3.2. Perencanaan Perawatan
Perencanaan didefinisikan sebagai proses pemilihan informasi dan pembuatan asumsi mengenai kondisi masa datang, guna mengembangkan seluruh
lintasan kegiatan. Pengertian perencanaan perawatan adalah suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga sistemequipment dalam proses
perawatannya sampai kondisi dapat diterima. Perencanaan perawatan mengikutsertakan pengembangan dari seluruh lintasan kegiatan yang mencakup
semua kegiatan perawatan, reparasi, dan pekerjaan overhaul. Faktor penunjang keberhasilan perencanaan perawatan akan terkait
dengan: 1.
Ruang lingkup pekerjaan. 2.
Lokasi pekerjaan. 3.
Prioritas pekerjaan. 4.
Metode 5.
Kebutuhan komponen dan material. 6.
Kebutuhan peralatan 7.
Kebutuhan tenaga kerja baik secara kualitas dari skill maupun kuantitasnya.
Kendala yang mungkin muncul dalam perencanaan perawatan dapat disebabkan berbagai aspek seperti komunikasi ketidakjelasan instruksi, kurangnya
informasi maupun berbagai kelambatan, dan ketidakpastian spare parts atau tenaga kerja terampil.
Universitas Sumatera Utara
Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan perawatan umumnya meliputi:
1. Mendefinisikan persoalan dan menetapkan equipment yang akan direncanakan
secara jelas sesuai tujuan dan ketetapankebijaksanaan organisasi perusahaan. 2.
Melakukan pengumpulan informasi data yang berkaitan dengan seluruh kegiatan yang mungkin akan terjadi.
3. Melakukan analisis terhadap berbagai informasi dan data yang telah
dikumpulkan dan mengklasifikasikannya berdasarkan kepentingan. 4.
Menetapkan batasan dari perencanaan perawatan. 5.
Menentukan bebagai alternatif rencana yang mungkin dapat dilakukan, yang kemudian memilihnya untuk kemudian rencana tersebut dipakai.
6. Menyiapkan langkah pelaksanaan secara rinci termasuk penjadwalan.
7. Melakukan pemeriksaan ulang terhadap rencana tersebut sebelum
dilaksanakan.
3.3. Pengklasifikasian Perawatan
Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Planned dan Unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Universitas Sumatera Utara
Maintenance
Planned Maintenance
Unplanned Maintenance
Predictive Maintenance
Preventive Maintenance
Corrective Maintenance
Breakdown Maintenance
Gambar 3.1. Klasifikasi Perawatan
Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga
Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah: 1.
Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance
terbagi atas 2, yaitu: a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu
peralatankomponen yang didesain untuk meningkatkan kehandalan suatu mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak
direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance terbagi atas: 1.
Time based Maintenance Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi
harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Condition based Maintenance
Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari peralatanasset, dengan tujuan untuk
memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan. b.
Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau
dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan.
2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:
a. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan pada mesin tersebut.
b. Breakdown Maintenace, yaitu suatu kegiatan perawatan yang
pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat
signifikan terhadap operasi ataupun produksi.
3.3.1. Preventive MaintenancePerawatan Pencegahan
Preventive maintenance adalah suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu peralatankomponen yang didesain untuk meningkatkan kehandalan mesin
serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang direncanakan
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Kegiatan preventive maintenance dilakukan erat kaitannya dalam hal
menghindari suatu sistem atau peralatan mengalami kerusakan. Pada kenyatannya, kerusakan masih mungkin saja terjadi meskipun telah dilakukan
preventive maintenance. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan preventive maintenance yaitu:
1. Menghindari terjadinya kerusakan
2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan
3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi
Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive maintenance antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi terjadinya perbaikan repairs dan downtime
2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan
3. Meningkatkan kualitas dari produk
4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan
5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik dan keselamatan
6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan yang parah
7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya
8. Meningkatkan kontrol dari peralatan dan mengurangi inventory level
9. Memperbaiki sistem informasi terhadap peralatankomponen
10. Meningkatkan identifikasi dari masalah yang dihadapi
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan perawatan pencegahan preventive maintenance dapat dilakukan pada perusahaan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada mesin
yaitu dengan melihat langkah-langkah berikut
5
a. Mengidentifikasi dan melakukan pemilihan area
ini:
b. Memeriksa frekuensi kerja unit
c. Menjadwalkan penugasan dari perawatan pencegahan preventive
maintenance d.
Mempersiapkan penugasan dari perawatan pencegahan preventive maintenance
e. Menentukan pokok-pokok kebutuhan dari perawatan pencegahan preventive
maintenance f.
Memperluas ruang lingkup program perawatan pencegahan preventive maintenance ke area lain yang membutuhkannya.
3.3.2. Corrective MaintenancePerawatan Perbaikan
Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu
preventive maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen
mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula.
5
Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Reliability for Engineers. New York : Taylor Francis Group, LLC. Hal 153
Universitas Sumatera Utara
Corrective Maintenance di dalam buku “Maintanability, Maintenance and Realibility for Engineers”, diasumsikan bahwa corrective maintenance dapat
dilaksanakan dengan lima langkah berikut
6
1. Mengetahui penyebab kegagalan failure recognition
:
2. Lokasi kegagalan failure location
3. Mendiagnosa peralatan atau unit- unit yang gagal dianogsis within the
equipment or item 4.
Mengganti atau memperbaiki bagian yang gagal failed part replacement orrepair
5. Mengembalikan sistem ke kondisi menjalankan tugasnya kembali system to service
3.3.3. Predictive Maintenance
Predictive Maintenance berfungsi menangani langsung hal-hal yang bersifat mencegah terjadinya kerusakan pada alatfasilitas yang dilakukan dengan
jalan memeriksa alatfasilitas secara teratur dan berkala serta memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil yang dijumpainya selama pemeriksaan. Bagaimana
baiknya suatu mesin yang telah direncanakan, keausan dan kerusakan selama pemakaian, pada umumnya masih dapat terjadi, meskipun demikian laju keausan
ini masih dapat diperkirakan besarnya bila mesinalat dipakai dalam kondisi normal.
6
Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Reliability for Engineers. New York : Taylor Francis Group, LLC. Hal 144
Universitas Sumatera Utara
Predictive maintenance ini juga merupakan suatu teknikcara yang banyak dipakai dalam cara produksi berantai dimana bila ada gangguan darurat sedikit
saja pada sistem produksi tersebut misalnya ada kerusakan pada belt conveyor dapat menyebabkan terhentinya aliran produksi sehingga dapat menimbulkan
kerugian yang cukup besar pada perusahaan yang bersangkutan. Dalam industri yang menggunakan proses kimia, terhentinya aliran sistem proses produksi
beberapa detik saja dapat menimbulkan kerusakan dan bila berhenti beberapa menit saja sudah dapat menimbulkan kerusakan berat yang fatal. Jadi predictive
maintenance merupakan bentuk baru dari planned maintenance dimana penggantian komponensuku cadang dilakukan lebih awal dari waktu terjadinya
kerusakan.
3.4. RCM Reliability Centered Maintenance
7
Reliability Centered Maintenance RCM merupakan sebuah proses teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah
perancangan sistem kehandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Penekanan terbesar pada
Reliability Centered Maintenance RCM adalah menyadari bahwa konsekuensi atau resiko dari kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada karakteristik teknik
itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik
dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang diinginkan penggunanya
7
IAEA.2008.Application of Reliability Centered Maintenance to Optimize Operation and Maintenance in Nuclear Power Plants.
Universitas Sumatera Utara
dalam konteks operasi sekarang present operating.
Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7 pertanyaan utama tentang itemperalatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan
mendasar tersebut adalah: 1.
Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks pada saat ini system function?
2. Bagaimana item peralatan tersebut rusak dalam menjalankan
fungsinya functional failure? 3.
Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut failure mode? 4.
Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan failure effect? 5.
Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi failure consequence? 6.
Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah masing- masing kegagalan tersebut proactive task and task interval?
7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak
berhasil ditemukan? RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan
Preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kehandalan dari peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari
perencanaan dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang efektif. Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah diprediksikan
dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance RCM didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan
terhadap aset yang bersifat fisik dalam konteks operasinya. Secara mendasar,
Universitas Sumatera Utara
metodologi RCM menyadari bahwa semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi
dari peralatan berbeda-beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda- beda juga.
Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya, sehingga
perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan sumber daya
untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang efektif. RCM sangat bergantung pada predictive maintenance tetapi juga menyadari bahwa kegiatan
maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya mahal dan tidak penting terhadap Reliability peralatan lebih baik dilakukan pendekatan reactive maintenance.
Pendekatan RCM dalam melaksanakan program maintenance dominan bersifat Predictive dengan pembagian sebagai berikut:
1. 10 Reactive.
2. 25 - 35 Preventive.
3. 45 - 55 Predictive.
Prinsip-Prinsip RCM, antara lain: 1.
RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu sitemalat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistemalat tersebut
sesuai dengan harapan. 2.
RCM lebih fokus kepada fungsi sistem dari pada suatu komponen tunggal,
Universitas Sumatera Utara
yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama jika suatu komponen mengalami kegagalan.
3. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu sistemequipment
untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan. 4.
RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut.
5. RCM mengutamakan keselamatan safety baru kemudian untuk masalah
ekonomi. 6.
RCM mendefinisikan kegagalan failure sebagai kondisi yang tidak memuaskan unsatisfactory atau tidak memenuhi harapan, sebagai ukurannya
adalah berjalannya fungsi sesuai performance standard yang ditetapkan. 7.
RCM harus memberikan hasil- hasil yang nyatajelas. Tugas yang dikerjakan harus dapat menurunkan jumlah kegagalan failure atau paling tidak
menurunkan tingkat kerusakan akaibat kegagalan.
Tujuan dari RCM adalah: 1.
Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan perawatan yang efektif.
2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada
level-level tertentu dari sistem. 3.
Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.
4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum.
Universitas Sumatera Utara
Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun
keuntungan RCM adalah sebagai berikut: 1.
Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien. 2.
Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak diperlukan.
3. Minimisasi frekuensi overhaul.
4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak.
5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis.
6. Meningkatkan reliability komponen.
7. Menggabungkan root cause analysis.
Adapun kerugian RCM adalah dapat menimbulkan biaya awal yang tinggi untuk training, peralatan dan sebagainya.
3.4.1. Langkah-Langkah Penerapan RCM
Sebelum menerapkan RCM, harus ditentukan terlebih dahulu langkah- langkah yang diperlukan dalam RCM. Adapun langkah-langkah yang diperlukan
dalam RCM dijelaskan dalam bagian berikut:
1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan
pengumpulan informasi.
a. Pemilihan Sistem
Universitas Sumatera Utara
Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua hal yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:
1 Sistem yang akan dilakukan analisis.
Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan memberikan
informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap sistem.
2 Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana
dilakukan pemilihan sistem. Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan proses analisis. Hal ini
disebabkan karena bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk dua sistem atau lebih proses analisis akan sangat luas. Selain itu, proses analisis akan
dilakukan secara terpisah, sehingga dapat lebih mudah untuk menunjukkan setiap karakteristik sistem dari fasilitas mesinperalatan yang dibahas.
b. Pengumpulan Informasi Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan
pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis RCM pada
tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi.
Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pendefinisian Batasan Sistem Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari
kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari
tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya. 3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi
Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus dikembangkan yaitu deskripsi sistem, blok diagram fungsi, dan system work breakdown structure SWBS.
a. Deskripsi Sistem Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui komponen-
komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen- komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi. Sedangkan
informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat dipakai sebagai informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan pemeliharaan
pencegahan. Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian sistem adalah : 1. Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara sistem beroperasinya
yang dipakai sebagai acuan untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di kemudian hari.
2. Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh. 3. Dapat diidentifikasi parameter-parameter yang menyebabkan kegagalan
sistem. b. Blok Diagram Fungsi
Universitas Sumatera Utara
Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan, keluaran dan interaksi antara sub-sub sistem tersebut dapat tergambar
dengan jelas. c. System Work Breakdown Structure SWBS
System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan Program Evaluation and Review Technique PERT oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat DoD. Pada tahap ini akan digambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem.
Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari
subsistemkomponen.
4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi Pada bagian ini, proses analisis lebih difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan
kepada kegagalan peralatan karena kegagalan komponen akan dibahas lebih lanjut di tahapan berikutnya FMEA. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua
atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem.
5. Failure Mode and Effect Analysis FMEA Failure Mode and Effect Analysis FMEA merupakan suatu metode yang
bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen
komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya terhadap kehandalan
Universitas Sumatera Utara
sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level sistem, item-item khusus yang kritis dapat dinilai dan
tindakan-tindakan perbaikan diperlukan untuk memperbaiki desain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode-mode kegagalan yang
kritis. Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number
RPN untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity Keparahan, Occurrence
Frekuensi Kejadian, Detection Deteksi Kegagalan yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan
dengan persamaan sebagai berikut:
RPN = Severity Occurrence Detection
Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang
dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut
adalah : a.
Severity Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak potensial
yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan
terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang sangat
Universitas Sumatera Utara
besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan seperti pada Tabel 3.1. berikut ini:
Tabel 3.1. Tingkatan Severity Rating
Criteria of Severity Effect 10
Tidak berfungsi sama sekali
9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan
8 Kehilangan fungsi utama
7 Pengurangan fungsi utama
6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan
5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan
4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah
3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah
2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah
1 Tidak ada efek
Sumber: Harpco Systems b.
Occurrence Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau
kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai
rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi.
Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Tingkatan Occurence
Sumber: Harpco Systems c.
Detection Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut ini:
Rating Probability of Occurrence
10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan
9
35-50 per 7200 jam penggunaan
8 31-35 per 7200 jam penggunaan
7 26-30 per 7200 jam penggunaan
6 21-25 per 7200 jam penggunaan
5 15-20 per 7200 jam penggunaan
4
11-14 per 7200 jam penggunaan
3 5-10 per 7200 jam penggunaan
2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan
1 Tidak pernah sama sekali
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3. Tingkatan Detection Rating
Detection Design Control 10
Tidak mampu terdeteksi
9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi
8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
1 Pasti terdeteksi
Sumber: Harpco Systems 6. Logic Decision Tree Analysis LTA
Penyusunan Logic Tree Analysis LTA memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan fungsi, kegagalan
fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah
disediakan dalam LTA ini. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam
analisis kekritisan yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi ganguan dalam sistem?
b. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan?
c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin terhenti?
d. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi
dalam 4 kategori, yakni: Kategori A Safety problem
Kategori B Outage problem Kategori C Economic problem
Kategori D Hidden failure Pada Gambar 3.2. dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree
Analysis LTA.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2. Struktur Logic Tree Analysis
8
8
Sumber: RCM-Gateaway to World Class Maintenance Hal. 110
7. Pemilihan Tindakan Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini
akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat
berikut: a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi
kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi.
Universitas Sumatera Utara
b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya.
Pada Gambar 3.3. berikut dapat dilihat Road map pemilihan tindakan dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance RCM.
Tindakan perawatan terbagi menjadi 3 jenis yaitu: 1.
Condition Directed C.D, tindakan yang diambil yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta
memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau
penggantian komponen. 2.
Time Directed T.D, tindakan yang bertujuan untuk melakukan pencegahan langsung terhadap sumber kerusakan yang didasarkan pada waktu atau umur
komponen. 3.
Finding Failure F.F, tindakan yang diambil dengan tujuan untuk menemukan kerusakan peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan
berkala.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3. Road Map Pemilihan Tindakan
9
9
Sumber: RCM-Gateaway to World Class Maintenance Hal. 114
Universitas Sumatera Utara
3.5. Kehandalan Reliability
3.5.1. Definisi Kehandalan Reliability
Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai kehandalan reliability. Selain kehandalan merupakan salah satu
ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga kehandalan digunakan untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan sendiri. Akhir-akhir ini konsep
kehandalan digunakan juga pada berbagai industri, misalnya dalam penetuan interval penggantian komponen mesinspare part.
