Perpolitikan Di Indonesia Dalam Sorotan Pers Islam : Analisa Majalah "Risalah" Tahun 1998-1999
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh: SULASTRI (1111022000042)
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/2015 M
(2)
(3)
(4)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi
ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelarsfata
satudi
UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penuliSan
ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuanyang
berlakudi
UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
3.
Jika kemudiar hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli sayaatau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di
UN
SyarifHidayatullah Jakarta.(5)
Analisa Terhadap Majalah Risalah Tahun 1998-1999 mengkaji salah satu media yang digunakan sebagai alat propaganda organisasi Persatuan Islam (PERSIS) untuk menyampaikan pemikirannya dalam menanggapi berbagai permasalahan bangsa yang terjadi di Indonesia, melalui data penelitian yang didapat dari sumber tertulis dan wawancara. Di awal penerbitannya wacana yang disampaikan lebih banyak merespon isu-isu keagamaan dibandingkan dengan politik. Namun, seiring perkembangannya majalah Risalah tidak hanya menyampaikan wacana keagamaan tetapi juga mengkritisi permasalahan perpolitikan.
Cara melihat permasalahan di atas dengan menggunakan perspektif politik dan menggunakan metode sejarah, yang dimaksud dengan perspektif sosio-politik adalah menyoroti dari segi struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan, dan lain sebagainya. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang meliputi, heuristic, kritik sumber atau verifikasi, Interpretasi, dan historiografi.
Temuan studi menyebutkan bahwa umat Islam baik pra maupun pasca kemerdekaan secara sadar ikut berperan aktif memajukan bangsa Indonesia.
(6)
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada para hambaNya. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada junjungan nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Rasa syukur disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh serta tekad yang kuat akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul PERPOLITIKAN DI INDONESIA DALAM SOROTAN PERS ISLAM: ANALISA MAJALAH RISALAH TAHUN 1998-1999. Meskipun demikan, penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam karya ini, namun Penulis meyakini bahwa, karya ini dapat memberikan sumbangsi bagi siapa saja yang ingin bergelut pada dunia penelitian, khususnya bagi mereka yang memfokuskan pada kajian sejarah pers.
Layaknya peristiwa sejarah yang penyebabnya tidak tunggal, begitupun halnya dengan perjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak bisa dinafikan bahwa penulis bukan satu-satunya aktor sentral, namun di balik usaha dan kerja keras penulis terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu untuk membantu. Maka dengan niatan suci yang terpatri kuat dalam sanubari, penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 2. Nurhasan, MA. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.
3. Solikhatus Sa’diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi yang penulis butuhkan.
4. Drs. Saidun Derani, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan sangat teliti dan sabar memberikan arahan dan masukan positif bagi penulis.
5. Kepada kedua orang tua Saniman (alm.) dan ibu Siti atas motivasi, cinta, dan pengorbanan tanpa pamrih yang telah diberikan.
6. Kakak-kakakku Umar, Abdurrohman, Tuti dan adikku Muhammad Rizki, yang telah menghibur dan memberikan motivasi kepada penulis.
(7)
8. Ust. Yayat Rohayatullah (kepala sekolah MTs. Persis Koja, Tanjung Priuk), Ust. Dikdik alm. (guru Persis 69, Jakarta Timur), dan Ust. Wahyudin (kepala sekolah MTs. Persis 69, Jakarta Timur), penulis hanturkan terima kasih atas waktu dan keluangan yang diberikan kepada penulis untuk berdiskusi maupun mencari informasi mengenai sumber data.
9. Solihin Pure, kakak yang tidak henti memberikan motivasi demi tercapainya cita-cita nan hakiki.
(8)
iv DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan ... 6
1. Identifikasi Masalah ... 6
2. Pembatasan Masalah ... 6
3. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Studi Terdahulu ... 8
E. Landasan Teori ... 13
F. Metode Penelitian ... 13
G. Sistematika Pembahasan ... 15
BAB II PERSATUAN ISLAM ... 17
A. Sejarah Berdirinya ... 17
B. Tujuan Diterbitkan Majalah Risalah ... 29
C. Tokoh-Tokoh Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Majalah Risalah ... 32
BAB III DINAMIKA PERPOLITIKAN DAN PERANAN PERS DI INDONESIA TAHUN 1998-1999 ... 35
A. Pengertian Politik ... 35
B. Dinamika Perpolitikan Indonesia 1998-1999 ... 37
(9)
BAB IV ANALISIS PERPOLITIKAN DI INDONESIA DALAM MAJALAH
RISALAH TAHUN 1998-1999 ... 47
A. Ekonomi-Politik ... 47
B. Politik ... 52
C. Sosial-Politik ... 62
D. Politik-Hukum ... 65
BAB V PENUTUP ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
(10)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan literatur yang ditemukan1 bahwa, memasuki era Reformasi yang ditandai oleh kebebasan di segala bidang terutama di bidang politik telah memberikan kesempatan bagi majalah Risalah untuk berkontribusi khususnya merespon perpolitikan di Indonesia tahun 1998-1999. Majalah Risalah yang diketahui oleh banyak orang hanya berkontribusi di bidang dakwah, padahal majalah Risalah telah berkontribusi terhadap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.2 Studi ini ingin menjelaskan peran majalah Risalah dalam meramaikan gairah kebebasan bersuara pada masa Reformasi di Indonesia yang diharapkan hasilnya dapat menjadi bahan renungan bagi pembelajaran bangsa Indonesia.
Kontribusi yang diberikan oleh majalah Risalah di antaranya: kebijakan ekonomi-politik, politik, politik-hukum, dan sosial-politik. Dalam ekonomi-politik, majalah Risalah menyoroti bahwa, perekonomian Indonesia lebih dikuasai oleh pengusaha asing yang didominasi oleh etnis Tionghoa. Hal ini tidak terlepas dari peran CSIS (Centre for Strategic and International Studies) yang sangat
1
Untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam suasana kebebasan bangsa Indonesia pasca rezim Orde Baru dan lahirnya Orde Reformasi, lihat: As‟ad Said Ali, Ideologi Gerakan Pasca-Reformasi: Gerakan-gerakan Sosial Politik Dalam Tinjauan Ideologis, (Jakarta: LP3S, 2012), h. ix-x, Selo Soemardjan, Kisah Perjuangan Reformasi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. xvi-xvii, Eep Saefulloh Fatah, Menuntaskan Perubahan I: Catatan Politik 1998-1999, (Bandung: Mizan Aggota IKAPI, 2000), h. xxi-xxii, M. Fadjroel Rachman, “Refleksi atas Gerakan Reformasi Total 1998,” Media Indonesia, 17 Juni 1998, h. 4.
2
Studi ini awalnya menemukan bahwa, majalah Risalah di awal penerbitannya hanya berorientasi dakwah islamiyah, tetapi perkembangan lebih lanjut terutama tahun 1998-1999 sorotan isi berita majalah Risalah mencakup berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Masalah ini penulis bahas dalam bab IV.
(11)
berpengaruh di Indonesia terutama dalam memberikan masukan-masukan kebijakan untuk dilaksanakan kepada pemerintah Orde Baru. CSIS sendiri lahir pada tahun 1971 dan disponsori oleh Ali Moertopo, Soedjono Hoemardani, Liem Bian Koen (Sofyan Wanandi), dan Liem Bian Kie (Jusuf Wanandi).3 Dalam kebijakan politik, majalah Risalah menyoroti perubahan sistem politik multi partai, yakni munculnya partai-partai politik yang menggunakan simbol-simbol Islam sehingga menamakan dirinya sebagai partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nahdhatul Ummat (PNU), Partai Ummat Islam (PUI), Partai Keadilan (PK), dan lain-lain,4 terjadinya perbedaan suatu gagasan dan cita-cita di antara partai politik hingga menimbulkan konflik ideologi,5 banyak lahir
3“Persekongkolan Anti Islam,”
Majalah Risalah, No. 1, Maret 1998, h. 14. Lihat pula; “Dibentuk Front Solidaritas Nasional Muslim Indonesia” Kompas 9 Februari 1998, h. 14.
4“Kenapa Berdiri Partai Islam,”
Majalah Risalah, No. 2, April 1999, h. 6. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai politik multi partai, lihat pula: Imam Tholkhah,Anatomi Konflik Politik di Indonesia, penerjemah Achmad Syahid Cholil dan Jajat Burhanuddin, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001) h. 225-230.
5Mengenai konflik ideologi Syafi‟
i Anwar menjelaskan dalam bukunya bahwa, konflik ideologi merupakan warisan dari Orde Lama yang dipandang hanya membawa bangsa Indonesia pada situasi yang kurang menguntungkan, sehingga berdampak pada ketidakstabilan politik. Hal inilah yang kemudian didukung oleh aparat birokrasi dan intelektual masa Orde Baru untuk membentuk suatu masyarakat yang bebas dari konflik ideologi, serta memperbaik ekonomi, sistem politik, dan mensejahterakan kehidupan bangsa. M. Syafi‟i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesi, (Jakarta Selatan: Para Madina, 1995), h. 20. Namun, di era Reformasi kekuatan ideologi mendapat ruang kembali, lihat: As‟ad Said Ali, Ideologi Gerakan Pasca-Reformasi: Gerakan-gerakan Sosial Politik Dalam Tinjauan Ideologis, h. ix-x. Meskipun demikan, hal tersebut tidak dapat dengan mudah membendung konflik ideologi, justru melahirkan masalah baru terutama di kalangan umat Islam. Misalnya, dilema ideologi dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan yang menggunakan agama Islam sebagai landasan ideologi, tetapi seiring berjalannya waktu visi perjuangan dan program-program yang disusun berdasarkan doktrin agama semakin tersisihkan. Lihat: Manuel Kaisiepo, “Seperempat Abad Partai Persatuan Pembangunan: Partai Persatuan Pembangunan Dilema Idelogi dan Tantang an Arah Partai Alternatif” Kompas, 4 Januari 1998, h. 9.
(12)
3
undang-undang yang tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat,6 dan terjadi krisis di segala bidang sebagai akibat dari peninggalan sistem politik Orde Baru.7
Masalah mengenai politik-hukum, majalah Risalah menuntut adanya penegakkan hukum terhadap berbagai peristiwa yang banyak menelan korban jiwa. Misalnya, peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang sampai saat ini belum ditemukan siapa pelakunya, peristiwa Tanjung Priok yang banyak menelan korban jiwa terutama di kalangan umat Islam, yaitu penembakan yang dilakukan oleh aparat tanpa adanya proses pengadilan, dan lain sebagainya.8 Dalam sosial-politik, kebijakan pemerintah masa Orde Baru mencanangkan pembangunan ekonomi agar terciptanya pemerataan bagi rakyat Indonesia. Namun, kenyataannya pemerataan tersebut belum membuahkan hasil, melainkan hanya menimbulkan terjadinya ketimpangan sosial dalam masyarakat.9
Selain itu, majalah Risalah menanggapi bahwa, sebelum memasuki era Reformasi telah terjadi berbagai rekayasa peristiwa yang menyudutkan umat Islam. Misalnya, seperti Komando Jihad pada tahun 1970-an dan pembantaian massal di Tanjung Priok pada 12 September 1984, yang hingga kini belum ada
6
Untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam mengenai undang-undang apa saja yang tidak sesuai, lihat: “Mengandung Nilai Keilahian dan Kemanusiaan: Moral Harus Jadi Dasar Kekuasaan” Media Indonesia, 29 April 1998, h. 24.
7
Orde Baru adalah sebuah sistem politik masa pemerintahan Soeharto yang berlangsung pada tahun 1966- 1998, sebagai pengganti dari sistem politik Orde Lama masa pemerintahan Soekarno. Orde Baru lahir dengan semangat “koreksi total” terhadap sistem politik sebelumnya yang dianggap telah terjadinya penyimpangan yang dilakukan Soekarno. Untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam mengenai sistem politik Orde Baru, Lihat: Taufik Abdullah dan A. B. Lapian (Ed.), Indonesia dalam Arus sejarah: Orde Baru dan Reformasi Jilid 8, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012)
8“Ayo Rapatkan Barisan,”
Majalah Risalah, No. 4, Juni 1998, h. 15. Penjelasan lebih lanjut mengenai berbagai peristiwa kerusuhan yang terjadi telah banyak menelan korban jiwa, namun tidak adanya hukum yang ditegakan, lihat: Deliar Noer, “Mengatasi Kerusuhan,”
Republika, 30 Januari 1999, h. 6.
9Shiddiq Amien, “Penimbunan Sembako Zhalim,”
Majalah Risalah, No. 2, Agustus 1998, h. 18.
(13)
pertanggung jawabannya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam. Pasalnya, meskipun telah memasuki era Reformasi, umat Islam sebagai sebuah kekuatan di masyarakat Indonesia, tetap saja tidak punya ruang aktivitas sebagaimana mestinya. Malahan, keberadaan umat Islam justru dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kepentingan.10
Dinamika perpolitikan yang terjadi di Indonesia tahun 1998-1999 yang disuarakan Persatuan Islam melalui majalah Risalah merupakan sebuah bentuk kepedulian Persatuan Islam terhadap ketidakadilan yang dirasakan bangsa Indonesia, khususnya umat Islam oleh kebijakan penguasa dan menentang atas segala tindakan pengusa yang tidak sesuai dengan harapan bangsa Indonesia.
Di samping itu, majalah Risalah juga menjelaskan bahwa, tuntutan Reformasi oleh arus gelombang demonstrasi yang menginginkan adanya perubahan di segala bidang tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, tetapi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, tuntutan tersebut membuahkan hasil setelah Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai presiden dan secepatnya akan melaksanakan berbagai tuntutan Reformasi di segala bidang termasuk mengadakan pemilihan umum. Terkait naiknya Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden, Persatuan Islam dalam majalah Risalah menghimbau kepada masyarakat Indonesia untuk memberi kesempatan kepada B. J. Habibie dan kabinetnya untuk membuktikan kemampuannya dalam melakukan Reformasi.11
10“Mari Kita Tingkatkan Kewaspadaan,”
Majalah Risalah, No. 4, 1998, h. 15 dan 18. 11“Beri Kesempatan Kepada BJ Habibie,”
(14)
5
Pada umumnya, bangsa Indonesia sebagian besar telah menyadari bahwa, adanya kejanggalan dalam kebijakan Soeharto masa Orde Baru yang mengakibatkan krisis di segala bidang. Hal inilah yang menggerakkan bangsa Indonesia menuntut agar adanya perubahan di segala bidang. Oleh sebab itu, melalui majalah Risalah Persis menjelaskan bahwa, kondisi yang tidak stabil menjelang era Reformasi disebabkan telah terjadinya krisis politik, hukum, ekonomi, dan sosial pada masa Orde Baru. Hal ini tidak terlepas dari rusaknya akhlak dan bobroknya moral bangsa Indonesia yang dinilai telah hilangnya nilai-nilai keislaman sebagai pedoman hidup.
Demikianlah, pers berfungsi sebagai salah satu institusi sosial yang tidak hanya berperan aktif dalam menyiarkan berita dan informasi, tetapi juga memberikan ide-ide dan mempengaruhi pembacanya. Tulisan yang dimuat dalam media pers tidak jarang berisi pikiran dan gagasan untuk mengkritisi ketidakberpihakan pemerintah terhadap rakyat. Dalam konteks inilah, studi ini ingin mengkritisi pemberitaan yang disampaikan dalam majalah Risalah sebagai opini terhadap pemerintah dan memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai persoalan perpolitikan yang tengah berkembang di Indonesia. Oleh sebab itu, tidak jarang pula pers digunakan oleh berbagai instansi baik politik, sosial, dan keagamaan sebagai media dalam merepresentasikan ide-ide dan kondisi sesuai dengan apa yang dinginkan.
(15)
B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, muncul beberapa permasalahan yang dapat di identifikasi, di antaranya:
1. Persatuan Islam melalui majalah Risalah telah berperan aktif dalam berdakwah pada tahun 1998-1999.
2. Kontribusi Persatuan Islam melalui majalah Risalah dalam menyoroti dinamika perpolitikan di Indonesia pada tahun 1998-1999.
2. Pembatasan Masalah
Dari beberapa permasalahan yang berhasil penulis identifikasi, maka penulis membatasi permasalahan agar menjadi lebih terarah, yakni seputar perpolitikan di Indonesia dalam sorotan pers Islam: analisa majalah Risalah tahun 1998-1999, di mana majalah Risalah pada fase awal penerbitannya lebih banyak menanggapi persoalan keagamaan dibandingkan perpolitikan.
Selain itu, penulis juga akan menelusuri lebih dalam mengenai kontribusi Persatuan Islam terhadap dinamika perpolitikan yang terjadi di Indonesia melalui majalah Risalah tahun 1998-1999. Batasan tahun yang penulis gunakan adalah tahun 1998-1999 disebabkan di era Reformasi telah memberikan kesempatan bagi Persatuan Islam untuk berkontribusi dalam menyatakan pendapatnya melalui media pers, yakni majalah Risalah. Sedangkan ruang lingkup yang penulis gunakan adalah majalah Risalah sebagai salah satu media pers yang tidak hanya
(16)
7
berkontribusi dalam menanggapi persoalan keagamaan, tetapi juga mengenai dinamika perpolitikan Indonesia tahun 1998-1999.
3. Rumusan Masalah
Masalah pokok dalam penelitian ini, adalah bagaimana respon Persis terhadap perpolitikan di Indonesia yang disuarakan dalam majalah Risalah pada tahun 1998-1999?
Adapun rumusan masalah dalam penelitan ini antara lain:
1) Bagaimana sejarah berdirinya Persatuan Islam dan majalah Risalah? 2) Bagaimana dinamika perpolitikan di Indonesia tahun 1998-1999?
3) Bagaimana kontribusi majalah Risalah bagi bangsa Indonesia dalam menanggapi dinamika perpolitikan di Indonesia tahun 1998-1999?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan sejumlah inventarisasi permasalahan di atas, penulis dapat mengerucutkan tujuan penelitian ini, antara lain:
1) Mengetahui sejarah berdirinya Persatuan Islam dan majalah Risalah. 2) Mengetahui dinamika perpolitikan di Indonesia tahun 1998-1999.
3) Mengetahui kontribusi majalah Risalah dalam menanggapi dinamika perpolitikan di Indonesia tahun 1998-1999.
Dari penulisan ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
(17)
1) Menambah khazanah penelitian dan pengkajian kesejarahan bagi UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, terutama kajian Asia Tenggara mengenai analisis dalam pemberitaan media pers sebagai salah satu dokumen penting untuk mengetahui peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu.
2) Memberikan informasi bahwa, Persatuan Islam melalui majalah Risalah turut berkontribusi dalam merespon dinamika perpolitikan di Indonesia, khususnya tahun 1998-1999, yang sebelumnya terdapat kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada rakyat menjadi lebih berpihak.
D. Studi Terdahulu
Dari hasil kajian penulis, terdapat beberapa sumber yang dapat dijadikan pembanding dengan tema penelitian ini yang berjudul perpolitik di Indonesia
dalam sorotan pers Islam: analisa majalah “Risalah” tahun 1998-1999.
Pertama, Skripsi yang ditulis oleh Yana Mulyana mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dengan judul Persatuan Islam dan Politik: “Pemikiran dan Gerakan politik Persis Pasca Orde Baru”.12 Dalam Skripsi ini, Yana menjelaskan bahwa, meskipun Persatuan Islam pada masa Reformasi mengalami kemandegan dalam kaderisasi, namun ia mencoba bangkit dalam persaingan dakwah dan politik.
Dalam mengembangkan pemikirannya Persis tidak hanya merespon mengenai masalah keagamaan, tetapi juga merespon masalah politik seperti
12
Yana Mulyana, Persatuan Islam dan Politik: Pemikiran dan Gerakan Politik Persis Pasca Orde Baru, (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Syarif Hidayatullah, 2012).
(18)
9
demokrasi, khalifah, presiden wanita, dan para tokoh Persatuan Islam melibatkan diri dalam politik praktis yang aspirasinya disalurkan kepada Partai Bulan Bintang (PBB). Meskipun penulis menemukan persamaan objek dalam pengkajian Skripsi dengan Yana, kajian yana lebih difokuskan pada aktivitas politik Persis, sedangkan kajian dalam Skripsi ini lebih difokuskan pada kontribusi pemikiran Persis dalam menaggapi isu politik yang tengah berkembang dalam masyarakat melalui media pemberitaan khususnya majalah Risalah tahun 1998-1999.
Kedua, buku yang di tulis oleh Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan yang berjudul Persis dan politik: Sejarah Pemikiran dan Aksi Politik Persis 1923- 1997,13 buku ini menjelaskan bahwa, banyaknya para tokoh Persis yang terlibat dalam aktivitas dan pemikiran perpolitikan di Indonesia sejak zaman penjajahan. Namun, kegiatan politik Persis semakin terlihat terutama di awal kemerdekaan Indonesia. Ini terbukti dengan adanya sosok Muhammad Natsir, Muhammad Isa Anshary, A. Hassan, dan lain sebagainya.
Selain itu, buku ini hanya menjelaskan sedikit mengenai pemikiran mereka yang di tuangkan dalam tulisan dan di terbitkan dalam sebuah majalah, salah satunya adalah Al-Lisan. Meskipun adanya persamaan topik dengan kajian Skripsi ini, buku tersebut lebih difokuskan pada pemikiran dan aktifitas politik Persis tahun 1923- 1997, sedangkan kajian dalam Skripsi ini lebih difokuskan pada kontribusi pemikiran Persis dalam menaggapi isu politik yang tengah berkembang dalam masyarakat melalui media pemberitaan khususnya majalah Risalah tahun 1998-1999.
13
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan, Persis dan Politik: Sejarah pembaharuan Pemikiran Islam 1923-1927, (Jakarta Pusat: Pembela Islam Media, 2012).
