Perubahan Sosial Pada Komunitas Cina Kebun Sayur (Studi Deskriptif : di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERUBAHAN SOSIAL PADA KOMUNITAS CINA KEBUN

SAYUR

(Studi Deskriptif di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

DISUSUN OLEH : NOVIANTI

060901065

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

GUNA MEMENUHI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010


(2)

ABSTRAK

PERUBAHAN SOSIAL PADA KOMUNITAS CINA KEBUN SAYUR (Studi Deskriptif : di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang)

Perubahan sosial adalah suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih bermartabat. Perubahan sosial meliputi perubahan secara sosial, budaya, maupun ekonomi.

Cina kebun sayur sebagai suatu komunitas yang berasal dari warga negara China yang melakukan migrasi ke Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi di China. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk mengadu nasib serta mengubah penghidupan ke arah yang lebih layak. Namun, sesampainya mereka di Indonesia, khususnya sumatera utara stigma kaum minoritas, diskriminasi, serta marginalisasi kerap dihadapi. Seiring perkembangan zaman roda kehidupan pun terus berputar, dan terjadi perubahan sosial terhadap mereka. Hal inilah yang diteliti lebih lanjut.

Penelitian dilakukan terhadap 5 informan yang memenuhi kriteria informan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian interview guide. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dan interprestasikan serta dievaluasi.

Dari hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa telah terjadi perubahan baik secara sosial maupun ekonomi terhadap cina kebun sayur. Mereka bermukim di Dusun VIII, Desa Bandar Klippa. Komposisi penduduk dusun VIII adalah sebanyak 1.215 jiwa dan 398 jiwa yang diantaranya merupakan WNI keturunan asing seperti Cina, arab dan India. Jumlah etnis-etnis lain di Desa Bandar Klippa sendiri hampir 7,3%. Dusun VIII adalah tempat dimana bermukimnya komunitas cina kebun sayur sejak zaman Belanda. Sebagian besar cina kebun sayur telah mengalami perubahan serta kemajuan perekonomian mereka. Sebagian besar dari mereka kini berprofesi sebagai wiraswasta. Profesi wiraswasta ( pengusaha ) hanya sekitar 5% saja dan masih dipegang oleh etnis cina. Bukan hanya perekonomian mereka yang semakin membaik, hubungan sosial dengan masyarakat sekitar semakin membaik pula. Ditambah dengan semakin terbukanya warga pribumi terhadap kebudayaan mereka dan sebaliknya cina kebun sayur pun mempelajari bahasa Jawa sebagai bentuk adaptasi.


(3)

KATA PENGANTAR

bismillahirohmanirohim

Puji dan syukur penulis panjatkan Kekhadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula penulis mengucapkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk hidup kepada manusia untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk.

Skripsi ini adalah merupakan sebuah karya tulis ilmiah yang diperlukan untuk pelengkapan persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sebagai wahana untuk melatih diri dan mengembangkan wawasan berfikir dalam penulisan karya ilmiah ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah PERUBAHAN SOSIAL PADA KOMUNITAS CINA KEBUN SAYUR ( Studi Deskriptif di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang ).

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengakui masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan, hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam penelitian, pengumpulan literatur, maupun karya ilmiah. Namun, berkat bimbingan dan arahan dari seluruh pihak, kesulitan yang ada alhamdulillah dapat teratasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan serta motivasi baik bersifat material maupun spiritual, terutama penulis sampaikan kepada :


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi dan sekaligus selaku Dosen pembimbing pada skripsi penulis. Tak henti-hentinya penulis hanturkan terima kasih kepada bapak, karena telah mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulisan dari awal hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Sismudjito M.Si, selaku anggota penguji pada saat seminar proposal penelitian. Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak, atas bantuannya yang telah memberikan literatur serta sumber bahan pada skripsi ini.

4. Ibu Rosmiani, M,Si, selaku sekretaris jurusan Departemen sosiologi yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.

5. Kak Fenny Khairifa S.Sos, M.A & kak Devi S.Sos, selaku pengurus Jurusan Departemen Sosiologi yang telah banyak memberikan kemudahan bagi penulis dalam mengurus keperluan-keperluan skripsi ini.

6. Kak Nurbaity, selaku pengurus bagian pendidikan Departemen Sosiologi yang telah membantu dalam mempermudah dokumen-dokumen yang penulis butuhkan.

7. Bapak Suripno SH, selaku Kepala Desa Bandar Klippa serta segenap staff/perangkat desa yang telah banyak membantu serta memberikan kemudahan bagi penulis dalam melakukan penelitian.


(5)

8. Bapak Suryadi. BS, selaku Kepala Dusun VIII, Desa Bandar Klippa yang telah membantu memberikan literatur terhadap hal yang diteliti bagi penulis.

9. Kepada para informan-informan, penulis hanturkan terima kasih atas waktu dan ide-ide serta sudi membagi cerita kepada penulis.

10.Kepada Orangtua saya, Indra dan Masrohani Siregar yang telah memberikan banyak nasehat serta dukungan baik moril maupun materil sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan semangat dari kalian. Buat adik-adikku, Diniyanti, Kiki Indrawan, Serta adik kecilku Ami Indriyani yang telah memberikan dukungan secara tidak langsung. 11.Kepada Sandi Tias ST, terima kasih atas bantuan dan dukunganya baik

moril maupun materil, dukungan semangat, serta doa-doanya. Berharap semoga kamu mendapatkan yang terbaik.

12.Buat sepupu-sepupuku, Nur khairina SP, Bg.Chandra, Ayu, Akromi AmF, Ayad yang sudah membantu dan mendukung dalam bentuk apapun selama perkuliahanku.

13.Buat teman-temanku, Indah Kartika S.sos, Ulya Juriati S.sos, Dwi S.sos, Metha S.sos dan seluruh teman-teman PKL ( Sri Risnawati, Miranti, Icha, Adzan, Bg Wendi, Rolas, Roselin, Herbin, Doso), dan teman-teman sekelas dan adik-adik kelasku yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih buat kenang-kenanganya selama masa perkuliahan ini.

Medan, Juni 2010 Novianti


(6)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang : ... 1

1.2 Perumusan Masalah : ...5

1.3 Tujuan Penelitian : ...6

1.4 Manfaat Penelitian : ...6

1.5 Definisi Konsep : ...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8

2.1 Teori Perubahan Sosial :...8

2.2 Mobilitas Sosial ...16

2.3 Kehidupan Sosial dan Perekonomian Etnis Cina... 20

2.3.1 Kehidupan Sosial Cina Medan (Tionghoa)... 20

2.3.1.1 Asimilasi... 20

2.3.1.2 Akulturasi ...22

2.3.1.3 Konflik ... 25

2.4 Kehidupan Perekonomian Orang CinaTahun 1950-kini... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Lokasi Penelitian ...34

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 35

3.3.1 Unit Analisis ...35

3.3.2 Informan ... . 35

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5 Interprestasi Data ...37

3.6 Jadwal Kegiatan ... 38

3.7 Keterbatasan Penelitian ...39

BAB IV DESKRIPSI LOKASI dan INTERPRESTASI DATA PENELITIAN. ...41

4.1 Deskripsi Wilayah ...40


(7)

4.1.2 Keadaan Geografis ...41

4.1.3 Komposisi Jumlah Penduduk...42

4.1.4 Fasilitas-Fasilitas Desa...45

4.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi...48

4.1.6 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa ...50

4.1.7 Komposisi Penduduk Dusun VIII Desa Bandar Klippa...52

4.2 Profil Informan ...53

4.3 Interprestasi Data ...65

4.3.1 Kondisi Kehidupan Sosial Komunitas Cina Kebun Sayur...67

4.3.2 Kondisi Kehidupan Perekonomian Cina Kebun Sayur...75

BAB V : PENUTUP...83

5.1. Kesimpulan...83

5.2. Saran ...84 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DOKUMENTASI


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Tabel 1 : Jumlah Kuli Kontrak ( China, Jawa, India )

di Sumatera Timur ... 3

Tabel 2 : Nama-Nama Pejabat Kepala Desa Bandar Klippa...41

Tabel 3 : Komposisi Jumlah Penduduk Desa Bandar Klippa Tahun 2010 ... ...43

Tabel 4 : Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis ...45

Tabel 5 : Jenis-Jenis Mata Pencaharian ( Profesi ) Masyarakatnya...48

Tabel 6 : Nama Pejabat-Pejabat Pemerintahan Desa Bandar Klippa...51


(9)

ABSTRAK

PERUBAHAN SOSIAL PADA KOMUNITAS CINA KEBUN SAYUR (Studi Deskriptif : di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang)

Perubahan sosial adalah suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih bermartabat. Perubahan sosial meliputi perubahan secara sosial, budaya, maupun ekonomi.

Cina kebun sayur sebagai suatu komunitas yang berasal dari warga negara China yang melakukan migrasi ke Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi di China. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk mengadu nasib serta mengubah penghidupan ke arah yang lebih layak. Namun, sesampainya mereka di Indonesia, khususnya sumatera utara stigma kaum minoritas, diskriminasi, serta marginalisasi kerap dihadapi. Seiring perkembangan zaman roda kehidupan pun terus berputar, dan terjadi perubahan sosial terhadap mereka. Hal inilah yang diteliti lebih lanjut.

Penelitian dilakukan terhadap 5 informan yang memenuhi kriteria informan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian interview guide. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dan interprestasikan serta dievaluasi.

Dari hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa telah terjadi perubahan baik secara sosial maupun ekonomi terhadap cina kebun sayur. Mereka bermukim di Dusun VIII, Desa Bandar Klippa. Komposisi penduduk dusun VIII adalah sebanyak 1.215 jiwa dan 398 jiwa yang diantaranya merupakan WNI keturunan asing seperti Cina, arab dan India. Jumlah etnis-etnis lain di Desa Bandar Klippa sendiri hampir 7,3%. Dusun VIII adalah tempat dimana bermukimnya komunitas cina kebun sayur sejak zaman Belanda. Sebagian besar cina kebun sayur telah mengalami perubahan serta kemajuan perekonomian mereka. Sebagian besar dari mereka kini berprofesi sebagai wiraswasta. Profesi wiraswasta ( pengusaha ) hanya sekitar 5% saja dan masih dipegang oleh etnis cina. Bukan hanya perekonomian mereka yang semakin membaik, hubungan sosial dengan masyarakat sekitar semakin membaik pula. Ditambah dengan semakin terbukanya warga pribumi terhadap kebudayaan mereka dan sebaliknya cina kebun sayur pun mempelajari bahasa Jawa sebagai bentuk adaptasi.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor perkebunan, karena sektor ini memiliki peran yang sangat penting dan menentukan dalam pembentukan berbagai realitas sosial ekonomi masyarakat di Indonesia. Perkebunan di satu sisi dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat Indonesia dengan ekonomi dunia.

Perkebunan memberikan keuntungan finansial yang besar, serta membuka kesempatan ekonomi baru, namun pada sisi lain perkebunan juga dianggap sebagai kendala bagi diversifikasi ekonomi masyarakat yang lebih luas, sumber penindasan, serta salah satu faktor yang menimbulkan kemiskinan struktura

Sumatera timur dahulunya sangat terkenal dengan perkebunan-perkebunan besar (onderneming), salah satunya perkebunan tembakau deli dari Deli

Maatschappij (Deli Company). Tembakau Deli merupakan patokan pertama

masuknya etnis jawa di Sumatera Timur (sebutan pada masa kolonial). Sejarah perkebunan deli dimulai ketika langkah kerja Jacobus Neinhuys dan para prionir pengusaha perkebunan yang pertama kali membuka wilayah perkebunan di Sumatera Utara pada tahun 1863. Hasil ekspor tembakau deli menguasai pasar Eropa, maka mulailah deli dibanjiri investasi besar-besaran dari para investor Eropa. Pada tahun 1874, penduduk Sumatera Utara hanya terdiri dari 20.000 orang Batak, dan 12.000 orang Melayu. Keadaan ini tidak menunjang bagi terciptanya iklim investasi yang


(11)

kondusif untuk mendukung percepatan dan perkembangan penanaman modal di sektor perkebunan tembakau. Oleh karena itu investor mulai mendatangkan tenaga kerja dari Malak

Usaha perkebunan yang terus berkembang membuat kebutuhan akan tenaga kerja atau buruh semakin meningkat. Namun, pihak Belanda merasa tidak cocok dengan buruh pribumi, sehingga mereka mencoba mendatangkan buruh dari China. Tercatat pada tahun 1879, Belanda telah berhasil mendatangkan 4.000 kuli cina. Dan semakin meningkat ( tahun 1888 ) menjadi 18.352 kuli cina. Pada bulan Maret 1916 telah tercatat ada sekitar 99.236 orang etnik cina di Sumatera Timur, diantaranya sekitar 92.646 orang adalah laki-laki ( Lubis, 1995 ).

Kedatangan buruh cina pada akhir abad ke 19 diawali oleh krisis tenaga kerja murah. Tuan-tuan kebun saat itu mendatangkan buruh Cina, Jawa, India, Boyan (Suku Bawean), dan Banjar. Pada tahun 1890, tenaga kerja asal China berjumlah 40.662 orang lebih banyak jika dibandingkan dengan kuli asal jawa,india, boyan dan banjar (

Kedatangan buruh dari China merupakan saingan baru bagi buruh yang berasal dari Jawa dan India. Tenaga kerja yang datang pun melonjak drastis dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah tenaga kerja/kuli kontrak perkebunan yang berasal dari China, Jawa dan India di Sumatera Timur dapat dilihat pada Tabel 1 :


(12)

Tabel 1 : Jumlah Kuli Kontrak ( China, Jawa, India ) di Sumatera Timur

Sumber : http://khukus.multiply.com/journal/item/26

Keadaan cina di Medan pada saat itu berbeda status sosialnya dan sangat marginal. Mereka hanya bekerja sebagai kuli perkebunan tembakau, tebu, dan karet. Hanya sebagian kecil dari mereka yang menjadi pedagang dan membuka kebun sayur. Pada akhirnya muncullah istilah “cina kebun sayur”. Cina kebun sayur sendiri ditujukan untuk menyebut mereka yang masih sangat rendah penghasilannya dan tidak kuatnya modal mereka bila berhadapan dengan pedagang pribumi ketika itu. Namun, kini sejarah telah berubah para cina kebun sayur tersebut telah menjadi pengusaha toko, pemilik sejumlah industri, surat kabar, pabrik, eksportir, pemilik perkebunan, pasar swalayan, bank, sekolah bahkan sampai pemilik restoran. Ini menunjukan sekitar 80% kegiatan bisnis di Indonesia telah dikuasai oleh cina (Lubis, 1995:36).

Tahun Cina Jawa India Total

F % F % F % F %

1884 21.136 87,00 1.771 7,00 1.528 6,00 24.435 100,00 1900 58.516 68,00 25.224 29,00 2.460 3,00 86.200 100,00 1916 43.689 23,00 150.392 77,00 - 0 194.081 100,00 1920 23.900 10,00 212.400 89,00 2.000 1,00 238.300 100,00 1925 26.800 13,00 168.400 86,00 1.500 1,00 196.700 100,00 1929 25.934 9,00 239.281 89,80 1.019 1,10 266.234 100,00


(13)

Cina kebun sayur adalah orang-orang cina yang menjadi pedagang sayur atau berkebun sayuran. Istilah ini untuk menyebutkan mereka yang masih memiliki penghasilan yang sangat rendah. Pada awalnya, cina kebun sayur menjadi kuli kontrak perkebunan dan mendapatkan lahan/tanah untuk berkebun. Karena banyaknya perkebunan yang dibuka di daerah kerajaan Serdang, Langkat dan ke Selatan Sumatera Timur, banyak sekali diperlukan buruh perkebunan. Buruh Cina yang didatangkan dari Malaya dan Tiongkok terhambat karena berbagai peraturan yang memberatkan yang diterapkan Belanda masa itu. Disamping itu kuli Cina tidak mau menandatangani perpanjangan kontrak, tetapi meminta kepada Deli

maatschappij agar bisa meminjam tanah konsesi mereka yang tidak ditanami supaya

mereka bisa membuka Kebun Sayur dan memelihara ternak seperti babi, bebek, dan lainnya.

Orang-orang cina merantau keluar daratan China bukanlah sebagai pengusaha. Mereka terdiri dari petani, penjaga toko, dan buruh pabrik. Ditempat tujuan mereka kebanyakan menjadi kuli atau buruh perkebunan ( terutama tembakau dan karet ). Orang-orang cina meninggalkan tanah airnya merantau ke berbagai penjuru dunia dan mendapatkan kesuksesan di tanah rantauanya (Wibowo, 2000).

Di Sumatera Utara sendiri, cina kebun sayur telah memperlihatkan keberadaanya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa daerah di Sumatera Utara sebagai tempat pemukiman komunitas cina kebun sayur, antara lain di daerah Tandem (Binjai), Sunggal, Tanjung morawa dan di Desa Bandar Klippa ( Tembung ). Selain di daerah tersebut, masyarakat-masyarakat juga mengatakan bahwa cina kebun sayur


(14)

banyak bermukim di daerah Perbaungan, pemukiman di desa Tanjung Sari (Kabupaten Deli Serdang) (www.kompas.com).

Walaupun para perantau cina, mendapatkan kesuksesan di tanah rantauannya. Tanpa disangka, kehidupan buyut orang cina terdahulu dikatakan hampir 100% adalah orang miskin. Mereka merantau keberbagai penjuru dunia, bahkan Indonesia untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak baik secara ekonomi maupun sosial dimasa depan

Perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik, disadari sebagai tujuan hidup di masa depan. Dengan semakin ketatnya persaingan baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik membuat orang-orang cina merantau ke berbagai wilayah di Indonesia, khususnya Sumatera Utara untuk mengadu nasib. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik melihat bagaimana perubahan sosial pada komunitas cina kebun sayur di Desa Bandar Klippa tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah Bagaimana perubahan sosial ( aspek sosial dan aspek ekonomi ) pada komunitas cina kebun sayur di Desa Bandar Klippa ?


(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini, adalah: Untuk mengetahui bagaimana perubahan sosial ( baik aspek sosial maupun ekonomi ) yang terjadi pada komunitas cina kebun sayur di Desa Bandar Klippa tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat baik bagi peneliti sendiri, orang lain, bahkan untuk ilmu pengetahuan. Maka, yang menjadi manfaaat penelitian adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta pengetahuan mengenai perubahan sosial pada komunitas cina kebun sayur, sehingga dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan akademis terutama ilmu sosiologi. Dan penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan serta menjadi referensi bagi kalangan pemerintah desa maupun instansi lainnya mengenai komunitas cina kebun sayur.

2. Manfaat Praktis, yakni meningkatkan pengetahuan serta dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan atau referensi bagi peneliti-peneliti berikutnya.

3. Manfaat bagi penulis, yakni sebagai pembelajaran untuk semakin meningkatkan kemampuan penulis serta memperluas wawasan penulis mengenai perubahan sosial pada komunitas cina kebun sayur.


(16)

1.5 Definisi Konsep

Untuk memudahkan penelitian ini serta membatasi pembahasan, maka digunakan beberapa konsep, yaitu :

a. Perubahan

Adalah suatu proses kerja untuk keluar dari keterpurukan, kegagalan menuju kebangkitan dan keberhasilan.

b. Perubahan Sosial

Adalah proses berubahnya suatu sistem didalam masyarakat atau komunitas, dimana munculnya suatu keinginan dan harapan untuk merubah kehidupan yang lebih baik lagi. Seperti halnya pada komunitas cina kebun sayur yang mengalami proses perubahan dari seorang kuli kontrak menjadi seorang pengusaha, bahkan pemegang perekonomian di Indonesia.

Perubahan dari aspek sosial diartikan sebagai proses perubahan yang terjadi didalam sistem masyarakat, meliputi nilai-nilai sosial, norma sosial, pola prilaku, organisasi, lapisan sosial didalam masyarakat serta interaksi dan lainnya.

Sedangkan perubahan sosial dari aspek ekonomi, diartikan sebagai proses dimana berubahnya kehidupan masyarakat cina kebun sayur yang meliputi peningkatan perekonomian dari kuli kontrak menjadi pengusaha. c. Komunitas

adalah adanya sejumlah orang disuatu wilayah terbatas, dimana satu dengan yang lain saling berinteraksi dan memiliki ikatan (sosial-psikologis)


(17)

bersama antar sesamanya maupun dengan wilayah teritorinya

d. Cina kebun sayur

Adalah orang-orang cina yang pada masa lalu bekerja sebagai kuli kontrak. Mereka diberikan tanah/lahan kontrakan. Namun, selesai kontrak mereka mendapatkan lahan tersebut dikarenakan pihak Belanda tidak mengambil alih. Istilah cina kebun sayur hanya dijumpai di Sumatera Utara, Khususnya Medan.

e. Kuli kontrak

Adalah para pekerja/buruh yang bekerja kepada Belanda dengan mengikatkan diri pada perjanjian kerja yang pada akhirnya membuat mereka sengsara.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Perubahan Sosial

Menurut Sztompka, masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliput i pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat.

Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi, politik, sedangkan ditingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi, dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Sztompka, 2004).

Alfred (dalam Sztompka, 2004), menyebutkan masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, bukan objek semu yang kaku tetapi sebagai aliaran peristiwa terus-menerus tiada henti. Diakui bahwa masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, bangsa) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu didalamnya, seperti adanya tindakan, perubahan, dan proses tertentu yang senantiasa bekerja. Sedangkan Farley mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan pola prilaku, hubungan sosial, lembaga , dan


(19)

struktur sosial pada waktu tertentu. Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi didalam atau mencakup sistem sosial. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan.

Parson mengasumsikan bahwa ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat itu tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya. Sebaliknya, perubahan sosial marxian menyatakan kehidupan sosial pada akhirnya menyebabkan kehancuran kapitalis.

Gerth dan Mills (dalam Soekanto, 1983) mengasumsikan beberapa hal, misalnya perihal pribadi-pribadi sebagai pelopor perubahan, dan faktor material serta spiritual yang menyebabkan terjadinya perubahan. Lebih lanjut menurut Soekanto, faktor-faktor yang menyebabkan perubahan adalah:

a. Keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan secara pribadi.

b. Sikap-sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah. c. Perubahan struktural dan halangan struktural.

d. Pengaruh-pengaruh eksternal.

e. Pribadi-pribadi kelompok yang menonjol. f. Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu. g. Peristiwa-peristiwa tertentu.

h. Munculnya tujuan bersama.

Selanjutnya Bottomore juga mengatakan bahwa perubahan sosial mempunyai kerangka. Adapun susunan kerangka tentang perubahan sosial, antara lain :

a. Perubahan sosial itu dimulai pada suatu masyarakat mana yang pertama-tama mengalami perubahan.


(20)

b. Kondisi awal terjadinya perubahan mempengaruhi proses perubahan sosial dan memberikan ciri-ciri tertentu yang khas sifatnya.

c. Kecepatan proses dari perubahan sosial tersebut mungkin akan berlangsung cepat dalam jangka waktu tertentu.

d. Perubahan-perubahan sosial memang disengaja dan dikehendaki. Oleh karenanya bersumber pada prilaku para pribadi yang didasarkan pada kehendak-kehendak tertentu.

Perubahan sosial selalu mendapat dukungan/dorongan dan hambatan dari berbagai faktor. Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan, adalah: a. Kontak dengan kebudayaan lain

salah satu proses yang menyangkut dalam hal ini adalah difusi. Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari perorangan kepada perorangan lain, dan dari masyarakat kepada masyarakat lain. Dengan difusi, suatu inovasi baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat disebarkan kepada masyarakat luas di dunia sebgai tanda kemajuan.

b. Sistem pendidikan yang maju

c. Sikap menghargai hasil karya dan keinginan-keinginan untuk maju. d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.

e. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.

Sistem terbuka memungkinkan adanya gerakan mobilitas sosial vertikal secara luas yang berarti memberi kesempatan perorangan untuk maju atas dasar kemampuan-kemampuanya.


(21)

f. Penduduk yang heterogen

Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang memiliki latar belakang, ras, dan ideologi yang berbeda mempermudahkan terjadinya kegoncangan yang mendorong terjadinya proses perubahan.

Selain itu, perubahan sosial juga mendapatkan hambatan-hambatan. Adapun faktor-faktor penghambat tersebut adalah :

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain. b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.

c. Sikap masyarakat yang masih tradisional.

d.Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali atau vested interest.

e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan. f. Prasangka terhadap hal-hal yang asing atau baru.

g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. h. Adat atau kebiasaan.

2.1.1 Perubahan sosial ( aspek sosial )

Perubahan dari aspek sosial merupakan suatu proses perubahan yang terjadi di dalam masyarakat yang meliputi, aspek kehidupan sosial, interaksi sosial, status sosial dan tindakan sosial lainnya. Perubahan kendatinya terjadi karena adanya perubahan sikap dan perasaan bahwa ingin merubah struktur yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.


(22)

Mengenai masyarakat kuno, dapat diambil cina sebagai contohnya, pandangan

Hegelian yang menyatakan cina telah melampaui tingkat kemandekan struktur sosial,

tidak dapat lagi di pertahankan. Semakin jelas bahwa sejarah cina penuh pergolakan, perubahan tiba-tiba, dan perubahan bertahap. Misalnya dalam periode yang disebut periode revolusi, cina sangat berubah bersama dengan masyarakat besar lainnya di zaman itu. Sejak tahun 900-200 SM, struktur masyarakat maupun pemikiran orang cina terus-menerus mengalami perubahan. Di abad-abad berikutnya, terjadi perbedaan secara menonjol dibanding dengan periode revolusi yang ditandai perubahan masyarakat yang sangat cepat itu, tetapi tidak menunjukkan suatu masyarakat kedalam kemandekan dan tidak berubah selama jangka panjang (Lauer, 1989).

Status sosial tidak bersifat statis, melainkan selalu berubah sesuai dengan ruang dan waktu tempat seseorang itu hidup. Perubahan status itu berdampak pada perubahan peran sosial seseorang secara mendadak pula. Kondisi ini potensial menyebabkan konflik peran ( ketidaksesuaian peran sosial dalam dua atau lebih status sosial yang sedang terjadi secara bersamaan ), yang menjadi akar permasalahan sosial secara makro.

Kehidupan orang-orang tionghoa semakin berubah seiring perkembangan zaman, baik secara kehidupan sosialnya maupun perekonomiannya. Kehidupan sosial meliputi status sosial, interaksi tionghoa dengan pribumi serta tindakan sosial lainnya masa ke masa semakin membaik. Jika dahulu status sosial orang tionghoa sebagai minoritas di tengah mayoritas penduduk Indonesia sangat rendah, maka di tahun-tahun berikutnya mereka menjadi orang-orang yang diperhitungkan status sosialnya.


(23)

Pada masa VOC berkuasa, orang-orang cina diijinkan berkumpul dan tinggal di Batavia. Namun, orang-orang Cina lebih ditertibkan lagi dalam hal pemukiman. Mereka diberi tempat yang bebas untuk menghuni pemukiman dengan batas-batas daerah yang telah ditetapkan. Pemukiman khusus bagi orang Cina ini dimaksudkan oleh pemerintah kolonial agar bisa lebih mudah mengawasi aktivitas ekonomi dan segala tindakan sosial komunitas tersebut.

Dengan pemukiman yang tumbuh di sana, kehidupan sosial juga ikut berkembang. Interaksi sosial yang terjadi dengan masyarakat pribumi memberi kesempatan bagi orang-orang dan para pedagang Cina untuk mengenal lebih jauh budaya Jawa. Kebanyakan dari mereka meniru pola pemukiman dan pergaulan hidup orang Jawa. Pada kalangan elit ini orang-orang Cina juga banyak berhubungan dengan para bangsawan dan kerabat Kraton di Surakarta. Kehidupan para bangsawan Kraton yang sering menuntut pengeluaran melebihi pendapatannya, yang memerlukan tingkat kebutuhan tinggi, menemukan penyelesaian pada beberapa orang Cina kaya yang tinggal di Surakart

Sama halnya seperti kehidupan sosial di komunitas cina kebun sayur di Desa Bandar Klippa, mereka membaur dengan kebudayaan orang Jawa. Kehidupan sosial serta interaksi mereka selalu berhubungan dengan masyarakat sekitar yang bersuku Jawa. Bahkan kebanyakan dari orang-orang tionghoa di desa tersebut fasih menggunakan bahasa Jawa. mereka rela melepas identitas serta bahasa mereka, dan kemudian membaur dengan masyarakat sekitar yang mayoritas suku Jawa.


(24)

2.1.2 Perubahan sosial ( aspek ekonomi )

Setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda. Perubahan ini adalah merupakan fenomena sosial yang wajar. Menurut Suwarsono (1991), bahwa kenyataan sosial selalu berada terus-menerus dalam proses perubahan. Demikian pula yang diungkapkan oleh Soekanto (2000), bahwa setiap masyarakat pasti pernah mengalami perubahan, ini disebabkan tidak adanya masyarakat yang hidup secara terisolasi mutlak

Perubahan sosial dari aspek ekonomi, merupakan proses berubahnya sistem di masyarakat yang meliputi perubahan kehidupan perekonomian masyarakat tersebut. Hal tersebut meliputi perubahan mata pencaharian, perubahan penghasilan, bahkan sampai peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik lagi.

Para ahli sosiologi mempercayai bahwa, masyarakat manapun pasti mengalami perubahan berlangsung puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu. Perbedaannya dengan yang terjadi di masa yang lalu adalah dalam hal kecepatannya, intensitasnya, dan sumber-sumbernya. Perubahan sosial sekarang ini berlangsung lebih cepat dan lebih intensif, sementara itu sumber-sumber perubahan dan unsur-unsur yang mengalami perubahan juga lebih banyak.

Perubahan-perubahan yang terjadi bisa merupakan kemajuan atau mungkin justru suatu kemunduran. Unsur-unsur yang mengalami perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung


(25)

jawab, kepemimpinan dan sebagainya. Dalam masyarakat maju atau pada masyarakat berkembang, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan erat dengan ciri dan bentuk perekonomiannya.

Sikap tertentu juga merintangi perubahan. Pembangunan ekonomi akan terhambat kecuali jika mau mempelajari sikap bekerjasama, mengkehendaki kemajuan, menghargai pekerjaan, dan sebagainya. Bahkan perubahan menjanjikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pemeliharaan kesehatan sekalipun, mungkin menghadapi rintangan karena sikap tradisional.

Cina kebun sayur dapat dikatakan sebagai migran. Migran terdorong mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk mempertahankan posisi ekonominya yang baik, karena sekali berada di kelompok kekeluargaan desa dan tidak lagi mengharapkan akan kembali ke desa. Karena kebutuhan penting masyarakat industri adalah tenaga kerja terampil, maka sistem kekeluargaan tradisional membantu masyarakat industri dengan memotivasi migran menjadi pekerja yang terampil, sehingga dapat membuat perubahan dalam kehidupannya.

2.2 Mobilitas Sosial

Menurut Horton dan Hunt, mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok (Narwoko, 2004).


(26)

Mobilitas sosial dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Mobilitas sosial vertikal

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainya yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikal sendirir terdiri dari;

a. Gerak sosial meningkat ( sosial climbing ), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial yang rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi. b. Gerak sosial yang menurun ( sosial slinking ), yaitu geraka perpindahan

anggota masyarakat dari kelas sosial lain lebih rendah posisinya.

2. Mobilitas sosial horizontal, adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dalam mobilitas horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang atau objek sosial lainnya.

Horton dan Hunt, menerangkan ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern, yaitu:

b. Faktor struktural, yaitu jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya.

c. Faktor individu, yaitu kualitas orang per orang, baik ditinjau dari segi tingkat pendidikannya, penampilanya, keterampilan pribadi, dan termasuk faktor kesempatan yang menentukan siapa yang akan berhasil mencapai kedudukan itu.

Mobilitas juga dibagi menjadi 2 jenis yaitu, pertama, mobilitas intragenerasi yang mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya,


(27)

misalnya dari status asisten dosen menjadi guru besar, atau perwira pertama menjadi perwira tinggi. Kedua, mobilitas antargenerasi yang mengacu pada perbedaan status yang dicapai seseorang dengan status orangtuanya. Misalnya, anak seorang tukang sepatu berhasil menjadi insinyur.

Secara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah sebagai berikut :

a. Perubahan standar hidup

yakni, Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis, melainkan akan mereflesikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi peningkatan status. Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan prestasinya diberikan kenaikan pangkat menjadi Menejer, sehingga tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila ia tidak merubah standar hidupnya, misalnya jika dia memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai rendahan.

b. Perkawinan

Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan melalui menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di masyarakatnya. Perkawinan ini dapat menaikan status si wanita tersebut.

c. Perubahan tempat tinggal

Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru atau dengan cara merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah, dan


(28)

mewah. Secara otomatis seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah akan disebut sebagai orang kaya oleh masyarakat, hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas.

d. Perubahan tingkah laku

Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat, dan sebagainya. Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya. Contoh: agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, dia berbicara dengan menyelipkan istilah-istilah asing.

e. Perubahan

Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Contoh: Di kalangan masyarakat feodal "Kang" di depan nama aslinya. Setelah diangkat sebagai pengawas pamong praja sebutan dan namanya berubah sesuai dengan kedudukannya yang baru seperti "Raden”.


(29)

2.3 Kehidupan Sosial dan Perekonomian Etnis Cina ( Tionghoa )

2.3.1 Kehidupan Sosial Cina Medan ( Tionghoa ) 2.3.1.1 Asimilasi

Asimilasi dapat tercipta, tergantung pada kesediaan atau kemauan di satu pihak ( orang cina ) untuk menghilangkan identitasnya, dan di pihak lain ( orang pribumi ) bersedia menerimanya untuk hidup bersama secara harmonis. Sikap asimilasi akan berjalan harmonis jika kedua belah pihak antara masyarakat pribumi dan non pribumi saling bisa menerima perbedaan masing-masing.

Gordon (dalam Lubis, 1995), mengatakan ada beberapa jenis-jenis asimilasi, antara lain :

1. Asimilasi kultural atau tingkah laku 2. Asimilasi struktural

3. Asimilasi perkawinan 4. Asimilasi identifikasi diri 5. Asimilasi penerimaan sikap

6. Asimilasi menerima tingkah laku orang lain 7. Asimilasi warganegara

Gerakan asimilasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1932, dengan adanya pencetusan Partai Tionghoa Indonesia ( PTI ). Selanjutnya tahun 1960, mulai dilakukanya pertemuan–pertemuan antara pemuda peranakan cina dengan menteri kesejahteraan sosial RI, yang membahas tentang asimilasi.


(30)

Asimilasi menurut Park dan Borgess adalah suatu proses penetrasi (penerobosan), dan peleburan atau penyatuan kepada seseorang maupun kelompok yang mempunyai pikiran, perasaan, dan sikap dari orang atau kelompok yang lain, dengan membagi pengalaman dan cerita ( sejarah ) termasuk juga tentang kebudayaan didalam kehidupan mereka sebagaimana biasanya (Lubis, 1995: 28).

Dari penjelasan sebelumnya, terlihat jelas adanya suatu keharusan proses interaksi yang terjadi antara 2 pihak atau golongan, yaitu pihak migran cina dengan pihak penerima pendatang,atau masyarakat setempat agar asimilasi dapat terwujud. Bentuk interaksi sosial yang mengarah pada suatu proses asimilasi haruslah,

pertama, bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain dimana pada pihak itu berlaku

hal yang sama. Kedua, bersifat langsung dan primer. Ketiga, frekuensi interaksi sosial itu harus tinggi dan tetap.

Dalam menjalani asimilasi tentulah mendapat tantangan dan rintangan. Adapun faktor penghambat dan pendukung terjadinya asimilasi adalah:

a. Faktor pendukung

- Toleransi

- Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang - Sikap menghormati orang asing dan kebudayaannya - Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat

- Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan

- Perkawinan campuran ( amalganation )


(31)

b. Faktor terhambatnya asimilasi pada etnis cina di Indonesia bahkan di Asia Tenggara, adalah :

- Adanya sikap eksklusif orang tionghoa. - Adanya superioritas yang tinggi. - Semangat materialisme yang serakah. - Tidak mau berasimilasi.

2.3.1.2 Akulturasi

Akulturasi mengacu pada pengaruh satu kebudayaan terhadap kebudayaan lain atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan, yang mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan. Seorang antropolog Redfield. dkk, mendefinisikan akulturasi meliputi fenomena yang dihasilkan dua kelompok yang berbeda kebudayaanya mulai melakukan kontak langsung, yang diikuti pola kebudayaan asli salah satu atau kedua kelompok itu. Menurut definisi ini, akulturasi hanyalah satu aspek saja dari perubahan kebudayaan. Sedangkan difusi hanyalah satu aspek dari akulturasi. Difusi atau proses penyebaran inovasi ke lapisan masyarakat lain selalu terjadi dalam proses akulturasi, tetapi tidak dapat terjadi tanpa berlanjutnya kontak langsung yang diperlukan bagi akulturasi (Lauer, 1989) .

Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa akulkturasi mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan difusi, setidaknya dalam arti kebudayaan lain yang dipengaruhi akan lebih menyerupai kebudayaan yang mempengaruhi. Dan dapat di jelaskan juga bahwa akulturasi sebagai pola perubahan dimana terjadi penyatuan


(32)

antara dua kebudayaan. Penyatuan ini dihasilkan dari kontak yang berlanjut. Mengenai jenis kontak, kedua kebudayaan dapat dikategorikan sebagai yang kuat dan yang lemah atau sama kuatnya atau menurut kemampuan anggota masyarakat pendukung satu kebudayaan tertentu untuk memaksakan aktivitas tertentu terhadap anggota masyarakat pendukung kebudayaan kedua. Dominasi ekstrem satu kebudayaan atas kebudayaan lain terjadi bila anggota masyarakat pendukung satu kebudayaan tertentu dapat membawa anggota masyarakat pendukung kebudayaan lain masuk kedalam aktivitas mereka sendiri dalam posisi status yang lebih rendah dan mengucilkanya dari posisi status yang tinggi, dan pada waktu yang bersamaan dapat memasuki aktivitas anggota masyarakat pendukung kebudayaan lain itu dalam posisi status yang tinggi.

Menurut Dohrenwend dan Smith ( dalam Lauer, 1989 ), mengemukakan 4 kemungkinan arah perubahan yang dapat dihasilkan dari kontak antara dua kebudayaan :

a. Pengasingan, menyangkut pembuangan cara-cara tradisional oleh anggota pendukung satu kebudayaan tanpa menerima cara-cara kebudayaan lain.

b. Reorientasi, menyangkut perubahan ke arah penerimaan struktur normatif kebudayaan lain.

c. Penguatan kembali kebudayaan tradisional diperkokoh kembali.

d. Penataan kembali kemunculan bentuk-bentuk baru seperti yang ditemukan dalam gerakan utopia.


(33)

Kesadaran berbudaya muncul bersamaan dengan munculnya loyalitas etnis dalam diri individu tersebut ketika ia mengalami diskriminasi, yang tidak selalu bermakna negatif. Imigran akan mengalami diskriminasi karena status minoritasnya. Sebenarnya status minoritas inilah yang menjadi inti dari masalah status sosial. Dengan kata lain ia harus beradaptasi dengan cara akulturasi. Jadi, proses akulturasi terjadi mula-mula ketika sekelompok individu dari dua kelompok budaya yang berbeda mengadakan kontak secara terus-menerus satu sama lain dan setelahnya mengalami perubahan pola budaya pada salah satu atau keduanya seperti model akulturasi yang dikemukakan oleh Robert Park yaitu KONTAK (dari tangan pertama) → AKOMODASI (menerima) → ASIMILASI (diterima/menjadi bagian).

Perbedaan reaksi adaptasi dapat terjadi antar individu dalam kelompok minoritas yang sama atau memiliki latar belakang atau tingkat pendidikan yang sama yang disebabkan oleh perbedaan motivasi ( pendorong ) seperti keputusan/keinginan pribadi, motivasi ekonomi, politik, dan lainnya, yang mana yang lebih menguntungkan/berguna baginya maupun hanya sekedar untuk mempertahankan hidup. Reaksi adaptasi budaya ini juga selektif terhadap perilaku, nilai-nilai, dan lainnya tergantung pada individu masing-masing. Hal lama apakah yang akan digantinya dengan hal yang baru, dan sebaliknya hal lama yang akan tetap dipegangnya. Contoh kasus: kelompok minoritas Tionghoa di Jakarta, akan berbeda dengan kelompok minoritas Tionghoa di Medan yang mana masing-masing anggota kelompok dalam sebuah keluarga juga akan mengalami perubahan pola budaya yang berbeda.


(34)

2.3.1.3 Konflik

Dahrendorf ( Ritzer, 2005 ), menyimpulkan bahwa masyarakat adalah statis atau masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Namun, para ahli lainnya mengatakan setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan. Teoritis konflik dan fungsionalisme disejajarkan. Fungsionalis menekankan keteraturan masyarakat, sedangkan teoritis konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Fungsionalis juga menyatakan bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas. Teoritis konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan.

Dahrendorf juga menganggap fungsi konservatif dari konflik hanyalah satu bagian realitas sosial dan konflik juga menyebabkan perubahan dan perkembangan. Secara singkat Ia menyatakan bahwa setelah kelompok konflik muncul, kelompok itu melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu terjadi dengan hebat, maka perubahan bersifat radikal. Bila konflik disertai tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba.

Soekanto (1984), menyatakan konflik sosial dapat ditelaah dari pelbagai aspek, antara lain adalah :

a. Secara historis, maka konflik antara masyarakat–masyarakat memainkan suatu peranan penting dalam pembentukan unit-unit sosial yang lebih besar dan lebih luas, memperkuat sistem stratifikasi sosial dan memperluas difusi penemuan-penemuan baru di bidang sosial budaya. Di zaman modern konflik internasional


(35)

telah mempengariuhi struktur ekonomi dan politik dari berbagai masyarakat, kebijaksanaan-kebijaksanaan politik, maupun norma-norma.

b. Konflik antara golongan mungkin mendorong terjadinya perubahan dan penemuan-penemuan baru

c. Adanya atau kemungkinan terjadinya konflik antargenerasi.

