1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaaan taman nasional seharusnya mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, sebuah taman nasional
selayaknya dikelola sesuai dengan potensi dan karakteristik sumberdaya alamnya agar dapat dimanfaatkan secara lestari guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Soekmadi 2003 paradigma pengelolaan kawasan konservasi seharusnya dititikberatkan pada pertimbangan aspek manfaat dan akomodasi kepentingan
masyarakat lokal. Penjelasan dalam Permenhut 56Menhut-II2006 menunjukkan bahwa
pengelolaan taman nasional terutama untuk zona-zona perlindungan, seperti zona inti dan rimbanya seringkali lebih mengutamakan aspek potensi sumberdaya alam
hayati dibandingkan nilai jasa lingkungan. Hal ini dipertegas oleh banyaknya, bahkan hampir semua taman nasional di Indonesia yang penetapan zona intinya
adalah berdasarkan spesies yang dilindungi, sehingga tidak sedikit taman nasional yang memiliki konflik dengan masyarakat terutama yang tinggal di sekitar
kawasan terkait pembatasan dalam pemanfaatan sumberdaya alam kawasan oleh masyarakat. Selain keanekaragaman hayati, taman nasional juga memiliki manfaat
jasa lingkungan yang pemanfaatannya bisa lebih dirasakan oleh masyarakat. Salah satu jasa lingkungan dari taman nasional yang mutlak diperlukan bagi
kehidupan manusia adalah sebagai penyedia sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya air di taman nasional tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat di sekitar kawasan saja tetapi dapat mencapai lokasi yang agak jauh dari kawasan. Beberapa kawasan taman nasional telah terbukti merupakan daerah
tangkapan air yang dapat menyediakan air pada musim hujan dan kemarau, seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGP yang berada di Kabupaten
Bogor dan Cianjur yang manfaat mata air dan sungainya dirasakan oleh masyarakat Jakarta, Sukabumi, Cianjur, dan Bogor Widarti 1995; IUCN 2008.
Contoh lain adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS dan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Bentang alam yang memiliki nilai hidrologi tinggi sebagai penyedia sumberdaya air adalah kawasan karst. Menurut Ford dan Williams 2007 karst
merupakan wilayah dengan hidrologi khusus dan terbentuk dari kombinasi tingginya pelarutan batuan dengan porositas yang berkembang baik. Istilah karst
diperuntukkan bagi suatu kawasan yang memiliki karakteristik relief serta drainase yang khas dan berkembang secara khusus pada batuan karbonat Gambar 1.
Kekhasan ekosistem karst sangat dipengaruhi oleh keberadaan dua komponen lingkungannya, yaitu eksokarst dan endokarst. Eksokarst ditandai dengan dataran
yang luas, bukit-bukit dan cekungan di atas permukaan tanah, sedangkan endokarst merupakan sebuah ekosistem di bawah permukaan tanah berupa celah-rekah dan
lorong bawah tanah.
Sumber: httpweb.viu.ca dimodifikasi
Gambar 1 Karakteristik sebuah bentang alam karst. Kawasan karst mendapat input air dari infiltrasi dalam tanah dan aliran
permukaan yang mengalir langsung ke dalam endokarst. Sistem permukaan dan bawah tanah kawasan karst menyatu melalui sistem drainase bawah tanah. Air
karst akan mengalir melewati celah-rekah dan lorong bawah tanah goa sebagai sumber mata air. Aliran bawah tanah seringkali sangat kompleks sehingga air
yang berasal dari satu sumber bisa keluar pada beberapa mata air Ford dan Williams 2007.
Salah satu kawasan dengan bentang alam karst yang cukup luas dan menjadi salah satu daerah resapan air di Pulau Sumba adalah Taman Nasional Manupeu
Tanahdaru TNMT. Disisi lain, masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TNMT mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan airnya. Menurut Witono
2008, Pulau Sumba merupakan salah satu wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan, karena memiliki curah hujan yang rendah. Pentingnya potensi air
yang terdapat pada karst TNMT dapat menjadi bahan rujukan bagi penyusunan zonasi TNMT. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang potensi air karst
di TNMT agar dapat dipertimbangan dalam penetapan zonasi untuk mengatasi kekurangan air masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah