57 Durbin-Watson Uji DW, dimana kaidah yang digunakan yaitu jika d lebih kecil
dari dL atau lebih besar dari 4-dL maka hipotesis nol diterima, yang berarti terdapat autokorelasi. Dan jika d terletak antara dU dan 4-dU, maka hipotesis
nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi. Namun jika d terletak antara dL dan dU atau diantara 4-dU dan 4-dL, maka tidak menghasilkan kesimpulan
yang pasti. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 14. Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1
.784
a
.615 .606
2.075 2.179
a. Predictors: Constant, pbc, sikap, n.subjek b. Dependent Variable: intensi
Dari tabel menunjukkan bahwa nilai DW 2,179, nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5, jumlah sampel 132 n dan jumlah
variabel independen 3 K=3 maka diperoleh nilai dU 1,736 dan nilai dL 1,613. Nilai DW 2.179 lebih besar dari dU yakni 1,736 dan lebih kecil dari 4-dL 4-
1,613= 2,387, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada penelitian ini.
5. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah terdapat ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
dalam model regresi. Penelitian ini menggunakan uji heteroskedastisitas dengan
Universitas Sumatera Utara
58 metode enter. Heteroskedasitas dapat dilihat dengan cara melihat grafik plot
antara nilai prediksi variabel terikat ZPRED dengan residualnya SPRED. Grafik dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Deteksi ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu X yang telah diprediksi dan sumbu Y adalah residual
Y prediksi-Y sesungguhnya. Dari grafik scatterplot diatas, dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar dan tidak membuat pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini.
Berdasarkan hasil dari kelima uji diatas, diperoleh bahwa penelitian ini memenuhi uji asumsi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini dapat
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan uji parametrik.
Universitas Sumatera Utara
59
3. HASIL UTAMA PENELITIAN
Berikut ini akan dijabarkan tentang hasil pengolahan data mengenai peran sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi
menggunakan jasa klinik kecantikan yang diperoleh dengan teknik analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows.
Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini :
Tabel 15. Hasil Perhitungan Analisis Regresi
ANOVA
b
Model Sum of Squares
Df Mean Square
F Sig.
1 Regression
879.266 3
293.089 68.089 .000
a
Residual 550.976
128 4.305
Total 1430.242
131 a. Predictors: Constant, pbc, sikap, n.subjek
b. Dependent Variable: intensi
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai F = 68,089 dan nilai p = 0.000 dimana nilai p 0.05. Dengan demikian dapat diartikan bahwa variabel
sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control berpengaruh terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Dengan demikian, hipotesis utama
dalam penelitian ini dapat diterima yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama mempengaruhi intensi seseorang dalam
menggunakan jasa klinik kecantikan. Kemudian didapatkan perhitungan koefisien korelasi seperti pada table 16 berikut:
Universitas Sumatera Utara
60
Tabel 16. Hasil Analisis Korelasi
Tabel diatas menunjukkan bahwa variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control berkorelasi dalam taraf sedang sebesar 0,784
terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Hasil analisis regresi pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinan Adjusted R
Square sebesar 0.606 atau 60,6. Hal ini berarti variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memberikan sumbangan efektif sebesar 60,6
terhadap intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Sedangkan sisanya 39,4 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Selanjutnya, koefisien regresi akan digambarkan dalam tabel 17 berikut.
Tabel 17. Koefisien Regresi
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error
Beta 1
Constant 5.091
.603 8.436
.000 sikap
.082 .015
.435 5.487
.000 n.subjektif
.095 .023
.349 4.092
.000 pbc
.038 .021
.112 1.784
.077 a. Dependent Variable: intensi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.784
a
.615 .606
2.075 a. Predictors: Constant, pbc, sikap, n.subjek
Universitas Sumatera Utara
61 Adapun persamaan garis regresi pada penelitian ini adalah Y`=
+
1
X
1
+
2
X
2
+
3
X
3
. Intensi menggunakan jasa klinik kecantikan dilambangkan dengan Y`, sikap X
1
, norma subjektif X
2
, dan perceived behavioral control X
3
. Hasil analisa data pada Tabel 17 yang didasari oleh rumus tersebut, maka persamaan garis regresinya adalah Y`= 5,091 + 0.082X
1
+ 0.095X
2
+ 0.038X
3
. Persamaan garis regresi ini menunjukkan jika tidak ada sikap, norma subjektif,
dan perceived behavioral control maka skor intensi menggunakan jasa klinik kecantikan menguat sebesar 5,091. Koefisien regresi 0.082 pada sikap
menggambarkan setiap penambahan 1 satuan sikap akan meningkatkan intensi sebesar 0.082, yang berarti bahwa sikap berpengaruh secara signifikan terhadap
intensi menggunakan jasa klinik kecantikan. Koefisien regresi 0.095 pada norma subjektif menggambarkan setiap penambahan 1 satuan norma subjektif akan
meningkatkan intensi sebesar 0.095, yang berati bahwa norma subjektif juga berpengaruh secara signifikan terhadap intensi menggunakan jasa klinik
kecantikan. Koefisien regresi 0.038 pada perceived behavioral control menggambarkan setiap penambahan 1 satuan perceived behavioral control akan
meningkatkan intensi sebesar 0.038 yang berarti bahwa perceived behavior control tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi menggunakan jasa
klinik kecantikan. Peran masing-masing variabel independen akan digambarkan pada tabel
berikut.