Sebagai contoh, kerusuhan Mei tahun 1998, yang menyebabkan diskrimanasi, munculnya tindak kekerasan dan pembunuhan pada etnis tionghoa di medan dan di daerah di Indonesia lainnya. Kerusuhan ini diawali oleh dipicu ole dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Dalam kejadian ini terdapat ratusan etnis Tionghoa yang mendapat kekerasaan bahkan pemerkosaan. Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun, demikian umumnya masyarakat setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia. sementara beberapa pihak terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian orang-orang tersebut.

Konflik seperti ini pernah menjadi ketakutan tersendiri bagi etnis Tionghoa di Medan dan daerah lainnya, Karena kebrutalan untuk menindas orang yang beretnis Tionghoa memberikan trauma tersendiri bagi mereka. Konflik tersebut adalah konflik terbesar pribumi terhadap komunitas non pribumi.


(36)

2.4 Kehidupan Perekonomian Orang Cina ( Tionghoa ) Tahun 1950-Kini

Pada masa pasca Belanda, orang-orang cina telah mengembangkan kehebatan ekonominya terutama di bidang yang telah ditinggalkan Belanda, yaitu kegiatan ekspor impor. Hal tersebut terjadi juga walaupun ada usaha-usaha yang tidak terencana dengan baik dan tidak produktif untuk mempribumikan ekonomi. Pada masa sistem demokrasi parlementer, walaupun berada dibawah ancaman dan perasaan tidak tentram sebagian besar warga cina yang WNI maupun yang bukan menikmati kemakmuran. Masa itu berakhir, pada waktu ada pergolakan akhir tahun 1950-an. Pada tahun 1959, kelas pedagang cina yang WNI dan WNA, berada dalam kesulitan setelah ada larangan bergadang untuk orang asing.

Dalam masa percobaan ( 30 September 1965 ) telah banyak hasil yang positif. Citra cina sebagai elite ekonomi tidak bisa dihindarkan lagi, karena anggapan seperti itu ada benarnya walaupun tidak seluruhnya benar. Banyak orang cina yang miskin dan ada beberapa kelompok kecil yang keberhasilanya dalam bidang ekonomi sangat mencolok. Pada kenyataanya tidak semua orang cina kaya, orang pribumi pun ada yang berhasil dalam usahanya. Pendidikan dan tekadlah kuncinya bukan ras atau

persengkongkolan ekonomi.

Tahun 1973 merupakan awal dari himbauan pemerintah dalam menganjurkan orang-orang Cina di Indonesia yang mempunyai kelebihan dalam bidang ekonomi untuk berusaha membantu warga pribumi lainnya yang masih dikatakan miskin. Sudah beberapa kali himbauan ini kita dengan, terakhir ialah konferensi Jimbaran, Bali, tetapi masih banyak hambatan-hambatan serta kendala-kendala dalam


(37)

perwujudan keseimbangan kekuatan ekonomi antara pribumi dengan non-pribumi. Sejarah singkat mengenai politik peranakan Cina Indonesia yang tertera

diatas merupakan suatu penjelasan bahwa sejarah Cina

di Indonesia bisa dikatakan kurang baik. Pengalaman buruk ini tentu sulit dilupakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Memang PKI sudah tidak ada lagi dan propaganda ajaran komunisme RRC diragukan bisa muncul kembali, tetapi bentuk perbedaan lainnya, seperti jenjang ekonomi yang sangat jauh berbeda antara pri dan non-pri masih ada. Mungkin untuk sebagian pribumi berpendapat bahwa sesungguhnya Belanda, Jepang, PKI dan kemudian Pemerintah orde baru adalah sebagai alat saja bagi Cina untuk menguasai politik dan ekonomi Indonesia. Tanpa adanya usaha pembaruan, asimilasi yang terencana dengan baik, mustahil anggapan tersebut akan hilang. Asimilasi bukanlah hanya kehidupan sosial semata melainkan segala aspek termasuk ekonomi, pendidikan dan lain-lain.

Dan akhir-akhir ini terasa bahwa etnik cina ekonominya seakan-akan meningkat dengan “ deret ukur”, sedangkan si pribumi hanya dengan “deret hitung” disamping masih ada ada 30 juta yang hidup dibawah garis kemiskinan, bisa saja secara ekonomis Negara tertolong tapi di bidang sosial-politik keadaan kritis sekali tidak memanfaatkan swasta ( etnis cina ), ekonomi akan gawat. Tetapi walaupun kesulitan-kesulitan ekonomi dimasa depan teratasi, ada bahaya gejolak-gejolak sosial yang dahsyat (Greif, 1991).

Kemudian tahun 1980-an, ketika ekonomi Indonesia mulai memasuki era industri dan jasa keadaan mulai berubah. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara


(38)

yang mencapai 8% per tahun, telah mendorong peningkatan belanja masyarakat. Sektor jasa, perdagangan, dan industri melaju sesuai laju permintaan. Karenanya, para kuli kontrak dan keluarganya sebagian mulai bergerak ke kota. Pekerjaan seperti buruh pabrik, pelayan toko, kuli bangunan, penjual pecel, sampai pembantu rumah tangga sekalipun mereka kerjakan.

Di tahun 1980-an juga, perusahan-perusahan konglomerat milik Soedono Salim, sebagai pemilik BCA dan Indofood, dan William Soeryadjaya, sebagai pemilik Astra dan Summa, yang menjadi pusat perhatian secara nasional maupun internasional. Sejak tahun 1970 mereka yang sebagai etnis cina dikenal sebagai “cukong” ( penyandang dana ). Keluarga-keluarga dari etnis cina banyak yang dekat dengan keluaraga Cendana. Namun pada tahun 1998, perlahan mulai kekurangan pengaruhnya ( Liem, 2000 ).

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peran etnik cina dalam bisnis dan ekonomi Indonesia cukup besar dan terlalu dominan. Alasannya, jika kita hitung jumlah pengusaha besar di Indonesia maka yang terlihat adalah para pengusaha Tionghoa. Bahkan mereka memegang pusat-pusat komersil seperti, pertokoan dan perkantoran yang ada disekeliling kita.

Pada tahun 1993, dalam skala regional, 55 juta etnik cina tersebar di Indonesia, Malasyia, Singapura, Thailand, Hongkong, Filiphina, dan Taiwan akan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Bahkan investasi cina perantauan diseluruh Asia mencapai US$ 26,0 milyar jauh dibanding investasi FDI (foreign direct investment) yang mencapai US$ 3,7 milyar di tahun yang sama (Lubis, 1995: 51).


(39)

Seperti di kota lain, perekonomian di Medan juga dikuasai orang Cina. Mereka itu umumnya tinggal di pusat kota dan kawasan bisnis lain yang sedang tumbuh. Agak sulit menafsirkan berapa besar aset mereka karena bersifat tertutup. Subaninyo Hadiluwi menyebutkan bahwa dibanding dengan etnik sejenis di Pulau Jawa, Cina Medan lebih sering bepergian untuk urusan keluarga dan bisnis ke negara tetangga. Terutama ke Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong. Ada sebuah tradisi bahwa Cina Medan yang telah bereksepsi tak pernah melepaskan akarnya. Sehingga cina tidak bisa melepas rantai bisnisnya dimana pun mereka berada

Kehidupan sosial dan ekonomi cina kebun sayur kini tidak terlepas dari bayang-bayang kehidupan masa lalu mereka terdahulu. Dari hasil penelusuran dari berbagai literatur mengenai perbedaan antara cina masa lalu dan cina masa kini dapat dilihat pada gambar 1 berikut :


(40)

Gambar 1 : Aspek Sosial Ekonomi Pada Etnis Cina Masa Dahulu Dan Masa Kini

Gambar 1 menjelaskan bahwa perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi cukup signifikan. Cina kebun sayur sendiri telah menampakan perubahan itu sendiri baik didalam kehidupan perekonomian maupun kehidupan sosial mereka. Cina kebun sayur berubah dari yang dahulunya termasuk dalam kategori miskin menjadi kaya, dari nasionalis ke internasional, dari ekonomi perencanaan ke ekonomi pasar. Semua perubahan itu merupakan proses panjang yang telah dilalui

Lerner mengatakan perubahan sosial itu mencakup tiga hal, yaitu kemana arah perubahan, siapa yang berubah dan kecepatannya seperti apa. Lerner mengungkapkan

Cina masa lalu Cina masa kini

Komunitas cina kebun sayur

Aspek sosial: - peningkatan status sosial -asimilasi -konflik berkurang -interaksi pribumi & non pribumi

membaik

Aspek ekonomi: - gaya hidup

eksklusif - pemegang perkonomian (pembisnis dan pengusaha) Aspek sosial: -Status social marginal -individualisme -mendapat kekerasan fisik (zaman belanda). - diskriminasi - konflik Aspek ekonomi - miskin

- terikat kontrak dengan belanda


(41)

perubahan tersebut pada masyarakat di timur tengah yang mengalami pemudaran didalam masyarakatnya yang masih tradisional. Arah perubahan adalah sama diseluruh timur tengah. Dimana-mana berlalunya tata hidup tradisional tampak nyata, kecenderungan sekuler adalah menuju kepada mobilitas jasmaniah, sosial, mobilitas psikologis. Yang berubah adalah didalam setiap Negara timur tengah manusia peralihan lebih banyak menunujukkan karakteristik yang kita telah identifikasikan dengan gaya partisipan urbanisme, kemampuan membaca dan menulis, konsumsi media dan kesanggupan empati. Kita akan menyaksikan seperti tampak pada data, bahwa kesemua itu mengakibatkan sederetan ciri-ciri sosiologi umum seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, misalnya pemuda yang mampu membaca dan menulis bukan tani. Kecepatan lajunya perubahan sosial dimana-mana adalah suatu fungsi (fungsi linear) dari jumlah orang yang mencapai strata peralihan. Semakin banyak orang yang menjadi modern didalam setiap Negara, semakin tinggi prestasi dalam indeks-indeks kemodernan yang lain. Karena itu, tingkat perubahan yang dicapai berbeda dari tiap Negara di timur tengah (Lerner, 1983).

Semua gerakan perubahan sosial (dalam Lerner, 1983) mengubah cara-cara didalam mana manusia hidup sehari-hari. Perubahan kehidupan yang tidak asing lagi dan benar-benar pribadi misalnya suatu keluarga petani di desa terpencil kepada suatu kerja yang asing dan dingin didalam suatu kota yang ramai dan padat dengan manusia yang tidak dikenal, merupakan suatu dampak perubahan.

Konsep Daniel Lerner sendiri dapat diterapkan kepada perubahan sosial yang terjadi pada komunitas cina kebun sayur, dimana adanya sistem kehidupan yang masih tradisional berubah menjadi lebih maju. Pada komunitas cina kebun sayur


(42)

sendiri telah mengalami perubahan perekonomian. Bila dahulunya sangat sengsara karena terikat dengan Belanda, sekarang mereka telah memperbaiki nasib dengan mencari pekerjaan yang lebih layak. Sedangkan kehidupan sosial yang dahulunya sering terjadi diskriminasi etnis, marginalisasi, konflik etnis, sampai kesenjangan sosial sekarang telah berubah menjadi lebih baik.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Bentuk dari penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainnya yang secara

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2005 :6).

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dilakukan di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut, karena Desa Bandar Klippa merupakan salah satu lokasi yang terdapat komunitas cina kebun sayur. Seiring perkembangan zaman, mereka berinovasi ke masa depan dengan mengubah nasib perekonomiannya, status sosialnya serta kehidupan yang lebih bermartabat. Selain itu, lokasi Desa Bandar Klippa memudahkan peneliti mendapatkan akses untuk mendapatkan data dan informasi.


(44)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian ( Arikunto, 2002:121 ). Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisisnya adalah masyarakat di Desa Bandar Klippa yang termasuk dalam kategori “cina kebun sayur”.

3.3.2 Informan

Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah komunitas cina yang termasuk kategori cina kebun sayur, baik yang pernah bekerja di perkebunan maupun keturunan mereka dan orang-orang yang mengetahui tentang komunitas cina kebun sayur baik di dalam lokasi penelitian maupun di luar lokasi penelitian atau disebut sejarawan, serta informan berikutnya ditentukan berdasarkan teknik snow ball. Teknik ini merupakan teknik penentuan informan penelitian dengan mengikuti informasi-informasi dari informasi sebelumnya.

Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 informan dan sesuai dengan kriteria-kriteria informan. Alasannya, karena kelima informan tersebut telah menjawab perumusan masalah yang diajukan. Dan kelima informan tersebut merupakan warga cina kebun sayur sendiri.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara atau metode dalam penelitian yang bermaksud mengumpulkan data-data, serta informasi yang terkait dengan judul


(45)

penelitian. Teknik pengumpulan data sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder.

Data primer

a. observasi langsung, yaitu pengamatan secara langsung yang dilakukan peneliti terhadap objek penelitian. Observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian memberikan penilaian kedalam suatu skala bertingkat. Observasi juga melihat gejala yang tejadi di lokasi penelitian. Hal ini berguna untuk mengamati bagaimana perubahan sosial-ekonomi pada komunitas cina kebun sayur.

b. Wawancara mendalam ( depth interview ), yaitu pertemuan 2 orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide-ide melalui proses tanya jawab terhadap informan di lokasi penelitian dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan sosial yang terjadi pada komunitas cina kebun sayur. Kemudian peneliti akan melakukan proses tanya jawab kepada orang-orang yang dianggap menjadi informan dalam penelitian ini dengan menggunakan panduan interview guide.

Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat untuk maksud yang berbeda. Data tersebut dapat berupa tabel, gambar, dan lain-lain. Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan dengan mengutip dari berbagai referensi seperti buku-buku, jurnal ataupun diperoleh dari internet


(46)

yang dianggap relevan serta berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.

3.5 Interprestasi Data

Interprestasi data adalah sebuah tahap dalam upaya menyerdehanakan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dilapangan maupun dari hasil yang diperoleh dari referensi-referensi seperti, buku-buku, jurnal, artikel, internet, dan dokumentasi. Kemudian, proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang berasal dari hasil observasi, wawancara, dan hasil kajian pustaka.

Data yang telah diperoleh dalam penelitian kemudian diinterprestasikan berdasarkan konsep serta teori yang ditetapkan dari awal sampai akhir penelitian ini. Langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang diakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat inti-inti permasalahan tersebut. Data-data tersebut kemudian dikategorikan sampai pada akhirnya disusun menjadi sebuah laporan penelitian.


(47)

3.6 Jadwal Kegiatan

Jadwal penelitian sendiri rencananya dilakukan selama 9 bulan. Adapun rincian perencanaan penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

N O

Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi

2 ACC Judul

3 Penyusunan Proposal Penelitian

4 Seminar Proposal Penelitian

5 Revisi Proposal & Penguatan Referensi 6 Persiapan Instrumen Penelitian 7 Administrasi dan Pengurusan Izin

8

Operasi Penelitian : Penelusuran Literatur Observasi

Wawancara Mendalam

9

Penyusunan Laporan Penelitian : Pengelompokan dan Analisis Data Konsep Laporan

Perbaikan dan Penyempurnaan Laporan Penelitian


(48)

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian menunjuk kepada suatu situasi dan kondisi yang tidak bisa dihindari dalam penelitian dan peneliti tidak dapat berbuat banyak untuk mengendalikannya. Situasi dan kondisi tersebut dapat mempengaruhi kesimpulan hasil penelitian dan merupakan kelemahan penelitian baik faktor internal maupun eksternal. Adapun keterbatasan yang penulis hadapi sebagai berikut :

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang muncul dari dalam. Kendala-kendala tersebut meliputi keterbatasan waktu serta sedikitnya literatur yang dimiliki oleh peneliti. Sedikitnya literatur mengenai kehidupan cina kebun sayur seperti, buku, jurnal-jurnal atau literatur lain yang menghambat penulis memperoleh informasi sebanyak-banyaknya mengenai cina kebun sayur.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan kendala-kendala yang muncul dari luar, yakni adanya kendala waktu oleh para informan-informan. Mengingat sebagian dari informan telah mempunyai pekerjaan atau usaha sendiri, sehingga intensitas waktu yang penulis dapatkan terbilang terbatas. Kemudian, pada dasarnya melakukan pendekatan memerlukan kesabaran, karna sifat dan sikap setiap informan yang penulis teliti beraneka ragam. Disisi lain, informan sangat terbuka terhadap setiap pertanyaan yang diajukan. Namun, disisi lain pula sebagian informan sangat tertutup. Hal inilah yang membutuhkan pendekatan khusus seperti menjelaskan, serta memberikan pengertian lebih dalam terhadap mereka tentang apa yang sebenarnya penulis teliti.


(49)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Wilayah

4.1.2 Sejarah Desa Bandar Klippa

Desa merupakan struktur yang menjadi penopang bagi kota secara tidak langsung, dalam prosesnya bahwa desa memberikan sumbangsih bagi pembangunan kota. Desa yang menjadi salah satu lokasi Praktek Kerja Lapangan, adalah Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Lokasi ini terletak di daerah Tembung. Desa Bandar Klippa merupakan bagian dari Desa Tembung, setelah di bukanya Perkebunan Tembakau oleh Belanda, yang merupakan penghasil tembakau dan mendapat julukan Tembakau Deli. Pada masa itu pihak kolonial masih bertempat tinggal di Daerah ini. Dibuat juga Kereta api untuk mengangkut hasil perkebunan oleh pihak Belanda dengan nama Stasiun Kereta Api

Bandar khalifah.

Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, daerah ini juga mengalami perubahan yang cukup signifikan mengingat bahwa daerah ini adalah daerah kolonial. Maka Setelah kemerdekaan di tahun 1952, Desa Tembung dimekarkan menjadi beberapa wilayah, dikarenakan wilayah Desa tembung memiliki wilayah yang luas. Hasil pemekaran tersebut adalah Desa Bandar Klippa Kebun. Desa Bandar Klippa Kebun adalah wilayah perkebunan, sehingga dinamakan Bandar Klippa Kebun. Namun seiring dengan perkembangan, desa ini dikenal dengan Bandar Klippa. Tepatnya tanggal 1 Januari 1953 Desa, Bandar Klippa telah memiliki struktur


(50)

pemerintahan desa ( Kepala Kampung ). Tabel berikut menunjukkan nama-nama yang pernah menjabat sebagai kepala desa di Desa Bandar Klippa :

Tabel 2 : Nama-Nama Pejabat Kepala Desa Bandar Klippa

NO NAMA MASA JABATAN KETERANGAN

1 Tirto Redjo 1953-1967 -

2 Suparto. J 1967-1969 Karateker

3 Sastro Winanggun 1969-1984 -

4 H. Nurman 1984-2002 -

5 M. Kamaluddin 2002-2009 -

6 Suripno, SH 2009- sampai saat ini -

Sumber : Data Pemerintahan Desa Bandar Klippa Tahun 2008

4.1.2 Keadaan Geografis

Wilayah Bandar Klippa memiliki kapasitas sebanyak 20 dusun. Dari 20 dusun tersebut, daerah yang terpadat penduduknya adalah daerah dusun 11 dan dusun 9. Dilihat dari proses historikalnya, dusun 1 tidak menjadi daerah pada atau pusat aktivitas desa, dikarenakan sangat dekat dengan wilayah Kota Medan oleh karena itu banyak penduduk yang melakukan migrasi ke kota medan. pusat aktivitas masyarakat desa. Dusun yang paling sedikit penduduknya adalah dusun 10. Orbitrasi ketinggian ± 20 Meter diatas permukaan laut, dengan suhu udara rata-rata 24 ºC - 32º C dengan curah hujan rata-rata 1.700 mm/m. Luas wilayah desa bandar Klippa ± 1828,4 Ha. dan sekitar ± 1.756 Ha dipergunakan untuk perkebunan tembakau dan perkebunan


(51)

tebu. Sisanya merupakan pemukiman penduduk yang telah dikeluarkan HGU ( Hak Guna Usaha ) sejak tahun 1954. Hal ini dilakukan untuk menciptakan keteraturan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam kepemilikan tanah. Luasnya Desa Bandar Klippa mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

Batas Batas Wilayah :

Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Kolam/Bandar Setia Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Sei Rotan/Tembung Sebelah Selatan berbatasan dengan : Amplas/Medan

Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Bandar Khalifah

4.1.3 Komposisi Jumlah Penduduk

Penduduk adalah orang-orang yang tinggal bersama disatu daerah berbatas pada teritorial tertentu. Desa Bandar Klippa yang terdapat di Kecamatan Percut Sei Tuan ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 29.408 jiwa. Desa Bandar Klippa mempunyai 20 dusun dengan komposisi penduduk yang berbeda-beda. Untuk mengetahui secara konkrit jumlah penduduk di setiap dusunnya maka dapat dilihat pada tabel berikut :


(52)

