Penguasaan Lahan Hutan Rakyat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penguasaan Lahan Hutan Rakyat

Petani memberi batasan yang jelas tentang lokasi membudidayakan tanaman keras. Petani hanya menanam tanaman keras pada lahan-lahan kering dan lahan yang sudah tidak digunakan. Sementara itu petani juga memiliki lahan lainnya dan cenderung lebih luas dibanding lahan hutan rakyatnya, yang digunakan untuk membudidayakan tanaman pertanian sebagai sumber penghasilan utama. Hal ini terjadi karena cukup luasnya lahan yang dimiliki oleh petani, dan petani lebih memprioritaskan tanaman pertanian sebagai sumber penghasilan utama mereka. 5.1.1 Asal-usul Lahan Hutan Rakyat Mayoritas lahan hutan rakyat yang dikuasai oleh petani di lokasi penelitian merupakan lahan milik yang diwariskan oleh orang tua mereka. Sebagian responden 50 menguasai lahan hutan rakyat yang berasal dari warisan orang tua, dan selebihnya berasal dari pembelian lahan 30, dan pembukaan lahan terlantar 20. Temuan tersebut dapat menjadi indikasi bahwa usaha tani hutan rakyat di Kecamatan Tajur Halang pada umumnya merupakan usaha yang dilakukan di lahan milik sendiri baik yang didapat dari warisan ataupun dengan membelinya. Tujuannya adalah agar ada kepastian usaha hutan rakyat yang dilakukannya legal secara hukum. Lahan terlantar yang digunakan oleh petani adalah lahan milik pemerintah yang dulunya merupakan kebun karet milik pemerintah. Pada tahun 2000 kebun karet tersebut dibersihkan sehingga menjadi lahan kosong yang terlantar. Lahan kosong ini milik pemerintah, namun tidak ada kesepakatan antara pemerintah dengan warga perihal pemanfaatan lahannya. Warga menggarap lahan kosong tersebut secara diam-diam tanpa status yang sah dari pemerintah. Menurut petani pada tahun 2001 warga diperbolehkan untuk menggarap lahan kosong tersebut, namun belakangan warga dilarang untuk membuka lahan baru. Petani yang membuka lahan terlantar 20 adalah petani yang telah membuka lahan tersebut dari tahun 2001 silam, dengan adanya pelarangan membuka lahan kosong tersebut sehingga status petani tersebut adalah menggarap secara tidak sah diam-diam. Tabel 5 Asal-usul lahan hutan rakyat responden Desa Asal lahan hutan rakyat Warisan Beli Lahan terlantar Jumlah Jumlah Jumlah Citayam 2 13,33 3 33,33 0,00 Sasakpanjang 1 6,67 2 22,22 2 33,33 Kalisuren 3 20,00 2 22,22 1 16,67 Tajurhalang 6 40,00 2 22,22 1 16,67 Sukmajaya 3 20,00 0,00 2 33,33 Jumlah 15 100,00 9 100,00 6 100,00 Sistem pewarisan harta dan lahan hutan rakyat di lokasi penelitian didasarkan pada sistem pewarisan harta waris dalam Islam. Keturunan atau anak laki-laki mendapatkan bagian waris yang lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan. Menurut Wolf 1983 dari sudut pandang antropologis, sistem tersebut dapat dikategorikan sebagai sistem waris partible inheritance yaitu sistem waris yang memecah-mecah harta waris yang ada rumah, tanah, dan hak atas hasilnya, sehingga setiap hak waris menerima sumberdaya yang lebih kecil daripada sumberdaya yang dikelola oleh kepala rumah tangga yang lama. Lebih lanjut, Wolf 1983 menyatakan bahwa sistem tersebut dapat menjadi faktor ancaman jika ditinjau dari sudut keberlangsungan usaha tani, karena suatu usaha tani akan memiliki keberlanjutan usaha yang tinggi apabila didukung oleh kombinasi antara penguasaan lahan tegalan, tempat mengembalakan ternak, tanah hutan, dan tanah garapan. Tentunya teori tersebut tidak bisa seutuhnya diadopsi untuk menentukan tingkat keberlanjutan suatu usaha tani, karena keberlanjutan suatu usaha tani dapat pula ditinjau dari sisi kelayakan usaha tani tersebut secara finansial. 5.1.2 Luas Lahan Hutan Rakyat Pengusahaan hutan rakyat yang dapat digolongkan sebagai hutan, yaitu berdasarkan ukuran luasan lahan minimal 0.25 ha berdasarkan Kepmenhut Nomor. 49Kpts-II1997. Hutan rakyat di Kecamatan Tajur Halang, khususnya di lokasi penelitian menunjukan ciri luasan yang lebih besar. Rata-rata luas penguasaan lahan hutan rakyat di lokasi penelitian adalah sebesar 0.64 ha dengan kisaran 0,025-4 ha. Mayoritas lahan milik petani 70 tidak memenuhi persyaratan hutan rakyat dari sisi luasan seperti yang dinyatakan dalam Kepmenhut Nomor. 49Kpts-II1997 tentang pendanaan dan usaha hutan rakyat. Temuan tersebut dapat juga digunakan untuk mengkritisi standar luasan minimum hutan rakyat yang dinyatakan dalam Kepmenhut Nomor. 49Kpts-II1997. Hal tersebut berarti bahwa standar luasan dalam definisi hutan rakyat tidak dapat dipatok dalam nilai tertentu karena standar luasan lebih bersifat spesifik terhadap lokasi dimana hutan rakyat tersebut dikembangkan. Rata-rata penguasaan lahan hutan rakyat terbesar tercatat di Desa Sukmajaya sebesar 1.23 ha, sedangkan rata-rata terendah tercatat di Desa Kalisuren yaitu sebesar 0.29 ha. Rendahnya pengetahuan responden tentang teknik pengolahan lahan kering, serta persepsi tentang tingginya biaya yang harus disediakan jika mengusahakannya secara intensif menyebabkan mereka lebih memilih untuk memanfaatkan lahan-lahan tersebut dengan jalan menanaminya dengan tanaman keras berkayu. Responden menganggap menanam tanaman keras berkayu merupakan cara termudah dan termurah dalam memanfaatkan lahannya. Mereka hanya perlu menggali lubang tanam, serta menanam dan memanen hasil pada akhir daur produksi. Tabel 6 Luas penguasaan lahan responden petani hutan rakyat Desa Luas lahan hutan rakyat ha Frekwensi Rata-rata luas lahan hutan rakyat ha Citayam 1,55 8,14 0,31 Sasakpanjang 3,85 20,16 0,77 Kalisuren 1,74 9,11 0,29 Tajurhalang 5,78 30,28 0,64 Sukmajaya 6,16 32,30 1,23 Jumlah 19,07 100,00 3,24

5.2 Pengetahuan Petani dalam Pengelolaan Hutan Rakyat