Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK serta tekanan globalisasi dewasa ini telah menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai sosial, yang membawa dampak positif dan negatif terhadap pertumbuhan bangsa kita, termasuk sistem pendidikan kita. Dampak positifnya adalah terjadinya peningkatan pola pikir dalam berbagai bidang dan perubahan pola hidup yang lebih efisien. Adapun dampak negatifnya adalah kesulitan masyarakat dalam memahami dan mencerna perkembangan yang demikian pesatnya di berbagai bidang, serta terbenturnya berbagai kecenderungan dengan nilai-nilai luhur bangsa kita. Konsekuensinya adalah bahwa dalam pengembangan sumber daya manusia SDM dan IPTEK harus bersifat realistik serta ditopang dengan pengembangan sikap atau nilai yang diharapkan dapat menghasilkan SDM yang berpengetahuan, terampil, kreatif, inovatif, dan berbudi pekerti. Kehidupan dalam era globalisasi dipenuhi oleh kompetensi- kompetensi yang sangat ketat. Keunggulan dalam berkompetisi terletak pada kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi. Dalam hubungan dengan permasalahan pengembangan SDM dan IPTEK, maka diharapkan dalam kegiatan pembelajaran sains bukan hanya kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan sains harus dipermudah agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih realistis. Konsep-konsep sains yang telah dipelajari dan dikuasai peserta didik diharapkan dapat bermanfaat bagi dirinya dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya maupun masalah lingkungan sosialnya. Produk teknologi yang dihasilkan oleh sains dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun demikian kemajuan teknologi dapat pula membawa dampak negatif bagi manusia itu sendiri, hal ini terjadi jika 1 2 penggunaan produk teknologi tersebut dimanfaatkan tidak sesuai dengan fungsinya secara tepat. Oleh karena itu faktor utama untuk melengkapi kemajuan sains maupun teknologi itu adalah moralitas manusia. Sains bukan hanya sekumpulan informasi tentang alam, melainkan juga mengandung nilai-nilai di setiap bahan ajarnya yang dapat menopang hidup budaya peserta didik. Oleh karena itu, sains yang semula hanya menekankan pada pembelajaran konsep dan meningkatkan kemampuan kognitif, perlu dikembangkan aspek afektif yakni “sikap” untuk meningkatkan keterampilan emosional, spiritual dan kemampuan kreatif peserta didik. Dengan demikian diharapkan dapat menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan. Konsep Drikarya menyatakan bahwa “perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan afektif dalam proses pendidikan”. 1 Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berfikir atau IQ peserta didik, melainkan juga harus disertakan dengan pengembangan perilaku dan kesadaran moral. Albert Einstein berpendapat bahwa sains mengandung nilai-nilai, seperti nilai religi, nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, dan nilai pendidikan. 2 Nilai pendidikan sains berupa pendidikan moral bagi peserta didik. Untuk dapat mengambil pelajaran dari sistem nilai dan moral yang terkandung dalam sains agar dapat direalisasikan dalam kehidupan peserta didik, maka diperlukan kemampuan membaca tingkat tinggi. Dalam al-qur’an disebutkan bahwa : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” QS. Al-Alaq : 1-5. 1 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, Bandung: Alfabeta, 2008, h.13. 2 Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam dan Sumber Pendidikan Nilai, Bandung: Mughni Sejahtera, 2005, h.12-13. 3 Suroso mengemukakan bahwa pembelajaran fisika yang merupakan bagian dari pendidikan sains perlu mendapat pembaharuan, terutama dalam pengembangan model pembelajaran yang sasarannya bukan hanya penguasaan pengetahuan dan keterampilan sains, tetapi juga pencapaian nilai-nilai yang dikandung oleh setiap bahan ajar fisika. 3 Dewasa ini sekolah diharapkan dapat mengembangkan tiga kemampuan yang pada dasarnya telah ada. Menurut Benjamin S. Blom ketiga kemampuan itu dikenal dengan istilah Taxonomy of Educational objectives, meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor. 4 Nilai tercakup dalam domain afektif. Ketiga kemampuan tersebut saling melengkapi, hal ini mengintegrasikan bahwa pendidikan bukan hanya menekankan pembentukan kecerdasan intelektual domain kognitif, tetapi juga bertanggung jawab untuk pembentukan kepribadian dan pembinaan akhlak para peserta didik. Kenyataan yang ditemui sehari-hari dalam proses pembelajaran di kelas seringkali guru melaksanakan pembelajaran secara tidak kreatif. Guru menyampaikan materi fisika kurang variatif dalam menggunakan metode pembelajaran, hal tersebut menimbulkan pemahaman peserta didik hanya terbatas konsep dan nilai belajar fisika siswa relatif rendah. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya pengetahuan siswa untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan terbatasnya pengetahuan nilai-nilai yang dikandung dalam bahan ajar. Oleh karena itu, perlu diadakan usaha perbaikan proses pembelajaran dengan menerapkan metode-metode pembelajaran inovatif. Metode Problem Based Learning PBL merupakan salah satu solusi agar pemahaman peserta didik tidak hanya terbatas dengan konsep, tetapi juga siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan berfikir secara analitis, kritis, dan kreatif. Metode Problem Based Learning PBL memiliki kelebihan diantaranya adalah problem solving, Belajar mandiri self directed 3 Neneng Olivia, Pengembangan Keterampilan Proses berbasis Nilai-Nilai Sains untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII, Skripsi PPS UPI, 2005, h.3 4 Mastukki, Sinergi Madrasah dan Pondok Pesantren Suatu Konsep Pengembangan Mutu madrasah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004, h.14. 4 learning, belajar sepanjang hayat, identifikasi dan evaluasi sumber belajar, Critical thingking, creative thinking, Belajar dari masalah nyata, cooperative dan collaborative learning, peer learning, dan reflection. 5 Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode Problem Based Learning PBL. Pada penelitian ini dipilih konsep cahaya, karena materi tersebut merupakan salah satu materi fisika pada tingkat SMP yang membutuhkan tingkat pemahaman konsep konkrit, selain itu konsep cahaya dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan isi materi dari konsep cahaya, siswa dapat diarahkan untuk menelaah serta mempelajari kandungan nilai-nilai dalam pembelajaran cahaya yang berguna bagi kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat menghasilkan SDM yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan spiritual dan emosional, serta dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik terhadap Allah SWT. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pembelajaran Problem Based Learning PBL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya Bernuansa Nilai”.

B. Identifikasi Masalah