(19)
Ketiga, Tesis yang ditulis oleh Tiar Anwar Bachtiar mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia (UI), jurusan Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dengan judul Sikap Intelektual Persatuan Islam Terhadap Kebijakan Politik Orde Baru.14 Dalam Tesis ini, Bachtiar lebih memfokuskan kajiannya terhadap peranan para intelektual Persis dalam merespon kebijakan pemerintah Orde Baru. Meskipun penulis menemukan persamaan kajian dalam penelitian ini, namun pada kajian tersebut penulis tidak menemukan kajian mengenai kontribusi pemikiran Persis dalam menaggapi isu politik yang tengah berkembang dalam masyarakat melalui media pemberitaan khususnya majalah Risalah tahun 1998-1999.
Keempat, karya Badri Khaeruman, Persatuan Islam: Sejarah
Pembaharuan Pemikiran Islam “Kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah”.15 Dalam buku ini, Badri Khaeruman menjelaskan sejarah Persatuan Islam yang mencakup aktifitas dakwah, pandangan politik, tokoh-tokoh, dan konsep pemikiran keagaamaan Persatuan Islam mencakup pemikiran di bidang teologi (konsepsi tentang wali kaitanya dengan tawasul, konsepsi tentang qadha dan qadar, konsepsi khurafat dan tahayul), pemikiran tentang sumber-sumber syari‟at Islam (Al-Qur‟an, hadits, dan ijtihad), menjelaskan tanggapan Persatuan Islam dalam menghadapi isu-isu kontemporer yang meliputi perubahan sosial-keagamaan, perubahan sosial-politik. Sayangnya, Badri Khaeruman hanya menjelaskan secara singkat terkait sejarah dan perkembangan majalah yang
14
Tiar Anwar Bachtiar, Sikap Intelektual Persatuan Islam Terhadap Kebijakan Politik Orde Baru, (Depok, Fakultas Ilmu Budaya, 2008).
15
Badri Khaeruman, Persatuan Islam: sejarah pembahuruan pemikiran Islam “Kembali
(20)
11
diterbitkan Persatuan Islam termasuk majalah Risalah. Meskipun terdapat persamaan topik dalam kajian Skripsi ini, pada kajian tersebut penulis tidak menemukan kajian mengenai kontribusi pemikiran Persis dalam menaggapi isu politik yang tengah berkembang dalam masyarakat melalui media pemberitaan khususnya majalah Risalah tahun 1998-1999.
Adapun buku-buku yang menjadi rujukan terkait dalam penelitian ini, di antaranya; karya Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,16 menjelaskan sejarah organisasi pergerakan baik gerakan pembaharun Islam dan gerakan partai politik Islam di Indonesia. Dalam kajian buku ini, Deliar Noer menjelaskan pula Persatuan Islam sebagai salah satu ormas Islam yang turut berperan aktif dalam menanggapi persoalan yang di hadapi bangsa Indonesia melalui media pers. Selain itu juga, buku ini dalam kajiannya banyak menggunakan sumber pers Islam abad ke-20.
Karya Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983,17 buku ini menjelaskan mengenai sejarah berdirinya Persatuan Islam, majalah-majalah yang digunakan Persatuan Islam sebagai media untuk menyalurkan pemikiran para tokoh Persatuan Islam. Menjelaskan pula secara singkat mengenai gerakan pembaharuan Islam dan lahirnya organisasi-organisasi Islam di Indonesia, serta proses islamisasi dan perkembangan Islam di Indonesia. Selain itu, Dadan menjelaskan secara singkat mengenai majalah-majalah yang pernah diterbitkan Persatuan Islam sebagai media dakwah.
16
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3S, 1996). 17
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, (Bandung: Gema Syahida, 1995).
(21)
Shiddiq Amien, dkk, Panduan Hidup Berjama’ah dalam Jam’iyyah Persis,18 buku ini menjelaskan sejarah berdirinya Persatuan Islam dan gerak langkahanya di bidang dakwah melalui penerbitan, yakni berupa majalah, menjelaskan ajaran dalam jam‟iyyah Pesratuan Islam, menjelaskan sejarah Dewan Hisbah yang merupakan sebuah kelompok kajian dalam menetapkan hukum Islam berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, dan menjelaskan aktivitas organisasi Persatuan Islam yang mencakup Pemuda Persatuan Islam, Pemudi Persatuan Islam, Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (HIMA Persis), Persatuan Islam Istri (Persistri) dan Himpunan Mahasiswi Persatuan Islam (HIMI Persis).
Laporan hasil penelitian karya Imas Emalia, Suara-Suara Pembaharuan Islam: Kajian atau Pers Islam di Indonesia Masa Hindia Belanda (1900-1930-an),19 dari hasil penelitian menjelaskan mengenai perkembangan pers bumi putra sebagai salah satu dampak dari perubahan pada abad 19 dan awal abad 20. Pers digunakan sebagai media komunukasi modern yang dapat memberikan kontribusi terhadap perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan maupun menyebarkan paham keagaaman yang di lakukan oleh oramas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, Sarekat Islam, Persatuan Islam, dan lain sebagainya.
18Shiddiq Amien, dkk., Panduan Hidup Berjama‟ah Dalam Islam Jam‟iyyah Persis, (Bandung: Pimpinan Pusat Persatuan Islam, 2007).
19
Imas Emalia, Suara-Suara Pembaharuan Islam: Kajian atau Pers Islam di Indonesia Masa Hindia Belanda (1900-1930-an), (Jakarta, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012).
(22)
13
E.Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori Eriyanto yang menyebutkan bahwa, Analisis Wacana merupakan kajian mengenai teks media yang tidak hanya sebatas perhatiannya pada dunia komunikasi, tetapi juga mampu melihat dan mengungkapkan praktik ideologi dalam media yang digunakan oleh sebuah kelompok atau organisasi sebagai alat untuk mempresentasikan realitas politik sosial, budaya, dan alat perjuangan.20
Analisis wacana digunakan tidak hanya sekedar menekankan pada
pertanyaan „apa‟ (what), tetapi lebih melihat pada „bagaimana‟ (how) pesan atau
teks yang disampaikan dalam pemberitaan baik surat kabar maupun majalah, sehingga dengan analisis wacana dapat mengetahui isi teks berita dan pesan yang di sampaikan.21
Jadi, media cetak seperti surat kabar atau majalah tidak hanya sekedar media komunikasi modern, tetapi juga sebagai salah satu dokumen penting untuk dijadikan sumber sejarah, sebab surat kabar atau majalah dapat menunjukan mengeni fakta dan opini publik, serta data yang aktual pada masanya.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian Skripsi ini, penulis menggunakan metode historis. Metode merupakan cara untuk memperoleh sumber-sumber sejarah dengan menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.
20
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2006), h. xv-xvi.
21
(23)
Kemudian poin-poin penting yang telah di analisa, di tulis atau di paparkan sesuai dengan topik penelitian sejarah yang berkaitan.22
Menurut Sartono Kartodirdjo, seorang pakar sejarah Indonesia mengatakan bahwa, penyebab sebuah peristiwa sejarah tidak tunggal. Dalam konteks studi ini untuk merekonstruksi sebuah peristiwa masa lampau yang ditekankan perlu memakai berbagai pendekatan (multiple approaches), sebab terdapat banyak hal yang perlu dilihat, dimensi mana perlu dikaji, dan unsur-unsur mana yang perlu diungkapkan, sejarah, sosiologi, antropologi, dan interpretasi data menjadi sebuah kisah sejarah mengapa suatu peristiwa terjadi.23
Penelitian ini bertujuan mencapai penulisan sejarah, oleh sebab itu, dalam merekonstruksi masa lampau dari objek yang diteliti metode yang digunakan adalah metode sejarah dan penelitian deskriptif-analisis. Langkah pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data (Heuristik). Dalam pengumpulan data atau sumber penulis menggunakan teknik studi kepustakaan dan wawancara dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berkaitan dengan judul Skripsi ini. Sumber-sumber primer yang penulis dapatkan melalui wawancara baik dengan para sesepuh Persis, anggota redaksi majalah Risalah, diskusi melalui media sosial dan pembaca setia majalah Risalah, yakni Tatang Fauzi adalah pembaca majalah Risalah sekaligus sesepuh Persis yang pernah membantu Yunus Anis dalam pengetikan majalah Risalah pada 1966-1971, Wahyudin adalah seorang
22
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Penerjemah Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1983), h. 3.
23
Sartono kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 144-156.
(24)
15
pembaca setia majalah Risalah, Nashruddin Syarief dan Ibn Hibban adalah anggota redaksi majalah Risalah.
Adapun sumber primer dan sekunder berupa buku, koran dan majalah Risalah diperoleh dari koleksi Perpustakaan sekolah Pesantren Persatuan Islam (PPI) 69 Jakarta Timur, Perpustakaan sekolah Pesantren Persatuan Islam (Persis) Koja 12 Jakarta Utara, Perpustakaan Darul Arqom Jati Negara, mengunjungi redaksi Majalah Risalah di Bandung, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan pribadi milik Saidun Daerani, Perpustakaan pribadi milik Imas Emalia dan Perpustakaan Nasional.
Sumber-sumber yang telah diperoleh, penulis melakukan kritik dan uji terhadapnya, dengan maksud untuk mengidentifikasi keabsahan sumber-sumber yang digunakan, setelah itu penulis (interpretasi) dengan menggunakan analisis wacana terutama kategori artikel atau opini sebab dalam tulisan tersebut terdapat pandagan yang bersifat subjektif dari para penulis. Hasil akhir yang kemudian dituangkan dalam bentuk historiografi.
G. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, permasalahan (identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah), tujuan dan manfaat penelitian, studi terdahulu, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
(25)
Bab II. Membahas sejarah berdirinya Persatuan Islam dan Majalah Risalah, tujuan diterbitkan Majalah Risalah, tokoh-tokoh yang berpengaruh tehadap perkembangan Majalah Risalah.
Bab III. Membahas mengenai dinamika perpolitikan dan peranan media pers di Indonesia tahun 1998-1999, mencakup pengertian politik, dan peran media pers.
Bab IV. Berisi gambaran mengenai analisis perpolitikan di Indonesia dalam Majalah Risalah tahun 1998-1999 meliputi, ekonomi-politik, politik, sosial-politik, dan politik hukum.
Bab V. Merupakan penutup berisi kesimpulan dari keseluruhan bab yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikaji dalam Skripsi ini dan diisi dengan saran-saran.
(26)
17 BAB II
PERSATUAN ISLAM A. Sejarah Berdirinya
Persatuan Islam (Persis) merupakan sebuah organisasi yang didirikan di Bandung pada tanggal 12 September 1923. Ide pendirian organisasi ini bermula dari sebuah kelompok diskusi tentang agama atau kegiatan-kegiatan lain dalam agama yang bersifat kenduri (hajatan). Biasanya diskusi tersebut, diadakan secara bergilir di rumah salah seorang anggota kelompok yang berasal dari Sumatra dan telah lama menetap di Bandung. Mereka merupakan keturunan dari tiga keluarga yang pindah dari Palembang sekitar abad ke-18. Tema yang didiskusikan, biasanya seputar gerakan keagamaan yang tengah berkembang saat itu. Misalnya, konflik yang terjadi dalam tubuh Jamiat Khair mengenai golongan sayyid yang dianggap mempunyai derajat yang lebih tinggi, sehingga mengakibatkan perpecahan24 atau masalah agama yang dimuat dalam majalah al-Munir terbitan Padang dan majalah al-Manar terbitan Mesir yang telah lama menjadi bacaan dan perhatian mereka.25
Tokoh utama dalam setiap diskusi adalah H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, sebab keduanya memiliki pengetahuan agama yang cukup luas sehingga banyak memaparkan pemikirannya dalam diskusi.26 Padahal, H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus adalah pedagang biasa, tetapi keduanya mempunyai kesempatan dan waktu luang untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam. H.
24
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, (Bandung: Gema Syahida, 1995), h. 19 dan 27-28.
25
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah,” (Bandung: FAPPI & Iris Press, 2010), h. 45.
26
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,(Jakarta: LP3S, 1996)h. 96.
(27)
Zamzam sendiri memperoleh pendidikan agama Islam di Dar al-Ulum, Mekkah selama tiga tahun. Pada tahun 1910 H. Zamzam mengajar di Darul Muta‟allimin, sebuah sekolah yang terletak di Bandung. Sedangkan H. Muhammad Yunus memperoleh pendidikan agama secara tradisional. Akan tetapi, H. Muhammad Yunus pandai berbahasa Arab.27
Pada mulanya, mereka yang datang dalam diskusi hanya sekedar untuk memenuhi undangan kenduri (hajatan) yang diadakan H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, sebab tidak sedikit dari mereka tertarik dengan makanan khas Palembang sebagai hidangan yang disajikan. Namun, seiring berjalannya waktu ketertarikan para jamaah tidak hanya sekedar untuk menikmati hidangan tersebut, tetapi kajian tentang Islam yang disampakan oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus menjadi daya tarik untuk menambah wawasan tentang agama.28 Hal ini yang kemudian menyadarkan mereka akan bahaya keterbelakangan, kejumudan
د مج (kemandegan berfikir), penutupan ijtihad دا تجإ (kesepakatan), taklid buta ديلقت
(mengikuti tanpa alasan), dan serangkaian praktek bid‟ah. Di mana praktek
-praktek tersebut akan menyebabkan terkikisnya nilai keislaman dari umat Islam.29 Selain itu, diskusi juga dilakukan dengan para jama‟ah shalat jum‟at, sehingga anggota yang turut berpartisipasi dalam kelompok diskusi semakin bertambah,30 tidak hanya dari kalangan keluarga maupun kerabat dekat H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus tetapi banyak orang-orang di luar mereka
27
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 28. 28
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, h. 96. 29
Shiddiq Amien, dkk., Panduan Hidup Berjama’ah Dalam Islam Jam’iyyah Persis, h.102.
30
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah,” h. 46.
(28)
19
yang ikut bergabung dalam diskusi. Meskipun demikian, Persis umumnya tidak menekankan untuk memperluas organisasi dengan membentuk banyak cabang dan menambah anggota sebanyak mungkin. Namun, pengaruh dari organisasi Persis lebih besar dibandingkan dengan jumlah cabang maupun anggotanya.31
Berdirinya Persis berbeda dengan organisasi-organisasi yang muncul pada awal abad 20, Persis memiliki ciri khas tersendiri dalam kegiatannya, yakni lebih menitik beratkan pada faham keagamaan. Sedangkan organisasi lain, seperti Budi Utomo yang didirikan pada 1908, kegiatannya lebih cenderung pada pendidikan bagi penduduk pribumi, khususnya orang Jawa, Sarekat Islam yang berdiri pada tahun 1912 pergerakannya lebih kepada bidang politik dan perekonomian, dan Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912, gerak langkahnya lebih kepada kesejahteraan sosial dan pendidikan keagamaan.32
Adapun, nama Persatuan Islam sendiri diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul jihad دا لا ر (ruhnya jihad) dan ijtihad دا تجإ (kesepakatan) yang disesuaikan dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yakni persatuan pemikiran Islam, persatuan suara Islam, persatuan rasa Islam, dan persatuan usaha Islam.33 Penamaan tersebut, terilhami dari firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103 yang menyatakan:
ا قّرفت ا اعيمج ها لبحـــب ا مصتعا
Artinya: Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai-berai.
31
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, h. 96-97. 32
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 30. 33
(29)
Sebuah hadits nabiyang diriwayatkan oleh al-Tirmizi:
ةعام لا عم ها دي
Artinya: kekuatan Allah itu bersama al-Jama’ah. Ayat Al-Qur‟an dan hadits tersebut dijadikan lambang Persis dengan tulisan yang berbentuk bintang bersudut dua belas, sedangkan tulisan Persatuan Islam terletak di tengah yang ditulis memakai huruf Arab-Melayu.34
Pada tahun 1924, A. Hassan bergabung dalam kegiatan diskusi yang diadakan Persis. Ia dikenal sebagai seorang pedagang yang memiliki pemahaman agama yang cukup luas dan cakap dalam menyampaikan maupun menjelaskan masalah keagamaan kepada khalayak umum. Ini terbukti ketika H. Zamzam sabagai ketua Persis menjadi narasumber dalam pengajian, kemudian beliau ditanya oleh salah satu anggota kelompok diskusi tentang tauhid. Namun, jamaah merasa tidak puas terhadap jawaban yang diberikan H. Zamzam. Akhirnya A. Hassan mencoba menjelaskan kembali jawaban atas pertanyaan tersebut, di mana jawaban yang diberikan A. Hassan lebih mudah dipahami oleh jamaah, maka sejak saat itu A. Hassan diminta untuk menjadi narasumber dalam pengajian sekaligus dijadikan sebagai guru besar Persis untuk menggantikan H. Zamzam.35
Di masa kepemimpinan A. Hassan, pengembangan dan penyebaran faham
Al-Qur‟an dan As-sunnah tidak hanya disampaikan melalui khutbah-khutbah,
diskusi, dan pengajian, tetapi juga melalui tulisan yang diterbitkan, seperti buku-buku, majalah-majalah, dan kitab-kitab. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam media
34
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah,” h. 49.
35
(30)
21
cetak tidak hanya tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Minangkabau, Jawa Barat, tetapi juga sampai ke luar negeri seperti Malaya (Malaysia) dan Muangthai. Setelah bergabungnya A. Hassan nama Persis pula semakin dikenal di kawasan Nusantara.36
Sejak bergabungnya A. Hassan yang telah memberikan corak dan warna tersendiri pada pergerakan dan pemikiran Persis, membuat daya tarik tersendiri bagi para tokoh dari organisasi lain, sebab diskusi-diskusi maupun tulisan A. Hassan tidak jarang menjadi perhatian dan rujukan untuk kelompok pembaharu di Nusantara. Seiring berjalannya waktu, tokoh-tokoh yang turut bergabung dengan Persis dan meramaikan wacana keagamaan seperti Munawar Chalil, Muhammad Natsir, Muhammad Isa Anshary dan lain sebagainya.37
Seiring perkembangannya Persis tidak hanya mengutamakan wacana keagamaan tetapi juga peliknya permasalahan perpolitikan di Indonesia menjadi perhatian dari para tokoh-tokoh Persis. Hal ini terlihat dari aktivitas dan pemikiran para tokoh Persis yang banyak terlibat dalam kegiatan politik. Kegiatan politik Persis semakin terlihat pada awal kemerdekaan ketika Muhammad Natsir dan Isa Anshary menjadi tokoh penting di Masyumi. Keduanya cukup berperan penting terutama dalam wacana pemikiran politik selama masa Revolusi, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin. Selain itu, pemikiran mereka dalam sidang konstituante menunjukkan ketegasan bahwa, Persis berpihak terhadap garis politik Masyumi yang ingin menegakkan negara atas dasar Islam. Meskipun demikian, banyaknya para tokoh Persis yang terlibat langsung dalam kegiatan perpolitikan di
36
Ibid, h. 23-24. 37
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan, Persis dan politik: Sejarah Pemikiran dan Aksi Politik Persis, (Jakarta Pusat: Pembela Islam Media, 2012), h. 3-6.
(31)
Indonesia, tidak membuat tokoh Persis melibatkan organisasinya terlibat dalam kegiatan perpolitikan.38
Jika diamati dari aktivitas dan pemikiran para tokoh Persis, seperti Muhammad Natsir, Isa Anshory, dan A. Hassan, tidak bisa dipungkiri bahwa, keberadaan para tokoh Persis cukup berperan aktif dalam merespon masalah keagamaan maupun politik. Di mana, mereka telah turut berpartisipasi dalam wacana pemikiran mengenai pendirian negara baru yang bebas dari Belanda (Nasionalisme) pada awal abad ke-20.39 Meskipun demikian, keterlibatan para tokoh Persis dalam kegiatan politik tidak merubah peranan Persis menjadi partai politik. Bahkan, Persis terus berjuang untuk mengembangkan dakwahnya tidak hanya mencakup persoalan keagamaan, tetapi mencakup dimensi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan media pers.40
Dalam mengembangkan kegiatan dakwahnya agar diketahui oleh masyarakat luas, tidak hanya anggota Persis, maka Persis menerbitkan majalah dengan nama majalah Pembela Islam dan majalah Al-lisan.41 Media cetak berupa majalah yang pertama kali digunakan Persis adalah Pembela Islam, sebagai langkah yang dilakukan Persis untuk menyatakan pemikirannya terhadap persoalan yang timbul di tengah-tengah masyarakat.42 Misalnya, majalah Pembela Islam terbit sebagai akibat dari adanya sebuah rapat kaum wanita menuntut hak yang sama antara kaum laki-laki dan perempuan di kota Bandung. Hal ini
38
Ibid, h. 6-7. 39
Ibid, h. 5.
40“Tanggapan atas Tulisan Yusep Solehuddin yang Berjudul: Membangun Daya Tawar Politik Persis, Majalah Rislah, No. 1, Maret 1999, h. 9.
41
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan, Persis dan politik: Sejarah Pemikiran dan Aksi Politik Persis, h. 5.
42
(32)
23
dibenarkan oleh tokoh PNI (Partai Nasional Indonesia) seperti Soekarno dari kaum nasionalis yang membantah aturan agama Islam mengenai poligami. Namun, hal itu dibantah oleh para tokoh Persis yang menghadiri rapat, seperti A. Hassan dan Muhammad Natsir. Ketika Muhammad Natsir ingin menjelaskan tentang aturan poligami dalam Islam Soekarno tidak mengizinkan Natsir untuk menjelaskannya. Maka mulailah A. Hassan dan Muhammad Natsir mengambil tindakan terhadap kekeliruan pemahaman yang menyangkut masalah ajaran Islam yang dianggap bertentangan dengan Al-Qur‟an dan hadits melalui majalah Pembela Islam.43
Pembela Islam diterbitkan pada bulan Oktober 1929 di Bandung, yang dikelola oleh H. Zamzam dan penerbitannya hanya berlangsung sampai tahun 1935. Pembela Islam berhasil diterbitkan 71 nomor dengan sirkulasi sebanyak 2000 eksemplar yang tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Minangkabau, Malaysia dan Muangthai. Pada bulan November tahun 1931 Persis menerbitkan kembali majalah khusus yang membahas mengenai masalah-masalah agama, dengan nama Al-Fatwa yang berbahasa Indonesia dan ditulis dengan huruf Arab. Isi dari majalah ini hanya membahas mengenai masalah agama, tanpa bermaksud untuk menentang pihak-pihak di luar Islam, seperti hukum-hukum dalam Islam berdasarkan Al-Qur‟an dan Sunnah, memuat tafsir Al-qur‟an mulai dari Al -Fatihah dan disambung dengan juz‟ama, pengetahuan tentang agama, soal tanya jawab mengenai dhaif atau tidaknya suatu hadits. Majalah ini dikelola oleh Muhammad Yunus, Muhammad zamzam, Muhammad Ma‟shum dan A. Hassan.
43
(33)
Publikasi majalah ini hanya berlangsung sampai bulan Oktober 1933 dan terbit sebanyak 20 kali dengan sirkulasi 1000 eksemplar yang tersebar ke Kalimantan, Sumatra dan Singapura.44
Pada tahun 1935 diterbitkan kembali majalah baru sebagai pengganti majalah Pembela Islam dan Al-Fatwa dengan nama Al-Lisan dan Al-Taqwa. Sebagaimana dengan majalah sebelumnya, majalah Al-Lisan digunakan Persis sebagai alat perjuangan dan alat propaganda dalam menanggapi ketidaksesuaian dengan pemahaman mereka yang diungkapkan oleh lawan-lawannya. Majalah Al-Lisan terbit di Bandung nomor 1 sampai nomor 46 dan nomor 47 sampai 65 diterbitkan di Bangil bersamaan dengan pindahnya A. Hassan beserta beberapa orang muridnya. Sirkulasi rata-rata mencapai 2000 eksemplar dan berhenti terbit tahun 1942. Sedangkan pada tahun 1937 terbit majalah Al-Taqwa yang dikelola oleh E. Abdurrahman dan O. Qomaruddin Saleh, bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda untuk memenuhi kebutuhan orang-orang Sunda yang kurang mengerti bahasa Indonesia. Isi dari majalah tersebut tidak jauh berbeda dengan majalah Al-Lisan, penerbitannya hanya berlangsung sampai 20 nomor dengan sirkulasi 1000 eksemplar dan berhenti terbit tahun 1941. Terkait pemberhentian penerbitan majalah-majalah tersebut tidak terlepas dari kebijakan pemerintah, minimnya kertas, tinta, dan dana yang dimiliki, serta lemahnya di bidang menejemen.45
Pada tahun 1956 Persis menerbitkan majalah Himayat al-Islam dan Hujjat al-Islam. Majalah Himayat al-Islam terbit sembilan kali dan berhenti pada tahun
44
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 51-52. 45
(34)
25
1957, dan majalah Hujjat al-Islam terbit hanya satu kali. Adapun setelah Indonesia merdeka Persis menerbitkan kembali sebuah majalah, dengan nama majalah Risalah yang berbahasa Indonesia. Majalah ini terbit pada tahun 1962 dan terbit secara resmi pada tahun 1963 yang dikelola oleh Yunus Anis dan K. H. E. Abdurrahman.46
Risalah merupakan majalah yang terbit di tengah warga Persis, seperti majalah sebelumnya, yakni Pembela Islam, Al-Lissan, At-Taqwa, dan Al-Muslimun. Pada awal penerbitannya isi dari majalah Risalah lebih banyak merespon mengenai keagamaan dibandingkan dengan masalah perpolitikan. Hal ini tidak terlepas dari pengembangan dakwah yang dilakukan Persis melalui bidang publikasi. Namun, pada tahun 1983 majalah Risalah megalami perubahan baik isi maupun para penulisnya setelah dikelola oleh Abdul Latief Mukhtar sekaligus menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Persis pada saat itu, sehingga wacana yang disampaikan majalah Risalah tidak hanya merespon mengenai masalah keagamaan, tetapi masalah perpolitikan yang terjadi di Indonesia.47 Meskipun perkembangan Risalah tidak begitu signifikan, namun menurut data terakhir sirkulasi penerbitannya kurang lebih telah mencapai 73000 eksemplarsetiap bulannya.48
Demikianlah, Langkah yang dilakukan Persis dalam mengembangkan paham Al-Qur‟an dan As-sunnah di bidang publikasi. Adapun di bidang pendidikan sebelum mendirikan lembaga pendidikan, pelajaran-pelajaran agama
46
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah,” h. 57.
47
Profil Majalah Risalah, h. 1 48
Wawancara dengan Ibn Hibban, sebagai redaktur Majalah Risalah, pada tanggal 19 September 2015.
(35)
dan ilmu-ilmu lainnya diberikan melalui pertemuan-pertemuan dan ceramah yang diselenggarakan secara pribadi oleh para anggota. Akan tetapi, setelah bergabungnya A. Hassan dibentuk kelas pendidikan dan ibadah yang tidak hanya dikhususkan untuk anak-anak dari anggota Persis, tetapi juga anak-anak di luar anggota Persis. Sedangkan bagi orang dewasa dibentuk kursus-kursus dalam masalah agama, terutama mengenai soal iman dan ibadah dengan menolak
kebiasaan bid‟ah.49
Dalam rangka meningkatkan pendidikan masyarakat, Persis mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan nama Pesantren Persatuan Islam di Bandung pada tahun 1935. Lembaga pendidikan Persis semakin berkembang setelah terbentuknya peserta didik yang cukup cakap dan terampil dalam mengusai pendidikan agama dan umum, sehingga layak dijadikan sebagai tenaga pengajar di pesantren. Mereka yang tersebar di daerah-daerah lain mendirikan Pesantren Persatuan Islam dan tercatat pada tahun 1963 sekitar 20 persantren berdiri di Jawa Barat dan Jawa Tengah, termasuk beberapa pendidikan khusus guru dan mubaligh.50
Adapun, sistem dalam lembaga pendidikan yang dikembangkan Persis melalui tingkatan pra sekolah yang disebut Raudhatul Athfal, tingkat dasar Ibtidaiyah dan Diniyah Ula setingkat sekolah dasar (SD), tetapi keduanya memiliki pebedaan, di mana tingkat Diniyah ula hanya mempelajari pelajaran agama, sedangkan Ibtidaiyah mempelajari ilmu umum dan agama. begitupun pada
49
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 43. 50
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah,” h. 53.
(36)
27
tingkat menengah terdiri dari Tsanawiyyah dan Diniyah Wustha, serta tingkat menengah atas disebut Mu‟allimin.51
Persis sebagai jam‟iyyah yang didirikan dengan tujuan menyerukan umat Islam agar kembali pada tuntunan Al-Qur‟an dan Sunnah, maka untuk mencapai tujuan dan cita-citanya diwujudkan dalam rencana Jihadnya yang tertera dalam Qonun Asasiيساسأ ناق (Anggaran Dasar) Persis Bab II pasal 1. Dalam rencanya jihadnya sendiri terbagi ke dalam dua bagian, yakni rencana jihad umum dan khusus, dalam rencana jihad umum di antaranya:
1. Mengembalikan kaum Muslimin kepada tuntunan Al-Qur‟an dan sunnah. 2. Mengidupkan ruhul Jihad dan ijtihad di kalangan umat Islam.
3. Membasmi serangkaian praktek bid‟ah, takhayul, khurafat, taklid, dan
syirik di kalangan umat Islam.
4. Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah islamiyyah kepada seluruh masyarakat.
5. Mengadakan, memelihara, dan memakmurkan tempat ibadah umat Islam sesuai dengan sunnah sunnah nabi sehingga teciptanya kehidupan taqwa. 6. Mendirikan lembaga pendidikan baik pesantren atau madrasah untuk
mendidik putra-putri berlandaskan Al-Qur‟an dan Sunnah.
7. Menerbitkan tulisan baik berupa buku, kitab, majalah, dan siaran lainnya yang dapat mencerdaskan kaum Muslimin di bidang agama maupun umum.
8. Membangun dan memelihara relasi yang baik dengan berbagai organisasi dan gerakan Islam baik di Indonesia maupun di luar Indonesia sehingga terciptanya persatuan alam Islami.52
Sedangkan rencana jihad khusus yang tertera di dalam Qanun Asasi ناق
يساسأ bab II pasal 2, diantaranya:
1. Membentuk Hawariyyun ّير ح (pembela) Islam yang terdiri dari muballighin dan muballighat dengan cara mempertajam dan memperdalam pengertian mereka mengenai soal-soal dan ajaran Islam.
2. Mendidik dan membentuk warga dan anggota Persis agar menjadi uswatun khasanah bagi masyarakat sekitarnya, baik dari segi aqidah, ibadah, dan muamalah.
51
Ibid, h. 53. 52
(37)
3. Mengadakan tantangan dan perlawanan terhadap aliran yang dapat mengancam hidup keagamaan pada umumnya, dan hidup keislaman pada khususnya, seperti paham materialisme, atheisme, dan komunisme.
4. Melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar ركن لا يـ ــن ف رع لا لــ ع dalam segala hal dan melawan musuh-musuh Islam dengan cara yang sepadan sesuai dengan ajaran Al-Qur‟an dan sunnah.53
Dalam merealisasi program-program jihad baik umum maupun khusus,
Persis membentuk bagian otonom dalam jam‟iyyah Persis itu sendiri, di
antaranya:
1. Persatuan Islam Istri (Persistri) dan Pemudi Persatuan Islam (Pemudi), bagian ini mengurus segala kegiatan yang berhubungan dengan para anggota Persis wanita. Biasanya anggota Persistri berusia 30 tahun ke atas, sedangkan pemudi anggotanya berusia 20 tahu ke atas.
2. Pemuda Persatuan Islam (Pemuda) bagian ini mengurus segala kegiatan yang berhubungan dengan para anggota Persis dari kalangan pemuda.
3. Bagian Tabligh, bertugas merencanakan dan menjalankan tablig dan dakwah mencakup seluruh lapisan masyarakat, serta membentuk kader mubaligh dan mubalighat. Membuat naskah khutbah jum‟at untuk pegangan para khatib. 4. Bagian Penyiaran, bertugas menerbitkan buku-buku, majalah-majalah,
kitab-kitab, dan sebagainya, untuk menyebarluaskan paham-paham Persis kepada masyarakat luas.
5. Bagian Pendidikan, bertugas mendirikan lembaga pendidikan baik pesantren maupun madrasah, untuk mendidik putra-putri Islam agar menjadi pembela Islam sesuai dengan Al-qur‟an dan as-Sunnah.
53
(38)
29
6. Bagian perbendaharaan, sosial dan ekonomi, bertugas mencari, mengurus, dan membelanjakan uang organisasi, memelihara harta dan kekayaan organisasi, memberikan pertolongan kepada fakir-miskin dan orang-orang terlantar, memberi sumbangan bagi pembangunan sarana sosial, seperti masjid, sekolah, jalan, dan lain sebagainya.54
Dari serangkaian kegiatan dakwah yang dilakukan Persis yang paling menonjol adalah bidang pendidikan, penerbitan, ceramah-ceramah, dan perdebatan. Keberadaan Persis sendiri dari sejak awal berdirinya hingga saat ini, diakui atau tidaknya sebagai salah satu gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, tidak menyurutkan semangat juang untuk tetap berusaha memperjuangkan aqidah Islam berdasarkan Al-Qur‟an dan as-Sunnah, sebagaimana perjuangan yang telah dilakukan oleh para pendirinya terdahulu, seperti Muhammad Zamzam, Muhammad Yunus, A. Hassan, dan Muhammad Natsir yang hidup pada masa penjajahan kolonial Belanda.
B. Tujuan Diterbitkannya Majalah Risalah
Dalam rangka mengembangkan dan memperluas diskusi-diskusi yang diadakan seputar keagamaan, politik, sosial, dan budaya, yang selama ini diselenggarakan sehingga isu yang didiskusikan tidak hanya diketahui oleh kalangan warga Persis, tetapi juga masyarakat umum, maka mereka menerbitkan
54
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992) h. 764-765.
(39)
beberapa majalah. Adapun majalah yang terbit sampai saat ini adalah majalah Risalah.55
Majalah Risalah merupakan salah satu media yang digunakan Persis untuk berdakwah, dengan tujuan menyebarkan faham Al-Qur‟an dan Sunnah. Risalah sebagai majalah da‟wah Islamiyyah dengan slogannya “bacaan penuguh hati”. Wacana-wacana yang disampaikan tidak hanya mengusung wacana-wacana keagamaan, tetapi juga ditambahkan dengan wacana-wacana kontemporer sebagaimana telah menjadi tuntutan umat pada saat ini. Adapun visi dan misi majalah Risalah adalah sebagai berikut:
Visi : “dakwah Islam berbasis pemikiran dan peradaban”
Misi :
1. Membentuk opini masyarakat yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam; 2. Meneguhkan keagamaan diniyah ةينيد yang berlandaskan Al-Qur‟an dan
As-sunnah;
3. Menyajikan kajian pemikiran dan peradaban Islam tsafaqah ةـقـفـث yang berlandaskan khazanah pemikiran Islam turats ر ت;
4. Memberikan informasi yang adil seputar dunia Islam; 5. Menyediakan ruang opini publik bagi masyarakat.56
Dalam tampilan majalah Risalah biasanya terdiri dari kajian utama dengan wacana-wacana yang aktual, kajian diniyyah ةينيد yang terdiri dari Tanya jawab seputar keagamaan Istifta حا ف سإ, kajian Al-Qur‟an, hadits, aqidah, akhlak, sistem dan pola pemikiran Islam minhajul-Islam ماسإا ج نم, dan khutbah jum‟at, kajian
55
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan, Persis dan politik: Sejarah Pemikiran dan Aksi PolitikPersis, h. 3.
56
(40)
31
pemikiran dan peradaban meliputi kajian pemikiran, peradaban global tsafaqah
ةـقـفـث, dan kajian lokal yang mencakup ruanglingkup keluarga dan pendidikan anak baiti jannati dan bunayya ّينب ي نج ي يب, serta berita nasional (nusantara islami) dan Internasional (alam islami).57
Adapun struktur pengelalola majalah Risalah di antaranya: Pemimpin Umum : Prof. Dr. M. Abdurrahman, M. A Wakil Ketua Umum : Dr. Irfan Safrudin, M. A
Pemimpin Redaksi : H. Mohammad Rahmat Najieb, S. Pd Redaktur : Dr. Nashruddin Syarief, M. Pd. I
: Drs. Iwan Karmawan Arie : Jejen Jaenudin, S.Sos, M.Pd. I
Produksi : Fauzan
: Dien Samsoedin : Dedi Setiabudhi Pemimpin Perusahaan : H. Andi Sugandi
Keuangan : Dedeh Saodah
: Dewi Kurmiati
Pemasaran : Abdul Hamid
: Ibn Muhibban
57
(41)
C. Tokoh-Tokoh Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Majalah
Risalah
Terbitnya majalah Risalah pada tahun 1962 hingga saat ini, merupakan hasil dari perjuangan Yunus Anis dan ayahnya, yakni Kyai Haji Endang Abdurrahman. Keduanya memiliki semangat jihad untuk mengembangkan dakwah Persis, sehingga apa yang disampaikannya dapat diketahui oleh masyarakat umum. Di awal penerbitannya Risalah mengalami banyak hambatan dan kesulitan dalam penerbitan, seperti percetakan, minimnya dana yang dimiliki, dan lemahnya di bidang menajemen. Meskipun demikian, hal tersebut tidak membuat Yunus Anis dan K. H. E. Abdurrahman untuk berhenti berusaha dalam langkah mengembangkan penerbitan majalah Risalah.58 Ini terbukti berkat perjuangan keduanya majalah Risalah dapat terbit hingga saat ini.
Tidak jauh berbeda dengan majalah pada umumnya, Risalah menyediakan rubrik tanya jawab, di mana masyarakat dapat menanyakan permasalahan apa saja terutama mengenai keagamaan. Hal ini tidak terlepas dari penyebaran paham keagamaan yang dilakukan Persis melalui bidang publikasi, sebab pada saat itu bidang-bidang garapan (bidgar) dakwah Persis belum berjalan seperti sekarang, sehingga tidak heran jika majalah Risalah lebih banyak menanggapi persoalan keagamaan dibandingkan dengan wacana-wacana nasional maupun internasional. Di awal penerbitannya ketebalan majalah Risalah kurang lebih 30 halaman dan berbahasa Indonesia. Format yang masih sederhana menjadi lebih baik setelah
58
(42)
33
dibantu oleh percetakan Dua-R dalam penerbitannya. Adapun, tulisan-tulisan yang ditampilkan tidak disertai ilustrasi dan foto.59
Pada tahun 1972 pengelola Risalah digantikan oleh ayahnyaYunus Anis, yakni K. H. E. Abdurrahmanyang menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Persis sekaligus merangkap sebagai ketua Pimpinan Persis di Pajagalan-Bandung pada saat itu. Terkait dengan peraturan yang di keluarkan oleh pemerintah pada masa Orde Baru, yang melarang organisasi massa untuk menerbitkan suatu media, maka dibentuklah sebuah badan hukum berupa yayasan bernama Yayasan Penerbitan Risalah. Meskipun demikian, yang dicantumkan sebagai penerbit majalah Risalah tetap Pimpinan Pusat Persatuan Islam bagian penyiaran dan publikasi.60
Wafatnya K. H. E. Abdurrahman pada tahun 1983, pengelolaan majalah Risalah digantikan oleh Abdul Latief Mukhtar sekaligus menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Persis. Pada masa kepemimpinanya, Latief mengangkat Bambang Setyo Supriyanto menjadi pemimpin redaksi dan penanggung jawab hariannya. Pada masa ini, majalah Risalah tidak hanya ditunjukan kepada warga Persis, tetapi juga masyarakat luas. Seiring perubahan kepengurusan majalah Risalah baik isi, penulis dan formatnya mengalami perubahan. Tidak hanya itu, pada tahun 1985 Yayasan Penerbit Risalah berganti nama menjadi Yayasan Risalah Pers, seiring diberlakukannya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).61
59
Ibid. 60
Profil Majalah Risalah, h. 1. 61
(43)
Pergantian kepemimpinan Pimpinan Pusat Persis oleh Shiddiq Amien setelah wafatnya Abdul Latief Mukhtar pada tahun 1997, maka kepemimpinan redaksi majalah Risalah pada tahun 2000 diganti oleh Mohammad Rahmat Najieb yang bekerja sama dengan H. Andi Sugandi sebagai pemimpin perusahaan. Namun, setelah wafatnya Shiddiq Amien kepemimpinan di ambil alih oleh M. Abdurrahman sebagai ketua umum dan Irfan Safruddin sebagai wakil ketua umum. Demikianlah, tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan majalah Risalah. Adapun, pergantian kepemimpinan redaksi majalah Risalah sendiri disesuaikan seiring dengan adanya pergantian kepemimpinan Pimpinan Pusat Persis.62
62
(44)
35 BAB III
DINAMIKA PERPOLITIKAN DAN PERANAN MEDIA PERS DI INDONESIA TAHUN 1998-1999
A. Pengertian Politik
Kata politik sudah menjadi kata internasional, di mana semua orang di berbagai bangsa telah mengenalnya. Hanya saja, begitu banyaknya bahasa yang digunakan oleh berbagai bangsa, sehingga pengucapan dan ejaannya saja yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama.63 Di masa Yunani Kuno pemikiran mengenai negara telah ada sejak tahun 450 SM. Hal ini terbukti dari karya-karya ahli sejarah atau filusuf, seperti Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lain sebagainya. Terkait dengan hal itu, Miriam Budiardjo menjelaskan dalam bukunya “Dasar
-Dasar Ilmu Politik” bahwa, persoalan mengenai negara merupakan titik sentral dari ilmu politik sebab ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan.64
Masalah politik sendiri akan timbul ketika sekumpulan manusia atau orang mulai hidup berdampingan, sehingga pengaturan dan pengawasan mulai dibentuk. Sejak saat itulah, para pakar politik mulai memikirkan konsep-konsep untuk mengatsi masalah-masalah yang menyangkut batasan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah, sistem apa yang dapat menjamin
63
Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik Islam jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 18. 64
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 5 dan 13.
(45)
adanya pemenuhan kebutuhan akan pengaturan dan pengawasan, dan sebagainya.65
Terkait pembahasan di atas menurut pemahaman orang Yunani Kuno, kata politik adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa mereka sendiri (Yunani), yakni polis yang artinya negara atau kota.66 Sedangkan dalam bahasa Arab politik disebut dengan siyasah yang artinya masalah mengenai kenegaraan. Di Indonesia sendiri kata siyasah telah lebih dulu digunakan dibandingkan kata politik, namun pemakaiannya tidak begitu populer.67 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik adalah segala tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain.68
Dalam memahami politik sendiri tidak terlepas kaitannya dengan perkataan Aristoteles yang pertama kalinya memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang pada dasarnya adalah binatang politik. Dengan pengamatannya tersebut, Aristoteles ingin mengatakan dan menjelaskan kepada kita bahwa, hakikat politik itu berada dalam kehidupan sosial yang merupakan politik dan melalui interaksi sosial sebagai suatu proses yang berlangsung antara satu dengan lainnya dianggap akan melibatkan hubungan politik.69 Namun, menurut para ahli politik seperti Miriam Budiardjo, politik adalah segala macam kegiatan dari sistem politik negara berkaitan dengan cara menentukan tujuan-tujuan sehingga terciptanya kehidupan yang kolektif.
65
P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 3. 66
Ibid, h. 4. 67
Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik Islam jilid I, h. 21-22. 68
Lukman Ali, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1091.
69
(46)
37
Sedangkan menurut Rod Hague politik adalah sebuah sistem pemerintahan di suatu negara yang bertujuan untuk mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat dengan cara mendamaikan perbedan-perbedaan yang ada menyangkut peraturan umum yang dibuat untuk mengatur berbagai aspek kehidupan.70
Demikianlah, dari definisi di atas dapat terlihat bahwa, politik merupakan aktivitas-aktivitas untuk membangun sebuah negara dengan sistem politik atau organisasi politik, sehingga dapat mencapai tujuan dengan cara apapun, tidak terlepas dari proses untuk melaksanakan tujuan yang dikehendaki.
B. Dinamika Perpolitikan Indonesia 1998-1999
Selama kurun waktu 1998 hingga akhir 1999, di mana sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh berbagai pihak mana pun bahwa, rezim yang telah lama berkuasa akan berakhir, sebab posisi Soeharto sangat sentral dalam perpolitikan baik di lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif.71 Namun, setelah lengsernya Soeharto dari tampuk kepemimpinannya, diharapkan akan membawa Indonesia kepada perubahan tatanan politik kearah yang lebih baik dan demokratis.72
Indonesia sebelum memasuki era Reformasi mengalami ketidakstabilan politik yang mengakibatkan krisis multidimensional. Hal ini di awali dengan
70
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 13-16. 71
Eep Saefullah Fatah, Menuntaskan Perubahan I: Catatan Politik 1998-1999, (Bandung: Mizan, 2000) h. xx.
72
Hermin Indah Wahyuni, Relasi Media-Negara-Masyarakat dan Pasar Dalam Era Reformasi, dalam Jurnal Ilmu Sosial Politik, Vol. 4, No. 2, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2000), h. 198.
(47)
adanya krisis moneter pada pertengahan 1997,73 di mana nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin rendah, sehingga harga-harga kebutuhan masyarakat semakin tinggi.74 Di tengah peliknya persoalan yang ada menyebabkan terjadinya demonstrasi dan kerusuhan.75 Selain itu, struktur birokrasi pada masa Orde Baru yang tidak bertanggung jawab dan otoriter, dianggap telah membawa kemerosotan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia,76 sehingga dampak yang ditimbulkan sepanjang sejarah Orde Baru adalah cukup banyaknya konflik politik77 yang terjadi tidak dengan mudah dapat terselesaikan meskipun rezim Orde Baru telah lengser.
Lengsernya rezim Orde Baru tidak terlepas dari banyaknya kalangan yang menganggap bahwa, kekuasaan Orde Baru tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Hal ini telah memicu seluruh lapisan masyarakat termasuk mahasiswa melakukan demonstrasi sepanjang akhir 1997 sampai pada aksi pendudukan gedung MPR/DPR-RI sejak 19 hingga 22 Mei 1998.78 Terkait lengsernya rezim Orde Baru sekaligus memasuki era Reformasi telah memberikan kebebasan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi terutama di bidang politik baik mendirikan partai politik maupun lembaga non-politik, serta bebas meyatakan pendapat. Sayangnya, di tengah kebebasan tersebut
73
Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, (Jakarta: THC Mandiri, 2006), h. 1.
74
Selo Soemardjan, Kisah Perjuangan Reformasi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. xix.
75
Eep Saefullah, Membangun Oposisi Agenda-Agenda Perubahan-Perubahan Politik Masa Depan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 14.
76M. Syafi‟i
Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesi, (Jakarta Selatan: Para Madina, 1995), h. 17.
77
Eep Saefullah, Membangun Oposisi Agenda-Agenda Perubahan-Perubahan Politik Masa Depan, h. 14.
78M. Fadjroel Ranchman, “Refleksi atas Gerakan
Reformasi Total 1998,” Media Indonesia, 17 Juni 1998, h. 4.
(48)
39
menjadi semakin tidak terkendali sebab tidak adanya kontrol untuk mengendalikan kebebasan yang dikehendaki, serta kurangnya ide untuk menyusun konsep sistem politik yang lebih matang setelah rezim Orde Baru.79 Justru sebaliknya, banyak kalangan elit politik maupun kalangan sosial menengah lebih mengutamakan dan memanfaatkan kondisi tersebut untuk mendapatkan posisi atau jabatan dalam struktur pemerintahan.
Dari sekian banyak faktor yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah pada masa Orde Baru salah satunya adalah ketidakstabilan politik membuat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perpecahan (disintegrasi) di kalangan umat Islam. Hal ini yang kemudian menjadi permasalahan besar yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia, sebab dampak ditimbulkan cukup signifikan terhadap berbagai aspek perubahan dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia.80
Dalam pemulihan ketidakstabilan politik dilakukan re-integrasi (penyatuan kembali) pada masa Reformasi. Sayangnya, upaya tersebut sedikit terhambat karena kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan B. J. Habibie yang menganggap kekuasaannya merupakan perpanjangan dari rezim Orde Baru, sehingga menumbuhkan gagasan atau ide-ide baru di kalangan masyarakat dalam membangun sebuah sistem politik yang lebih baik dengan cara membentuk partai politik sebagai wadah untuk menyusun dan menyatukan aspirasinya dalam pemerintah Indonesia.81
79As‟ad Said Ali,
Ideologi Gerakan Pasca-Reformasi, (Jakarta: LP3S, 2012), h. ix. 80M. Fadjroel Ranchman, “Refleksi atas Gerakan
Reformasi Total 1998,” Media Indonesia, 17 Juni 1998, h. 4.
81
(49)
Salah satu upaya yang dilakukan B. J. Habibie untuk mengembalikan kepercayaaan masyarakat yakni, dengan menyegerakan pelaksanaan pemilu sekaligus pergantian presiden dan memberikan kesempatan kepada partai politik untuk berpartisispasi dalam pemilu. Oleh sebab itu, tidak heran jika pemilu pada tahun 1999, telah memicu lahirnya banyak partai politik yang ikut serta. Namun, banyaknya partai politik telah menimbulkan persaingan dalam memperoleh suara pemilih yang disebabkan adanya perbedaan visi, orientasi, dan kepentingan elit partai.82
Di samping itu, era Reformasi merupakan momentum bagi kebangkitan dan perkembangan sistem politik yang lebih demokratis, setelah partai Islam mengalami marjinalisasi politik selama rezim Orde Baru.83 Dalam pemilu partai Islam dihadapkan pada pilihan pelik antara menyesuaikan diri atau melakukan perlawanan dengan kekerasan terhadap sistem yang ada sebab baik partai politik Islam maupun partai politik non-Islam yang mengupayakan demokrasi harus menentukan strategi yang paling efektif untuk mencapai tujuan mereka.84 Namun, ketika melihat keadaan umat Islam yang kurang tanggap terhadap permasalahan politik antara dikotomi partai Islam dengan partai non-Islam membuat lembaga-lembaga non partai ikut berpartisipasi dalam penyadaran kepada umat Islam agar menyalurkan hak pilihnya pada partai-partai politik yang dianggap dapat membela kepentingan umat Islam, melalui beberapa koran bersekala nasioanal seperti yang
82
Imam Tholkhah, Anatomi Konflik Politik di Indonesia, penerjemah Achmad Syahid dan Jajat Burhanuddin, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 225-226.
83
Ibid, h. 228.
84
John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan Prospek, penerjemah Rahmania Astuti, (Bandung: Mizan, 1999), h. 2.
(50)
41
dilakukan MUI dan PP Muhammadiyah.85 Kemudian usaha penyadaran tersebut juga dilakukan oleh Persatuan Islam melalui majalah Risalah, di mana dalam majalah ini menyerukan hal serupa, yakni umat Islam agar memilih partai politik yang dianggap dapat memperjuangkan kepentingan umat Islam.86
Banyaknya partai politik yang menggunakan simbol-simbol Islam dianggap mampu mendapat suara terbanyak karena melihat realitas sosio-religius mayoritas pendukungnya adalah kaum Muslim. Nyatannya partai Islam mengalami penurunan dalam perolehan suara pada pemilu 1999 yang disebabkan polarisasi partai-partai Islam sehingga masing-masing partai harus berbagi suara dengan partai Islam lainnya. Kegagalan partai politik Islam dalam pemilu 1999 telah memberikan kesempatan kepada partai politik berbasiskan nasional untuk mendapatkan suara dari pendukung partai Islam.87
Kemenangan PDI-P pada pemilu 1999 merupakan realitas politik yang tidak terlepas dari simpati masyarakat terutama kalangan bawah yang menganggap Megawati mampu memberikan keadilan sosial dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Hal ini yang dipandang masyarakat terutama masyarakat desa dapat mengubah sistem politik, ekonomi dan sosial, dimana keadaan ini kurang mendapat perhatian di masa pemerintahan rezim Orde Baru. Kemenangan tersebut menjadi cambukan keras bagi partai-partai Islam, di mana kemenangan tersebut akan membawa megawati menduduki kursi presiden.
85
Imam Tholkhah, Anatomi Konflik Poltik di Indonesia, penerjemah Achmad Syahid dan Jajat Burhanuddin, h. 229.
86“Menjelang Pemilu 7 Juni 1999 Umat Harus Loyal ke Parpol Mana?,”
Majalah Risalah,
No. 3, Mei 1999, h. 6. 87
Imam Tholkhah, Anatomi Konflik Poltik di Indonesia, penerjemah Achmad Syahid dan Jajat Burhanuddin, h. 228.
(51)
Hal ini yang kemudian ditanggapi oleh para elit partai Islam dengan menggunakan argumentasi kekuatan politik Islam atas penafsiran teks agama yang eksklusif. Penafsiran ini, lebih jauh digunakan sebagai landasan isu gender untuk menolak kepemimpinan wanita. Akhirnya, setelah partai-partai Islam seperti PPP, PBB, PK, dan PAN membentuk dan menyepakati poros tengah (kekuatan politik Islam di parlemen untuk mengganjal Megawati menjadi presiden) pada saat itu, maka inilah yang kemudian dapat menggagalkan Megawati sebagai presiden pada Sidang Umum MPR 1999.88
C. Peranan Media Pers
Corak pemerintahan yang berbeda pada era Reformasi telah membawa implikasi bagi kehidupan dan perkembangan pers di Indonesia. Di mana media lebih diberikan keleluasaan untuk menempatkan dirinya dalam posisi yang lebih luas tidak hanya sekedar corong pemerintah, tetapi juga sebagai institusi sosial dalam relasinya dengan institusi-institusi lain. Meski demikian, disisi lain tidak bisa dipungkiri jika media pers bukanlah cermin yang tanpa cacat, sebab masyarakat berhak untuk lebih teliti dan mengoreksi segala sesuatu yang disampaikan oleh media.89
Perubahan sistem politik yang lebih demokratis di era Reformasi (1998-1999) memberikan kesempatan kepada media pers untuk menanggapi setiap permasalahan yang terjadi di Indonesia. Beragam pemikiran yang disampaikan dalam media pers dapat memberikan wawasan dan informasi kepada masyarakat
88
Ibid, h. 227-230. 89
Hermin Indah Wahyuni, Relasi Media-Negara-Masyarakat dan Pasar Dalam Era Reformasi, dalam Jurnal Ilmu Sosial Politik, h. 197 dan 203-215.
(52)
43
luas mengenai kebobrokan rezim Orde Baru.90 Selain itu juga, pemberitaan di media tidak lagi didominasi oleh berita yang menyanjung kekuasaan Orde Baru, tetapi telah berani mengungkapkan realitas yang sebelumnya dianggap sangat sensitif, seperti pemberitaan keterlibatan Kopassus dalam penculikan aktivis, pelanggaran HAM di Aceh, peristiwa kerusushan di Jakarta, Kupang, Ambon dan lain sebagainya.91
Berbeda dengan Orde Baru, pers mengalami pembekuan yang menyebabkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap semua peristiwa yang terjadi di Indonesia menjadi sangat terbatas serta tidak adanya keleluasaan untuk mendapatkan informasi, bahkan simpang siurnya data-data kejadian yang dapat menjadi konsumsi publik.92 Padahal, undang-undang nomor 11 tahun 1966 bab 2 pasal 4 yang diterapkan mengenai prinsip-prinsip dasar pers menyatakan
bahwa “pers nasional tidak dapat disensor atau dikendalikan” dan pasal 5.1
menyatakan “kebebasan pers dijamin sebagai bagian dari hak-hak dasar warga
Negara” serta bab 4 pasal 8.2 menyatakan “penerbitan tidak memerlukan surat
izin apa pun”. Akan tetapi, nyatanya para penerbit surat kabar diwajibkan harus
memiliki dua surat izin terbit, yakni Surat Izin Terbit (SIT) dan Surat Izin Cetak (SIC).93
90
Dedy N. Hidayat, Pers, Internet, dan Rumor Dalam Proses Delegitimasi Rezim Soeharto, dalam buku: Kisah Perjuangan Reformasi, ed. Selo Soemardjan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. 352-353.
91
Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 76.
92
Eep Saefullah, Membangun Oposisi Agenda-Agenda Perubahan-Perubahan Politik Masa Depan, h. 14-15.
93
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011) h. 34-35.
(53)
Jika di lihat lebih jauh pers tidak hanya sebatas media untuk mengkomunikasikan gagasan, cita-cita, dan pandangan mereka kepada para anggota dan masyarakat luas,94 tetapi secara tidak disadari kehadiran media pers telah memberikan perannya sebagai salah satu lembaga yang dipandang sebagai kekuatan demokrasi, di samping lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.95
Di samping itu, sepanjang sejarah Orde Baru Presiden Soeharto menggunakan kekuasaannya, di mana media digunakan sebagai alat untuk menyebarluaskan pesan-pesan yang sesuai dengan kepentingan di satu pihak, yakni pemerintah. Sehingga media dipandang sebagai entitas politik dalam mengarahkan dan menuntun masyarakat sesuai dengan apa yang diinginkan pemerintah.96 Pemberedelan berbagai media yang terjadi pada masa Orde baru menyebabkan terjadinya perubahan mengenai pusat kekuasaan yang perlahan-lahan bergeser dari dalam lingkaran pemerintahan menuju kepentingan ekonomi yang ada di luar Indonesia. Hal ini terlihat, tidak sedikit para pemilik modal asing yang semakin lama semakin banyak menanamkan modalnya dalam sektor media cetak di Indonesia, tanpa harus adanya pembatasan dan aturan dari pemerintah. Kondisi tersebut menyebakan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang tidak dapat membendung tren ekonomi liberal yang terus bergulir tanpa bisa dihentikan.
94
Andi Swirta, Suara Dari Dua Kota: Revolusi Indonesia Dalam Pandangan Surat Kabar Merdeka (Jakarta) dan Kemerdekaan Rakyat (Yogyakarta) 1945-1947, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 25.
95
Andi Swirta, Dinamika Kehidupan Pers di Indonesia Pada Tahun 1950-1965: Antara Kebebasan dan Tanggung Jawab Nasional, www.sosiohumanika-jpssk.com. (Akses 19 Oktober 2014) h. 262.
96
Hermin Indah Wahyuni, Relasi Media-Negara-Masyarakat dan Pasar Dalam Era Reformasi, dalam Jurnal Ilmu Sosial Politik, h. 202-203.
(54)
45
Inilah yang kemudian memerlukan kehadiran media yang beragam, majemuk, dan terbuka.97
Perkembangan media pers telah memberikan pengaruhnya baik dari aspek sosialisasi nilai-nilai dan ajaran-ajaran agama. Dalam sejarah mencatat bahwa, tidak hanya pers yang diterbitkan oleh penerbit nasional dalam menumbuhkan kesadaran nasional di kalangan umat Islam, tetapi juga pers yang diterbitkan oleh penerbit Islam yang menjadi wadah dalam mengembangkan pemikiran para tokoh Islam untuk menumbuhkan gairah memahami Islam. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa, umat Islam termasuk perintis perkembangan pers di Indonesia. Sampai saat ini masih bisa di jumpai beberapa pers Islam98 yang telah berusia lanjut,99 salah satunya adalah majalah Risalah yang ditebitkan tahun 1962 hingga saat ini oleh Persatuan Islam sebagai wadah untuk mengembangkan dakwah dan merespon baik permasalahan tentang keagamaan maupun perpolitkan di Indonesia.
Dari relasi yang selalu berubah akibat kondisi politik yang belum stabil pada masa Reformasi, maka tidak dapat dipungkiri jika relasi media dengan masyarakat, negara, dan pasar, belum mampu secara utuh dapat mewujudkan media sebagai infrastruktur komunikasi politik pendorong demokrasi. Indikasinya terlihat dengan adanya tekanan-tekanan tertentu pada media baik oleh pemilik
97
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 172. 98
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pers merupakan usaha percetakan dan pemberitaan yang disiarkan melalui surat kabar, majalah, radio, televisi, dan flm. Hasan alwi, dkk., (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 863. Sedangkan pers Islam merupakan usaha penerbitan yang dikelola oleh umat Islam, di mana isi pemberitaan yang di sampaikan berdasarkan kaidah-kaidah yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Lihat, M. Rusli Karim, Dinamika Islam di Indonesia: Suatu Tinjauan Sosial dan Politik, (Yogyakarta, PT Hanindita, 1985), h. 146-165.
99
M. Rusli Karim, Dinamika Islam di Indonesia: Suatu Tinjauan Sosial dan Politik,
(1)
H. Didi Kuswandi
H. Drs. Aking Setiawan, M. Pd
Pimpinan Pusat Persis
Ketua Umum : K. H. Drs. Shiddiq Amien, MBA
Ketua Bidang Jam’yyah : K. H. Entang MuK. Htar ZA
Ketua Bidang Tarbiyyah : K. H. Prof. Dr. Maman Abdurrahman, MA Ketua Bidang Maliyyah : K. H. Drs. Uyun Kamiludddin, SH, MH
Para Sekertaris
Sekertaris Umum : Drs. H. Dody S. Truna,MA Sekertaris Bidang Jam’iyyah : H. Hazmiludi
Sekertaris Bidang Tarbiyyah : H. Supriatna,S.Pd., M,Pd.I
Sekertaris Bidang Maliyyah : Drs. Yudi Wildan Latief, SH, MH. Sekertaris Hubungan Luar Negri : Drs. Acep Saefudin Ma’sum, M.Pd
(mengudurkan diri
digantiakan oleh H. Ade Abdulrrahman,Lc)
Para Bendahara
Bendahara Umum : H. Andi Sugandi
Bendahara I : H. Andi Sukarya
Bendahara II : H. Ruspendi
Para Ketua Bidang Garapan
(2)
92
Bidang Organisasi : H. Atep Latiefulhayati, SH, MH.
Siyasah Jam’iyyah : Drs. H. Uus Muh. Rukhiyyat
Hubalog : H. Taufiq Rahman Azhar, SAg Hub. Luar Negri : H. Ade Abdulrrahman Lc.
Dikdasmen : Drs. H. Asep Saefuddin BAdru, M,Pd. Pendidikan Tinggi : Drs. H. Irfan, M. Ag.
Dakwah : K.H. Aceng Zakaria.
Bimhajum : H. Toha Kahfi
Perzakatan : Drs. H. Anwaruddin.
(mengundurkan diri bulan Juni tahun 2007 digantikan oleh
Drs. Hassan Ridwan, M.Ag) Perwakafan : Drs. H. Endang Sukmana, S. Pd
Ekonomi : H. Adeng Zaenal
Sosial : H. Suwardi Sulaeman
Bangsasik : H. Ahamad Hussein
Penpud : H. Yusuf BAdri, M. Ag
Kepala Rumah Tangga : H. M. Ma’mur Dewan Hisbah
Ketua : K. H. Usman . Shalehuddin
Wakil Ketua : K. H. Prof. Dr. Maman Abdulrrahman, MA Sekertaris : K. H. M. Rahmat Najieb, S.Pd
(digantikan oleh K. H. Wawan Shofwan) Wakil Sekertaris : K. H. Wawan Shofwan
(di gantikan oleh ust. Jae Nandang)
Anggota :
1. K. H. Achyar Syuhada 2. K. H. Ikin Shodikin
(3)
3. K. H. Abdul Qodir Shodiq 4. K. H. M. Abdurrahman, Ks 5. K. H. Aceng Zakaria 6. K. H. Muh. Romli
7. K. H. Drs. Shiddiq Amien, MBA 8. K. H Ad-Dailamy Abu Huraeroh 9. K. H. Luthfi Abdullah Ismail, Lc 10.K. H. Drs. Entang Mukhtar, ZA 11.K. H. Drs. Ahmad Mubin
12.K. H. Taufiq Rahman Azhar, SAg 13.K. H. Drs. Uus Muh. Rukhiyat 14.K. H. Ade Abdurrahman, Lc 15.K. H. Drs. U. Jalaludin
16.K. H. Ahmad Daerobby, M. Ag 17.K. H. Drs. Jeje Zaenuddin, M. Ag 18.Ust. Salam Rusyad
19.Ust. Zae Nandang
Dewan Hisab & Rukyat
Ketua : K. H. M. Abdulrrahman, Ks
Wakil Ketua : Prof. Ir.H. Suwandojo Siddiq, DE. Eng
Anggota : Syarif Ahmad Hakim, SAg.
H. Muh . Iqbal Santoso Hilaman Syaukani, M. Pd Dewan Tafkir
Ketua : Prof. Dr.H. Dadan Wildan Anas, M. Hum
(4)
94
Sekertaris : Ihsan Setiadi Latief, S. Ag, M. Si Para Anggota : 1. Drs. H. Benyamin Harits, MSi
2. H. M. Amin Jamaluddin 3. H. S. Kahfi Amien
4. Drs. Hamdani Hamid, MA 5. Drs. Syamsul Bachry Day, MH 6. Drs. Budi Hermawan, M. Pil. 7. Drs. D. Dedeng Rosyidin, M. Ag 8. Ir. Muta’allih, APU
(5)
(6)