Pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) terhadap hasil belajar fisika siswa; kuasi eksperimen di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN

MASALAH (

PROBLEM BASED LEARNING

) TERHADAP

HASIL BELAJAR FISIKA SISWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh : MUTOHAROH NIM: 106016300637

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

Mutoharoh (106016300637). “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.” Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar fisika siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan pada tahun pelajaran 2010/2011. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik cluster random sampling, siswa kelas VII.10 sebagai kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah, dan siswa kelas VII.8 sebagai kelompok kontrol yang tidak menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (menggunakan model pembelajaran konvensional). Instrumen penelitian yang digunakan yaitu tes untuk mengukur hasil belajar fisika siswa berupa soal-soal uraian. Data instrumen tes dianalisis menggunakan analisis statistik yaitu uji-t. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji-t pada taraf signifikansi (α) = 0,05, didapatkan thitung > ttabel yaitu 4,06 > 2,00, sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar fisika siswa.

Kata kunci : Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning), Hasil Belajar


(5)

ABSTRACT

Mutoharoh (106016300637). “ The Influence Of Problem Based Learning Model to Improve The Outcome Of Student Physics Learning.” Skripsi, Program Study of Physics Education, Department of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

The aim of this research was to know the influence of Problem Based Learning Model to Physics student learning outcomes at the subject matter of heat. This research was held at State Junior High School 2 (SMP Negeri 2) Tangerang Selatan in academic period 2010/2011. The research method was quasi experiment and used nonequivalent control group design. The Sample in this research was taken by cluster sampling technique, students of class VII.10 as a group of experiment used Problem Based Learning model, and students of class VII.8 as a group of control were not used Problem Based Learning model (used conventional model). Instrument were used in these research is test instrument used essay. Data was got from test instrument was analyzed by statistical analysis t-test. Based on result of statistical analysis t-test at the level of significant (α) = 0,05, it is shown that tvalues greater than ttable were 4,06 > 2,00, with the result that zero hypothesis (Ho) was refused and alternative hypothesis (Ha) was accepted, that can be concluded, Problem Based Learning model can influence students learning outcomes at the subject matter of heat.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoritis ... 7

1. Teori Belajar Kontruktivisme ... 7

2. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 9

B. Hasil Belajar ... 17

C. Kalor ... 21

D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 25

E. Kerangka Berpikir ... 27


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian ... 31

C. Desain Penelitian ... 31

D. Populasi dan Sampel Penelitian... 32

E. Prosedur Penelitian ... 33

F. Variabel Penelitian ... 34

G. Instrumen Penelitian ... 35

H. Teknik Pengumpulan Data ... 36

I. Uji Instrumen Penelitian ... 37

J. Teknik Analisis Data ... 42

K. Hipotesis Statistik ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 46

1. Hasil Pretest Dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol 46

2. Analisis Data Hasil Belajar ... 49

3. Hasil Pengujian Hipotesi ... 50

B. Pembahasan ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan-Tahapan PBL ... 15

Tabel 3.1 Design Penelitian ... 32

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 35

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 37

Tabel 3.4 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 39

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 40

Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda... 41

Tabel 4.1 Rekapitulasi Distribusi Data Hasil Pretest-Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 47

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretest-Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 49

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Pretest-Posttest ... 50


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perubahan Wujud Zat ... 23

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 29

Gambar 3.1 Prosedur Peneltian ... 34

Gambar 4.1 Histogram Data Hasil Pretest Kelmpok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol ... 48

Gambar 4.2 Histogram Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Perangkat Pembelajaran

Lampiran A. 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 60

Lampiran A. 2 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 85

Lampiran B. Instrumen Penelitian Lampiran B. 1. Kisi-Kisi Instrumen dan Pedoman Penilaian ... 94

Lampiran B. 2. Jawaban dan Pedoman Penilaian ... 98

Lampiran B. 3. Soal Uji Coba ... 110

Lampiran B. 4. a. Validitas ... 112

Lampiran B. 4. b. Reliabilitas ... 114

Lampiran B. 4. c. Taraf Kesukaran ... 116

Lampiran B. 4. d. Daya Pembeda ... 118

Lampiran B. 5. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Siswa ... 120

Lampiran C. Data Hasil Penelitian Lampiran C. 1. a. Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 121

Lampiran C. 1. b. Data Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 125

Lampiran C. 1. c. Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 129

Lampiran C. 1. d. Data Hasil Posttest Kelmpok Kontrol ... 133

Lampiran C. 2. a. Uji Normalitas Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 137

Lampiran C. 2 .b. Uji Normalitas Data Hasil Prettest Kelmpok Kontrol ... 140

Lampiran C. 2. c. Uji Normalitas Data Hasil Posttest Kelmpok Eksperimen ... 142

Lampiran C. 2. d. Uji Normalitas Data Hasil Posttest Kelmpok Kontrol ... 145


(11)

Lampiran C. 3. a. Uji Homogenitas Data Hasil Pretest Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... 147 Lampiran C. 3. b. Uji Homogenitas Data Hasil Posttest Kelompok

Eksperimen dan Kontrol ... 148 Lampiran C. 4. a. Uji Hipotesis (Hasil Pretest)... 149 Lampiran C. 4. b. Uji Hipótesis (Hasil Posttest) ... 152

Lampiran D. Tabel Statistik Lampiran E. Surat-Surat Uji Referensi


(12)

KATA PENGANTAR

Bismiillaahirrahmaanirrahiim Assalaamu’alaikum. Wr.Wb

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SAW, karena berkat segala nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan sahabat-sahabatnya.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa ”. Skripsi ini menggambarkan bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Selain itu skripsi ini memberikan gambaran kepada guru fisika yang akan menggunakan model ini sebagai salah satu alternatif model dalam pembelajaran fisika di sekolah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik sehingga dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.

Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini, tidak lepas dari dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyadari selama pembuatan dan penulisan skripsi ini banyak terdapat hambatan dan kendala yang dihadapi baik yang bersifat materil maupun moril. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Allah SWT, sujud syukur dan terimakasih atas segala cinta, kepercayaan, kesempatan, Yang tak pernah meninggalkan hamba-Nya, Yang tak pernah menelantarkan hamba-Nya, Yang selalu melindungi hamba-Nya. Terimakasih atas tempat perlindungan, curahan hati penulis, terimakasih atas semuanya, terimakasih atas segala pertolongan, terimakasih atas karunia yang diberikan kepada penulis.

2. Bapak dan Ibunda tercinta yang telah mendidik, mengurus dan membesarkan penulis dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang juga selalu menyertakan doa untuk kebahagiaan dan kesuksesan penulis, sehingga akhirnya penulis


(13)

dapat menyelesaikan skripsi merupakan pemicu untuk senantiasa melakukan yang terbaik.

3. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Iwan Permana Suwarna, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Erina Hertanti, M.Si, Dosen Pembimbing Akademik Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Diah Mulhayatiah, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu selama proses perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Pendidikan Fisika.

10. Alan Suherlan, M.Pd., Kepala sekolah SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian skripsi di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan.

11. Bapak dan Ibu guru serta staf SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan, khususnya Ibu Suharni, S.Pd, sebagai guru Fisika yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

12. Sahabat-sahabat terbaikku Kasim, Tuti Juniati, Miftahul Jannah, Umi Siswati, Neng Syifa Fauziah, Sri Putri Pujiarsih, Yuyum Muawanah, Asmawati, Khaerunnisa, Riska Sartika Dewi, Abdul Aziz Assalam, Sujaji, Irna Irma Nengsih terima kasih atas perhatian, dukungan dan motivasinya.


(14)

13. Teman-teman Physic’s Brother’s 06 yang selalu memberi semangat ketika bimbingan.

14. Siswa-siswi SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan khususnya kelas VIII-8, VII-10, VII-8 angkatan 2010-2011 yang telah membantu penulis saat proses pengumpulan data. Kegembiraan, keriangan dan kelucuan dari kalian sangat penulis rindukan.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi sedikit pun rasa terima kasih dan penghormatan saya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya penulis sendiri serta para pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum.Wr.Wb

Jakarta, Agustus 2011


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang memerlukan suatu proses pembelajaran sehingga menimbulkan hasil yang sesuai dengan proses yang telah dilalui. Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan sumber daya manusia itu sendiri.1 Pendidikan berperan penting karena merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berpendidikan akan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan perkembangan dunia pendidikan yang semakin pesat menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bidang pendidikan memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia karena merupakan wahana yang dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu menghadapi perkembangan zaman. Pendidikan yang menyangkut pengembangan sumber daya manusia ini merupakan investasi dalam jangka waktu yang panjang sepanjang kehidupan manusia.

Untuk memperlancar proses pendidikan diperlukan suatu wadah atau lembaga yang disebut sekolah. Sekolah merupakan lembaga formal sebagai tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik dan maju. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang merupakan hasil yang diperoleh melalui belajar.

1

Mirih Kuwanto, “Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui Pendekatan Problem Based Learning Pada Siswa Kelas IX Bahasa SMA Negeri 2 Wonogiri Tahun Pelajaran 2006/2007”, Widia Tama >> Vol.3 No.4, Desember 2006, hal 46


(16)

Dalam dunia pendidikan, hasil belajar merupakan faktor yang sangat penting, karena hasil belajar yang dicapai siswa merupakan alat untuk mengukur sejauh mana hasil belajar siswa menguasai materi yang diajarkan oleh guru. Keberhasilan proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan pendekatan belajar. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa, faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa dan faktor pendekatan belajar (learning approach), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan

kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.2 Selain faktor keberhasilan pada

proses hasil belajar yang perlu diperhatikan dalam pendidikan adalah kualitas pendidikannya itu sendiri.

Kualitas pendidikan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan pembaharuan sistem pendidikan. Ada tiga komponen yang perlu disoroti dalam pembaharuan pendidikan yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dengan cara penerapan strategi atau metode pembelajaran yang efektif di kelas dan lebih memberdayakan potensi siswa. Penerapan strategi atau metode yang demikian sangat dibutuhkan pada pelajaran sains seperti halnya pada pelajaran fisika. Dalam hal ini penerapan strategi pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan tinggi rendahnya hasil belajar siswa.

Rendahnya hasil belajar fisika siswa disebabkan oleh ketidaktepatan penggunaan strategi atau model pembelajaran yang digunakan guru dikelas. Kenyataan menunjukan bahwa selama ini kebanyakan guru menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi oleh guru. Guru yang selalu mengajar konvensional menyebabkan peserta didik menjadi bosen, mengantuk, pasif dan berfungsi sebagai notulis dari ucapan guru di muka kelas

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2010) cet-15, h. 129


(17)

saja. Selain guru yang mengajar konvensional, guru juga selalu mendominasi kelas, dengan harapan konsep yang diajarkan segera selesai. Siswa kurang diberi kesempatan untuk berhubungan dengan lingkungan alam sekitar, menelaah dan berpendapat suatu konsep yang ada. Akibatnya suasana kelas selama pembelajaran cenderung pasif, aktivitas siswa rendah dan kurang kondusif. Siswa tidak aktif bertanya, kalaupun ada yang bertanya jenis pertanyaannya berkualitas rendah dan tidak menunjukan proses berpikir ilmiah.3 Apalagi jika model pembelajaran tersebut hanya menekankan pada pemberian konsep semata, sehingga peserta didik tidak mampu memahami materi pelajaran secara penuh. Model pembelajaran seperti ini perlu dirubah dengan kecenderungan kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan belajarnya diciptakan secara alamiah.

Dibutuhkan model pembelajaran yang dapat menghidupkan suasana kelas. Dengan konsep ini, hasil belajar pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa. Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana cara mencapainya. Mereka akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari pada saat ini akan berguna bagi hidupnya nanti.4 Untuk mengatasi masalah ini, guru di tuntut mencari dan menemukan suatu cara yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Guru di harapakan dapat mengembangkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkapkan ide peserta didik sendiri. Dengan kata lain diharapakan agar guru mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah peserta didik dalam Ilmu Pendidikan Alam (IPA) khususnya bidang fisika.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning). Model ini merupakan pendekatan pembelajaran

3

Sri Sarmini, “ Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Bagi Siswa Kelas IX F Di SMP Negeri 37 Semarang”. Dalam widya tama>> vol 3 no. 3. September 2006, hal. 2

4

Ahmad Talib, Mardin, Sinar Alam, Katarina Tibarang, “ Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa SMP”. Dalam Jurnal Ilmu Pendidikan , Volume 2, No 3, Desember 2005, hal 254


(18)

peserta didik pada masalah autentik (nyata) sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuri, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan dirinya. Pada model ini peran guru adalah mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan, memberikan kemudahan suasana berdialog, memberikan fasilitas penelitian, dan melakuakn penelitian.5 Model pembelajaran ini juga banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa diberikan kebebasan untuk lebih berpikir kreatif dan aktif berpartisipasi dalam mengembangkan penalarannya mengenai materi yang diajarkan serta mampu menggunakan penalarannya tersebut dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Diantara materi-materi fisika yang dapat dijadikan suatu bahan permasalahan dalam penelitian ini yaitu pada konsep kalor, dimana pada konsep kalor didalamnya membahas tentang fenomena-fenomena yang ada dikehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, penggunaan model pembelajaran yang melibatkan siswa mempunyai peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar fisika. Dipilihnya model pembelajaran berdasarkan masalah dalam penelitian ini karena model pembelajaran ini pada dasarnya lebih mendorong siswa untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan. Dengan banyaknya aktifitas yang dilakukan oleh siswa, diharapkan dapat menimbulkan rasa senang dan antusias siswa dalam belajar. Dengan demikian diharapakan dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika yang dapat mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar fisika siswa”

5

Nuryati Abbas, “ Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Maslah (Problem Based Instruction) Dalam Pembelajaran Matematika Si SMU”. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 051, Tahun Ke-10, November 2004, hal 833


(19)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Masih rendahnya hasil belajar fisika siswa.

