Sejarah Berdirinya Perpolitikan Di Indonesia Dalam Sorotan Pers Islam : Analisa Majalah "Risalah" Tahun 1998-1999
Sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh al-Tirmizi:
ةعام لا عم ها دي
Artinya: kekuatan Allah itu bersama al- Jama’ah. Ayat Al-Qur‟an dan
hadits tersebut dijadikan lambang Persis dengan tulisan yang berbentuk bintang bersudut dua belas, sedangkan tulisan Persatuan Islam terletak di tengah yang
ditulis memakai huruf Arab-Melayu.
34
Pada tahun 1924, A. Hassan bergabung dalam kegiatan diskusi yang diadakan Persis. Ia dikenal sebagai seorang pedagang yang memiliki pemahaman
agama yang cukup luas dan cakap dalam menyampaikan maupun menjelaskan masalah keagamaan kepada khalayak umum. Ini terbukti ketika H. Zamzam
sabagai ketua Persis menjadi narasumber dalam pengajian, kemudian beliau ditanya oleh salah satu anggota kelompok diskusi tentang tauhid. Namun, jamaah
merasa tidak puas terhadap jawaban yang diberikan H. Zamzam. Akhirnya A. Hassan mencoba menjelaskan kembali jawaban atas pertanyaan tersebut, di mana
jawaban yang diberikan A. Hassan lebih mudah dipahami oleh jamaah, maka sejak saat itu A. Hassan diminta untuk menjadi narasumber dalam pengajian
sekaligus dijadikan sebagai guru besar Persis untuk menggantikan H. Zamzam.
35
Di masa kepemimpinan A. Hassan, pengembangan dan penyebaran faham Al-
Qur‟an dan As-sunnah tidak hanya disampaikan melalui khutbah-khutbah, diskusi, dan pengajian, tetapi juga melalui tulisan yang diterbitkan, seperti buku-
buku, majalah-majalah, dan kitab-kitab. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam media
34
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an
dan Al-Sunnah, ” h. 49.
35
Tamar Djaja, Riwayat Hidup A. Hassan, Jakarta: Mutiara. 1980, h. 23-24.
cetak tidak hanya tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Minangkabau, Jawa Barat, tetapi juga sampai ke luar negeri seperti Malaya Malaysia dan Muangthai.
Setelah bergabungnya A. Hassan nama Persis pula semakin dikenal di kawasan Nusantara.
36
Sejak bergabungnya A. Hassan yang telah memberikan corak dan warna tersendiri pada pergerakan dan pemikiran Persis, membuat daya tarik tersendiri
bagi para tokoh dari organisasi lain, sebab diskusi-diskusi maupun tulisan A. Hassan tidak jarang menjadi perhatian dan rujukan untuk kelompok pembaharu di
Nusantara. Seiring berjalannya waktu, tokoh-tokoh yang turut bergabung dengan Persis dan meramaikan wacana keagamaan seperti Munawar Chalil, Muhammad
Natsir, Muhammad Isa Anshary dan lain sebagainya.
37
Seiring perkembangannya Persis tidak hanya mengutamakan wacana keagamaan tetapi juga peliknya permasalahan perpolitikan di Indonesia menjadi
perhatian dari para tokoh-tokoh Persis. Hal ini terlihat dari aktivitas dan pemikiran para tokoh Persis yang banyak terlibat dalam kegiatan politik. Kegiatan politik
Persis semakin terlihat pada awal kemerdekaan ketika Muhammad Natsir dan Isa Anshary menjadi tokoh penting di Masyumi. Keduanya cukup berperan penting
terutama dalam wacana pemikiran politik selama masa Revolusi, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin. Selain itu, pemikiran mereka dalam sidang
konstituante menunjukkan ketegasan bahwa, Persis berpihak terhadap garis politik Masyumi yang ingin menegakkan negara atas dasar Islam. Meskipun demikian,
banyaknya para tokoh Persis yang terlibat langsung dalam kegiatan perpolitikan di
36
Ibid, h. 23-24.
