4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Tahap Pertama
Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar
nitrogen, kadar protein, derajat deasetilasi dan uji antibakteri.
4.1.1 Identifikasi mutu kitosan
Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli 2-amino-2-dioksi- ß-D-Glukosa yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan
basa kuat yang disebut deasetilasi Balley et al. 1977. Kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan komersil yang berasal dari daerah Cirebon.
Kitosan tersebut kemudian dilarutkan dalam asam organik yaitu asam asetat 1 vv. Pemilihan konsentrasi asam asetat 1 sebagai pelarut kitosan didasarkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Tang et al. 2007 yang menyatakan bahwa kitosan lebih mudah larut dalam asam asetat 1-2 dan akan membentuk suatu
garam ammonium asetat. Kitosan komersil yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kitosan komersil.
Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku cangkang krustasea, kapang, cumi-cumi dan lain-lain, melalui proses demineralisasi menggunakan
HCl 1:7 vv, dilanjutkan dengan proses deproteinasi menggunakan NaOH 1:10 vb, dan deasetilasi menggunakan NaOH 50. Masing-masing proses memiliki
tujuan berbeda. Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan
mineral dalam cangkang, deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat pada cangkang, sedangkan proses deasetilasi bertujuan untuk
menghilangkan gugus asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas fungsi dari kitosan Angka dan Suhartono 2000.
Kitosan larut asam harus memiliki mutu yang baik, hal ini bertujuan agar kitosan dapat bekerja secara efektif dan hasil aplikasi yang digunakan seragam.
Tabel 4 menyajikan hasil uji mutu kitosan larut asam dan standar mutu kitosan yang ada :
Tabel 4 Hasil analisis proksimat kitosan komersil
Spesifikasi Hasil Uji
Standar Kitosan
Penampakan Serpihan
SerpihanBubuk Putih Kadar air berat kering
9 ≤ 10
Kadar abu berat kering 0,7
≤β Kadar N berat kering
1,9 5
Derajat deasetilasi 73,44
70
Sumber Suptijah et al. 1992
Hasil analisis proksimat kitosan menunjukan bahwa nilai kadar air kitosan komersil yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan standar, sedangkan menurut Multazam 2002 dalam Rochima 2004, kadar air kitosan dari cangkang udang yang baik
adalah ≤10. Nilai persentase kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya
disebabkan waktu penyimpanan dari bahan baku tersebut serta lingkungan yang lembab. Faktor lingkungan yang lembab merupakan faktor yang memberikan
pengaruh besar terhadap nilai kandungan air dalam kitosan. Selain itu kitosan juga memiliki sifat yang mudah menyerap air, sehingga apabila kitosan terlalu
lama dalam penyimpanan dan berada pada kondisi lingkungan lembab maka jumlah kadar air kitosan semakin meningkat Kumar 2000.
Kadar mineral kitosan larut asam yang diperoleh adalah sebesar 0,8. Nilai tersebut telah memenuhi syarat untuk persentase kadar mineral. Menurut
Suptijah et al. 1992 standar mutu kadar mineral kitosan larut asam adalah kurang dari 2. Faktor yang memiliki pengaruh terhadap kandungan kadar
mineral kitosan adalah kualitas air yang digunakan ketika proses penetralan pH kitosan serta efektivitas proses demineralisasi yang dilakukan.
Proses demineralisasi yang diakukan akan mempengaruhi kandungan mineral dalam kitosan, semakin efektif proses demineralisasi maka semakin
banyak menghilangkan mineral yang ada pada kitosan sehingga pengotor semakin banyak tereduksi dan pada akhirnya kinerja kitosan semakin optimal. Selain itu
kualitas air yang digunakan untuk proses penetralan juga ikut mempengaruhi Angka dan Suhartono 2000. Air yang digunakan dalam proses penetralan
sebaiknya tidak mengandung mineral karena dapat meningkatkan kadar mineral dalam bahan, sehingga jumlah pengotor semakin meningkat dan disarankan untuk
menggunakan akuadesair yang telah dilakukan proses penghilangan mineral melalui destilasi Suptijah 2006.
Kandungan nitrogen dari kitin bervariasi dari 5 sampai 8 tergantung pada kuatnya deasetilasi, sedangkan nitrogen dalam kitosan sebagian besar dalam
bentuk kelompok amino alifatik primer, yang mengalami reaksi khas amina, dimana N-asilasi dan reaksi Schiff adalah yang paling penting. Kadar nitrogen
kitosan larut asam adalah 2,3. Kadar nitrogen ini telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Kadar nitrogen ini menunjukkan tingkatan derajat
deasetilasi dan nitrogen dalam kitosan sebagian besar terdapat dalam bentuk kelompok amino alifatik primer Kumar 2000.
Derajat deasetilisasi kitosan dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan suhu proses. Kitosan dengan derajat deasetilasi sebesar 84 dapat dihasilkan
dengan melakukan pemanasan pada suhu 130 °C selama 4 jam atau suhu 120 °C selama 6
–7 jam. Perendamanan dengan NaOH selain dapat meningkatkan derajat deasetilasi dapat juga mengakibatkan terjadinya depolimerisasi, oleh karena itu
perendaman dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu yang singkat Suptijah 2006
Derajat deasetilasi dari kitosan menentukan banyaknya gugus asetil yang telah hilang selama proses deasetilasi kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat
deasetilasi, maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina menggantikan gugus asetil. Gugus amina lebih reaktif dibandingkan gugus asetil
karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan Kencana 2009. Derajat deasetilasi kitosan sangat penting untuk menentukan
karakteristik kitosan dan akan mempengaruhi penggunaannya. Semakin tinggi
derajat deasetilasinya maka semakin tinggi tingkat kemurniannya yang berarti kitin dan kitosan sudah murni dari pengotornya yaitu protein, mineral dan pigmen
serta gugus asetil untuk kitosan yang disertai kelarutannya yang sempurna dalam asam asetat 1 Suptijah 2006.
Hasil analisis FTIR diperoleh puncak-puncak spektrogram Gambar 4.
Gambar 4 Spektrum FTIR kitosan.
Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR kitosan teruji, dan berdasarkan perhitungan spektrum tersebut diperoleh derajat deasetilasi DD sebesar 73,44.
Perhitungan DD dicantumkan pada Lampiran 6. Hal ini menandakan bahwa kitosan yang digunakan sudah cukup optimal berdasarkan nilai derajat deasetilasi
kitosan standar, yakni 70, karena menurut Muzarelli 1997 kitin dengan nilai derajat deasetilasi lebih dari 70 dapat dikatakan sebagai kitosan. Selain itu
terlihat juga hasil deteksi FTIR yang dibandingkan dengan standar menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan terhadap gugus fungsinya. Hasil ini
menunjukkan bahwa proses modifikasi sudah dapat menghasilkan kitosan dengan gugus fungsi yang cukup identik dengan standar walaupun terdapat sedikit
pergeseran bilangan gelombangnya karena sedikit perbedaan kadar air.
4.1.2 Formulasi gel antiseptik pembersih tangan hand sanitizer