakin tinggi metil
jasmonat yang diberikan semakin cepat terjadi penuaan di tanaman induk meliputi petiol dan daunnya. Reinbothe et al. 2009 menyatakan bahwa metil jasmonat
mempengaruhi penuaan daun, dan akhirnya menjadi regulator kematian sel. Pemberian metil jasmonat tidak berpengaruh nyata terhadap parameter
pengamatan yang lain, namun demikian dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa tanaman yang tanpa diberi metil jasmonat memiliki jumlah daun, luas satu daun,
panjang tangkai daun yang paling tinggi pada 84 HST sedangkan pada parameter jumlah sulur primer, panjang sulur primer, jumlah stolon, jumlah sulur sekunder
pemberian 100 µM J
1
memberi hasil yang lebih baik. Pada bobot panen per plot seperti bobot basah daun dan petiol dan bobot basah akar dan sulur terdapat hasil
terbaik pada pemberian100 µM J
1
pada 84 HST. Panen bobot basah daun dan petiol per plot serta akar dan sulur, dari ini dapat diketahui bahwa dosis metil
jasmonat terbaik untuk pertumbuhan dan produksi biomassa pegagan adalah 100 µM hal ini dikarenakan pemberian metil jasmonat yang membantu respon
pertahanan tanaman Lambert et al.,2011 dimana dalam pelaksanaan penelitian didapati serangan penyakit yang mengganggu pertumbuhan pegagan.
Universitas Sumatera Utara
4.2.3. Pengaruh Perlakuan Pemberian Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Centellosida Pegagan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa berbagai perlakuan pemberian fosfor berpengaruh nyata pada parameter panjang tangkai daun 56 HST dan
produksi asam asiatik pada daun sedangkan pada parameter pertumbuhan dan produksi lainnya tidak berpengaruh nyata. Pemberian fosfor semakin
meningkatkan panjang tangkai daun. Tangkai daun terpanjang terdapat pada perlakuan F3 54 kg P
2
O
5
ha. Pada penelitian ini diperoleh bahwa pemupukan fosfor 13,51 P
2 5
kgha, produksi asam asiatik daun maksimum yaitu 13,87 244 g. Pada penelitian Ghulamahdi, dkk., 2007 juga menemukan bahwa pemberian
pupuk P meningkatkan panjang tangkai daun. Hasil Penelitian Sutardi 2008 melaporkan bahwa pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata pada semua
peubah pertumbuhan tanaman pegagan, kecuali terhadap nilai klorofil meter daun tua. Santoso 2008 juga melaporkan bahwa pemupukan fosfor tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah sulur primer, jumlah sulur sekunder, bobot segar dan kering biomassa, serta kandungan fosfor jaringan pada pegagan.
Meskipun pemberian fosfor secara umum tidak memberikan pengaruh yang nyata tetapi terdapat kecenderungan adanya tren peningkatan hasil dengan
semakin bertambahnya dosis fosfor yang diberikan pada tanaman pegagan. Kecenderungan bahwa tanaman yang diberi pupuk memberikan hasil lebih tinggi
daripada tanaman yang tanpa pemupukan. Pada parameter pertumbuhan seperti jumlah daun, luas daun, jumlah sulur primer, jumlah sulur sekunder 84 HST,
tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fosfor pada taraf 36 kg P
2
O
5
ha akan tetapi pada parameter produksi bobot basah dan bobot kering daun dan petiol
ataupun akar dan sulur, hasil terbaik diperoleh pada pemberian fosfor pada taraf
Universitas Sumatera Utara
18 kg P
2
O
5
ha. Ketersediaan unsur hara yang cukup akan menunjang pertumbuhan tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Mengel and Kirkby
1982, Nyakpa dkk. 1988 yang menyatakan bahwa fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang diperlukan oleh tanaman, yang berperan penting pada
berbagai proses kehidupan, seperti fotosintesis, metabolime karbohidrat, dan proses aliran energi dalam tanaman. Bila ditinjau dari kandungan bioaktif
pegagan, perlakuan fosfor berpengaruh nyata pada kandungan asiatikosida daun dan kandungan asam asiatik daun. Kandungan asiatikosida daun tertinggi terdapat
pada pemberian F3 54 kg P
2
O
5
ha sedangkan kandungan asam asiatik daun tertinggi terdapat pada perlakuan F1 18 kg P
2
O
5
ha. Demikian pula pada produksi asam asiatik daun dipengaruhi oleh fosfor dimana produksi asam asiatik
daun maksimum ± 2400 mg pada pemupukan fosfor 31,01 kg P
2 5
ha. Hal ini didukung oleh Noverita 2010; Noverita, Siregar dan Napitupulu
2012 pada penelitian sebelumnya bahwa kandungan P tanah mempengaruhi kadar centellosida pegagan. Fosfor berfungsi dalam merangsang pembentukan
akar yang lebih baik sehingga penyerapan hara dan air meningkat, peningkatan jumlah klorofil daun jumlah klorofil daun meningkat dengan meningkatnya
pemberian fosfor, tanaman dapat berfotosintesis dengan baik untuk menghasilkan fotosintat, dan diduga dapat meningkatkan kandungan senyawa asiatikosida.
Salisbury 1995 menyatakan bahwa fosfor tak pernah direduksi di dalam tumbuhan, tetap sebagai fosfat baik dalam bentuk bebas maupun terikat pada
senyawa organik sebagai ester. Ester fosfat terbentuk dengan gula, alkohol, asam, atau fosfat lain polifosfat. Senyawa kaya energi ini diduga sebagai intermediet
lintasan pentosa fosfat dari metabolit primer dan diturunkan dari prekursor ke
Universitas Sumatera Utara
metabolit sekunder. Tanaman pegagan paling banyak mengandung senyawa golongan tirterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari prekursor
metabolit primer yang dibiosintesis oleh lintasan mevanolat, akan menghasilkan geranil-geranil pirofosfat merupakan metabolit primer yang membentuk
monoterpenoid dan turunannya, sedangkan farnesil pirofosfat meningkatkan pembentukan sesquiterpenoid dan konversi dari squalen menjadi triterpenoid
Vickery and Vickery 1981 dan Hess 1986. Noverita 2010, Noverita, Siregar dan Napitupulu 2012, Noverita,
Napitupulu, Siregar dan Marline 2013, Noverita, Napitupulu, Marline, Siregar dan Singh 2013 bahwa unsur fosfor tanah mempengaruhi kadar asiatikosida,
madekasosida dan asam asiatik pada beberapa aksesi yang diamati. Berikut ini dipaparkan beberapa tahap dalam biosintesis triterpen saponin. Centellosida
adalah senyawa triterpenoid yang dibiosintesis melalui yang jalur mevalonat dalam sitoplasma. Prekursor pertama di jalur mevalonat dan mevalonat
hidroksimetilglutaril-KoA, yang mengarah pada pembentukan prekursor secara umum dari semua terpenoid yaitu 5-karbon isopentenil difosfat. Pada jalur ini,
tidak hanya berpartisipasi enzim tertentu, tetapi kodifikasi gen juga diketahui, 6- karbon mevalonat disintesis dari kondensasi 3 molekul asetil-KoA dalam reaksi
yang dikatalisis oleh hidroksimetilglutaril-KoA reduktase HMGR. Reaksi ini sekarang dianggap sebagai langkah kunci pengaturan dalam sintesis sitosolik
isoprenoid. Mevalonat kemudian terfosforilasi oleh dua larutan kinase yang berbeda,
mevalonat dan
phosphomevalonate, untuk
membentuk 5
pirofosfomevalonat. Senyawa ini didekarboksilasi oleh pirofosfomevalonat dekarboksilase ke IPP, yang mengalami kesetimbangan pada isomernya, yaitu
Universitas Sumatera Utara
dimetilalil difosfat DMAPP yang dibentuk oleh difosfat isopentenil isomerase. Dua molekul IPP berturut-turut ikatan dengan DMAPP untuk membentuk
sesqiterpen pertama, 15-karbon farnesil difosfat FPP. Jenis ikatan dikatalisis oleh preniltransferase spesifik. Kedua molekul FPP kemudian dikonversi oleh
squalen sintase SQS menjadi squalen, yang merupakan pendahulu dari sterol dan biosintesis triterpenoid. Reaksi ini, dikatalisis oleh squalene sintase, dianggap
sebagai langkah kunci dalam pengaturan sintesis turunan mevalonat terpen, karena kontrol percabangan utama isoprenoid jalan menuju biosintesis triterpen
dan fitosterol. Epoksidasi squalen pada posisi kedua dan ketiga hasil karbon hasil dalam pembentukan 2,3-oksidosqualen. Beberapa oksidosqualen siklase
mengkatalisasi siklisasi dari 2,3-oksidosqualen, yang terletak di percabangan merupakan langkah untuk biosintesis fitosterol dan triterpen saponin. Sintesis
centellosida dilanjutkan dari siklisasi dari 2, 3- oksidosqualen melalui tahap transisi bertingkat, dengan spesifik -amyrin sintase.
oksidosqualene siklase OSC. Jalur biosintesis centellosida dapat dilihat pada Gambar 4.56. dimana
langkah terakhir jalur biosintetik centellosida ini belum diketahui dengan jelas sehingga perlu dilakukan berbagai penelitian untuk dapat mengetahui respon
tanaman pegagan dalam kandungan maupun produksi centellosida yang sangat bermanfaat. Centellosida asiatikosida, madekasosida, asam asiatik dan asam
madekasik adalah tipe ursan saponin.
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: SQS = squalen sintase, CYS = cycloartenol sinta se, βAS = β-amyrin
sintase Gambar 4.56. Biosintesis Centellosida
Pada Gambar 4.57. berikut Hernandez et al. 2010 memaparkan struktur α-amryn, substrat konversi, dan produk asiatikosida, madekasosida, asam asiatik
dan asam madekassik.
Gambar 4.57 . Struktur α-Amryn, Substrat Konversi, dan Produk Asiatikosida,
Madekasosida, Asam Asiatik dan Asam Madekassik Hernandez et al., 2010
Menurut Kim et al. 2005, telah ditemukan beberapa gen yang berkaitan dalam jalur biosintesis triterpen saponin pada
Centella seperti β-amryn synthase CabAS, cycloartenol synthase CaCYS, squalene synthase CaSQS dan farnesyl
Centellosida: asiatikosida,
madekasosida, asam asiatik dan asam madekasik
Universitas Sumatera Utara
difosfat synthase. Kim et al. 2010 menyatakan, Farnesyl difosfat synthase FPS
memainkan peran penting dalam perkembangan organ pada tumbuhan.
Farnesyl difosfat synthase diidentifikasi sebagai kunci regulasi enzim dalam biosintesis triterpen
. Biosintesis ini diduga berlangsung di daun dimana kandungan asiatikosida meningkat seiring dengan waktu Mangas et al., 2009.
Fosfor juga merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai
proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian nukleotida RNA dan DNA dan fosfolipida penyusun membran Lakitan, 2008. Selain itu fosfor
berperan sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator, kofaktor atau penyusun enzim, serta berperan dalam proses fisiologi Soepardi, 1983.
Menurut Havlin et al. 2005 hara fosfor berperan penting dalam penyimpanan dan transfer energi. Nyakpa et al. 1988 juga menyatakan unsur fosfor dapat
meningkatkan produksi tanaman atau bahan kering dan perbaikan kualitas hasil.
4.2.4. Pengaruh Interaksi Perlakuan Umur panen dan Metil Jasmonat Terhadap Kandungan dan Produksi Centellosida Pegagan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan umur panen dan metil jasmonat berpengaruh nyata terhadap parameter produksi
yaitu bobot basah daun dan petiol, bobot basah akar dan sulur serta produksi asiatikosida pada daun.
Interaksi dari kedua faktor memberikan hasil tertinggi baik bobot basah daun dan petiol
maupun bobot basah akar dan sulur
terdapat pada kombinasi tanpa pemberian metil jasmonat dengan umur panen 84 HST
sedangkan umur panen 70 HST produksi asiatikosida pada daun maksimum ± 66
mg dengan pemberian metil jasmonat 108,5 µM. Asam j asmonat JA dan metil
ester jasmonat MJ berasal dari katabolisme asam linolenat dan bertindak sebagai
Universitas Sumatera Utara
metabolit sekunder yang memodulasi proses fisiologis beberapa tanaman, termasuk penuaan tanaman Yendo. et al., 2010. Tanpa pemberian metil
jasmonat, proses penuaan tanaman tidak terjadi dan umur panen 84 HST, menyebabkan akumulasi fotosintat yang lebih banyak dibanding umur panen 8
dan 70 HST sehingga biomas bobot basah daun dan petiol
maupun bobot basah
akar dan sulur tertinggi tercapai pada kombinasi perlakuan ini. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan
umur panen dan metil jasmonat berpengaruh nyata terhadap parameter kandungan bioaktif pegagan yaitu kandungan asiatikosida akar.
Interaksi dari kedua faktor memberikan
kandungan asiatikosida akar tertinggi terdapat pada kombinasi
pemberian metil jasmonat 100 µM dengan umur panen 84 HST Yendo. et al. 2010 menyatakan peningkatan hasil saponin oleh metil jasmonat pada tanaman
dan kultur sel di beberapa spesies menunjukkan keterlibatan metabolit sekunder dalam mekanisme pertahanan tanaman. Kebanyakan penelitian sampai saat ini
telah berfokus pada partisipasi enzim pada lintasan awal, termasuk oxidosqualene cyclase, squalene sintase dan dammarenediol sintase, serta mengisolasi dan
karakterisasi gen yang mengkode β-Amrin synthase. Hasil panen bioaktif saponin dalam berbagai penelitian telah berhasil meningkatkan metabolit sekunder dengan
memperlakukan sel dan jaringan dengan jasmonat atau dengan mengekspos tanaman terhadap stres oksidatif. Elisitasi dan studi molekul mengkonsolidasikan
pengetahuan dalam memulai pengembangan pasokan komersial bioaktif saponin. Asam jasmonat JA dan metil ester jasmonat berasal dari katabolisme
asam linolenat yang memicu atau meningkatkan biosintesis metabolit sekunder, yang penting dalam adaptasi tanaman terutama pada tantangan lingkungan biotik.
Universitas Sumatera Utara
Jasmonat dan turunannya paling sering digunakan sebagai elisitor dalam penelitian-penelitian dalam menginduksi senyawa triterpenoid Yendo et al.,
2010. Metil jasmonat MJ adalah elisitor digunakan secara luas yang banyak
memodulasi peristiwa fisiologis pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti respon pertahanan, berbunga, dan penuaan, karena itu dianggap sebagai kelas baru
fitohormon. MJ dan turunannya telah diusulkan menjadi senyawa sinyal kunci dalam proses elisitasi menuju akumulasi metabolit sekunder Lambert et al.,
2011. Hu and Zhong 2008, elisitor sintetik inkonvensional seperti jasmonat 2- hidroksietil HEJ juga ditemukan sangat kuat dalam menggalang metabolit
sekunder tanaman dalam kultur sel. Metil jasmonat adalah elisitor paling baik digunakan untuk menginduksi
produksi triterpen saponin Lambert et al., 2011. Elisitasi dilakukan untuk melihat respon terhadap sintesa triterpen saponin pada C. asiatica. Respon
peningkatan saponin pada tanaman C. asiatica setelah elisitasi dapat dilihat pada Tabel 4.35.
Tabel 4.35. Efek Elisitasi terhadap Triterpen Saponin
Keterangan: MJ; Metil jasmonat, HEJ; 2-hidroksietil jasmonat, YE; ekstrak ragi, AR; akar Adventif, CS; Cell suspensi, SA; asam salisilat, IBA; asam
indole-3-butirat
Peran metabolit sekunder saponin pada tanaman adalah bagian dari mekanisme pertahanan tanaman digolongkan dalam kelompok molekul pelindung
Species Sistem Kultur
Perlakuan Elisitor Peningkatan
Referensi Elisitor
Konsentrasi Durasi
Saponin C. asiatica
Seluruh tanaman MJ
0,01 mM 7 hari
1,5 x Kim, et al.
YE 0,1 gl
7 hari 1,4 x
2004 Daun
MJ 0,01 mM
36 hari 3,5 x
C. asiatica Bagian atas tanaman MJ
0,1 mM 35 hari
2-3 x Mangas
Akar 0,1 mM
35 hari 4-6 x
et al., 2008
Universitas Sumatera Utara
yaitu fitoprotektan. Fitoprotektan yang dihasilkan baik dengan stimulus oleh patogen atau diproduksi dengan cara dikontrol perkembangannya, antimikroba,
virus atau pun insektisida. Lambert et al. 2011 menyatakan bahwa respon pertahanan dapat diaktifkan melalui jalur transduksi sinyal melalui elisitor oleh
reseptor yang terletak di membran plasma. Pembentukan pesan sekunder, seperti jasmonat, etilen, dan asam salisilat, yang mengaktifkan ekspresi pertahanan gen,
termasuk gen pengkode untuk enzim yang mengkatalisis pembentukan metabolit sekunder. Metil jasmonat adalah elisitor yang banyak memodulasi peristiwa
fisiologis pada tumbuhan tingkat tinggi. MJ dan turunannya telah diusulkan menjadi senyawa sinyal kunci dalam proses elisitasi menuju akumulasi metabolit
sekunder. Elisitasi tidak hanya berpengaruh terhadap kadar saponin tetapi juga
mempengaruhi ekspresi gen biosintesis saponin Kim et al. 2004; Mangas et al. 2006. Efek meningkat dengan konsentrasi elisitor yang meningkat Bonfill et al.,
2011.
4.2.5. Pengaruh Interaksi Perlakuan Umur Panen dan Fosfor Terhadap Kandungan dan Produksi Centellosida Pegagan
Umur panen merupakan periode kritis yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Setiap jenis tanaman memiliki waktu panen yang
berbeda. Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi adalah penentuan umur panen yang tepat. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan umur panen dan fosfor berpengaruh nyata terhadap parameter kandungan bioaktif pegagan yaitu
kandungan madekasosida pada daun dan petiol maupun akar dan sulur. Interaksi
Universitas Sumatera Utara
dari kedua faktor memberikan kandungan madekasosida akar
dan sulur tertinggi terdapat pada kombinasi umur panen 84 HST dan
pemupukan fosfor 54 kg P
2 5
ha. Panen pada umur 84 HST dengan pemberian fosfor pada taraf 18, 36,
dan 54 kg P
2 5
ha terdapat kandungan madekasosida paling tinggi dibanding pada
umur panen 56 atau pun 70 HST. Hal ini disebabkan f osfor berperan sebagai
penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator, kofaktor atau penyusun enzim, dalam proses fisiologi serta berperan dalam meningkatkan kualitas
tanaman Soepardi, 1983. Sutardi 2008 dalam penelitiannya memperoleh pupuk P berpengaruh terhadap kandungan bioaktif seperti alkaloid, saponin,
tanin, fenolik dan glikosida positif kuat sampai positif sangat kuat sekali dengan dosis pupuk P yang diberikan di dataran tinggi
terdiri dari empat taraf yaitu tanpa pupuk P, 100, 200 dan 300 kg SP-36ha. Sehingga dalam hal ini kombinasi umur
panen dan dosis fosfor yang tepat akan menghasilkan simplisia yang mengandung bahan berkhasiat yang optimal. Dengan demikian kandungan kimia dalam
tumbuhan tidak sama sepanjang waktu. Kandungan kimia akan mencapai kadar optimum pada waktu tertentu. Hal ini harus benar-benar diperhatikan untuk
memperoleh suatu senyawa bioaktif yang kita inginkan. Interaksi dari kedua faktor
umur panen dan fosfor memberikan
kandungan madekasosida daun
dan petiol tertinggi terdapat pada kombinasi umur panen 56 HST dan tanpa
pemupukan fosfor.
4.2.6. Pengaruh Interaksi Perlakuan Metil Jasmonat dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Bioaktif Pegagan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan metil jasmonat dan fosfor berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
yaitu luas daun 8 MST, sedangkan pada parameter produksi, interaksi kedua faktor ini berpengaruh nyata terhadap berat basah dan berat kering per plot, berat
basah daun dan petiol, berat kering akar dan sulur dan berat basah sampel. Interaksi kedua perlakuan ini tidak mempengaruhi kandungan bioaktif baik
asiatikosida, madekasosida dan asam asiatik namun mempengaruhi produksi madekasosida daun maupun akar juga produksi asam asiatik pada akar.
Umur pengamatan 8 MST terhadap luas daun, dimana luas daun tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian metil jasmonat 100 µM dan pemupukan
fosfor 36 kg P
2 5
ha J
1
F
3
dapat dilihat pada Tabel 4.9.. Pada Gambar 4.16. hubungan pemberian metil jasmonat dan pemupukan fosfor terhadap luas daun
adalah kubik dan kuadratik positif. Pada bobot basah per plot terbesar terdapat pada perlakuan pemberian metil jasmonat 100 µM dan pemupukan fosfor 18 kg
P
2 5
ha J
1
F
1
± 487,411 g. Bobot kering per plot tertinggi pada perlakuan
pemberian metil jasmonat 100 µM dan pemupukan fosfor 18 kg P
2 5
ha J
1
F
1
±
52,094 g. Umur panen 56 HST menghasilkan bobot basah daun dan petiol maksimum 97 g dengan pemberian metil jasmonat 99,75
µM. Umur panen 70 HST, bobot basah daun dan petiol meningkat dengan pemberian metil jasmonat
200 µM sedangkan pada umur panen 84 HST, bobot basah daun dan petiol menurun dengan pemberian metil jasmonat 200 µM.
Bobot basah daun dan petiol tertinggi pada perlakuan pemberian metil jasmonat 100 µM dan
pemupukan fosfor 18 kg P
2 5
ha J
1
F
1
197,054 g. Bobot kering akar dan sulur
tertinggi pada perlakuan pemberian metil jasmonat 100 µM dan pemupukan fosfor 18 kg P
2 5
ha J
1
F
1
29,046 g.
Universitas Sumatera Utara
Interaksi antara metil jasmonat dan fosfor terdapat pada produksi madekasosida baik daun maupun pada akar tertinggi diperoleh pada pemberian
metil jasmonat 200 µM dan pemberian fosfor 54 kg P
2 5
ha. Bila tanpa pemupukan fosfor, produksi madekasosida akar mencapai produksi maksimum ±
473 mg pada pemberian metil jasmonat 91,25 µM. sedangkan produksi madekasosida daun maksimum yaitu ± 183 mg dengan pemberian metil jasmonat
69,67
µM
dengan tanpa pemberian fosfor. Pemupukan fosfor 18 kg P
2
O
5
ha dan pemberian jasmonat 108,25 µM diperoleh produksi asam asiatik akar maksimal
yaitu ± 61 mg. Dengan demikian diperoleh pola centellosida dalam tanaman pegagan. Produksi bahan aktif yang diinginkan, sangat dipengaruhi oleh
perlakuan yang diberikan baik umur panen, konsentrasi metil jasmonat dan dosis fosfor yang diberikan.
4.2.7. Pengaruh Interaksi Perlakuan Umur Panen, Metil Jasmonat dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Bioaktif Pegagan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan umur panen, metil jasmonat dan fosfor interaksi ketiga faktor perlakuan tidak
berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan, produksi dan kandungan bioaktif pegagan. Jika ditinjau dari produksi bobot segar per plot
bahwa produksi tertinggi diperoleh pada panen 56 HST dengan tanpa pemberian metil jasmonat dan fosfor pada taraf 54 kg P
2
O
5
ha U
1
J F
3
sebesar 432,933 g sedangkan untuk panen 70 HST dengan pemberian metil jasmonat 200 µM dan
fosfor pada taraf 54 kg P
2
O
5
ha U
2
J
2
F
3
, sebesar 633,633 g. Panen 84 HST dengan pemberian metil jasmonat 200 µM dan fosfor pada taraf 36 kg P
2
O
5
ha U
2
J
2
F
2
, produksi bobot segar per plot 663,544 g. Ada efek dari perlakuan terhadap produksi bobot segar per plot walaupun secara statistik tidak nyata.
Universitas Sumatera Utara
Devkota et al. 2010 yang melakukan penelitian terhadap tanaman pegagan liar yang dibudidayakan dari minggu terakhir Oktober 2007 sampai
dengan Mei 2008, memperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.36. berikut. Terdapat rentang variasi yang besar dalam kandungan metabolit sekunder.
Tabel 4.36. Kisaran Konsentrasi Kandungan Metabolit Sekunder dari Bahan Tanaman Pegagan Liar Nepal
Analisis Kisaran konsentrasi µgml
Asam asiatik 4,25
– 100,0 Asiatikosida
5,62 – 140,5
Devkota et al. 2010.
Hasil korelasi umur panen, korelasi metil jasmonat, korelasi fosfor, korelasi umur panen dan metil jasmonat, korelasi umur panen dan fosfor, korelasi
metil jasmonat dan fosfor antar parameter pertumbuhan dan produksi yang nyata dapat dilihat pada Tabel 4. 37. Berdasarkan korelasi bahwa tujuan produksi
Tabel 4.37. Korelasi Antar Parameter yang Signifikan
U J
F UxJ
UxF JxF
PAD r JS, BKAS PAA r KP
KAAA r KAD PAD r BKPP,
BKAS PAA r
BKPP, BKAS
PAA r BBPP,
BKDP, BKAS
PAAD r LD PAAD r
KAAA PAA r BKPP,
BKAS PAA r BKPP
PAA r BBPP, BKPP, BBDP, BKDP,
BBAS,BKAS PAAA r PMD
Keterangan:
PAD : produksi asiatikosida daun
LD : luas daun
PAA : produksi asiatikosida akar
KP : kandungan fosfor jaringan
PMD : produksi madekasosida daun
PAAD : produksi asam asiatik daun
BBPP : bobot basah per plot
BBAS : bobot basah akar dan sulur
KAD : kandungan asiatikosida daun
BBDP : bobot basah daun dan petiol
KAA : kandungan asiatikosida akar
BKAS : bobot kering akar dan sulur
KAAA : kandungan asam asiatik akar BKPP
: bobot kering per plot JS
: jumlah sulur BKDP
: bobot kering daun dan petiol
centellosida yang diinginkan dapat dikaitkan dengan parameter pertumbuhan tertentu. Sebagai contoh pada perlakuan umur panen, meningkatnya jumlah sulur
dan berat kering akar dan sulur akan meningkatkan produksi asiatikosida daun
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pada interaksi umur panen dan jasmonat, berat kering per plot dan berat kering akar dan sulur akan mempengaruhi produksi asiatikosida daun.
Produksi asiatikosida akar akan meningkat dengan meningkatnya berat kering per plot pada perlakuan umur panen, kandungan fosfor pada perlakuan pemberian
metil jasmonat, bobot basah per plot, berat kering per plot, bobot basah daun dan petiol, bobot kering daun dan petiol, bobot basah akar dan sulur dan bobot kering
akar dan sulur pada perlakuan fosfor, berat kering per plot, bobot kering akar dan sulur pada perlakuan interaksi umur panen dan jasmonat, berat kering per
plot, bobot kering akar dan sulur pada perlakuan interaksi umur panen dan fosfor, bobot basah per plot, bobot kering daun dan petiol, bobot kering akar dan
sulur pada perlakuan interaksi jasmonat dan fosfor.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dosis fosfor yang diberikan meningkatkan jumlah daun, luas daun,
jumlah sulur primer, jumlah sulur sekunder 12 MST, tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fosfor pada taraf 36 kg P
2
O
5
ha. Kandungan asiatikosida daun tertinggi terdapat pada pemberian fosfor
54 kg P
2
O
5
ha sedangkan kandungan asam asiatik daun tertinggi terdapat pada pemberian
fosfor 18 kg P
2
O
5
ha. Pemupukan fosfor 13,51 kg P
2 5
ha, produksi asam asiatik daun maksimum yaitu ± 244 mg.
2. Pemberian metil jasmonat
100 µM dan 200 µM menyebabkan penurunan
kadar fosfor jaringan tanaman. 3.
Umur panen yang lebih lama 84 HST maka berat kering per plot, berat kering akar dan sulur akan meningkat. Umur panen mempengaruhi
kandungan bioaktif pegagan, asam asiatik daun dan madekasosida akar. Produksi madekasosida pada daun maupun akar paling tinggi diperoleh
pada umur panen 84 HST. 4.
Terdapat efek interaksi konsentrasi metil jasmonat dan umur panen terhadap bobot basah daun dan petiol
maupun bobot basah akar dan
sulur, kombinasi terbaik untuk produksi biomas adalah tanpa pemberian
metil jasmonat dengan umur panen 84 HST. Kandungan asiatikosida pada
akar dan sulur tertinggi terdapat pada kombinasi pemberian metil
jasmonat 200 µM dengan umur panen 84 HST. Tanpa pemberian dan
pemberian jasmonat 200 µM terjadi peningkatan kandungan asiatikosida
Universitas Sumatera Utara