37
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan, Persis dan politik: Sejarah Pemikiran dan Aksi Politik Persis, Jakarta Pusat: Pembela Islam Media, 2012, h. 3-6.
Indonesia, tidak membuat tokoh Persis melibatkan organisasinya terlibat dalam kegiatan perpolitikan.
38
Jika diamati dari aktivitas dan pemikiran para tokoh Persis, seperti Muhammad Natsir, Isa Anshory, dan A. Hassan, tidak bisa dipungkiri bahwa,
keberadaan para tokoh Persis cukup berperan aktif dalam merespon masalah keagamaan maupun politik. Di mana, mereka telah turut berpartisipasi dalam
wacana pemikiran mengenai pendirian negara baru yang bebas dari Belanda Nasionalisme pada awal abad ke-20.
39
Meskipun demikian, keterlibatan para tokoh Persis dalam kegiatan politik tidak merubah peranan Persis menjadi partai
politik. Bahkan, Persis terus berjuang untuk mengembangkan dakwahnya tidak hanya mencakup persoalan keagamaan, tetapi mencakup dimensi politik, sosial,
ekonomi, budaya, dan media pers.
40
Dalam mengembangkan kegiatan dakwahnya agar diketahui oleh masyarakat luas, tidak hanya anggota Persis, maka Persis menerbitkan majalah
dengan nama majalah Pembela Islam dan majalah Al-lisan.
41
Media cetak berupa majalah yang pertama kali digunakan Persis adalah Pembela Islam, sebagai
langkah yang dilakukan Persis untuk menyatakan pemikirannya terhadap persoalan yang timbul di tengah-tengah masyarakat.
42
Misalnya, majalah Pembela Islam terbit sebagai akibat dari adanya sebuah rapat kaum wanita menuntut hak
yang sama antara kaum laki-laki dan perempuan di kota Bandung. Hal ini
38
Ibid, h. 6-7.
39
Ibid, h. 5.
40
“Tanggapan atas Tulisan Yusep Solehuddin yang Berjudul: Membangun Daya Tawar Politik Persis, Majalah Rislah, No. 1, Maret 1999, h. 9.
41
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan, Persis dan politik: Sejarah Pemikiran dan Aksi Politik Persis, h. 5.
42
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 51.
dibenarkan oleh tokoh PNI Partai Nasional Indonesia seperti Soekarno dari kaum nasionalis yang membantah aturan agama Islam mengenai poligami.
Namun, hal itu dibantah oleh para tokoh Persis yang menghadiri rapat, seperti A. Hassan dan Muhammad Natsir. Ketika Muhammad Natsir ingin menjelaskan
tentang aturan poligami dalam Islam Soekarno tidak mengizinkan Natsir untuk menjelaskannya. Maka mulailah A. Hassan dan Muhammad Natsir mengambil
tindakan terhadap kekeliruan pemahaman yang menyangkut masalah ajaran Islam yang dianggap bertentangan dengan Al-
Qur‟an dan hadits melalui majalah Pembela Islam.
43
Pembela Islam diterbitkan pada bulan Oktober 1929 di Bandung, yang dikelola oleh H. Zamzam dan penerbitannya hanya berlangsung sampai tahun
1935. Pembela Islam berhasil diterbitkan 71 nomor dengan sirkulasi sebanyak 2000 eksemplar yang tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Minangkabau, Malaysia
dan Muangthai. Pada bulan November tahun 1931 Persis menerbitkan kembali majalah khusus yang membahas mengenai masalah-masalah agama, dengan nama
Al-Fatwa yang berbahasa Indonesia dan ditulis dengan huruf Arab. Isi dari majalah ini hanya membahas mengenai masalah agama, tanpa bermaksud untuk
menentang pihak-pihak di luar Islam, seperti hukum-hukum dalam Islam berdasarkan Al-
Qur‟an dan Sunnah, memuat tafsir Al-qur‟an mulai dari Al- Fatihah dan disambung dengan juz‟ama, pengetahuan tentang agama, soal tanya
jawab mengenai dhaif atau tidaknya suatu hadits. Majalah ini dikelola oleh Muhammad Yunus, Muhammad zamzam, Muhammad Ma‟shum dan A. Hassan.
43
Tamar Djaja, Riwayat Hidup A. Hassan, h. 14.
Publikasi majalah ini hanya berlangsung sampai bulan Oktober 1933 dan terbit sebanyak 20 kali dengan sirkulasi 1000 eksemplar yang tersebar ke Kalimantan,
Sumatra dan Singapura.
44
Pada tahun 1935 diterbitkan kembali majalah baru sebagai pengganti majalah Pembela Islam dan Al-Fatwa dengan nama Al-Lisan dan Al-Taqwa.
Sebagaimana dengan majalah sebelumnya, majalah Al-Lisan digunakan Persis sebagai alat perjuangan dan alat propaganda dalam menanggapi ketidaksesuaian
dengan pemahaman mereka yang diungkapkan oleh lawan-lawannya. Majalah Al- Lisan terbit di Bandung nomor 1 sampai nomor 46 dan nomor 47 sampai 65
diterbitkan di Bangil bersamaan dengan pindahnya A. Hassan beserta beberapa orang muridnya. Sirkulasi rata-rata mencapai 2000 eksemplar dan berhenti terbit
tahun 1942. Sedangkan pada tahun 1937 terbit majalah Al-Taqwa yang dikelola oleh E. Abdurrahman dan O. Qomaruddin Saleh, bahasa yang digunakan adalah
bahasa Sunda untuk memenuhi kebutuhan orang-orang Sunda yang kurang mengerti bahasa Indonesia. Isi dari majalah tersebut tidak jauh berbeda dengan
majalah Al-Lisan, penerbitannya hanya berlangsung sampai 20 nomor dengan sirkulasi 1000 eksemplar dan berhenti terbit tahun 1941. Terkait pemberhentian
penerbitan majalah-majalah tersebut tidak terlepas dari kebijakan pemerintah, minimnya kertas, tinta, dan dana yang dimiliki, serta lemahnya di bidang
menejemen.
45
Pada tahun 1956 Persis menerbitkan majalah Himayat al-Islam dan Hujjat al-Islam. Majalah Himayat al-Islam terbit sembilan kali dan berhenti pada tahun
44
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 51-52.
45
Ibid, h. 52.
1957, dan majalah Hujjat al-Islam terbit hanya satu kali. Adapun setelah Indonesia merdeka Persis menerbitkan kembali sebuah majalah, dengan nama
majalah Risalah yang berbahasa Indonesia. Majalah ini terbit pada tahun 1962 dan terbit secara resmi pada tahun 1963 yang dikelola oleh Yunus Anis dan K. H. E.
Abdurrahman.
46
Risalah merupakan majalah yang terbit di tengah warga Persis, seperti majalah sebelumnya, yakni Pembela Islam, Al-Lissan, At-Taqwa, dan Al-
Muslimun. Pada awal penerbitannya isi dari majalah Risalah lebih banyak merespon mengenai keagamaan dibandingkan dengan masalah perpolitikan. Hal
ini tidak terlepas dari pengembangan dakwah yang dilakukan Persis melalui bidang publikasi. Namun, pada tahun 1983 majalah Risalah megalami perubahan
baik isi maupun para penulisnya setelah dikelola oleh Abdul Latief Mukhtar sekaligus menjabat sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Persis pada saat itu,
sehingga wacana yang disampaikan majalah Risalah tidak hanya merespon mengenai masalah keagamaan, tetapi masalah perpolitikan yang terjadi di
Indonesia.
47
Meskipun perkembangan Risalah tidak begitu signifikan, namun menurut data terakhir sirkulasi penerbitannya kurang lebih telah mencapai 73000
eksemplar setiap bulannya.
48
Demikianlah, Langkah yang dilakukan Persis dalam mengembangkan paham Al-
Qur‟an dan As-sunnah di bidang publikasi. Adapun di bidang pendidikan sebelum mendirikan lembaga pendidikan, pelajaran-pelajaran agama
46
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an
dan Al-Sunnah, ” h. 57.
47
Profil Majalah Risalah, h. 1
48
Wawancara dengan Ibn Hibban, sebagai redaktur Majalah Risalah, pada tanggal 19 September 2015.
dan ilmu-ilmu lainnya diberikan melalui pertemuan-pertemuan dan ceramah yang diselenggarakan secara pribadi oleh para anggota. Akan tetapi, setelah
bergabungnya A. Hassan dibentuk kelas pendidikan dan ibadah yang tidak hanya dikhususkan untuk anak-anak dari anggota Persis, tetapi juga anak-anak di luar
anggota Persis. Sedangkan bagi orang dewasa dibentuk kursus-kursus dalam masalah agama, terutama mengenai soal iman dan ibadah dengan menolak
kebiasaan bid‟ah.
49
Dalam rangka meningkatkan pendidikan masyarakat, Persis mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan nama Pesantren Persatuan Islam di Bandung
pada tahun 1935. Lembaga pendidikan Persis semakin berkembang setelah terbentuknya peserta didik yang cukup cakap dan terampil dalam mengusai
pendidikan agama dan umum, sehingga layak dijadikan sebagai tenaga pengajar di pesantren. Mereka yang tersebar di daerah-daerah lain mendirikan Pesantren
Persatuan Islam dan tercatat pada tahun 1963 sekitar 20 persantren berdiri di Jawa Barat dan Jawa Tengah, termasuk beberapa pendidikan khusus guru dan
mubaligh.
50
Adapun, sistem dalam lembaga pendidikan yang dikembangkan Persis melalui tingkatan pra sekolah yang disebut Raudhatul Athfal, tingkat dasar
Ibtidaiyah dan Diniyah Ula setingkat sekolah dasar SD, tetapi keduanya memiliki pebedaan, di mana tingkat Diniyah ula hanya mempelajari pelajaran
agama, sedangkan Ibtidaiyah mempelajari ilmu umum dan agama. begitupun pada
49
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 43.
50
Badri Khaeruman, Persis Sejarah Pembaharuan Islam “Kembali Kepada Al-Qur’an
dan Al-Su nnah,” h. 53.
tingkat menengah terdiri dari Tsanawiyyah dan Diniyah Wustha, serta tingkat menengah atas disebut Mu
‟allimin.
51
Persis sebagai jam‟iyyah yang didirikan dengan tujuan menyerukan umat Islam agar kembali pada tuntunan Al-
Qur‟an dan Sunnah, maka untuk mencapai tujuan dan cita-citanya diwujudkan dalam rencana Jihadnya yang tertera dalam
Qonun Asasi يساسأ ناق
Anggaran Dasar Persis Bab II pasal 1. Dalam rencanya jihadnya sendiri terbagi ke dalam dua bagian, yakni rencana jihad umum dan
khusus, dalam rencana jihad umum di antaranya: 1.
Mengembalikan kaum Muslimin kepada tuntunan Al-Qur‟an dan sunnah. 2.
Mengidupkan ruhul Jihad dan ijtihad di kalangan umat Islam. 3.
Membasmi serangkaian praktek bid‟ah, takhayul, khurafat, taklid, dan syirik di kalangan umat Islam.
4. Memperluas tersiarnya tabligh dan dakwah islamiyyah kepada seluruh
masyarakat. 5.
Mengadakan, memelihara, dan memakmurkan tempat ibadah umat Islam sesuai dengan sunnah sunnah nabi sehingga teciptanya kehidupan taqwa.
6. Mendirikan lembaga pendidikan baik pesantren atau madrasah untuk
mendidik putra-putri berlandaskan Al- Qur‟an dan Sunnah.
7. Menerbitkan tulisan baik berupa buku, kitab, majalah, dan siaran lainnya
yang dapat mencerdaskan kaum Muslimin di bidang agama maupun umum.
8. Membangun dan memelihara relasi yang baik dengan berbagai organisasi
dan gerakan Islam baik di Indonesia maupun di luar Indonesia sehingga terciptanya persatuan alam Islami.
52
Sedangkan rencana jihad khusus yang tertera di dalam Qanun Asasi ناق
يساسأ bab II pasal 2, diantaranya: 1.
Membentuk Hawariyyun ّير ح pembela Islam yang terdiri dari muballighin dan muballighat dengan cara mempertajam dan memperdalam
pengertian mereka mengenai soal-soal dan ajaran Islam. 2.
Mendidik dan membentuk warga dan anggota Persis agar menjadi uswatun khasanah bagi masyarakat sekitarnya, baik dari segi aqidah, ibadah, dan
muamalah.
51
Ibid, h. 53.
52
Dadan Wildan Anas, Sejarah Perjuangan Persis 1923-1983, h. 41-42.
3. Mengadakan tantangan dan perlawanan terhadap aliran yang dapat
mengancam hidup keagamaan pada umumnya, dan hidup keislaman pada khususnya, seperti paham materialisme, atheisme, dan komunisme.
4. Melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar
ـ ــن ف رع لا لــ ع ركن لا ي
dalam segala hal dan melawan musuh-musuh Islam dengan cara yang sepadan sesuai dengan ajaran Al-
Qur‟an dan sunnah.
53
Dalam merealisasi program-program jihad baik umum maupun khusus, P
ersis membentuk bagian otonom dalam jam‟iyyah Persis itu sendiri, di antaranya:
1. Persatuan Islam Istri Persistri dan Pemudi Persatuan Islam Pemudi, bagian
ini mengurus segala kegiatan yang berhubungan dengan para anggota Persis wanita. Biasanya anggota Persistri berusia 30 tahun ke atas, sedangkan pemudi
anggotanya berusia 20 tahu ke atas. 2.
Pemuda Persatuan Islam Pemuda bagian ini mengurus segala kegiatan yang berhubungan dengan para anggota Persis dari kalangan pemuda.
3. Bagian Tabligh, bertugas merencanakan dan menjalankan tablig dan dakwah
mencakup seluruh lapisan masyarakat, serta membentuk kader mubaligh dan mubalighat. Membuat naskah khutbah jum‟at untuk pegangan para khatib.
4. Bagian Penyiaran, bertugas menerbitkan buku-buku, majalah-majalah, kitab-
kitab, dan sebagainya, untuk menyebarluaskan paham-paham Persis kepada masyarakat luas.
5. Bagian Pendidikan, bertugas mendirikan lembaga pendidikan baik pesantren
maupun madrasah, untuk mendidik putra-putri Islam agar menjadi pembela Islam sesuai dengan Al-
qur‟an dan as-Sunnah.
53
Ibid, 42.
6. Bagian perbendaharaan, sosial dan ekonomi, bertugas mencari, mengurus, dan
membelanjakan uang organisasi, memelihara harta dan kekayaan organisasi, memberikan pertolongan kepada fakir-miskin dan orang-orang terlantar,
memberi sumbangan bagi pembangunan sarana sosial, seperti masjid, sekolah, jalan, dan lain sebagainya.
54
Dari serangkaian kegiatan dakwah yang dilakukan Persis yang paling
menonjol adalah bidang pendidikan, penerbitan, ceramah-ceramah, dan perdebatan. Keberadaan Persis sendiri dari sejak awal berdirinya hingga saat ini,
diakui atau tidaknya sebagai salah satu gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, tidak menyurutkan semangat juang untuk tetap berusaha memperjuangkan aqidah
Islam berdasarkan Al- Qur‟an dan as-Sunnah, sebagaimana perjuangan yang telah
dilakukan oleh para pendirinya terdahulu, seperti Muhammad Zamzam, Muhammad Yunus, A. Hassan, dan Muhammad Natsir yang hidup pada masa
penjajahan kolonial Belanda.