Ukuran keberhasilan suatu tindakan pemeliharaan maintenance dapat dinyatakan dengan tingkat reliability. Secara umum reliability dapat didefinisikan
sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah
ditentukan
10
1. Probabilitas
. Berdasarkan definisi reliability dibagi atas empat komponen pokok, yaitu :
Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi pengkajian reliability sutau sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif
untuk menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability menyatakan kemungkinan yang bernilai 0-1.
2. Kemampuan yang diharapkan Satisfactory Performance
10
AK Govil, Reliability Engineering New York; Mc Graw Hill Publishing Co; 1983, h. 6
Universitas Sumatera Utara
Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap
unit terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan kemampuan yang diharapkan.
3. Tujuan yang Diinginkan
Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang
konsumen. 4.
Waktu Time Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan
sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi reliability. Waktu yang dipakai adalah MTTF Mean Time to Failure untuk
menentukan waktu kritis dalam pengukuran reliability. 5.
Kondisi Pengoperasian Specified Operating Condition Faktor-faktor lingkungan seperti: getaran vibration, kelembaban humidity,
lokasi geografis yang merupakan kondisi tempat berlangsungnya pengoperasiaan, merupakan hal yang termasuk kedalam komponen ini. Faktor-
faktornya tidak hanya dialamatkan untuk kondisi selama periode waktu tertentu ketika sistem atau produk sedang beroperasi, tetapi juga ketika sistem atau
produk berada di dalam gudang storage atau sedang bergerak trasformed dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran pemenuhan performa dinyatakan dalam sebuah notasi peluang. Pemenuhan performa tersebut bukan bersifat deterministik, sehingga tidak dapat
diketahui dengan pasti terjadi atau tidak. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan peluang dimana sebuah komponen akan sukses atau gagal dalam batasan tertentu
karena tidak mungkin untuk menyatakannya secara pasti.
3.5.2. Konsep Reliability
Dalam teori reliability terdapat empat konsep yang dipakai dalam pengukuran tingkat kehandalan suatu sistem atau produk, yaitu:
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas
11
Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi secara terus- menerus continiuous dan bersifat probabilistik dalam selang waktu 0,
∞. Pengukuran kerusakan dilakukan dengan menggunakan data variabel seperti tinggi, jarak,
jangka waktu. Untuk suatu variabel acak x kontinu didefinisikan berikut: a.
f x ≥0
b. c.
Dimana fungsi fx dinyatakan fungsi kepadatan probabilitas. 2.
Fungsi Distribusi Kumulatif Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan acak, dimana
11
AKS Jardine-AHC Tsang, Maintenance, Replacement and Reliability New York; CRC Press; 2005, h. 19
Universitas Sumatera Utara
variabel acak tidak lebih dari x:
3. Fungsi Kehandalan
Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau umur komponen maka fungsi kehandalan Rt didefinisikan :
RX = PTt T : Waktu operasi dari awal sampai terjadi kerusakan waktu kerusakan dan
fx menyatakan fungsi kepadatan probabilitas, maka fx dx adalah probabilitas dari suatu komponen akan mengalami kerusakan pada interval
ti + ∆ t . Ft dinyatakan sebagai probabilitas kegagalan komponen
sampai waktu ke t, maka:
Maka fungsi kehandalan adalah: Rt =1-PTt
= = 1-Ft
Universitas Sumatera Utara
Fungsi kehandalanRt untuk preventive maintenance dirumuskan sebagai berikut
12
4. Fungsi Laju Kerusakan
: t-nT=1-Ft-nT
Dimana n adalah jumlah pergantian pencegahan yang telah dilakukan sampai kurun waktu t, T adalah interval pergantian komponen, dan Ft adalah
Frekuensi Distribusi Kumulatif Komponen.
