tindakan itu tidak diambil karena waktunya demikian kritis. Karena pada saat itu Madinah akan kekosongan orang dan akan menjadi sebuah kota
tanpa pertahanan ketika suku-suku pembangkang yang ada bergerak untuk merebut kota itu. Para pimpinan umat Islam mengusulkan sebuah
kebijakan yang lunak dan menyarankan agar menempuh jalan kompromi dan konsiliasi. Namun, dengan tegas dia menampik konsiliasi dengan para
pemberontak yang mengepung kota.
20
Dengan tanpa ragu dan penuh semangat dia menghancukan semua suku yang dengan sengaja memberontak dan membalas serangan
mereka dengan serangan yang setimpal. Yang akhirnya kemenangan diraih pihak kaum Muslimin.
21
2. Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, tidak ditemukan adanya sebuah pemberontakan yang dilakukan terhadap pemerintahan Khalifah
Umar. Karena tidak adanya ancaman dari tindakan pemberontakan, maka Khalifah memfokuskan pada usaha-usaha penaklukan ke berbagai wilayah
luar kota Madinah. Pada masa ini, Khalifah Umar telah mampu menciptakan
sebuah “imperium” besar bagi pemerintahan Islam dan juga tentunya untuk menyebarluaskan agama Islam.
3. Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Ibunya adalah
sepupu Rasulullah SAW. Sedangkan ayahnya adalah seorang pedagang
20
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 135
21
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 136
yang sukses dan terpandang, dia meninggalkan harta warisan yang sangat banyak. Utsman pun adalah seorang pedagang bisnis yang cerdik, ia
kembangkan harta warisan yang diterima dari ayahnya itu menjadi semakin banyak.
22
Utsman menggunakan kekayaan dan hartanya untuk kepentingan agama yang dia peluk. Pada saat hijrah ke Madinah, dia membeli sebuah
sumur untuk kaum Muslimin yang saat itu masih belum bisa mengambil air yang bersih dan tawar. Pada saat ada panggilan jihad ke Tabuk, dan
rakyat diminta agar mengumpulkan dana untuk mempersenjatai pasukan perang, Utsman mengeluarkan seribu keping emas, seribu unta, enam
puluh kuda dan berbagai peralatan perang lainnya untuk kepentingan sepertiga dari jumlah tentara.
23
Namun, sepertinya kebaikan dan kedermawanan Utsman bin Affan tidak sepenuhnya dapat memuaskan sebagian kaum Muslimin.
Perasaan tidak senang dan tidak puas terhadap kebijakan-kebijakan dalam pemerintahan Utsman telah melahirkan sebuah kelompok oposisi yang
dipimpin oleh sahabat-sahabat terkenal. Sebut saja, seperti Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzar al-Ghifari, dan Ammar bin Yasir.
Sangat penting untuk memahami alasan-alasan beroposisi yang dilakukan kaum Muslimin dan para sahabat secara khusus, yakni
melakukan tindakan-tindakan
tersebut terhadap
Khalifah adalah
berdasarkan kaidah-kaidah Islam, yakni Al- Qur’an dan Sunnah Rasulullah
SAW dan contoh-contoh yang dilakukan oleh dua Khalifah sebelumnya.
22
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 173
23
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 174
Yang meliputi berbagai hal, seperti politik, agama, ekonomi dan lainnya. Para pengkritik Utsman, semuanya mendasarkan tindakan-tindakannya
dengan merujuk kepada semua dasar hukum tersebut dan hukum-hukum yang sudah disepakati.
24
Dampak final dari ketidakpuasan terhadap pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan adalah sebuah pemberontakan. Otak utama dari
pemberontakan ini adalah Abdullah bin Saba’. Dia adalah seorang Yahudi asal Yaman, yang masuk Islam saat Utsman berkuasa memainkan peran
yang sangat signifikan dalam menggerakan masyarakat untuk mengadakan pemberontakan. Akibat ulah pemberontakannya ini, dia diusir dari
Bashrah dan Kuffah. Namun dia berhasil ke Syiria dan bertemu dengan Abu Dzar dan mengajaknya untuk bergabung dengan dirinya. Mua’wiyah
kembali mengusirnya dari Syiria. Dia kemudian berangkat menuju Mesir, karena tempat itu dia anggap suasananya lebih kondusif untuk
menanamkan bibit pemberontakan. Dia membentuk sebuah kelompok rahasia yang mampu
menghimpun banyak pengikut dan pendukung. Dengan sangat licik ia mengeksploitasi perbedaan yang ada didalam masyarakat Islam dan
dengan cara inilah dia memecah belah umat. Dia gemar dan sukaria dengan perilaku yang ambigu dan ambivalence, menyebarkan fitnah, isu
jahat, kecurigaan, dia tampak memposisikan diri dengan orang-orang yang lemah, tertindas dan dengan secara besar-besaran mengekspos korupsi dan
nepotisme yang ada di pihak pemerintah.
25
24
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 186
25
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 182-183