Universitas Sumatera Utara
62
Tabel 18. Koefisien Variabel
Variabel sikap memiliki r sebesar 0.726, sehingga r
2
=0,527 yang menunjukkan bahwa sikap memiliki pengaruh terhadap intensi sebesar 52,7,
maka pengaruhnya signifikan. Kemudian, variabel norma subjektif memiliki r sebesar 0.718, sehingga r
2
=0.515 yang menunjukkan bahwa norma subjektif memiliki pengaruh terhadap intensi sebesar 51,5 artinya memiliki pengaruh
yang juga signifikan. Kemudian, variabel perceived behavioral control memiliki r sebesar 0, 435, sehingga r
2
= 0,189 yang menunjukan bahwa perceived behavioral control memiliki pengaruh terhadap intensi sebesar 18,9 yang
artinya memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap skala sikap, norma subjektif, dan
perceived behavioral control, terdapat 24 aitem skala yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisa menjadi data penelitian dengan rentang skor 1-5.
Berdasarkan data penelitian, maka hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control disajikan
dalam tabel berikut :
Coefficients
a
Model Sig.
Correlations Zero-order
Partial Part
1 Constant
.000 Sikap
.000 .726
.436 .301
n.subjek .000
.718 .340
.224 Pbc
.077 .435
.156 .098
a. Dependent Variable: intense
Universitas Sumatera Utara
63
Tabel 19. Deskripsi Data Penelitian Intensi, Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavioral Control
Variabel N
Data Hipotetik Data Empirik
Skor Mean
SD Skor
Mean SD
Min Max
Min Max
Sikap 132
4 64
34 10
12 100
46,78 17,554
Norma Subjektif 132
3 48
25 7,5
3 60
27,05 12,165
Perceived Behavioral Control
132 3
48 25
7,5 3
48 25,05
9,870 Intensi
132 4
16 10
2 4
20 12,42
3,304
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mean empirik sikap sebesar 46,78 dengan standar deviasi sebesar 17,554 dan mean hipotetik sebesar 34
dengan standar deviasi sebesar 10. Jika dilihat perbandingan antara mean empirik dengan mean hipotetik pada variabel sikap, maka diperoleh mean empirik lebih
besar daripada mean hipotetik dengan selisih 12,78. Hasil ini menunjukkan bahwa
sikap yang dimiliki subjek penelitian untuk menggunakan jasa klinik kecantikan lebih positif daripada rata-rata sikap pada populasi umumnya.
Untuk variabel norma subjektif, mean empirik sebesar 27,05 dengan standar deviasi sebesar 12,165 dan mean hipotetik sebesar 25 dengan standar
deviasi sebesar 7,5. Perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik menunjukkan mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik dengan selisih
2,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang-orang disekitar subjek penelitian
mendukung subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan dibandingkan dengan orang-orang disekitar populasi pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
64 Untuk variabel perceived behavioral control, mean empirik sebesar 25,05
dengan standar deviasi sebesar 9,870 dan mean hipotetik sebesar 25 dengan standar deviasi sebesar 7,5. Perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik
menunjukkan mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik dengan selisih 0,05.
Hasil ini berarti kontrol kendali yang dimiliki subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan lebih kuat dibandingkan kontrol kendali populasi pada
umumnya. Sementara untuk variabel intensi, mean empirik sebesar 12,42 dengan
standar deviasi sebesar 3,304 dan mean hipotetik sebesar 10 dengan standar deviasi sebesar 2. Hasil menunjukkan bahwa mean empirik memiliki nilai lebih
besar daripada mean hipotetik dengan selisih 1,304. Sehingga dapat dikatakan
bahwa intensi yang dimiliki subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan lebih kuat dibandingkan intensi populasi pada umumnya.
Kategorisasi variabel sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, dan intensi akan dibagi dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah
berdasaran distribusi kurva normal dengan menggunakan rumus deviasi standar Azwar, 2004. Skor akan digolongkan dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang,
dan rendah dengan rumus sebagai berikut : X
≥ M + 1. SD
= Tinggi M
– 1. SD ≤ X M + 1. SD
= Sedang
X M – 1. SD
= Rendah Kategorisasi masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut
.
Universitas Sumatera Utara
65 a.
Kategorisasi Skor Sikap Kategori skor sikap dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Kategorisasi Skor Sikap No.
Skor Kategori
Frekuensi Persentase
1. X ≥44
Positif 66
50 2.
24 ≤ X 44
Netral 54
40,9 3.
X 24 Negatif
12 9,1
Total 132
100,0
Pada skala sikap, mean empirik = 46,78 berada pada kisaran skor tinggi yang berarti hasil analisis menunjukkan bahwa kategori skor subjek berada
pada kategori tinggi ,
yang berarti bahwa sikap terhadap klinik kecantikan positif. Hal ini terlihat dari Tabel 22 di atas yang menunjukkan bahwa terdapat 66 subjek
50 yang memiliki sikap positif untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, 54 subjek 40,9 memiliki sikap netral terhadap perilaku menggunakan jasa klinik
kecantikan, dan 12 subjek 9,1 yang memiliki sikap negatif untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
b. Kategorisasi Skor Norma Subjektif
Kategori skor norma subjektif dapat dilihat pada Tabel 21 .
Tabel 21. Kategorisasi Skor Norma Subjektif No.
Skor Kategori
Frekuensi Persentase
1. X ≥ 32
Kuat 39
29,5 2.
17 ≤ X 32 Sedang
62 47
3. X 17
Lemah 31
23,5 Total
132 100
Universitas Sumatera Utara
66 Pada skala norma subjektif, mean empirik = 27,05 berada pada kisaran
skor sedang, yang berarti hasil analisis menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan orang-orang disekitar subjek penelitian untuk menggunakan jasa klinik
kecantikan tidak berada pada kategori kuat maupun lemah. Hal ini terlihat dari tabel di atas yang menunjukkan bahwa terdapat 39 subjek 29,5 menyatakan
bahwa dorongan yang didapatkan subjek dari orang terdekat untuk menggunakan jasa klinik kecantikan tergolong kuat, 62 subjek 47 menyatakan dorongan
yang didapatkan subjek dari orang terdekat untuk menggunakan jasa klinik kecantikan tergolong sedang, dan 31 subjek 23,5 menyatakan dorongan yang
didapatkan subjek dari orang terdekat untuk menggunakan jasa klinik kecantikan tergolong lemah.
c. Kategorisasi Skor Perceived Behavioral Control PBC
Kategori skor perceived behavioral control PBC dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Kategorisasi Skor Perceived Behavioral Control PBC No.
Skor Kategori
Frekuensi Persentase
1. X ≥32
Kuat 34
25,8 2.
17 ≤ X 32 Sedang
66 50
3. X 17
Lemah 32
24,2 Total
132 100
Pada skala perceived behavioral control, mean empirik = 25,05 berada pada kisaran skor sedang yang berarti hasil analisis menunjukkan bahwa kategori
kekuatan kontrol perilaku yang dimiliki subjek tergolong sedang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
Hal ini terlihat dari tabel di atas yang
Universitas Sumatera Utara
67 menunjukkan bahwa terdapat 34 subjek 25,8 menyatakan bahwa perceived
behavioral control yang dimiliki subjek untuk menggunakan jasa klinik kecantikan dalam kategori kuat, 66 subjek 50 menyatakan bahwa perceived
behavioral control yang dimiliki subjek untuk menggunakan klinik kecantikan dalam kategori sedang, dan 34 subjek 24,2 menyatakan bahwa perceived
behavioral control yang dimiliki subjek untuk menggunakan klinik kecantikan dalam kategori lemah.
d. Kategorisasi Skor Intensi
Kategori skor intensi dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Kategorisasi Skor Intensi No.
Skor Kategori
Frekuensi Persentase
1. X ≥12
Kuat 70
53 2.
8≤ X 12 Sedang
43 32,6
3. X 8
Lemah 19
14,4 Total
132 100
Pada skala intensi, mean empirik = 12,42 berada pada kisaran skor kuat. Hal ini terlihat dari tabel di atas yang menunjukkan bahwa terdapat 70
subjek 53 memiliki intensi yang kuat untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, 43subjek 32,6 memiliki intensi yang sedang untuk menggunakan
jasa klinik kecantikan, dan 19 subjek 14,4 memiliki intensi yang lemah untuk menggunakan jasa klinik kecantikan.
Universitas Sumatera Utara
68
4. PEMBAHASAN 4.4.1. Peran Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavior Control