terbentuk mudah putus. Dengan adanya penambahan karagenan pada konsentrasi 3 akan menurunkan persen pemanjangan edible film yang dihasilkan yang dapat
dilihat pada formula C dan F. Hal ini dikarenakan semakin banyak konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka padatan terlarut dalam film semakin
meningkat. Dengan semakin meningkatnya karagenan yang larut dalam tiap –
tiap rantai polimer maka semua ruang akan terisi sehingga mengurangi gerakan molekul polimer yang akan menaikkan suhu transisi gelas. Bila suhu transisi gelas
meningkat maka polimer yang terbentuk akan semakin kaku dan tidak fleksible sehingga mudah patah saat mengalami peregangan Garcia et al.1999.
Nilai persen pemanjangan edible film hasil penelitian bervariasi mulai dari 17,775 hingga 181,21. Hal ini mirip dengan nilai persen pemanjangan edible
film pati sagu, aren dan ubi kayu yaitu berturut-turut sebesar 138,68 ; 86,32 ; dan 61,7 Tabel 5. Persentase pemanjangan edible film dikategorikan baik jika
nilai persen pemanjangannya lebih dari 50. Hasil penelitian menujukkan nilai persen pemanjangan yang tergolong baik adalah formula A, B, D, E, dan F.
4.4.4 WVTR Water Vapour Transmissoin Rate laju transmisi uap air
Laju Transmisi Uap Air Water Vapour Transmition RateWFTR merupakan laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang
permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada kondisi dan suhu tertentu
McHugh dan Krochta 1994. Permeabilitas menyangkut proses pemindahan larutan dan difusi dimana larutan tersebut berpindah dari satu sisi film dan
selanjutnya berdifusi ke sisi film yang lainnya. Semakin tebal edible film yang dihasilkan maka maka kemampuan edible film dalam menahan uap air akan
semakin baik.
Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai laju transmisi uap air berkisar 231,23 hingga 298,82. Terlihat pula adanya penambahan nilai laju transmisi uap
air seiring dengan adanya penambahan konsentrasi gliserol dan karagenan. Gliserol memiliki gugus hidrofilik yang akan mengurangi kerapatan molekul
sehingga terbentuk ruang bebas pada matriks film yang memudahkan difusi uap air Kumalasari 2005.
39
Gambar 18 Histogram laju transmisi uap air
Karagenan marupakan salah satu bahan dalam pembuatan edible film yang tergolong hidrokoloid dan umumnya merupakan bahan yang buruk daya tahannya
terhadap uap air. Namun edible film ini merupakan penghalang yang baik terhadap O
2
, dan CO
2
dan merupakan edible film yang dapat larut dalam air. Menurut Krochta et al. 1994 permeabilitas dipengaruhi oleh sifat kimia bahan,
struktur polimer, kondisi uji dan sifat dari bahan yang akan berdifusi. Sifat karagenan yang hidrofilik menyebabkan edible film yang dihasilkan
dapat dengan mudah menyerap uap air Fransiska 2008. Meskipun nilai laju transmisi uap air hasil penelitian meningkat tetapi nilainya masih cukup rendah
jika dibandingkan dengan edible film berbasis pati sagu dan pati aren yang memiliki nilai berturut-turut sebesar 592,71 gm
2
24jam dan 477,78 gm
2
24jam Lampiran 5. Adapun gambar edible film yang dihasilkan dari enam kode
perlakuan yang telah dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 19 231,23
273,20 246,06 259,56 256,00
298,82
50 100
150 200
250 300
350
A B
C D
E F
WVTR gm
2
24jam
Formula
a b
c Gambar 19 Edible film yang dihasilkan
40
d e
f Gambar 19 Edible film yang dihasilkan
Keterangan :
19 a : Penambahan Pati 4, Gliserol 1, Karagenan 2,
19 b : Penambahan Pati 4, Gliserol 1, Karagenan 2,5
19 c : Penambahan Pati 4, Gliserol 1, Karagenan 3
19 d : Penambahan Pati 4, Gliserol 1,5 Karagenan 2
19 e : Penambahan Pati 4, Gliserol 1,5 Karagenan 2,5
19 f : Penambahan Pati 4, Gliserol 1,5 Karagenan 3
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan