Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

ketaatan ini untuk menjaga kelangsungan sistem sosial agar tidak terjadi anarki. Kalau ingin melakukan perbaikan, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa untuk membangun sebuah bangunan, tidak perlu merobohkan sebuah kota. 6 Imam Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan sebagian ulama Malikiyah mengatakan bahwa orang yang melawan imam adalah pemberontak meskipun pemberontakan itu didasarkan atas kebenaran, baik ia salah maupun benar. Melawan imam bukan cara yang tepat untuk menegakkan kebenaran dan meluruskan kesalahan. Apa yang mereka lakukan bisa mengakibatkan kerusakan dan meruntuhkan kehidupan bernegara. Selain itu memberontak terhadap orang yang sah kepemimpinannya adalah haram sebab imam yang kepemimpinannya diakui harus ditaati. 7 Dalam sebabnya, bughat disebabkan tidak lepas dari tiga pra kondisi: Pertama; bughat disebabkan hanya sebatas masalah akses politik dan ekonomi yang diikuti oleh nafsu untuk berkuasa dengan cara menyingkirkan pemerintah yang sah. 8 Kedua, bughat disebabkan karena persoalan ketidaksepakatan ide atau implementasinya dalam proses pemerintahan. Dan yang ketiga, bughat tidak bisa dilepaskan karena pemerintah yang melakukan tindakan represif dan dzalim kepada rakyat. Dalam konteks ini bughat menjadi sangat berdekatan dengan aktivitas amar ma’ruf nahyi munkar, artinya 6 http:m.nu.or.idBughat-.phpx. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015 7 Abdul Al-Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad’iy, Penerjemah Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007, h. 245 8 www.pandanganislammengenaiseparatisme.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015 menjalankan aktivitas bughat menjadi kewajiban masyarakat. 9 Namun tetap saja, apabila melihat pada apa yang ditimbulkan oleh bughat selepas pemberontakan itu dilakukan, maka pemberontakan itu merupakan kejahatan politik yang sangat meresahkan. Sebab, kejahatan semacam ini dapat menghancurkan persatuan kaum muslimin, menyalakan api fitnah dan segala efek negatifnya mulai dari pertumpahan darah, menghancurkan bangunan negara, menebarkan teror dan penyelewengan hak. 10 Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum rechtsstaat dan bukan negara atas kekuasaan machtsstaat, maka kedudukan hukum harus ditempatkan di atas segala-segalanya. Setiap perbuatan harus sesuai dengan aturan hukum tanpa terkecuali. 11 Penerapan hukum di Indonesia tentunya dengan cara-cara yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, harkat dan martabat manusia, dan hak asasi manusia secara bijaksana dan adil kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa melihat golongan, etnis, ras, warna kulit maupun jabatan tertentu. Berbagai macam peristiwa dan kejadian nasional telah mewarnai sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tiga ratus lima puluh tahun bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing Belanda dan didalam masa perjanjian 9 http:asysyariah.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015 10 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al- Qur’an dan Hadist, penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Jakarta: Almahira, 2010, Cet. I, h. 245 11 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, h. 55 terselip pula bangsa-bangsa lain yang ikut berusaha untuk memiliki negeri ini. Tercatatlah bangsa Jepang dan Inggris, dan selama itu pula bangsa Indonesia berjuang untuk mengusirnya yang pada akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia mengucapkan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. 12 Perjuangan bangsa Indonesia tidak cukup sampai disitu saja, banyak peristiwa yang mewarnai sejarah bangsa Indonesia, seperti pada tanggal 18 September 1948 gerakan Partai Komunis Indonesia PKI secara terbuka dan secara resmi mengadakan perebutan resmi terhadap kekuasaan Republik Indonesia. 13 Menyusul kemudian pada tanggal 25 April 1950 Maluku Selatan yang memproklamasikan dirinya sebagai negara yang merdeka. 14 Kemudian menyusul peristiwa penembakan atas Presiden Republik Indonesia Bung Karno yaitu yang terjadi pada tanggal 30 November 1957, yang dikenal dengan peristiwa Cikini. 15 Lalu PRRI Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia yang berdiri di Sumatera pada tanggal 15 Februari 1958, dan di bagian lain di negara Indonesia yaitu di Sulawesi berdiri pula Perjuangan Semesta PERMESTA. 16 Kemudian, peristiwa yang tidak kalah pentingnya 12 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, h. 9 13 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 9 14 Jusuf Abdullah Puar, Peristiwa Republik Maluku Selatan, Jakarta: Bulan Bintang, 1956, h. 33, dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10 15 Peristiwa Cikini, Jawatan Penerangan Provinsi Aceh, 1967, h. 17, dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10 16 Peristiwa PRRI di Sumatra Barat, Khusus Kementrian Penerangan RI, 1962, h. 16. dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10 yaitu yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 yang dikenal dengan Pemberontakan G30.SPKI. Peristiwa-peristiwa tersebut pada dasarnya merupakan perebutan kekuasaan pemerintah yang sah dalam kekuasaanya. Adapun latar belakangnya adalah berbeda-beda tidak puas terhadap pemerintah Republik Indonesia, dendam dan sebagainya. Sesuai dengan rumusan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana perbuatan-perbuatan tersebut diatas disebut dengan makar. 17 Makar adalah akal buruk, tipu muslihat atau perbuatan dengan maksud hendak membunuh orang. 18 Jika dilihat mengenai penjelasan makar ini, maka pengaturan beserta sanksinya ada dalam rumusan KUHP Buku II Bab I yang diantaranya terdapat dalam Pasal berikut ini: Pasal 104 KUHP, bunyi rumusannya, ialah: “Makar dengan maksud untuk menghilangkan nyawa, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. ” 19 Pasal 106 KUHP, bunyi rumusannya, ialah: “Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ketangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. ” 20 17 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10 18 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, diolah kembali oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976, h. 623 19 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2011, Cet. 17, h. 44 20 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 44 Pasal 107 KUHP, bunyi rumusannya, ialah: 1 Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 2 Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. 21 Tindak pidana makar dan bughat baik menurut hukum positif maupun hukum pidana Islam adalah merupakan bentuk kejahatan yang sangat berbahaya dan juga dikategorikan sebagai kejahatan politik yang memiliki ciri motif dan tujuan yang berbeda dari kejahatan biasa serta diancam dengan sanksi pidana yang berat. Karena tindak pidana makar dan bughat ini pada dasarnya adalah konflik vertikal yang terjadi antara rakyat dan pihak penguasa negara, maka demi menciptakan hubungan yang harmonis antara rakyat dan pihak penguasa, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara harus dapat melaksanakan pemerintahan yang mengedepankan prinsip-prinsip demokratis, good goverment, melakukan pembangunan yang merata bagi seluruh daerah, serta menanamkan rasa nasionalisme kebangsaan dan persatuan melalui pendidikan bagi seluruh warga negara, dan rakyat sendiri juga harus dapat memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Mengingat diperlukan transfer “bahasa” syari’at Islam yang terdapat dalam Al- Qur’an, Al-Hadist, dan kitab-kitab Fiqh kedalam bahasa Undang- Undang itu bukan pekerjaan mudah, dan juga bahasa merupakan bagian dari budaya tertentu dan corak bahasa hukum atau bahasa Undang-Undang berbeda dengan bahasa kitab kuning. Maka dari itu membutuhkan kerja sama yang luar biasa dari para pakar hukum umum dan para pakar hukum Islam untuk 21 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45 menyamakan bahasa. Sebagai contoh, kata “makar” dan “subversi” atau “bughat” tidak bisa disamakan begitu saja tanpa melewati proses transfer bahasa. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF ”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Masalah yang berkaitan dengan bughat dan makar dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, karena merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Maka penulis membatasi dan merumuskan masalah mengenai bughat dan makar ini. Adapun masalah pokok penelitiannya sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai bughat dan pandangan hukum positif di Indonesia terhadap makar? 2. Bagaimanakah bentuk sanksi hukum yang dapat dijatuhkan dalam hukum Islam kepada bughat dan dalam hukum positif terhadap makar di Indonesia? 3. Apakah perbedaan dan persamaan bughat dan makar menurut perspektif hukum Islam dan hukum positif?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Maksud dan tujuan yang penulis rumuskan berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah yang telah dilakukan adalah: 1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai bughat dan pandangan hukum positif di Indonesia terhadap makar. 2. Untuk mengetahui bentuk sanksi hukum yang dapat dijatuhkan dalam hukum Islam kepada bughat dan dalam hukum positif terhadap makar di Indonesia. 3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan bughat dan makar menurut perspektif hukum Islam dan hukum positif. Sedangkan manfaat penelitian ini sebagai berikut: 1. Sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kesarjanaan Program Studi Siyasah Syar’iah. 2. Sebagai sumbangan pemikiran dan sekaligus pengembangan keilmuan dibidang Fiqh Siyasah dalam konteks Ketatanegaraan Islam. 3. Menambah wacana ilmu pengetahuan mengenai bughat dan makar dalam Fiqh Siyasah maupun undang-undang.

D. Tinjauan Pustaka

Sejumlah penelitian tentang topik bughat dan makar yang telah dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik sumber data yang diperoleh, isu, maupun yang menyinggung secara umum. Berikut beberapa tinjauan umum atas bagian karya-karya penelitian mengenai bughat dan makar. Karya ilmiah yang pertama adalah skripsi yang berjudul “Konsep Bughat Dalam Perspektif Politik Islam Studi Kasus Terhadap G 30S PKI” yang ditulis oleh Iyan Fitriyana pada tahun 2012 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Syarif Hidayatullah. Secara umum menjelaskan bagaimana konsep bughat menurut politik Islam dan relevansinya terhadap kasus G 30SPKI. Tinjauan yang kedua adalah buku yang digunakan penulis yaitu “Tindak Pidana Makar Menurut KUHP yang ditulis oleh Djoko Prakoso. Dalam buku ini menjelaskan tentang tindak pidana makar. Buku ini menyajikan penjelasan yang sangat menarik, dan juga banyak dijadikan sebagai sumber dalam penelitian yang berhubungan dengan pidana makar. Karya ilmiah yang ketiga adalah skripsi yang berjudul “Kriteria Thagut Dan Bughat Dalam Al- Qur’an: Tafsir Tematik Atas Upaya Penyelesaian Penyimpangan Kekuasaan D i Indonesia” yang ditulis oleh Rapikul Ihsan pada tahun 2012 Fakultas Ushuludin UIN Jakarta Syarif Hidayatullah. Secara umum menjelaskan mengenai bagaimana pandangan dalam Al- Qur’an tentang pemimpin yang tidak amanat dan mengenai kriteria dari bughat itu sendiri. Keempat adalah buku yang berjudul Ensiklopedi Hukum Pidana Islam yang ditulis oleh Abdul Qadir Audah. Buku yang berjumlah beberapa jilid ini banyak sekali menjelaskan apa yang menjadi kajian penulis dalam penulisan skripsi ini, seperti pengertian bughat, pendapat para fukaha maupun penjelasan yang menyangkut dengan ketentuan hukum pidana Islam terkait masalah seputar bughat.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam penulisan skripsi ini, karena metode penelitian ini dapat menentukan langkah-langkah dari suatu penulisan. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan Library Research yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang