28
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sediaan simvastatin tablet e-catalogue BPJS dan non e-catalogue BPJS. Metode
pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Teknis Pengertian Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Sampel digunakan untuk penelitian kualitatif atau penelitian yang tidak melakukan generalisasi Sugiyono, 2007. Dari setiap
subpopulasi dipilih merek yang paling sering digunakan dan diresepkan, informasi ini didapatkan dengan melakukan survei di 20 Apotek yang ada di
Jakarta Timur. Sampel yang diperoleh dari beberapa apotek dikarenakan ketersediaan jenis merek di setiap apotek dengan mengambil sebanyak 25
dari masing-masing subpopulasi Balai POM, 2014. Dari tablet e-catalogue BPJS terdapat 5 merek, sehingga 25 dari subpopulasi tablet e-catalogue
diambil 2 merek, sementara untuk tablet non e-catalogue BPJS terdapat 8 merek, sehingga 25 dari subpopulasi tablet non e-catalogue BPJS diambil
2 merek. Pada uji ini memilih simvastatin tablet generik A serta tablet generik
B sebagai tablet e-catalogue dan merek X serta merek Y sebagai obat non e- catalogue BPJS yang masing-masing terkandung zat aktif simvastatin 10
mg tiap tabletnya. Kriteria pemilihan sampel berdasarkan tempat pembelian dan tahun kedalwarsa yang sama, yaitu dari apotek Gadi
Lamba di Jakarta Timur dan memiliki tahun kedaluarsa yang sama yaitu tahun 2018. Tempat dan tahun kedaluarsa yang sama dipilih untuk
meminimalkan faktor kesalahan luar, seperti kondisi dan penyimpanan obat diharapkan setara karena berasal dari tempat penyimpanan yang
sama meskipun dari pabrik yang berbeda.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Evaluasi Fisik Tablet
4.2.1 Kekerasan Tablet
Uji kekerasan tablet bertujuan untuk memperoleh gambaran tetang ketahanan tablet melawan tekanan mekanik guncangan,
tekanan pada saat pengemasan, distribusi, dan penyimpanan.
Dilakukan pengujian terhadap 10 tablet dari masing-masing sampel Ditjen POM, 1995. Alat yang digunakan pada pengujian ini
adalah Hardness tester ERWEKA dengan unit kP kilopound. Dan didapatkan hasil pada Tabel 4.1 yang telah di konversikan
menjadi satuan kg dan data hasil uji kekerasan tablet terdapat pada Lampiran 4.
Tabel 4.1
Hasil Uji Kekerasan Tablet Hardness Tester Kekerasan kg
Tablet e-catalogue BPJS
Non e-catalogue BPJS Generik A
Generik B Merek X
Merek Y Rata-
rata
6,18 ± 7,641 11,55 ± 9,606
8,01 ± 5,065 11,05 ± 13,71
Hasil yang didapatkan ialah dari masing-masing 10 tablet yang berasal dari empat merek obat memiliki variasi kekerasan
yang berbeda-beda.
Kekerasan adalah
parameter yang
menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet
selama pengemasan, pendistribusian dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Semakin besar tekanan yang
diberikan saat penabletan akan meningkatkan kekerasan tablet Parrot, 1971. Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktu
hancur yang lama atau lebih sukar hancur dan disolusi yang rendah, namun tidak selamanya demikian.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada umumnya tablet yang baik dinyatakan mempunyai kekerasan antara 4 - 8 kg Parrot, 1971. Namun hal ini tidak
mutlak, artinya kekerasan tablet dapat lebih kecil dari 4 atau lebih tinggi dari 8 kg. Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat
diterima dengan syarat kerapuhannya tidak melebihi batas yang diterapkan. Tetapi biasanya tablet yang tidak keras akan memiliki
kerapuhan yang tinggi dan lebih sulit penanganannya pada saat pengemasan, dan transportasi. Kekerasan tablet lebih besar dari 10
kg masih dapat diterima, jika masih memenuhi persyaratan waktu hancur disintegrasi dan disolusi yang dipersyaratkan Rhoihana,
2008.
4.2.2 Waktu Hancur
Uji waktu hancur dilakukan bertujuan untuk mengetetahui waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet menjadi partikel-
partikel penyusunnya bila kontak dengan cairan. Waktu hancur tablet juga menggambarkan cepat lambatnya tablet hancur dalam
cairan pencernaan. Dilakukan pengujian terhadap masing-masing
enam tablet dari masing-masing sampel, pada medium akuades suhu ± 37
C Ditjen POM, 1995. Hasil yang diperoleh tertera pada
tabel 4.2 dan data hasil uji waktu hancur terdapat pada Lampiran 5. Tabel 4.2
Hasil Uji Waktu Hancur Disintegration Tester
Waktu Detik
Tablet e-catalogue BPJS
Non e-catalogue BPJS Generik A
Generik B Merek X
Merek Y Rerata
47,17 ± 8,99 322,50 ± 10,67
55,17 ± 2,64 60,33 ± 2,73
Berdasarkan hasil yang diperoleh semua tablet telah memenuhi syarat uji waktu hancur karena masing-masing 6 tablet
dari keempat merek yang diuji waktu hancurnya kurang dari 15 menit sehinnga dianggap telah memenuhi persyaratan waktu hancur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tablet. Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granulpartikel penyusunnya yang
mampu melewati ayakan No.10 yang terdapat di bagian bawah alat uji. Alat yang digunakan adalah disintegration tester
ERWEKA, yang berbentuk keranjang, mempunyai 6 tube plastik yang terbuka di bagian atas, sementara di bagian bawah
dilapisi dengan ayakanscreen No. 10 mesh. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur suatu
sediaan tablet yaitu sifat fisik granul, kekerasan, porositas tablet, dan daya serap granul. Penambahan tekanan pada waktu
pembuatan tablet menyebabkan penurunan porositas dan menaikkan kekerasan tablet. Dengan bertambahnya kekerasan tablet akan
menghambat penetrasi cairan ke dalam pori-pori tablet sehingga memperpanjang waktu hancur tablet. Tablet simvastatin e-catalogue
BPJS dan non e-catalogue BPJS yang telah diuji dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan untuk waktu hancur tablet,
sedangkan untuk uji kekerasan terdapat beberapa tablet yang melebihi rentang persyaratan yang telah ditetapkan. Tablet yang
tidak memenuhi persyaratan uji kekerasan masih dapat diterima apabila tablet tersebut memenuhi persyaratan uji waktu hancur dan
uji disolusi Yos Banne, et. al,, 2013
4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Simvastatin
Penentuan panjang gelombang maksimum simvastatin dilakukan dalam pelarut metanol. Pengukuran panjang gelombang dilakukan dengan
cara scanning pada panjang gelombang 200-400 nm. Di antara rentang panjang gelombang tersebut dicari panjang gelombang dengan absorbansi
yang paling hinggi. Dari hasil pemindaian dari spektrofotometer Uv-Vis diperoleh
panjang gelombang maksimum simvastatin yaitu 238,5 nm dalam metanol dapat dilihat pada Lampiran 6 dan panjang gelombang 238,8 nm dalam
dapar fosfat dapat dilihat pada Lampiran 7.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
y = 0,06x + 0,0036 R² = 0,9998
R = 0,9999
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
2 4
6 8
10 12
14
Abso rb
an si
Konsentrasi ppm
Simvastatin pada pelarut metanol memiliki panjang gelombang 238 nm menurut USP XXXII tahun 2010. Berdasarkan hasil pengukuran yang
diperoleh, panjang gelombang simvastatin mengalami pergeseran batokromik, yaitu pergeseran panjang gelombang ke arah lebih besar.
Pergeseran panjang gelombang dapat terjadi karena adanya pengaruh dari pelarut dan pH pelarut, di mana pelarut sering memberikan pengaruh
yang besar pada kualitas dan bentuk dari spektrum Moffat, et. al, 2005
4.4 Penentuan Kurva Kalibrasi