Tabel 3 : Komposisi Jumlah Penduduk Desa Bandar Klippa Tahun 2010

Sumber :Data Statistik Kantor Kepala Desa (Data Penduduk April 2010)

DUSUN JLH KK PENDUDUK JUMLAH

ART

L P

F % F % F % F %

I 221 3,00 462 3,13 427 2,91 889 3,02 II 230 3,10 412 2,79 375 2,55 787 2,67 III 117 1,59 188 1,27 197 1,34 385 1,30 IV 130 1,76 300 2,03 320 2,18 620 2,10 V 215 2,92 458 3,10 432 2.94 890 3,02 VI 295 4,00 460 3,11 512 3,49 972 3,30 VII 346 4,70 800 5,42 730 4,98 1.530 5,20 VIII 325 4,41 598 4,05 617 4,20 1.215 4,13 IX 780 10,60 1.567 10,62 1.553 10,59 3.120 10,60 X 465 6,31 913 6,18 958 6,53 1.871 6,36 XI 798 10,84 1.582 10,72 1.610 10,98 3.192 10,85 XII 393 5,34 1.089 7,38 998 6,80 2.087 7,09 XII 520 7,06 752 5,09 832 5,67 1.584 5,38 XIV 637 8,65 1.399 9,48 1.548 10,56 2.947 10,02 XV 720 9,78 1.495 10,13 1.385 9,44 2.880 9,79 XVI 231 3,13 449 3,04 442 3,01 891 3,02 XVII 238 3,23 523 3,54 488 3,32 1.011 3,43 XVIII 175 2,37 330 2,23 316 2,15 646 2,19 XIX 285 3,87 461 3,12 450 3,07 911 3,09 XX 237 3,22 513 3,47 467 3,18 980 3,33 TOTAL 7.358 100,00 14.751 100,00 14.657 100,00 29.408 100,00


(53)

Dengan jumlah penduduk yang cukup padat, keanekaragaman agama pun patut di perhitungkan. Agama yang menjadi mayoritas adalah agama Islam dengan kuantitas sebanyak ± 23.538 dan sebanyak ± 5.870 adalah penduduk yang beragama Kristen dan Buddha.

Keanekaragaman umat beragama di desa Bandar Klippa memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar serta peran dari pemerintahan desa untuk membangun tempat-tempat peribadatan. Dengan dibangunnya tempat-tempat peribadatan, diharapkan dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama tersebut. Berikut dapat dilihat jumlah tempat-tempat peribadatan yang terdapat di desa Bandar Klippa:

Masjid : 15 gedung Mushola : 19 gedung Gereja : 4 gedung Klenteng : 3 gedung vihara : 2 gedung Kuil : 1 gedung

Desa yang terletak 7 km dari pusat pemerintahan ibukota Pemerintahan, merupakan desa yang memiliki penduduk yang padat. Dengan jumlah penduduk yang padat tentunya melahirkan keberanekaragaman masyarakatnya baik agama maupun etnis. Adapun komposisi Etnis masyarakat yang mendiami desa Bandar Klippa antara lain dapat dilihat pada tabel berikut :


(54)

Tabel 4 : Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis

NO Etnisitas Jumlah Jiwa

( F )

%

1 Jawa 18.259 62,00

2 Melayu 1.611 5,40

3 Batak Toba 916 3 ,00

4 Batak Karo 401 1,3 0

5 Batak Mandailing 3.208 10,90

6 Batak Simalungun 1.651 5,60

7 Banjar 0 0

8 Aceh 1.210 4,10

9 Suku lain (cina, arab, india) 2.152 7,30 Jumlah 29.408 100,00

Sumber : Data Pemerintahan Desa Bandar Klippa

Dalam tabel 4 tersebut dapat dijelaskan bahwa Etnis Jawa merupakan etnis

mayoritas, hal ini dikarenakan pemindahan penduduk di daerah Pulau Jawa untuk

dijadikan buruh perkebunan tembakau dimasa Kolonial Belanda. Penduduk pertama di desa ini mendiami dusun 1, yang terletak di sebelah selatan desa.

4.1.4 Fasilitas-Fasilitas Desa

Kondisi Desa Bandar Klippa sudah termasuk dalam kategori desa maju, bila dilihat dari tersedianya berbagai sarana dan prasarana. Desa Bandar Klippa yang


(55)

merupakan salah satu desa terpadat penduduknya di Kabupaten Deli Serdang ini, memiliki fasilitas yang mendukung pembangunan desa. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:

• Bidang pendidikan

Bidang pendidikan di Desa Bandar Klippa sudah dapat dikatakan baik, karena sudah sepanjang jalan telah banyak di jumpai sarana dan prasana pendidikan. Adapun rinciannya sebagai berikut :

1. PAUD : 3 Gedung

2. TK/TPA : 6 Gedung 3. SD NEGERI : 4 Gedung 4. SD SWASTA : 4 Gedung 5. AKBID : 1 Gedung • Bidang Kesehatan

Kesehatan adalah faktor terpenting bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan. Salah satunya faktor pendukungnya adalah dengan membangun sarana dan prasarana kesehatan. Adapun sarana kesehatan dapat dilihat sebagai berikut :

1. Rumah Sakit Swasta : 1 Unit

2. Klinik / Balai Pengobatan : 9 Unit

3. Puskesmas Pembantu : 1 Unit

4. Rumah Bersalin / BKIA : 2 Unit


(56)

• Bidang Sarana Umum

Sarana ( dalam Yasin, 1990 ), adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai makna dan tujuan. Sedangkan Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Sarana umum merupakan alat yang memberikan faktor yang signifikan bagi pembangunan desa. Terbentuknya suatu lembaga yang dapat menampung segala bentuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang mengarah ke pembangunan. Fasilitas-fasilitas yang disediakan pemerintahan desa antara lain adalah LKMD, PKK, Karang Taruna, dan Perbaikan Jalan. Keempat elemen ini diharapkan nantinya dapat menjadikan pembangunan desa Bandar Klippa semakin baik.

• Bidang Sarana Perekonomian, Perdagangan, dan Telekomunikasi

Kemajuan suatu desa dapat dilihat dari tersedianya dan terlengkapinya baik sarana maupun prasarana desa. Dengan dukungan sarana dan prasarana di desa membuat pembangunan semakin cepat melaju. Berikut rincian sarana dan prasana baik di bidang perekonomian, perdagangan, maupun telekomunikasi :

1. Bank : 4 Unit

2. Kereta Api : 1 Unit

3. Koperasi Simpan Pinjam : 4 Unit

4. Pasar Desa : 3 Unit

5. Telepon Umum Dan Wartel : 11 Unit


(57)

4.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi

Keadaan sosial dan ekonomi suatu desa memiliki kontribusi penting dengan profesi masyarakat-masyarakatnya. Suatu desa dapat dikatakan maju atau terbelakang dapat dilihat dari mata pencaharian masyarakatnya. Semakin baik profesi mereka, maka kondisi sosial ekonomi desa juga semakin baik. Adapun Kondisi sosial ekonomi di Desa Bandar Klippa yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

Tabel 5 : Jenis-Jenis Mata Pencaharian ( Profesi ) Masyarakatnya

NO JENIS PEKERJAAN PERSENTASE

1 Buruh Tenaga Lepas (Buruh Bangunan) 80 %

2 PNS/POLRI/TNI 10 %

3 Karyawan Perkebunan 5 %

4 Wiraswasta 5%

Sumber : Data Pemerintahan Desa Bandar Klippa

Dengan parameter diatas, dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Bandar Klippa mayoritas memiliki pekerjaan sebagai Buruh Tenaga Lepas (Buruh Bangunan) yang sering dipekerjakan di Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan kategorial diatas kondisi sosial di desa ini cukup rukun. Walaupun tingkat potensi konflik pasti ada, namun perangkat desa masih memegang peranan penting dalam penyelesaian konflik.

Biasanya para buruh lepas yang bekerja ke Kota Medan disebut migrasi

sekuler. Artinya, bahwa para buruh hanya bekerja keluar dari desanya ke kota Medan.


(58)

dengan menggunakan “sepeda ontel”. Namun, sesuai perkembangan zaman sebagian dari mereka telah beralih menggunakan sepeda motor.

Dari waktu ke waktu, masyarakat di Desa tersebut mulai kreatif dalam mencari mata pencaharian lainnya. Bila dominasi mata pencaharian adalah buruh lepas/buruh bangunan, kini masyarakat telah banyak mengge luti wiraswasta. Namun, perkembangan profesi sebagai wiraswasta masih digeluti oleh etnis luar seperti cina. Sebagian dari mereka telah banyak membuka peluang usaha bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Para wiraswasta memberikan banyak bantuan baik sosial maupun ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dengan bermunculannya para wiraswasta maka otomatis menghapus stigma bahwa masyrakat desa Bandar klippa hanyalah berprofesi sebagai BHL ( Buruh Harian Lepas). Kemunculan para wiraswasta tentunya mendatangkan keuntungan juga bagi masyarakat sekitar seperti terbuka lapangan kerja bagi warga pribumi.


(59)

4.1.6 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa

Adapun struktur organisasi pemerintah Desa Bandar Klippa, diuraikan sebagai berikut :

Gambar 2 : Struktur Organisasi Pemerintahan

BPDbpd BPD - - - - - - - - - - - - - - - - - LKMD KEPALA DESA

SEKRETARIS KAUR pemerintahan KAUR pembangunan KAUR umum KAUR Kesra Kadus I Kadus XV Kadus X Kadus V Kadus XX Kadus IV Kadus IX Kadus XIV Kadus XIX Kadus III Kadus VIII Kadus XIII Kadus XVIII Kadus XVII Kadus XII Kadus VII Kadus II Kadus XVI Kadus XI Kadus VI


(60)

Struktur pemerintahan desa senantiasa selalu didukung oleh para pejabat-pejabat desa yang berkualitas. Peran setiap pejabat-pejabat desa terhadap pemerintahan desa sangat memberikan kontribusi terhadap perkembangan pembangunan desa. Untuk melihat lebih jelasnya nama pejabat-pejabat Desa Bandar Klippa, berikut diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 6 : Nama Pejabat-Pejabat Pemerintahan Desa Bandar Klippa

NO NAMA JABATAN PEMERINTAHAN DESA

1 Drs. Rusli abdullah BPD

2 Suripno, SH Kepala Desa

3 Sumini Sekretaris

4 Edi Syantoso, SE Kaur Pemerintahan 5 Budi Sutikno, SHi Kaur Pembangunan

6 Sarino Kaur Umum

7 Indra Syahnan, SH Kaur Kesra

8 Arianto Kepala Dusun I

9 Sugito Kepala Dusun II

10 Pamin Kepala Dusun III

11 Ngatimin Kepala Dusun IV

12 Sri Almasih Kepala Dusun V

13 Suriadi Kepala Dusun VI

14 Yatino HS Kepala Dusun VII

15 Suriyadi Kepala Dusun VIII

16 Ramlan Ritonga Kepala Dusun IX

17 Amjah Kepala Dusun X

18 Agus Rianto Kepala Dusun XI

19 Alek Handoko Kepala Dusun XII

20 Ngaliman G Kepala Dusun XIII

21 M. Masrik Kepala Dusun XIV

22 Sumini Kepala Dusun XV

23 Mariman Kepala Dusun XVI

24 Ramli Kepala Dusun XVII

25 Sumardi Kepala Dusun XVIII

26 Legimin Kepala Dusun XIX

27 Warsito Kepala Dusun XX


(61)

4.2 Profil Informan

Profil informan adalah data diri para informan yang telah diteliti, yang mana nantinya akan diperoleh segala informasi-informasi mengenai cina kebun sayur. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, telah ditentukannya informan sebanyak 5 informan yang memiliki criteria sebagai informan. Adapun uraiannya profil informan adalah sebagai berikut :

4.2.1 Informan Ke- I

Nama : Pak Nasip ( Tan Ahuy ) Usia : 60 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki Agama : Budha Status : Menikah

Pekerjaan : Kontraktor bangunan Penghasilan : ± Rp 5.000.000.- Jumlah anak : 4 orang

Pak Nasib adalah salah seorang warga keturunan cina yang tinggal di Dusun VIII, tepatnya berada di Jalan Kebun Sayur, Desa Bandar Klippa. Ia mengaku sudah hampir lebih dari 30-40 tahun bermukim di Dusun VIII tersebut. Ia sudah mengetahui kurang lebih perubahan yang terjadi selama lebih kurang puluhan tahun. Pak Nasip juga merupakan keturunan kedua dari orangtuanya yang merupakan cina kebun sayur. Pak Nasip adalah anak satu-satunya didalam keluarga, sehingga beban yang dihadapi orangtuanya dahulu merupakan beban juga baginya. Kehidupan perekonomian yang sulit membuat mereka harus memutar otak untuk memenuhi


(62)

kebutuhan sehari-hari. Bukan saja menjadi tanggungan orangtuanya tetapi juga pak Nasip sendiri. Setiap harinya ia harus membantu orangtuanya bercocok tanam dan mengumpulkan barang bekas untuk dijual kembali. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tentulah semua itu tidak mencukupi. Mereka harus menghemat konsumsi makanan setiap harinya. Tidak jarang juga keluarganya hanya mengkonsumsi bubur dan nasi putih saja.

Ia juga mengatakan bahwa interaksi hanya bisa dilakukan sesekali saja dengan para pekerja. Para pekerja cina terdahulu hanya dianggap sebagai budak dan sekelompok kaum minoritas. Dengan stigma seperti itu, mereka mulai menjadi pribadi yang individual dengan masyarakat pribumi. Perlakuan dari masyarakat pribumi bahkan Kolonial benar-benar menunjukan sikap diskriminasi serta marginalisasi terhadap para pekerja cina.

Namun, ditengah-tengah perlakuan yang tidak adil yang diterima mereka ia mencoba kesenian yang merupakan kesenian tradisional Indonesia. Ia mengikuti kesenian kuda kepang sejak ia berumur 12 tahun. Sejak itulah ia memulai kecintaannya terhadap kesenian kuda kepang tersebut. Seiring berkembangnya zaman, tidak membuat ia berpaling dari kesenian itu. Diumurnya yang telah mencapai 60 tahun ia menjadi ketua pembimbing kesenian kuda kepang yang diberi nama kesenian Kuda Putih atau “Langen Turonggo Seto”. Sudah hampir 10 tahun ia membimbing kesenian tersebut dengan beranggotakan 20 anggota yang merupakan keturunan cina kebun sayur. Kebanggaannya terhadap kesenian kuda kepang sengaja ia pertahankan demi penghapusan stigma kaum minoritas yang terpinggirkan. Dengan keahliannya itu ia menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya. Walaupun dengan


(63)

perubahan sosial ekonomi yang dialaminya, tidak menghilangkan kesenian itu dari hidupnya. Dan dengan keahlian keseniannya itu, ia dan anggotanya sering menghadiri undangan dua kali dalam sebulan.

Pak Nasip adalah salah seorang warga Tionghoa yang memiliki kefasihan dalam bahasa Jawa. Kefasihannya dalam berbahasa Jawa sudah tidak perlu diragukan lagi. Demi menghilangkan diskriminasi akan etnis cina, ia menggantikan nama Tionghoanya dengan nama Indonesia. Dan ia juga lebih senang dipanggil dengan nama Indonesianya dibandingkan nama aslinya.

Perubahan sosial ekonomi yang terjadi membuat pak Nasip kini dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan profesi sebagai Kontraktor, ia mampu menyekolahkan keempat anak-anaknya sampai jenjang pendidikan yang tinggi. Tentu saja hasil yang telah ia peroleh sekarang tidak lepas dari usahanya yang tidak pernah berhenti melawan stigma-stigma negatif terhadap dirinya sebagai etnis cina.

4.2.2 Informan Ke-II

Nama : Pak Aki ( Sudarmanto) Usia : 57 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki Agama : Budha Status : Menikah Pekerjaan : Wiraswasta Penghasilan : ± Rp 6 - 7 juta Jumlah anak : 2 orang


(64)

Pak Aki merupakan warga cina kebun sayur yang sudah menetap di Dusun VIII sejak kecil. Bisa dikatakan hampir seumur hidupnya dihabiskan di Desa Bandar Klippa. Ia mengaku ayahnya dahulunya asli orang Medan, namun kakeknyalah yang berasal dari Tiongkok dan pindah ke Sumatera Utara untuk menjadi kuli kontrak perkebunan tembakau. Artinya, pak Aki merupakan keturunan ketiga dari cina kebun sayur itu sendiri. Dahulunya orangtua dari pak Aki mempunyai pekerjaan sebagai pengumpul barang-barang bekas “botot”.

Dari hasil pekerjaan orangtuanya itu, keluarga besar pak Aki merasa sangat kekurangan. Kelima saudara pak Aki harus menghentikan sekolahnya karena keterbatasan biaya orangtuanya. Mereka harus rela menjadi anak putus sekolah dan harus mengikuti ayahnya membantu mengutip barang-barang bekas. Profesi sebagai pengumpul barang-barang bekas merupakan pekerjaan yang dilakukan cina kebun sayur di sumatera utara.

Tidak ada kata bahagia pada masa itu. Kehidupan semakin sulit ketika orangtua dari Pak Aki menjadi kuli kontrak perkebunan dengan Kolonial Belanda. Segala kesulitan mulai mehampiri mereka, mulai dari dipersulitnya interaksi mereka dengan masyarakat lainnya, diskriminasi, sampai buruknya sistem tenaga kerja serta pemberian upah yang dilakukan Belanda. Pak Aki menjelaskan bahwa interaksi sosial antara kuli kontrak dengan masyarakat sekitar sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan pemasungan hak-hak para kuli kontrak oleh Kolonial Belanda. Cerita kekejaman Belanda ternyata tidak hanya sampai disitu saja, pak Aki pernah mendengar bahwa diskriminasi antara cina baik perempuan maupun laki-laki sangat


(65)

memprihatinkan. Belanda juga membiarkan kuli-kuli terlilit hutang dengan mereka, sehingga para kuli harus lebih bekerja keras untuk melunasi utang –piutang mereka.

Seiring perkembangan zaman, derita para kuli kontrak perkebunan sudah tidak begitu dirasakan keturunannya. Jika dahulunya kuli kontrak sulit dalam pembauran dengan masyarakat lain, sekarang keturunan dari cina kebun sayur merasakan adanya rasa toleransi antara pribumi dan non-pribumi. Walaupun pada tahun 1998, pernah terjadi pembrontakan serta perlakuan brutal masyarakat pribumi terhadap masyarakat non pribumi. Pak Aki mengaku, keluarganya juga pernah menjadi korban kekerasan Ras pada masa itu. Namun, semuanya telah berlalu. Masyarakat sekitar telah dapat menerima masuknya asimilasi cina kebun sayur khususnya.

Pak Aki mempunyai usaha sendiri, yang sudah ia tekuni sejak 10 tahun yang lalu. Ia memiliki usaha “Panglong Bintang Timur”. Dari hasil usahanya ini, ia telah berhasil menyekolahkan salah satu anaknya ke Malasyia. Dan ia juga mengaku telah mempunyai pegangan hidup untuk hari tuanya. Perubahan perekonomian yang ia rasakan sekarang ini bukanlah terjadi begitu saja. Ia mengatakan bahwa ia dahulunya hanya bekerja sebagai karyawan sebuah toko. Namun, berkat kegigihannya ia bisa memiliki usaha sendiri.

Pak Aki juga mengatakan bahwa keadaan Dusun VIII dahulunya masih sederhana sekali. Bangunan-bangunan pemukiman mereka semi permanen, bahkan terbuat dari tepas dan papan. Sekarang pemukiman di dusun tersebut sudah berkembang pesat. Dari hasil penelitian yang dilakukan, bangunan-bangunan perumahan keturunan cina kebun sayur sebagian merupakan bangunan mewah


(1)

Milyandra. 2009. Makalah tentang Perubahan Sosial. Oktober 2009.

Rouvet,A. 2009. cina iri pada kebijakan Belanda.

Sevilla. 2008. Mengapa Ada Istilah Pribumi dan Non Pribumi.

Zoehrie. 2008. arti komunitas. pada tanggal 13 Oktober 2009.


(2)

DOKUMENTASI

Gambar 1 : Kantor Kepala Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang

Gambar 2 : Potret perumahan cina kebun sayur setelah terjadi perubahan sosial ( Rumah Pak Cheng Djin)


(3)

Gambar 3: Salah Satu Perumahan Cina Kebun Sayur ( Rumah Pak Aki)

Gambar 4 : Kondisi Jalan semakin baik jika dibandingkan dengan kondisi masa lalu. Perbaikan jalan ini dilaksanakan atas partisipasi masyarakat cina kebun sayur sekitar.


(4)

Gambar 5 : Disamping perubahan yang terjadi terhadap cina kebun sayur, masih ada sebagian kecil kehidupan masyarakat cina kebun sayur yang sederhana.


(5)

Gambar 6 : Salah satu tempat usaha yang masih dipertahankan oleh cina kebun sayur yaitu usaha pengumpulan barang-barang bekas


(6)

Gambar 7 : Beberapa Vihara dan Kuil yang dibangun masyarakat cina kebun sayur setelah terjadinya perubahan sosial.