Fungsi laju kerusakan didefinisikan sebagai limit dari laju kerusakan dengan panjang interval waktu mendekati nol, maka fungsi laju kerusakan adalah laju
kerusakan sesaat. Rata- rata kerusakan yang terjadi dalam interval waktu t1-t2 dinyatakan. Kerusakan rata-rata dinyatakan sebagai berikut:
Jika disubstitusi t1= t, dan t2= t + h maka akan diperoleh laju kerusakan rata-rata
λ adalah:
=
12
Gunawarman Hartono, Analisis Penerapan Total Preventive Maintenance untuk Meningkatkan Availability dan Reliability pada Mesin Injeksi Melalui Minimisasi Downtime 2003, h. 7
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan persamaan diatas maka fungsi laju kerusakan.
3.5.3. Pola Distribusi Data dalam KehandalanReliability
Pola distribusi data dalam KehandalanReliability antara lain: 1.
Pola Distribusi Weibull Distribusi ini biasa digunakan dalam menggambarkan karakteristik kerusakan
dan kehandalan pada komponen. Fungsi-fungsi dari distribusi Weibull : a. Fungsi Kepadatan Probabilitas
b. Fungsi Distribusi Kumulatif
c. Fungsi Kehandalan
Universitas Sumatera Utara
d. Fungsi Laju Kerusakan
Parameter β disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull weibull slope
, sedangkan parameter α disebut dengan parameter skala atau karakteristik hidup. Bentuk fungsi distribusi weibull bergantung pada parameter bentuknya β,
yaitu: β
1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential dengan laju kerusakan cenderung menurun.
β = 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial dengan
laju kerusakan cenderung konstan. β
1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju kerusakan cenderung meningkat.
2. Pola Distribusi Normal
Distribusi normal Gausian mungkin merupakan distribusi probabilitas yang paling penting baik dalam teori maupun aplikasi statistik. Fungsi-fungsi dari
distribusi Normal : a.
Fungsi Kepadatan Probabilitas
Universitas Sumatera Utara
b. Fungsi Distribusi Kumulatif
c. Fungsi Kehandalan
d. Fungsi Laju Kerusakan
Kosep reliability distribusi normal tergantung pada nilai μ rata-rata dan σ
standar deviasi. 3.
Pola Distribusi Lognormal Distribusi lognormal merupakan distribusi yang berguna untuk
menggambarkan distribusi kerusakan untuk situasi yang bervariasi. Distribusi lognormal banyak digunakan di bidang teknik, khusunya sebagai model untuk
berbagai jenis sifat material dan kelelahan material. Fungsi-fungsi dari distribusi Lognormal :
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas
b. Fungsi Distribusi Kumulatif
Universitas Sumatera Utara
c. Fungsi Kehandalan Rt=1
− F t
d. Fungsi Laju Kerusakan ht=
Konsep reliability distribusi Lognormal tergantung pada nilai μ rata-rata dan
σ standar deviasi.
4. Pola Distribusi Eksponensial
Distribusi eksponensial sering digunakan dalam berbagai bidang, terutama dalam teori kehandalan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya data
kerusakan mempunyai perilaku yang dapat dicerminkan oleh distribusi eksponensial. Distribusi eksponensial akan tergantung pada nilai λ, yaitu laju
kegagalan konstan. Fungsi-fungsi dari distribusi Eksponensial: a.
Fungsi Kepadatan Probabilitas
b. Fungsi Distribusi Kumulatif Ft=1
−e
−λt
Universitas Sumatera Utara
c. Fungsi Kehandalan
Rt= e
−λt
d. Fungsi Laju Kerusakan
ht= λ
5. Pola Distribusi Gamma
Distribusi Gamma memiliki karakter yang hampir mirip dengan distribusi Weibull dengan shape parameter
β dan scale parameter α. Dengan memvariasikan nilai kedua parameter tersebut maka ada banyak jenis sebaran
data yang dapat diwakili oleh distribusi Gamma. Fungsi-fungsi dari distribusi Gamma :
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas
2. Fungsi Distribusi Kumulatif
3. Fungsi Kehandalan Rt=1
− F t
4. Fungsi Laju Kerusakan
Universitas Sumatera Utara
Ada dua kasus khusus berkaitan dengan distribusi gamma. Kasus yang pertama saat β = 1 dan yang kedua β = integer, maka saat:
3.6. Uji Kolmogorov-Smirnov
Dalam menganalisis kesesuaian data dapat dimanfaatkan Uji Goodness of fit kesesuaian antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang
diharapkan. Alternatif dari uji goodness of fit yang dikemukakan oleh A. Kolmogorov dan N.V.Smirnov dua matematikawan yang berasal dari Rusia,
adalah Kolmogorov–Smirnov, yang beranggapan bahwa distribusi variabel yang sedang diuji bersifat kontinu dan sampel diambil dari populasi sederhana. Dengan
demikian uji ini hanya dapat digunakan bila variabel yang diukur paling sedikit
dalam skala ordinal.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian relatif dari uji kesesuaian Kolmogorov–Smirnov dibandingkan dengan uji kesesuaian Chi-Kuadrat, yaitu:
1. Data dalam uji Kolmogorov–Smirnov tidak perlu dilakukan kategorisasi.
Dengan demikian semua informasi hasil pengamatan terpakai. 2.
Uji Kolmogorov–Smirnov bisa dipakai untuk semua ukuran sampel, sedang uji Chi-Kuadrat membutuhkan ukuran sampel minimum tertentu.
3. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak bisa dipakai untuk memperkirakan parameter
Universitas Sumatera Utara
populasi. Sebaliknya uji Chi-Kuadrat bisa digunakan untuk memperkirakan parameter populasi dengan cara mengurangi derajat bebas sebanyak parameter
yang diperkirakan. 4.
Uji Kolmogorov–Smirnov memakai asumsi bahwa distribusi populasi teoritis bersifat kontinu.
Langkah–langkah uji Kolmogorov–Smirnov sebagai berikut: 1.
Susun frekuensi-frekuensi berurutan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. 2.
Susun frekuensi kumulatif dari nilai-nilai teramati itu. 3.
Konversikan frekuensi kumulatif itu ke dalam probabilitas, yaitu ke dalam fungsi distribusi frekuensi kumulatif fsx.
4. Carilah probabilitas luas area kumulatif untuk setiap nilai teramati. Hasilnya
ialah apa yang kita sebut Ftxi. 5.
Susun Fsx berdampingan dengan Ftx. Hitung selisih absolut antara Fsxi dan Ftxi pada masing-masing nilai teramati.
6. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fsxi dan
Ftxi yang juga disebut deviasi maksimum D, ditulis sebagai berikut: D =
│F
s
x
i
– F
t
x
i
│maks, I = 1,2,…..N
Prinsip dari uji Kolmogorov–Smirnov ialah menghitung selisih absolut antara fungsi distribusi frekuensi kumulatif sampel Fsx dan fungsi distribusi
frekuensi kumulatif teoritis Ftx pada masing-masing interval kelas. Hipotesis yang diuji dinyatakan sebagai berikut, yaitu:
Ho : Fx = Ftx untuk semua x dari −∼sampai + ∼
Universitas Sumatera Utara
Hi : Fx ≠ Ftx untuk paling sedikit sebuah x
Dengan Fx adalah fungsi distribusi frekuensi kumulatif populasi pengamatan. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fsxi dan
Ftx yang kita sebut deviasi maksimum D. Statistik D ditulis sebagai berikut: D = F x
s
– F x
t
maks, i = 1,2,…n Nilai D kemudian dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel distribusi
pengambilan sebagian data, pada ukuran sampel n dan tingkat kemaknaan α. Ho
ditolak bila nilai teramati maksimum D lebih besar atau sama dengan nilai kritis D maksimum. Dengan penolakan Ho berarti distribusi teoritis berbeda secara
bermakna. Sebaliknya dengan menolak Ho berarti terdapat perbedaan bermakna antara distribusi teramati dan distribusi teoritis.
3.7. Interval Penggantian Komponen dengan Total Minimum Downtime