2. Siswa belum mampu berpikir secara menyeluruh sehingga belum memahami keterkaitan satu materi dengan materi lainnya

3. Kurangnya penggunaan model pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Misalnya, proses pembelajaran masih menggunakan metode ceramah sehingga siswa pasif.

C. Pembatasan Masalah

Untuk mengoptimalkan hasil penelitian mengenai pengaruh model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar Fisika siswa, maka permasalahan penelitian dibatasi sebagai berikut: 1. Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) yang

digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dengan lima tahapan, yaitu mengorientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif meliputi jenjang C1-C4

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar fisika siswa?”


(20)

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar fisika siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru dan sekolah. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi guru, diharapkan hasil penelitan ini bermanfaat untuk memberikan alternatif kepada guru dalam mengajarkan fisika melalui model pembelajaran berdasarkan masalah.

2. Bagi siswa, dapat meningkatkan motivasi dan belajar siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi untuk menyelesaikan masalah.

3. Bagi sekolah, diharapkan hasil dari penelitian ini memberikan sumbangsi dalam meningkatkan mutu pendidikan.


(21)

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokan dalam teori pembelajaran konstruktivisme (constructivist theories of learning). Konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.6 Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk diirinya sendiri, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan belajar yang menyatakan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik jika siswa secara aktif membangun (construct) sendiri pengetahuan dan pemahamannya. Dalam hal ini, siswa belajar dengan mengembangkan pengetahuan awal yang sudah terlebih dahulu dimilikinya. Para pakar konstruktivisme mengemukakan bagaimana pengetahuan dapat disusun sehingga dapat dipelajari, yaitu dengan cara para pembelajar sendiri yang harus aktif sehingga pembelajar dapat memilih dan menginterpretasikan informasi yang diperolehnya dari lingkungan di sekitar dirinya.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri

6

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstuktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. h. 13


(22)

tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan.

Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.7 Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk. Sedangkan, akomodasi adalah proses perubahan skema.8 Proses akomodasi menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruk penetahuannya sendiri. 9 Strategi pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya sebagai berikut:

1) Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi.

2) Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan lingkungannya 3) Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi

terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.

4) Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu terjadi kembali

7

Ratna Wilis Dahar. Teori-Teori Belajar. (Jakarta: Erlangga, 1989). h.159

8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientas Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2008), h.124

9


(23)

keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya.

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

2. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) a Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based

Learning)

Menurut Barrows, Gallagher et all dan Hmelo-silver yang dikutip oleh Brian R. Belland menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model instruksional yang melibatkan argumen siswa dalam suatu proses pembelajaran. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, siswa dibentuk dalam suatu kelompok kecil kemudian disajikan suatu permasalahan dengan beberapa solusi penyelesaian beserta alur dari solusi yang disediakan. Setelah mendefinisikan permasalahan yang diajukan, siswa perlu menentukan dan mengumpulkan informasi yang dianggap paling sesuai dengan solusi yang mereka pilih. Informasi yang mereka dapatkan tersebut harus mereka kembangkan sedemikian rupa, sehingga pilihan solusi yang mereka gunakan memiliki landasan dan argumen yang dapat dipertahankan dihadapan siswa atau kelompok lainnya.10

Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) merupakan pelaksanaan pembelajaran berangkat dari sebuah kasus tertentu dan kemudian dianalisis lebih lanjut guna untuk ditemukannya pemecahan masalahnya, dan

10

Brian R. Belland, “Portraits of middle school students constructing evidence-based arguments during problem-based learning: The impact of computer-based scaffolds”, dalam Education Tech Research Dev, DOI 10.1007/s1 1423-009-9139-4, November 2009, h: 286. (Diakses dari: http://works.bepress.com/brian_belland/, 6 Maret 2010).


(24)

Problem Based Learning juga merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.11

Pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebuah model pengajaran yang mendorong siswa untuk melakukan penelitian, teori dan latihan yang saling berhubungan dan aplikasi ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk membangun pemecahan suatu masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah juga merupakan sebuah metode pembelajaran dimana siswa belajar melalui pemecahan masalah yang berpusat pada sebuah masalah kompleks dan memiliki pilihan satu jawaban tepat.12

Pembelajaran beradsarkan masalah juga dapat diartikan sebagai sebuah proses pemecahan masalah, keingintahuan, keraguan, dan ketidakpastian tentang fenomena yang kompleks dalam kehidupan. Permasalahan disini adalah tentang segala keraguan, kesulitan atau ketidakpastian yang mengundang atau membutuhkan beberapa macam pemecahan.13

Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) dilandasi oleh teori belajar kontruktivisme yaitu pembelajaran yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi peserta didik harus mengkontruksi pengetahuannya sendiri dan pengetahuan ini tidak dapat dipisah-pisahkan tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diaplikasikan. 14

Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) merupakan suatu model pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan

11

I Wayan Dasna Dan Sutrisno, “Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), Dari Http://Lubisgrafura.Wordpress.Com. Diakses Pada Tanggal 30 September 2010

12

John R. Savery, “Overview of Problem-Based Learning: Definitions and Distinctions”, (dalam the Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, volume 1, no 1, Spring 2006), h: 12. Diakses dari http://docs.lib.purdue.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1002&context=ijpbl, 14 maret 2010.

13

John Barell, Problem Based Learning: An Inquiry Approach (second edition), California: Corwin Press. 2007, h: 3.

14

Sudi Prayitno, “Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Pada Perkuliahan Teori Peluang”. Dalam Jurnal Pendidikan, Tahun XXXVI, No 2, November 2006. hal. 122


(25)

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.15

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme, sebab disini guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual peserta didik.16 Pendekatan kontruktivisme bercirikan pembelajaran berpusat pada peserta didik dan menekankan pada proses pembelajaran yang aktif.

Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. 17

Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarnya menggunakan pendekatan-pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.18

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa mengajarkan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan

15

Nuryati Abbas, “ Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Dalam Pembelajaran Matematika Si SMU”. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 051, Tahun Ke-10, November 2004, hal 833

16

Ibid, hal 834

17

Trianto, Op Cit, h. 67

18

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based learning, (Jakarta: Kencana. 2009), h.21


(26)

keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. 19

Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) adalah sebuah model untuk pemecahan masalah yang signifikan, yang disandarkan pada situasi keadaan yang nyata dan memberikan sumber-sumber, menunjukan atau memandu dan memberikan petunjuk pada pembelajar untuk mengembangkan pengetahaun dan keterampilan pemahaman masalah. 20

Pembelajaran Berdasarkan Masalah juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Bruner memerikan scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang memilki kemampuan lebih.21 Dalam hal ini pembelajaran berdasarkan masalah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari pihak-pihak lain yang membantu siswa dalam memecahkan masalah.

Dalam model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

Sedangkan menurut literatur lain, bahwa Problem Based-Learning is characterized us teacher-centered approach, teachers as “facilitators rather than disseminator,”and open-ended problems (in PBL, these are called

19

Trianto, Op Cit, h. 68

20

Mirih Kuwanto, “Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui Pendekatan Problem Based Learning Pada Siswa Kelas IX Bahasa SMA Negeri 2 Wonogori Tahun Pelajaran 2006/2007”, Widia Tama >> Vol.3 No.4, Desember 2006, h. 47

21

Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nur, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Buku Ajar Mahasiswa), (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2000), h. 22.


