29
situasi tidak adil, maka akan mendorong karyawan untuk berbuat sesuatu agar kondisi keadaan tercapai.
d. Teori Pengharapan V. VRoom
Teori pengharapan mengemukakan bahwa kinerja karyawan merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasinya. Motivasi dipengaruhi oleh
ekspektansi dan valensi. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai: P = f A x M, M = f E x V. Pengharapan atau ekspektansi adalah
probabilitas bahwa dengan usaha tertentu, tugas yang dibebankan kepada karyawan dapat diselesaikan. Sedangkan valensi adalah prioritas
hasil-hasil yang disukai karyawan atas prestasi kerjanya.
D. Prospek Karier
Karier adalah sebuah kata dari bahasa Perancis yaitu carrier yang artinya adalah perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Ini
juga bisa berarti jenjang dalam sebuah pekerjaan tertentu. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia karier adalah perkembangan dan kemajuan baik pada
kehidupan, pekerjaan
atau jabatan
seseorang. Biasanya pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang mendapatkan
imbalan berupa gaji maupun
uang .
Menurut Greenhaus dalam Murtanto dan Mery Andryani 2005, karier dapat mempunyai arti yang berbeda-beda antara lain: 1 karier dapat
diartikan sebagai rangkaian posisi yang ada dalam sebuah pekerjaan. 2 karier juga bisa diartikan sebagai mobilitas seseorang dalam organisasi. 3
30
karier diartikan sebagai karakteristik yang dimiliki oleh karyawan. Masing-
masing karier karyawan terdiri dari berbagai posisi dan jabatan yang berbeda.
Konsep karier adalah konsep yang netral tidak berkonotasi positif ataupun negatif. Karena itu ada karier yang baik, adapula karier yang buruk.
Ada perjalanan karier yang lambat, adapula yang cepat. Tetapi tentu saja semua orang mendambakan memiliki karier yang baik dan bila mungkin
bergulir dengan cepat. Karier amatlah penting bagi pegawai maupun bagi organisasi. Menurut Walker 1980 bagi pegawai, karier bahkan dianggap
lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika ia merasa prospek kariernya buruk dalam
organisasi. Sebaliknya pegawai mungkin akan tetap rela bekerja dipekerjaan yang tidak disukainya asalkan ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam
kariernya.
Prospek karier adalah peluang mendapatkan kesetaraan dalam pengembangan karier antara lain melalui promosi dan mendapatkan
penugasan serta dalam penetapan gaji dan kenaikan gaji secara berkala Murtanto dan Mery Andryani, 2005.
Untuk mengembangkan karier seorang karyawan salah satunya adalah dengan melalui promosi. Promosi adalah peluang bagi pengembangan
karier seorang karyawan Tampubolon, 2006. Kebijakan organisasi dalam hal promosi sangat penting bagi karyawan yang menginginkan karirnya
berkembang. Promosi harus bijaksana, terbuka dan fleksibel, yaitu responsif terhadap kebutuhan individual. Setiap promosi memiliki faktor resiko bagi
31
organisasi maupun bagi individual. Makin tinggi frekuensi pekerjaan, makin besar faktor resikonya, kemungkinan pemberian promosi yang salah dapat
terjadi. Oleh karena itu diharapkan promosi karyawan disesuaikan dengan
tingkat kompetensinya.
Akuntan publik wanita merasa bahwa promosi pada kantor akuntan publik tidak ditangani secara adil. Banyak literatur mendukung argumen
bahwa akuntan wanita tidak akan mencapai level senioritas yang sama dibandingkan dengan akuntan pria dan akan lebih kecil kemungkinannya
untuk dipromosikan Whiting dan Van Vugt, 2006. Beberapa hasil survey mengindikasikan bahwa akuntan publik wanita merasakan adanya
kesenjangan mobilitas untuk mencapai jenjang karier yang lebih tinggi dibanding akuntan publik pria. Pillsburg 1989 dalam Yeni Kuntari dan Indra
Wijaya Kusuma 2001 melaporkan bahwa responden wanita merasa ada perlakuan diskriminatif terhadap pemberian tugas, yang berakibat pada
terhambatnya karier seorang auditor wanita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang merasa hanya sedikit kesempatan untuk
promosi mempunyai sikap yang negatif terhadap pekerjaan mereka dan organisasi mereka Kanter, 1979; Larson, 1982 dalam Murtanto dan Mery
Andryani 2005. Karena adanya kepastian tentang jenjang karier menjadi salah satu faktor penarik yang menentukan seseorang bekerja bertahun-tahun
dan berprestasi di lingkungan kerja tertentu Cranny dan Smith et al. 1992 dalam Murtanto dan Mery Andryani 2005. Jenjang karier dalam kantor
akuntan publik adalah dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini:
32
Gambar 2.3 Jenjang karier auditor di KAP
Sumber: Data IAPI
Beberapa penelitian lain yang menunjukkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam peluangnya mendapatkan kesetaraan dalam berkarier
ialah sebagai berikut:
1. Heidjrachman dan Suad Husnan 1997 dalam Narsa 2006, menyatakan
setuju bahwa jenis kelamin perlu dipakai sebagai salah satu persyaratan pekerjaan dalam spesifikasi jabatan. Menurutnya tidak semua jenis
kelamin cocok untuk semua pekerjaan. 2.
Pada tahun 1990, hanya 5 dari semua manajer senior di semua 500 perusahaan di seluruh dunia yang disurvey Fortune dipegang oleh
perempuan Poston, 2001 dalam Mulyono, 2006. 3.
Penelitian Arasu dan Ooi dalam Murtanto dan Mery Andryani 2005 menemukan bahwa rata-rata eksekutif wanita memerlukan waktu sekitar 5
Partner
Manager
Supervisor
Auditor Senior
Auditor Junior
33
sampai 10 tahun untuk mencapai level manajer senior dibandingkan dengan pria yang hanya memerlukan waktu sekitar 5 tahun saja.
4. Whiting dan Wright 2001 dalam Whiting dan Van Vugt 2006
mengatakan bahwa rata-rata akuntan wanita memiliki status pekerjaan yang lebih rendah dan mendapatkan renumerasi yang kurang
dibandingkan dengan rekan-rekan pria mereka. 5.
Macfie 2002 dalam Whiting dan Van Vugt 2006 mengatakan “Females are poorly represented in the top categories of the accounting
profession ”.
6. Menurut Alson dan Frize 1986 dalam Murtanto dan Mery Andryani
2005 wanita mulai bekerja dengan penghasilan yang sama dengan pria pada awal bekerja, akan tetapi saat mencapai kesuksesan penghasilan
mereka kurang dari 4,000 dari pria. 7.
Berdasarkan directory IAI bulan Maret 2003 dalam Trisnawati 2007 bahwa dari 183 KAP hanya 10 KAP atau 5 persen yang manajernya
adalah wanita dan dari 318 rekan partner hanya 28 atau 8.8 persen yang merupakan auditor wanita. Data ini menunjukkan bahwa karir auditor
wanita lebih lambat untuk menduduki posisi yang tinggi. 8.
Data bulan sepetember 2002 di Amerika Serikat memperlihatkan kalau penghasilan kaum perempuan disana hanya sebesar 76 dari penghasilan
laki-laki Calgary University, department psikologi, tanpa tahun dalam Mulyono, 2006.
34
9. Hasil penelitian Francine Blau dan Lawrence Kahn 1997 dalam
Mulyono 2006 yang dikutip Wall memperlihatkan kalau gap dalam upah harian yang diterima wanita sebesar 16,2, sementara menurut
Schmit berdasarkan beberapa penelitian, gap ini terjadi sebesar 28. 10.
Hayes dan Hollman 1996 dalam Augustine 2004 menyatakan bahwa akuntan publik wanita tidak dipromosikan secepat akuntan publik pria.
11. Hook et al. 1986 dalam Augustine 2004 mengemukakan adanya
diskriminasi secara langsung terhadap wanita dalam rekruitmen dan kompensasi.
12. Branson 2006 dalam Adams Funk 2010 menyatakan “Women were
denied promotion because they acted too “feminine”. Therefore, only women who think like men may be promoted by their male colleagues
.” Sesuai dengan model perilaku pekerja yang dikembangkan oleh
Becker dalam Yusfi 2009 bahwa pekerja perempuan secara prejudice diperlakukan berbeda karena perbedaan ras, perbedaan gender. Sehingga
untuk rekruitmen pekerja dari kelompok itu merupakan cost. Ringkasnya neo classical economics human
capital theory menjelaskan rendahnya kenaikan karir pada pekerja perempuan sebagai akibat occupational segregation by sex
sehingga kebijakan yang ada adalah mengurangi occupational segregation by sex
yaitu dengan meningkatkan pendidikan dan training, membantu perempuan mengkombinasikan kerja dan rumah, reorganisasi waktu bekerja
dan melindungi hak-hak pekerja perempuan dengan undang-undang Richard Anker, 1997; Trisnawati, 2005; Bawono, et all, 2006; dalam Yusfi, 2009.
35
Untuk menjelaskan penyebab occupational segregation by sex adalah dengan memahami teori gender. Premis dasar dari teori ini bahwa posisi
perempuan tidak menguntungkan di pasar tenaga kerja karena norma patriarkhi dan posisi subordinate dalam masyarakat dan keluarga. Masyarakat
menganggap bahwa rumah dan anak-anak adalah tanggung jawab perempuan. Kondisi ini juga dipicu oleh norma keluarga yang menjadikan laki-laki
sebagai pemimpin dan anak-anak yang cenderung lebih dekat ibu. Akibatnya pada saat memasuki pasar tenaga kerja, perempuan lebih rendah
produktifitasnya sehingga karirnya lebih lambat dibandingkan laki-laki. Teori ini juga menjelaskan karakteristik pekerjaan mengikuti jenis kelamin
stereotype-occupational job. Perempuan dilabelkan kurang dapat memimpin, kemampuan logika dan matematika yang rendah, kekuatan fisik
kurang, kurang berani mengambil keputusan, tidak egois dan sebagainya. Stereotipe ini berdampak pada kenaikan karir yang lambat, wewenang yang
lebih rendah, status yang lebih rendah dan bahkan diskualifikasi perempuan untuk pekerjaan tertentu Trisnawati, 2005 dalam Yusfi, 2009.
Perempuan sering berasumsi bahwa mereka mempunyai kemampuan teknik dan kompeten secara otomatis mendorong peningkatan mobilitas ke
arah yang lebih baik. Sedangkan laki-laki lebih mungkin untuk mengambil langkah aktif untuk memastikan peningkatan mobilitas mereka dengan
menciptakan suatu iklim pengenalan untuk motivasi mereka. Jika perempuan menginginkan kemajuan dengan cepat kepada hubungan antar pekerja,
mereka harus belajar arti penting dalam aktif mengambil bagian profesi
36
dalam organisasi dan aktif dalam kantor, membutuhkan kesadaran untuk mengembangkan hubungan antar pekerja dengan penasehat sukses dan
mengenali keperluan promosi milik mereka Ceil Moral Pillsbury, et all.1989 dalam Yusfi, 2009.
37
E. Penelitian Terdahulu