Pembangkangan Dilakukan Dengan Menggunakan Kekuatan.

Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka dapat dianggap sebagai pemberontak, karena mereka berkumpul bersama dan merencanakan penyerangan. Hal itu cukup untuk dijadikan indikasi akan adanya jarimah al-baghyu, walaupun tidak bersikap demonstratif dengan menggunakan senjata. Demikian pula pendapat Syi’ah Zaidiyah. 47 Perbedaan pandangan dalam masalah ini terletak pada tolak ukur dan kapan sikap pembangkangan sebuah kelompok dapat dianggap sebagai pemberontakan. Namun demikian, para ulama tetap sepakat bahwa para pemberontak tidak boleh buru-buru disergap dan dibunuh, jika mereka tidak melancarkan aksinya terlebih dahulu. 48

3. Adanya Niat Melawan Hukum

Untuk terwujudnya tindak pidana pemberontakan, disyaratkan adanya niat yang melawan hukum dari mereka yang membangkang. Unsur ini terpenuhi apabila seseorang bermaksud menggunakan kekuatan untuk menjatuhkan imam atau tidak menaatinya. Apabila tidak ada maksud untuk keluar dari imam, atau tidak ada maksud untuk menggunakan kekuatan maka perbuatan pembangkangan itu belum dikategorikan sebagai pemberontakan. Untuk bisa dianggap keluar dari imam, disyaratkan bahwa pelaku bermaksud untuk mencopot menggulingkan imam, atau tidak menaatinya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiban yang dibebankan kepada syara’. Dengan demikian, apabila niat atau tujuan 47 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 70 48 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 70 pembangkangannya itu untuk menolak kemaksiatan, pelaku tidak dianggap sebagai pemberontak. Apabila seseorang pembangkang melakukan jarimah-jarimah sebelum mughalabah penggunaan َkekuatan atau setelah selesainya pemberontakan maka disini tidak diperlukan adanya niat untuk memberontak, karena dalam hal ini ia tidak dihukum sebagai pemberontak, melainkan sebagai jarimah biasa. 49

C. Dasar Hukum Bughat

Telah disebutkan sebelumnya bahwa bughat adalah sekelompok orang yang tidak taat lagi kepada pemimpin dan berusaha menggulingkan pemerintahan yang sah. Hal ini menunjukan bahwa konflik yang terjadi adalah konflik vertikal yang terjadi antara rakyat dan penguasa pemimpin. Di dalam Al- Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan mengenai keharusan kita taat terhadap pemimpin. Namun, perlu diingat bahwa taat disini bukan berarti taat kepada kemaksiatan. Ayat Al- Qur’an yang dimaksud adalah ayat yang terdapat dalam Q.S. An-Nisaa ayat 59: ا. هُأ3ٰ .ي ْ ْ2ي0 ذَ ٱ ْ.ْ ْ2ي0طٱْ2إ3و .مإ. ْ2إوع ْ.ذل ٱ ْ ْ2ي0طٱ. ْ2إوع ْ.لو سذرل ٱ ْ ْ 0ِ 2ٱ. ْ0رۡم ۡۡ ٱ ْ ْ20م ْ2ن ِ ا.فْۖۡ ُ ْ ْ .ٰ ِ إْه ر.فْ ٖ ۡ .َْ 0ِْۡ ُۡع.زٰ .ن.ó ْ0ذل ٱ ْ ْ. ْ2و سذرل ٱ ْ0ل ْ ْ2ن ِ إ ْ ْ2نك ْ2و 0مۡؤóْۡ ُ ْ0بْ .ن ْ0ذل أ ْْ. ْ0ۡو.يۡل ٱ ْ ْه0ر0خ34 ۡۡ ٱ ْ ْذْ ٞۡۡ.خْ . 0ِٰ. ْ.سۡحٱ ْْ ْ2ي0ۡ4أ.ó ْ اً Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul- Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah Alquran dan Rasul- Nya sunnahnya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. ” Q.S. An-Nisaa: 59 Mengingat perbuatan bughat ini adalah kejahatan yang dilarang dalam Islam, Rasulullah SAW bersabda mengenai hal ini: 49 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 116 ْذلإْ . 0ِ .رْ 0 2بإْ 2 .ع. ْ ْ2َ.ع ْذلإْ .َ .صْ 01 0بذنلإْ 0 .عْا. ْ ْ.قْ .ذّ .س.ْ 0 2ي.ل.ع ْ0مٱْ 2 0مْٱ.رْ 2 .مْ:.لا ْ2ي .شْ 0 0 2ۡ ْ .ر2 .يْااå ْ ذ ِ ا.فْ, .ۡ 0ص.ي2ل.ف ّسمْ إرْ ñذي0ل0 ا.جْñ.ت2ي0 .فْ .تا. .فْإا 2ۡ 0شْ.ñ.عا. .ج2لإْ .ق.را.ف2 .م 50 ْ Artinya: “Dari Ibn Abbas r.a Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang merasa benci terhadap pemimpinnya maka bersabarlah terhadapnya, apabila memisahkan diri dari jama’ah penguasa yang direstui rakyat, maka orang tersebut bila mati, matinya tergolong mati dalam keadaan jahiliyyah” ْ. شْ 2بإْ.ñ.ج.ف2ر.عْ 2 .ع. ْذلإْ .َ .صْ0 ذلإْلو س.رْ ò2ع0 .َْ.لا.قْ:-ح2ي ْ ْ.ذّ .س.ْ0 2ي.ل.ع ْ2مٱ.ْ2 ُ .َٱْ 2 .مْلوق.يْ ْر ْ ع2ي0 .َْ2 ُ ْ ْ .َ.ع ْ.ق01ر.فهيْ 2نٱْد2ي0ريْ-لج.ر ْ ّسمْ إرْ 2ولت2قا.فْ2 ُ.ت.عا. .َ 51 ْ Artinya: “Dari A’fazah ibn Suraihin: Rasulullah SAW bersabda: „Siapa yang mendatangi kalian dalam keadaan kalian telah berkumpulbersatu dalam satu kepemimpinan kemudian dia ingin memecahkan persatuan kalian atau ingin memecah belah jamaah kalian, maka perangilahbunuhlah orang tersebut’. 50 Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughu al-Maram, Beirut: Pustaka Daru Ihya al-Kutub al- Arabiyah, 775 H-825 H, hal. 253 51 Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani Al-Shan’ani, Subul Al-Salam, Indonesia, Dahlan, jilid IV, h. 254, dikutip dari M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 72