(27)

structured) that “serve as the initial stimulus and framework for learning”.22 Menurut pengertian tersebut, Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan suatu konsep pembelajaran yang mempunyai karakteristik pembelajaran berpusat pada siswa dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang bertugas memberikan rangsangan-rangsangan terhadap siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan pembelajaran berdasarkan masalah memfokuskan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mendorong siswa agar lebih kreatif dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Permasalahan-permasalahan ini tentunya yang ada kaitannya antara materi yang diajarkan dengan kehidupan keseharian siswa. Selain itu, seorang guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah tersebut.

b. Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) atau PBL memiliki sejumlah karakteristik/ciri yang membedakannya dengan dengan model pembelajaran yang lainnya, yaitu:

1) Pembelajaran bersifat student centered.

2) Pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil. 3) Guru berperan sebagai fasilitator dan moderator.

4) Masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan keterampilan problem solving.

22

Stanford University Newsletter On Teaching, Problem Based-Learning, Winter 2001 Vol. 11, No. 1, h. 1


(28)

5) Informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning).23

Ida Bagus Putu Arnyana menyebutkan bahwa Problem Based Learning/PBL juga memiliki karakteristik/ciri, diantaranya yaitu sebagai berikut:

1) Mengajukan pertanyaan atau masalah yang terkait masalah kehidupan nyata.

2) Melibatkan berbagai disiplin ilmu. 3) Melakukan penyelidikan autentik.

4) Menghasilkan produk atau karya serta mengkomunikasikannya atau memamerkannya.

5) Kerja sama dalam melakukan penyelidikan.24

Menurut I Wayan Dasna dan Sutrisno yang dikutip oleh Fathurrohman mengungkapkan bahwa PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Belajar diawali dengan masalah.

2) Masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa. 3) Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah.

4) Siswa diberikan tanggungjawab yang besar untuk melakukan proses belajar secara mandiri.

5) Menggunakan kelompok kecil.

6) Siswa dituntut untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dalam bentuk kinerja.25

23

Ni Made Suci, “Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi UNDIKSHA”, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Lembaga Penelitian Undiksha, 2 (1) April 2008, h: 77.

24

Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif Terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 4 TH XXXVIII Oktober 2005, h: 650.

25

Fathurrohman, “Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SD Dalam Pembelajaran PKN”, Majalah Ilmiah Pembelajaran, Nomor 1, vol 4 Mei 2008, h: 83.


(29)

c. Tahapan dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

Menurut Sugianto terdapat lima tahapan dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah/PBL dengan prilaku (arahan) yang diberikan oleh guru, diantaranya yaitu:

Tabel 2.1 Tahapan-Tahapan Problem Based Learning

Tahapan Arahan dari Guru

1. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa.

Guru membantu siswa untuk membentuk kelompok belajar. Guru membahas tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti (belajar).

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membantu investigasi/ membimbing penyelidikan individual atau kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan dan mengumpulkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan solusi.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa untuk merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai/tepat, seperti laporan, rekaman vidio, dan model-model yang

membantu mereka untuk


(30)

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi (pemecahan) masalah.

Guru membantu siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap penyelidikan/investigasi mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. 26

d. Manfaat Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan meraka dan pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri.

Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperolah dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para peserta didik merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.

e. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

Model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran berdasarkan masalah sebagai model pembelajaran adalah:

1) Realistik dengan kehidupan nyata 2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa 3) Memupuk sifat inquiri siswa

4) Retensi konsep jadi kuat

26


(31)

5) Memupuk kemampuan problem solving (pemecahan masalah)

Selain kelebihan tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based learning) juga memiliki beberapa kekurangan antara lain:

1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks 2) Sulitnya mencari problem yang relevan

3) Sering terjadi miss-konsepsi

4) Konsumsi waktu, dimana model ini mmemerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses pembelajaran tersebut.27

B. Hasil Belajar

Pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa yaitu kegiatan siswa yang direncanakan guru untuk dialami siswa selama kegiatan belajar-mengajar.28

Belajar adalah merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan sendiri atau kelompok, baik mandiri maupun dibimbing.29

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.30

Belajar adalah salah satu proses atau upaya sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan prilaku baru secara keseluruhan berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat memperoleh pengalaman dari interaksi tersebut. Perubahan yang diperoleh dari hasil belajar diharapkan dapat membawa pada perubahan yang lebih baik.

Dalam buku teori-teori belajar, Ratna Wilis Dahar menulis: menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah

27

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. (Jakarta: Tim Prestasi Pustaka, 2009). h. 96

28

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Jakarta, 2008), h.3

29

Ibid, h.4

30

Slameto. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.(Jakarta: Rieneka Cipta. 2010), h.2.


(32)

perilakunya sebagai akibat pengalaman.31

Menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.32

Hasil belajar sendiri adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.33 Benyamin Bloom, mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ketiga tingkatan itu dikenal dengan istilah Bloom’s Taxonomy (Taksonomi Bloom). Kemampuan hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Pada penelitian ini, penulis hanya akan mengungkapkan hasil belajar pada ranah kognitif saja.

Hasil belajar pada aspek kognitif merupakan suatu kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Hasil belajar pada aspek kognitif dibagi kedalam enam jenjang, yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun aspek kognitif yaitu: 34

1) Pengetahuan/ingatan – knowledge 2) Pemahaman – comprehension 3) Penerapan – application 4) Analisis – analysis 5) Sintesis – synthesis 6) Evaluasi - evaluation

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh tiga faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar.

31

Ratna Wilis Dahar, Op Cit, h.11

32

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 13.

33

Nana Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya. h.22.

34

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada, 2006), h.14


(33)

Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri sendiri, faktor internal ini meliputi dua aspek :

1. Aspek fisiologis

Spek fisiologi ini merupakan kondisi umum jasmani dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Siswa yang kekurangan gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada di bawah siswa-siswa yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat ngantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran.

2. Aspek psikologis

Kejiwaan seseorang mempengaruhi aktiviatas belajar seseorang. Aspek kejiwaan ini terdiri dari :

a. Inteligensi siswa merupakan kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat keberhasilan siswa ditentukan oleh tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ).

b. Sikap adalah gejala internal yang bedimensi afektif. Sikap seseorang dalam melakukan suatu kegiatan sangat berpengaruh sekali terhadap kegiatan yang dilakukan. Bagaimana seseorang dapat menyikapi semua kegiatan yang dilakukannya tergantung dari motivasi melakukan kegiatan tersebut. Sikap seorang siswa dalam belajar khususnya dalam pembelajaran fisika harus selalu menyikapinya dengan pemahan yang positif, karena jika kita menyikapinya dengan sikap yang negatif maka akankah tujuan pembelajaran fisika dapat tercapai.

c. Bakat adalah kemampuam yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan memiliki bakat terhadap suatu kegiatan tertentu akan mudah untuk lebih mengembangkan bakat tersebut.


(34)

d. Minat adalah kecenderungan dan kegairahan atau keinginan yang besar terhadap sesuatu

e. Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Motivasi ini dapat mendorong seseorang lebih maju dalam melakukan suatu kegiatan. Penemuan-penemuan penelitian menunjukan bahwa basil belajar pada umumnya akan meningkat jika motivasi belajar bertambah.35

Selain faktor intern belajar juga dipengaruhi oleh faktor ekstern. Adapun faktor-faktor ekstern dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.36

1. Faktor Keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga

2. Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Pengaruh tersebut dapat berasal dari kegiatan siswa dalam massyarakat, media masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.37

Faktor yang terakhir adalah pendekatan belajar. Faktor pendekatan belajar dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang efektivitas dan proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.

35

Syaiful Bahri Djamarah, Op Cit, h. 157

36

Slameto. Op Cit, h. 60

37


(35)

Dari pendapat diatas, diketahui bahwa strategi merupakan salah salah satu faktor yang menentukan dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran fisika akan lebih bermakna apabila diimbangi dengan strategi belajar yang tepat, dalam hal ini pemilihan metode dan penggunaan model pembelajaran yang tepat sebagai alat hasil belajar siswa. Pembelajaran harus melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, terlebih lagi jika mereka dapat bekerja sama dan saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

C. Kalor

Kalor adalah suatu bentuk energi yang secara alamiah dapat berpindah dari benda yang suhunya tinggi menuju suhu yang rendah saat bersinggungan. Kalor juga dapat berpindah dari suhu rendah ke suhu yang lebih tinggi. Air secara alamiah selalu mengalir atau berpindah dari tempat tinggi ke tempat rendah dan tidak pernah dalam arah sebaliknya. Akan tetapi, kita mengetahui bahwa air dapat di buat oleh manusia mengalir dari tempat rendah ke tempat tinggi dengan menggunakan mesin, yaitu pompa air. Kalor bisa di alirkan untuk mengalir dari suhu yang rendah ke suhu yang tinggi, contohnya air yang dimasukkan ke dalam mesin pendingin (kulkas) akan berubah menjadi beku. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda bergantung pada lamanya pemanasan dan massa zat. Kalor dapat diukur dengan alat yang disebut kalorimeter.

1. Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat

Penambahan kalor pada suatu zat akan menaikan suhu zat dan pengurangan kalor akan menurunkan suhu zat. Kapasitas kalor (H) adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu sebesar 1oC atau 1 K. Definisi kapasitas


(36)

kalor sama dengan definisi 1 kalori. Oleh karena itu kapasitas kalor dinyatakan juga dalam kalori atau joule.38

Jika kenaikan suhu pada zat adalah ΔT, secara matematis, kapasitas kalor dinyatakan:

Dengan:

Q = jumlah kalor pada suatu zat (J atau kal) H = kapasitas kalor (J/oC atau J/K)

ΔT = T2 – T1 = perubahan suhu zat (oC atau K) 39

Selain kapasitas kalor, ada satu konsep yang hampir mirip tetapi memiliki perbedaan mendasar, yaitu kalor jenis. Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan oleh 1 kg zat untuk menaikan 1oC (atau 1K). Besarnya kalor jenis zat dapat kita ukur dengan menggunakan kalorimeter.

Besarnya kalor (Q) yang diperlukan oleh suatu benda sebanding dengan massa benda (m), bergantung pada kalor jenis (c), dan sebanding dengan kenaikan suhu (∆t).

Secara matematis, besar kalor suatu zat dinyatakan:

Dengan:

Q = jumlah kalor pada suatu zat (J atau kal) m = massa zat (kg)

c = kalor jenis zat (J/kgoC atau J/kg K) ΔT = T2 - T1 = perubahan suhu zat (oC atau K)

Kalor yang diberikan pada suatu benda dapat menyebabkan kenaikkan suhu atau dapat mengubah wujud suatu zat. Es yang dipanaskan akan naik suhu akhirnya mencair. Ketika es masih berbentuk padat suhunya masih dibawah 00 C, ketika melebur suhunya tepat pada 00 C es berubah menjadi cair. Setelah melebur

38

Kinkin Suartini, Rangkuman Fisika SMP, (Jakarta: Gagas Media, 2010), h. 77

39


(37)

air itu dipanaskan lagi, maka lama kelamaan air akan mendidih tepat pada suhu 1000 C.

Pada saat terjadi perubahan wujud suhu zat tetap, hal ini disebabkan karena kalor yang diberikan tidak untuk menaikkan suhu tetapi untuk mengubah wujud, dan ketika zat mengalami perubahan suhu, wujud zat tetap karena kalor yang diterima tidak untuk mengubah wujud tetapi untuk menaikkan suhu. Berikut ini adalah diagram perubahan wujud zat.

Gambar 2.1 Perubahan Wujud Zat Keterangan gambar 2.1:

1. Mencair 4. Mengembun 2. Membeku 5. Menyublim

3. Menguap 6. Mendeposit (mengkristal)

Perubahan wujud yang memerlukan kalor yaitu melebur (mencair), menguap, dan menyublim. Sedangkan perubahan wujud yang melepaskan kalor yaitu membeku, mengembun dan mendeposit (mengkristal)

2. Faktor-Faktor yang Mempercepat Penguapan

a. Menanaskan. Dengan energi panas molekul-molekul akan lebih cepat bergerak, sehingga pakaian yang dijemur akan cepat kering.

b. Memperluas permukaan. Dengan memperluas permukaan berarti memperbanyak molekul-molekul zat cair yang dekat dengan permukaan, akibatnya molekul-molekul zat cair lebih mudah meninggalkan permukaan atau menguap

c. Meniupkan udara dia ats permukaan. Meniupkan udara di atas permukaan juga membawa molekul zat cair dekat permukaan, sehingga molekul-molekul tersebut lebih mudah meninggalkan permukaan zat cair.


(38)

d. Menyemburkan zat cair. Semburan air memberikan suatu luas permukaan yang sangat besar, sehingga molekul-molekul mudah menguap

e. Mengurangi tekanan pada permukaan. Dengan mengurangi tekanan dia atas permukaan, berarti member jarak antar molekul menjadi renggang.

3. Asas Black

Sesuai dengan hukum kekekalan energy, kalor yang dilepaskan benda panas akan diserap benda dingin. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh seorang fisikawan Inggris bernama Joseph Black (1728-1799), sehingga dikenal dengan asas Black yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Asas Black berbunyi: “Kalor yang dilepaskan oleh zat yang suhunya tinggi akan sama dengan kalor yang diterima oleh zat yang suhunya rendah” secara matematis, Azas Black dinyatakan:

Q lepas = Q terima m1. c1. ΔT1= m2. c2.ΔT2 4. Penerapan Kalor dalam Kehidupan Sehari-hari a. Pengaruh Tekanan

Pengaruh tekanan terhadap titik didih, titik didih zat cair akan naik tekanan diatas permukaan dinaikkan. Contoh: panci pemasak bertekanan (preassure cooker) dapat memasak daging lebih cepat empuk, karena air dalam panci mendidih lebih dari 1000 C atau kira-kira 1200 C dan tekananya sampai 2 atm. Akibatnya daging cepat empuk. Penurunan tekanan di atas permukaan dapat menurunkan titik didih, oleh karena itu makin tinggi di atas permukaan bumi suhunya makin rendah karena makin tinggi tekanannya makin rendah.

b. Ketidakmurnian Zat

Ketidakmurnian zat dapat menaikkan titik didih. Contoh: air gula, air garam mendidih lebih dari 1000 C, oleh karena itu, jika memasak sayuran menggunakan garam dimaksudkan selain gurih rasanya juga cepat empuk. Adapun pengaruh ketidakmurnian menurunkan titik lebur zat. Contoh: penambahan garam pada campuran es dengan air hingga 200 C. Karena


(39)

penambahan garam, es melebur di bawah 00 C. Untuk melebur zat memerlukan kalor, kalor diambil dari dalam e situ sendiri karena tidak ada suplai dari luar. Akibatnya suhu es turun di bawah 00 C meskipun sudah dalam wujud zat.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penerapan model PBL antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menurut Tatang Herman dalam jurnal yang berjudul ”Pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa SMP” menunjukkan bahwa bahan ajar yang dapat meningkatkan penalaran siswa adalah bahan ajar yang menyajikan permasalahan terbuka serta merupakan permasalahan yang sering ditemukan siswa, baik permasalahan kehidupan sehari-hari maupun permasalahan yang merupakan imajinasi dunia anak.40 2. Syaiful Amin ”Meningkatkan minat siswa terhadap IPS melalui model

pembelajaran berbasis masalah pada kelas VIII-B SMP N 37 Semarang” menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatakan pemahaman siswa terhadap materi dukungan spontan terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia. 41 3. I Wayan Sadia dalam jurnal pendidikan dan pengajaran UNDIKSHA, yang

berjudul ” Model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis (suatu persepsi guru), menyimpulkan bahwa, pertama model pembelajaran yang paling dominan digunakan guru dalam proses pembelajaran adalah model ekspositori, kedua menurut persepsi guru model-model pembelajaran yang dipandang akan memberi kontribusi yang signifikan

40

Tatang Herman adalam cakrawala pendidikan “ Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP” , Volume XXVI, No 1, Februari 2007, hal 58.

41

Syaiful Amin “ Meningkatkan Minat Siswa Terhadap IPS Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Kelas VIII-B SMP N 37 Semarang” , Paramita Vol 19, No-2, Juli 2009, hal 227.


(40)

dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah model pembelajaran berbasis masalah.42

4. Menurut Ali Muhson dalam jurnal yang berjudul ” Peningkatan minat belajar dan pemahaman mahasiswa melalui penerapan Problem-Based Learning” menunjukan Penerapan metode Problem Based Learning dalam pembelajaran statistika lanjut mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa baik minat belajar di dalam maupun di luar kelas hal ini terjadi karena proses pembelajaran lebih banyak diberikan penugasan analisis kasus baik secara individual maupun kelompok sehingga menuntut partisipasi semua mahasiswa dalam proses pembelajaran.43

5. I Wayan Sadia, dalam jurnal pendidikan dan pengajaran UNDIKSHA, penelitiannya tentang pengembangan kemampuan berpikir formal siswa SMA melalui penerapan Model pembelajaran “Problem Based Learning” dan “Cycle Learning” dalam pembelajara Fisika, menyimpulkan bahwa model PBL (Problem Based Learning) atau LCM (Learning Cycle Model) ternyata efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir formal siswa.44

6. Ida Bagus Putu Arnyana, jurnal pendidikan dan pengajaran tentang pengaruh penerapan model belajar berdasarkan masalah dan model pengajaran langsung dipandu strategi kooperatif terhadap hasil belajar Biologi siswa SMA menyimpulkan bahwa 1. Model belajar berdasarkan masalah dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan model pengajaran langsung. 2. Strategi kooperatif GI dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan strategi kooperatif STAD. 3. Interaksi model belajar berdasarkan masalah dengan strategi kooperatif GI memberikan pengaruh paling baik dalam meningkatkan hasil belajar, diikuti berturut-turut oleh

42

I Wayan Sadia, jurnal pendidikan dan pengajaran UNDIKSHA , “ Model Pembelajaran Yamg Efektif Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (Suatu Persepsi Guru)”, No.2, April 2008, hal. 236

43

Muhson, Ali, Jurnal pendidikan, Peningkatan Minat Belajar Dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan Problem-Based Learning, Volume 39, Nomor 2, November 2009, hal. 171-182

44

I Wayan Sadia, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran PBL dan Cycle Learning dalam Pembelajaran Fisika, 2007


(41)

interaksi model belajar berdasarkan masalah dengan strategi kooperatif STAD, interaksi model pengajaran langsung dengan strategi kooperatif GI, dan interaksi model pengajaran langsung dengan strategi kooperatif STAD.45

E. Kerangka Berpikir

Masalah pembelajaran fisika yang terjadi disekolah adalah permasalahan metode pengajaran yang digunakan oleh guru. Pola pengajaran fisika yang sering diterapkan disekolah adalah kebanyakan menggunakan metode konvensional. Metode konvensional menjadikan siswa sebagai objek dan guru sebagai subjek pembelajaran. Pola pengajaran yang kurang sesuai tersebut menyebabkan banyak siswa yang menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan. Akibatnya tingkat pemahaman siswa rendah, siswa kurang mampu mengintegrasikan keterkaitan antar konsep yang satu dengan yang lainnya, lemahnya ingatan siswa, rendahnya respon siswa terhadap penyampaian guru dan lain sebagainya. Beban belajar tersebut menyebabkan hasil belajar fisika siswa menjadi rendah, oleh karena itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat mengkonstruk pengetahuan siswa itu sendiri. Salah satu model tersebut adalah model pembelajaran konstruktivisme.

Salah satu model konstruktivisme yang memberikan pengaruh pada tingkat kognitif siswa adalah model konstruktivisme yang dicetuskan oleh Piaget. Model konstruktivisme Piaget sangat memperhatikan struktur kognitif yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran dimulai. Salah satu model pembelajaran yang berada dibawah naungan konstruktivisme Piaget adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning). Dalam model pembelajaran berdasarkan masalah, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pembelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, pembelajar tidak hanya harus memahami konsep yang relevan dengan

45

Ida Bagus Putu Arnyana, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Pengaruh Penerapan Model Belajar Berdasarkan Masalah dan Model Pengajaran Langsung Dipandu Strategi Kooperatif terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA , 2006


(42)

masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir. Dalam penelitian ini penulis berharap model pembelajaran berdasarkan masalah ini dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Sehingga siswa mengalami pembelajaran yang lebih bermakna sehingga siswa gemar belajar fisika. Secara singkatnya kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Permasalahan Pembelajaran Fisika

Penggunaan motode konvensional

Rendahnya hasil belajar fisika siswa

Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBL)

Hasil belajar Fisika Siswa Meningkat Siswa belajar metode ilmiah

dalam pemecahan masalah

sendiri penget ahuannya

Pembelajaran menjadi lebih bermakna


(43)

Ho : Tidak terdapat pengaruh pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar fisika siswa.

Ha : Terdapat pengaruh pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar fisika siswa.


(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan pada siswa kelas VII. Sekolah ini beralamatkan di Jl. Cireundeu Raya No 2 Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Adapun penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2010/ 2011, yaitu pada bulan Februari 2011.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen yaitu metode penelitian yang tidak mencukupi semua syarat-syarat dari suatu eksperimen.46 Dalam penelitian kuasi eksperimen, tidak dilakukan randomisasi untuk memasukkan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, melainkan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design, dimana dalam rancangan ini dilibatkan dua kelas yang dibandingkan, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol kendati kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui randomisasi. Kelas eksperimen diberikan perlakuan untuk jangka waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan dan pengaruh dari perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan pengukuran akhir kedua kelas. Desain penelitian Nonequivalent control group pretest-posttest design tampak dalam tabel berikut:

46

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.77


(45)

Tabel 3.1 Design Penelitian

Kelas Pretest Treatment Posttest

E O1 XE O2

K O1 XK O2

Keterangan ;

E : Kelompok eksperimen K : Kelompok kontrol

O1 : Pretest yang diberikan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. O2 : Posttest yang diberikan kepada kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen.

XE : Perlakuan dengan penerapan model PBL

XK : Perlakuan dengan model pembelajaran konvensional

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.47 Terdapat dua macam populasi yaitu populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan, sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan.

2. Sampel

Penelitian terhadap seluruh populasi siswa yang terdapat di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan merupakan hal yang sangat sulit dan menyita banyak waktu. Oleh sebab itu, diperlukan sampel dalam sebuah penelitian. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. 48 Sampel juga dapat dikatakan sebagai sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap populasi dan diambil dengan menggunakan teknik sampling. Dari seluruh siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan

48


(46)

diambil 2 kelas secara acak untuk dijadikan sampel. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cluster Random Sampling (Sampel Acak Kelompok), dengan unit samplingnya adalah kelas. Kelas yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII-10 sebagai kelompok eksperimen dan kelas VII-8 sebagai kelompok kontrol.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilaksanakan pada penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir. Langkah-langkah pada setiap tahap dalam prosedur penelitian dapat dilihat lebih jelas pada gambar 3.1 berikut ini:


(47)

Gambar 3.1 Alur Prosedur Penelitian

F. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). variabel bebas dan variabel terikat itu sebagai berikut : 1. Variabel bebas / independent (X) yaitu model pembelajaran berdasarkan

masalah (Problem Based Learning)

2. Variabel terikat / dependent (Y) yaitu hasil belajar fisika siswa. TAHAP PELAKSANAAN

Perlakuan terhadap sampel penelitian

Pretest

Penerapan model Konvensional pada kelas

kontrol Penerapan model Pembelajaran

Berdasarkan Masalah pada kelas eksperimen

Posttest

TAHAP AKHIR 1. Analisi data

2. Pembahasan hasil penelitian 3. Penarikan kesimpulan

TAHAP PERSIAPAN 1. Survei tempat uji coba instrumen dan

penelitian

2. Penyusunan instrumen 3. Uji coba instrumen


(48)

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data penelitian.instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang diguanakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Tes hasil belajar yang terdiri 14 soal uraian yang mengukur aspek kognitif pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisi (C4). Soal dibuat dalam bentuk soal A dan B yang memiliki indikator dan jenjang kognitif yang sama jadi diantara soal A dan B hanya akan dipilih satu soal yang memiliki tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda yang lebih baik. Sehingga diperoleh instrumen yang tepat untuk mengukur hasil belajar fisika siswa.

Berikut disajikan tabel kisi-kisi instrumen penelitian final yang akan digunakan sebagai soal pretest dan posttest.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Tes

No Indikator C1 C2 C3 C4 Jumlah

1. Menyelidiki

pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda dan perubahan wujud zat

1 (1A) 2 (1B)

2

2. Menerapkan hubungan

persamaan kalor untuk memecahkan masalah sederhana

3 (2 A) 4 (2 B)

2

3. Perubahan yang disebabkan kalor

5 (3 A) 6 (3 B)

7 (3 A) 8 (3 B)


(49)

(perubahan suhu dan wujud)

C1 C2

4. Menerapkan Asas Black untuk menyelesaikan masalah

sehubungan dengan kalor

9 (4 A) 10(4 B)

2

5. Faktor-faktor yang mempercepat penguapan

11 (5 A) 12 (5 B)

2

6. Menerapkan pemanfaatan prinsif kalor dalam peralatan sederhana sehari-hari

13(6 A) 14(6 B)

2

Jumlah 4 6 2 2 14

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar fisika yang diperoleh dari pelaksanaan pretest dan posttest. Tes ini digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar fisika yang diperoleh siswa setelah diterapkannya model pembelajaran berdasarkan masalah. Tes ini disusun berdasarkan pada indikator yang hendak dicapai. Soal-soal tes yang digunakan berupa soal uraian pada konsep kalor. Instrumen ini mencakup ranah kognitif pada aspek pengetahuan (C1) sampai analisis (C4). Tes hasil belajar ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum perlakuan (tes awal) dan sesudah perlakuan (tes akhir) yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:


(50)

Tabel 3. 3

Teknik Pengumpulan Data

Sumber data Jenis data Teknik pengumpulan

data Instrumen

Kelas eksperimen dan kelas kontrol

Tes hasil belajar sebelum diterapkan Pembelajaran

berdasarkan masalah

Melaksanakan tes awal (pretest)

Essai

Kelas eksperimen dan kelas kontrol

Tes hasil belajar setelah diterapkan pembelajaran

berdasarkan masalah

Melaksanakan tes akhir (posttest)

Essai

I. Uji Instrumen Penelitian

Uji coba instrumen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrumen penelitian yang akan digunakan dengan menghitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembedanya. Uji coba ini dilakukan pada populasi siswa diluar sampel penelitian yaitu pada siswa kelas VIII-8 SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan sebanyak 36 siswa.

1. Validasi butir soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan sesuatu instrumen.49 Validitas merupakan syarat yang kevalidan atau kesahihan suatu instrumen yaitu rhitung>rtabel. Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

Validitas instrumen yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Maksudnya butir-butir soal disusun sesuai dengan materi dan indikator pembelajaran. Rumus untuk menguji validitas soal:50

49

Suharsimi Arikunto, Op.Cit, h.168

50


(51)

2 2



2 2

XY ) Y ( -Y N ) X ( -X N ) )( ( r

 

N XY X Y

Keterangan:

rXY = Koefisien korelasi antara antara variabel X dan Y N = Jumlah sampel

∑XY = Jumlah perkalian X dengan Y ∑X2

= Jumlah X kuadrat ∑Y2

= Jumlah Y kuadrat

(∑X)2 = Jumlah X yang dikuadratkan (∑Y)2 = Jumlah Y yang dikuadratkan

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka rxy dibandingkan dengan rtabel dengan taraf signifikansi (α=0,05). Jika rxy ≥ rtabel maka soal tersebut valid dan jika rxy < rtabel maka soal tersebut dinyatakan tidak valid. Dari 14 soal yang diujicobakan, 12 soal dinyatakan valid, yaitu nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14. Dari 12 soal yang valid, tujuh soal yang akan digunakan sebagai instrumen penelitian adalah soal nomor 1, 3, 6, 8, 9, 12, dan 14.

2. Reliabilitas tes

Reliabilitas bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan atau konsistensi, dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.51 Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik.52

Uji reliabilitas yang digunakan dalam menguji instrumen tes uraian dengan menggunakan rumus Alpha yaitu: 53

51

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Press,2007), h.105

52

Suharsimi Arikunto, Op Cit, h.136

53


(52)

r11 =              

2 1 1 i n n i Dimana :

rii : reliabilitas yang dicari

∑σi2 : jumlah varians skor tiap-tiap item σi2 : varians total

Jika instrumen itu reliabel, maka dilihat kriteria penafsiran indeks reliabilitasnya sebagai berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas

r ≥ 0,90 Sangat reliabel

0,70 ≤ r < 0,90 Reliabel (tinggi) 0,40 ≤ r < 0,70 Cukup reliabel

0,20 ≤ r < 0,40 Kurang reliabel r < 0,20 Tidak reriabel

Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen tes, nilai reliabilitas yang didapat dari 12 butir soal yang valid adalah sebesar 0,814. Berdasarkan kriteria reliabilitas instrumen, tingkat kevalidan instrumen yang digunakan pada penelitian adalah reliabel (tinggi)

3. Taraf kesukaran butir soal (Index Difficulty)

Soal yang baik adalah sola yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak semangat untuk mengerjakan lagi karena diluar jangkauannya.

Untuk mengetahui taraf kesukaran soal dari suatu tes dapat digunakan rumus sebagai berikut:54

54


(53)

JS B P Dimana :

P : Indeks kesukaran

B : Jumlah siswa yang menjawab benar JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Untuk menginterpretasikan nilai tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut: 55

Tabel 3.5

Interpretasi Tingkat Kesukaran

Berdasarkan perhitungan uji taraf kesukaran butir soal diketahui bahwa dari 7 soal yang akan digunakan sebagai instrumen penelitian terdapat 6 soal dengan kategori sedang, yaitu nomor 1, 3, 6, 8, 10, dan 12, serta terdapat 1 soal yang termasuk kategori soal sukar, yaitu soal nomor 13.

4. Daya pembeda butir soal (Discriminating Power)

Analisis daya pembeda soal pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu soal dalam membedakan tingkat kemampuan siswa. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda pada penelitian ini yaitu:56

B B A A j B j B D 

Dimana :

D = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

55

Ibid, h. 210

56

Ibid, h. 213

Indeks Tingkat

Kesukaran Kriteria Tingkat Kesukaran

0,00 < P ≤ 0,30 Sukar 0,30 < P ≤ 0,70 Sedang 0,70 < P ≤ 1,00 Mudah


(54)

BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

Setelah indeks pada daya pembeda diketahui, maka harga tersebut diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda sebagai berikut:57

Tabel 3.6

Interpretasi Daya Pembeda

Indeks daya pembeda Kriteria validitas

Negatif Sangat buruk, harus dibuang 0,00 < D ≤ 0,20 Jelek (poor), 0,20 < D ≤ 0,40 Cukup (satisfactory) 0,40 < D ≤ 0,70 Baik (good) 0,70 < D ≤ 1,00 Baik sekali (excellent)

Berdasarkan hasil uji daya pembeda soal diketahui bahwa terdapat 2 soal dengan kategori jelek (poor), yaitu soal nomor 9 dan 14. Terdapat 10 soal dengan kategori cukup (satisfactory), yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 10, 11, 12 dan 13. Terdapat 2 soal dengan kategori baik (good), yaitu soal nomor 6, dan 8.

J. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan uji coba instrumen, selanjutnya dilakukan penelitian untuk memperoleh data yang diharapkan. Data yang diperoleh melalui instrumen penelitian kemudian diolah dan dianalisis dengan maksud agar hasilnya dapat menjawab pertanyaan peneliti dan menguji hipotesis. Pada penelitian ini data yang diperoleh dari instrumen tes hasil belajar diolah dan dianalisis menggunakan statistik yaitu dengan uji-t.

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal dan mempunyai ragam yang homogen atau tidak. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data sebagai berikut:

57


(55)

1. Pengujian Prasyarat Analisis Data a. Uji Normalitas

Uji normalitas data perlu dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diteliti berasal dari data yang terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah Uji Liliefors. Langkah-langkah uji Liliefors adalah sebagai berikut:

1) Urutkan data sampel dari yang terkecil sampai yang paling terbesar. 2) Tentukan nilai Zi dari tiap-tiap data dengan rumus:

Zi = S

X Xi  Keterangan:

Zi = Skor baku

X = Nilai rata-rata

Xi = Skor data ke- i S = Simpangan baku

3) Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Zi berdasarkan tabel Z, dan sebut dengan F (Zi).

Jika Zi > 0, maka F (Zi) = 0,5 + nilai tabel Zi < 0, maka F (Zi) = 1 – (0,5 + nilai tabel)

4) Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2,…, Zn yang lebih atau sama dengan Zi jika proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka:

S (Zi) =

n

Z Z Z

Banyaknya 1, 2,... n

yang  Zi

5) Hitung selisih F (Zi) - S (Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya )

( ) (Zi S Zi

F

6) Ambil nilai terbesar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut, nilai ini disebut Lo.

Lo = max F(Zi)S(Zi)

7) Interpretasikan dengan membandingkannya pada tabel L 8) Kesimpulan:


(56)

Lo > Lt : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari data yang ragamnya sama atau tidak. Uji homogenitas dilakukan pada pasangan skor pretest dan posttest dengan menggunakan uji Fisher. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

a) Menentukan varians

b) Menghitung nilai F (homogenitas) dengan rumus:

F = 2

2 2 1 S S

dimana S2 =

 

) 1 ( 2 2  

n n x x n Keterangan: F : Nilai uji F

2 1

S : Ragam terbesar

2 2

S : Ragam terkecil58

c) Menentukan nilai homogenitas, Adapun kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah jika Fh < Ft pada taraf signifikansi (α) = 0,05 maka data berdistribusi homogen. jika Fh > Ft, maka data berdistribusi tidak homogen.

2. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan hasil belajar fisika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran berdasarkan masalah dan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan konvensional

Untuk menguji hipotesis, jika pada uji normalitas diperoleh bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka digunakan uji “t” dengan taraf signifikansi = 0,05. Rumus uji “t” yang digunakan yaitu:

58


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)