PROSES PENGOLAHAN DAN MUTU BANANA BARS

13 tersusun atas monomer yang sama. Monomer penyusun inulin adalah fruktosa yang berbentuk cincin bersegi lima atau furanosa Sinnott, 2007. Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa inulin dan oligofruktosa meningkatkan penyerapan mineral seperti kalsium, magnesium dan besi oleh tubuh. Kenaikan yang signifikan dihasilkan dengan mengonsumsi inulin sebanyak 15 gram per hari. Suatu penelitian EKM, 2011 yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nutrition Research 2006 melaporkan bahwa tikus yang mendapat suplementasi inulin dan oligofruktosa mengalami peningkatan absorpsi kalsium sebesar 40 yang mengakibatkan kekuatan tulangnya menjadi lebih besar. Selain memiliki efek menguntungkan sebagai prebiotik dan meningkatkan penyerapan mineral, inulin juga berperan dalam meningkatkan tekstur makanan. Biasanya inulin dari umbi chicory dapat larut dalam air dengan cepat 60gL pada 10 o C, 330gL pada 90 o C dan agak higroskopis. Inulin membantu mengikat air, mengentalkan dan meningkatkan mouthfeel dalam berbagai produk makanan, dan sudah digunakan secara komerisal misalnya pada industri roti, dressing, pasta, dan seafood International Partnering Event on Health and Food, 2003.

E. PROSES PENGOLAHAN DAN MUTU BANANA BARS

Proses pemanggangan snack bars sama dengan proses pemanggangan cookies. Tahapan pembuatan cookies meliputi pembentukan krim, pembentukan adonan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Agar semua bahan tercampur merata dalam adonan maka mentega dibuat krim terlebih dahulu bersama gula, telur, dan susu skim creaming method. Menurut Matz dan Matz 1978, pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk cookies yang dicetak karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan. K rim dicampur hingga homogen dengan tepung dan bahan lainnya, setelah homogen, adonan dicetak. Tahap akhir pembuatan cookies adalah pemanggangan. Suhu pemanggangan bergantung pada jenis cookies yang dibuat. Pada umumnya, pemanggangan dilakukan pada suhu kurang lebih 170°C selama 15−20 menit Suarni, 2009. Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, sebab bagian luar akan terlalu cepat matang sehingga menghambat pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies menjadi retak. Setelah pengembangan, diperlukan penanganan selama pendinginannya. Jika cookies terlalu cepat didinginkan bisa terjadi keretakan. Keretakan internal biasanya tidak segera terlihat, tetapi karena kerusakan selama pengemasan dan pendistribusiannya Almond, 1989. Pendinginan di suhu ruang bertujuan untuk mengeluarkan uap panas akibat proses pemanggangan. Bila cookies tidak didinginkan dan langsung dikemas, maka uap panas tidak dapat keluar dan akan terserap kembali sehingga kadar airnya akan meningkat dan menjadi tidak awet untuk disimpan lama. Menurut Muchtadi 2008, produk bakery yang telah dipanggang perlu didinginkan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar untuk memudahkan penangananpengemasan, mengempukkan tekstur dan memudahkan pengirisan. Kriteria uji fisik bau, rasa, warna, dan tekstur cookies harus normal, artinya bau khas kue kering sesuai dengan bahan kue yang digunakan, rasa enak, warna sesuai dengan zat pewarna yang ditambahkan, dan tekstur renyah, tidak mudah hancur, tetapi tidak keras. Secara umum, keadaan fisik kue kering tersebut sesuai aslinya Jurnal Litbang Pertanian, 282, 2009. Selain itu, memiliki nilai gizi yang memenuhi standar mutu cookies Tabel 2 yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia. Pengukuran cookies dapat dilakukan secara subjektif, yaitu dengan uji sensori menggunakan panelis dan uji objektif dengan menggunakan alat. Terdapat korelasi antar uji objektif dan uji sensori. Salah satu alat yang biasa digunakan untuk mengukur tekstur cookies adalah General Foods Texturometer dan Intron Universal Testing Machine. Parameter yang terukur adalah 14 keteguhan, kerapuhan, kekuatan ikatan antara partikel sejenis cohesiveness, dan kekuatan ikatan antara partikel yang tidak sejenis adhesiveness. Cookies tidak memiliki sifat adhesiveness tetapi memiliki sifat cohesiveness yang sangat kecil Faridi, 1994. Kadar protein gluten dan kemampuan mengikat air berpengaruh pada kekerasan cookies Gaines et al,. 1992. Jumlah tepung mempengaruhi kekerasan cookies karena sifat hidrofiliknya yang dapat mengikat air. Makin tinggi kadar protein, makin tinggi kekerasan cookies. Menurut Burt dan Fearn 1983, selama pemanggangan panas berpenetrasi dengan cepat pada bagian bawah dan atas cookies, menyebabkan hilangnya gas pengembang dan air pada bagian tersebut. Penetrasi panas ke bagian dalam cookies lebih lambat, memungkinkan terbentuknya lebih banyak rongga udara. Makin lama air tertahan, memungkinkan makin banyak pati tergelatinisasi pada bagian tengah cookies. Jumlah rongga udara yang terbentuk dan gelatinisasi pati dipengaruhi oleh kecepatan perpindahan panas ke dalam cookies dan kecepatan hilangnya air. Makin banyak panas yang masuk, makin banyak rongga udara yang terbentuk dan lebih banyak pati yang tergelatinisasi. Hal ini akan mempengaruhi struktur remah pada cookies. Formula cookies terdiri atas gula dan lemak yang tinggi, tetapi kadar airnya rendah. Jumlah gula dan lemak yang besar mengakibatkan penyebaran cookies selama pemanggangan. Perubahan bentuk ini dipengaruhi oleh sifat reologi adonan. Sifat reologi adonan tergantung dari jenis formula, yaitu tergantung jumlah tepung, shortening, dan gula yang dipakai Faridi, 1994. Selama pemanasan terjadi penyerapan air oleh pati yang menyebabkan pembengkakan pati serta peningkatan viskositas. Viskositas akan meningkat terus sampai granula pati pecah karena jumlah air yang diserap telah mencapai kapasitas maksimum. Pada titik ini viskositas sistem akan turun kembali. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati adalah keberadaan protein dan lemak Pomeranz, 1991. 15 III.METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT