Penilaian Risiko Produksi pada Spesialisasi

produksi yang terbuang. Selanjutnya, uraian berikut akan menjelaskan mengenai risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi.

6.1.2. Penilaian Risiko Produksi pada Spesialisasi

Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan bersih yang diperoleh komoditi bayam hijau, brokoli, caisin dan wortel. Penilaian risiko produksi dapat dihitung menggunakan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation. Penilaian risiko produksi berdasarkan produktivitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi Bayam Hijau, Brokoli, Caisin, dan Wortel di PT Masada Organik Indonesia Komoditi Ukuran Variance Standard Deviation Coeff Variation Bayam Hijau 0,008021 0,0896 0,422 Brokoli 0,000175 0,0132 0,564 Caisin 0,005829 0,0763 0,377 Wortel 0,001965 0,0443 0,241 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 19, dapat dilihat bahwa nilai variance yang diperoleh dari penilaian risiko produksi ini berbanding lurus dengan nilai standard deviation yaitu jika nilai variance tinggi maka nilai standard deviation juga akan tinggi. Perolehan nilai variance dan standard deviation tertinggi dari keempat komoditi yang diteliti terdapat pada komoditi bayam hijau yaitu 0,008021 dan 0,0896. Perolehan nilai variance dan standard deviation yang paling rendah terdapat pada brokoli yaitu 0,000175 dan 0,0132. Penilaian risiko produksi yang lebih baik adalah dengan menggunakan coefficient variation karena perbandingan diantara kegiatan usaha sayuran organik dengan ukuran yang sama yaitu risiko untuk setiap return yang diperoleh PT Masada Organik Indonesia. Semakin besar coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Risiko produksi yang paling besar berdasarkan produktivitas adalah pada sayuran brokoli dengan nilai coefficient variation sebesar 0,564. Nilai tersebut artinya setiap satu kilogram hasil yang diperoleh PT Masada Organik Indonesia dari kegiatan budidaya brokoli organik akan menghadapi risiko sebanyak 0,564 kg pada saat terjadinya risiko produksi. Berdasarkan wawancara di lapang, didapatkan informasi bahwa tanaman brokoli merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap cuaca serta hama penyakit. Kondisi cuaca yang tidak pasti mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli mengalami risiko yang tinggi. Selain itu, perusahaan melakukan pembibitan brokoli sendiri di greenhouse yang ada di kebun. Dalam kegiatan pembibitan tersebut, seringkali terjadi kegagalan sehingga bibit yang dihasilkan tidak dapat mencukupi kebutuhan bibit untuk penanaman brokoli. Tingkat kegagalan pada kegiatan pembibitan brokoli cukup tinggi bahkan pernah terjadi kegagalan mencapai lebih dari 90 persen. Pembibitan brokoli telah dilakukan di dalam greenhouse, akan tetapi bila timbul kabut, masuknya kabut kedalam greenhouse tidak dapat dicegah karena kondisi greenhouse yang tidak sepenuhnya tertutup. Kabut tersebut membawa hama dan kemudian menempel pada bibit brokoli sehingga terjadi kegagalan produksi bibit. Selain itu, kemungkinan terserangnya hama dan penyakit juga dapat terjadi saat bibit brokoli sudah ditanam dan telah tumbuh di lahan. Salah satu hama yang sering menyerang brokoli adalah Plutella acylostella L. dan Crocidolomia pavonana F. Hama ini akan menyebabkan penurunan produksi atau gagal panen. Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengusahakan sayuran tersebut. Berdasarkan wawancara di lapang, perusahaan dalam mengusahakan tanaman brokoli sendiri masih mengalami kerugian. Hal ini disebabkan oleh hasil produksi brokoli diperoleh masih sangat jauh dari target produksi sedangkan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi brokoli cukup tinggi sehingga akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Perusahaan masih mencari teknik budidaya yang tepat agar hasil produksi brokoli organik tersebut dapat mencapai target produksi. Untuk menutupi kerugian dan ketidakmampuan dalam memenuhi permintaan, perusahaan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak pemasok brokoli organik. Sebagian besar brokoli organik dipasok dari pihak luar yaitu sekitar 70-80 dari total brokoli organik yang dijual oleh perusahaan. Selain itu, dapat dilihat pula perolehan tingkat risiko produksi yang paling rendah terdapat pada komoditi wortel dengan nilai coefficient variation sebesar 0,241. Nilai tersebut artinya setiap satu kilogram hasil yang diperoleh PT Masada Organik Indonesia dari kegiatan budidaya wortel organik akan menghadapi risiko sebanyak 0,241 kg pada saat terjadinya risiko produksi. Menurut hasil wawancara oleh pihak kebun PT Masada Organik Indonesia, tingkat risiko produksi wortel paling rendah dikarenakan tanaman wortel merupakan tanaman yang paling tahan terhadap ancaman kondisi cuaca yang buruk maupun ancaman serangan hama dan penyakit. Selain itu, wortel paling mudah dibudidayakan dibandingkan dengan komoditi sayuran organik lainnya seperti bayam hijau, caisin, dan brokoli. Akan tetapi, tanaman wortel juga dapat menghasilkan hasil panen yang rendah atau kurang maksimal. Hasil panen wortel yang rendah tersebut disebabkan oleh benih wortel yang digunakan merupakan benih wortel yang kurang bagus. Benih wortel yang kurang bagus dikarenakan pada saat proses produksi benih, kondisi cuaca sedang hujan sehingga benih yang dihasilkan kurang kering yang akan berpengaruh pada produktivitas tanaman wortel.

6.1.3. Penilaian Risiko Produksi pada Portofolio