SANKSI BUGHAT DAN MAKAR MENURUT PERSPEKTIF PENUTUP

tidak benar. 4 c. Pendapat Syafi’iyah Ulama Syafi’iyah mendefinisikan bughat sebagai orang-orang Islam yang melawan imam pemimpin tertinggi dengan cara keluar darinya, tidak mau tunduk, menghalangi hak yang diarahkan kepada mereka, dan mereka ini memiliki kekuatan, alasan, serta orang yang mereka taati. Definisi lainnya adalah orang yang keluar dari ketaatan dengan alasan yang salah, namun belum dipastikan salahnya. Syaratnya, mereka mempunyai banyak kekuatan dan ada pemimpin yang mereka patuhi. Dengan demikian, pemberontakan dalam pandangan ulama Syafi’iyah adalah keluarnya sekelompok orang yang mempunyai kekuatan dan pemimpin yang ditaati dari imam dengan alasan takwil yang salah. 5 Dengan pernyataan yang sedikit berbeda, Imam Al-Nawawi berpendapat sebagai berikut; Pemberontak, menurut fuqaha, ialah seseorang yang menentang penguasa. Orang tersebut keluar dari ketundukan dengan cara menolak melakukan kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia lakukan dengan cara lainnya. 6 d. Ulama Hanabilah Ulama Hanabilah mendefinisikan bughat sebagai orang-orang 4 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 110 5 Abdul Al-Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad’iy, h. 234 6 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013, Cet I, h. 61 yang keluar dari imam meski imam tersebut tidak adil sekalipun dengan alasan yang layak dan mereka mempunyai kekuatan walaupun diantara mereka tidak ada orang yang dipatuhi. 7 e. Ulama Zahiriyah dan Syi’ah Zaidiyah Ulama Zahiriyah dan Syi’ah Zaidiyah mendefinisikan pemberontak sebagai orang yang menganggap dirinya benar, sedangkan imam adalah salah, ia memerangi dan menuntut imam, ia memiliki kelompok atau kekuatan, atau melakukan apa yang diperintahkan untuk imam. Jadi, pemberontak adalah orang yang keluar dari imam yang sah yang berasal dari kelompok yang memiliki kekuatan. 8 Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ulama, terdapat adanya perbedaan dan persamaan dalam memberikan pandangan mengenai bughat. Dari segi perbedaan, definisi diantara beberapa madzhab fikih disebabkan perbedaan syarat yang wajib dipenuhi oleh bughat. Perbedaan tersebut tidak terletak pada unsur-unsur pemberontakan yang mendasar. Para fukaha madzhab-madzhab ini mencoba mengumpulkan definisi dengan definisi yang mengandung unsur-unsur dan syarat-syarat tindak pidana pemberontakan agar definisinya bisa bersifat jami’ komprehensif dan mani’ mencegah pengertian lain masuk kedalam esensi pengertian yang dimaksud. 9 7 Abdul Al-Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad’iy, h. 234 8 Abdul Al-Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad’iy, h. 234-235 9 Abdul Al-Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad’iy, h. 235