Dasar Hukum Bughat TINJAUAN UMUM TEORI TENTANG

36

BAB III MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Pengertian dan Sejarah Makar

Definisi makar dilihat dari Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah akal buruk, tipu muslihat atau perbuatan dengan maksud hendak membunuh orang. 1 Makar juga bisa diartikan sebagai perbuatan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah kudeta. 2 Makar b erasal dari kata “aanslag” bahasa Belanda, yang menurut arti harfiah adalah penyerangan atau serangan. Istilah aanslag ini juga terdapat dalam KUHP yakni pada Pasal-Pasal 87, 104, 105, 106, 107, 130, 139a, 139b, 140. Pasal 105 dan 130 dianggap tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal VIII, butir 13. Namun makar yang dimuat dalam Pasal 139a, 139b dan 140 KUHP tidak masuk dalam bab mengenai kejahatan terhadap keamanan negara, melainkan masuk dalam kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat dan wakilnya. 3 Dalam pembendaharaan hukum pidana “aanslag” telah lazim diterjemahkan dengan makar. 4 Pengertian makar terdapat pada Pasal 107 KUHP, dimana redaksi aslinya ialah: 1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 623 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi ke I, h. 618 3 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet I, h. 7 4 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 7 “De aanslag ondernomen men het oogmerk om omventelingteweeg tebrengen, wordt gestraf met gevangenisstraf van ten hoogste vifftien jaren ”. 5 Engelbrecht menterjemahkan Pasal tersebut dengan: “Makar yang dilakukan dengan maksud untuk meruntuhkan pemerintahan, dihukum dengan hukuman penjara selama- lamanya lima belas tahun”. 6 Terjemahan Engelbrecht tersebut dapat diketahui bahwa terjemahan kata aanslag itu sama dengan kata “makar”. 7 Sedangkan Wiryono Prodjodikoro menggunakan terjemahan kata makar sebagai kata aanslag yang menurut beliau berarti serangan. 8 Mengenai istilah makar dalam KUHP sendiri dimulai penafsiran secara khusus dapat ditemui dalam Pasal 87 KUHP, yang berbunyi: “Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti yang dimaksud dengan Pasal 53 KUHP.” 9 Nyatalah bahwa sebenarnya makar itu sendiri adalah suatu pengertian khusus yang berhubungan erat dengan syarat-syarat yang ada dalam hal untuk dapat dipidananya suatu percobaan melakukan kejahatan sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 53 KUHP ayat 1, 10 yaitu: 5 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15 6 Engelbrecht, Kitab Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Republik Indonesia, tahun 1960, h. 1402, dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15 7 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15 8 Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: PT. Eresco, 1980, h. 187 9 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 16 10 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8 “Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.” 11 Menurut Pasal 53 ayat 1 KUHP ada tiga syaratnya yang harus ada agar seseorang dapat dipidana melakukan percobaan kejahatan, yaitu: a. Niat. b. Permulaan pelaksanaan. c. Pelaksanaannya itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya. 12 Maksud sebenarnya dari Pasal 53 1 KUHP itu agar pembuat dader yang belum selesai mewujudkan kejahatan juga dapat dipidana, yakni dengan ketentuan bahwa pidana yang dapat dijatuhkan kepada si pembuat yang tidak selesai itu setinggi-tingginya ialah pidana yang ditetapkan pada kejahatan itu dikurangi sepertiganya. Mengapa harus dikurangi sepertiga dari ancaman maksimumnya? Karena menurut pembentuk Undang-Undang percobaan kejahatan itu belum berupa penyeranganpelanggaran terhadap kepentingan hukum yang dilindungi, akan tetapi telah membahayakan terhadap kepentingan hukum yang dilindungi Undang-Undang. Nyatalah pula bahwa pertanggungjawaban pidana bagi pelaku percobaan itu lebih ringan dari pada pertanggungjawaban pidana pada kejahatan yang telah selesai. 13 Jika dihubungkan dengan syarat untuk dapat dipidananya, percobaan melakukan kejahatan yang dirumuskan Pasal 53 KUHP, maka jelaslah bahwa 11 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 26 12 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8 13 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8-9