BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching and Learning
a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Contextual Teaching and Learning CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
1
Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Menurut Johnson
ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut.
2
1. Melakukan hubungan yang bermakna making meaningful
connections. Artinya, siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya
secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat
learning by doing. 2.
Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan doing significant work. Artinya, siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006, h.253.
2
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h.274-275.
6
7
dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
3. Belajar yang diatur Sendiri self regulated learning.
4. Bekerjasama collaborating.
5. Berfikir kritis dan kreatif critical and creative thinking.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa nurturing the
individual. Artinya, siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi,
memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. 7.
Mencapai standar yang tinggi reaching high standards. Artinya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi,
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. 8.
Menggunakan penilaian autentik using authentic assessment. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari
penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu sebagai berikut.
3
1. Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Dalam kontruktivisme pembelajaran
harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun
sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar.
2. Inkuiri
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri.
3
Ibid, h.283-295
8
3. Bertanya
Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali
informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
4. Masyarakat belajar learning community
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh
dari ‘sharing’ antara teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu ke yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual, guru
disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok- kelompok belajar.
5. Pemodelan
Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada
dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya
untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar siswa- siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi,
pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. 6.
Refleksi Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari dan
berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan
atau pengetahuan yan baru saja diterima. 7.
Penilaian yang sebenarnya Authentic Assessment Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian yang sebenarnya adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan
9
pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian.
b. Problem Based Learning PBL
Problem Based Learning PBL adalah metode pembelajaran penanaman masalah merupakan bagian dari strategi pembelajaran
kontekstual CTL. PBL merupakan salah satu solusi dari metode pembelajaran yang bersifat konvensional, didaktis, dan sebagai metode
yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Bagaimanapun, terdapat beberapa kriteria untuk mendefinisikan PBL.
Hal yang penting adalah PBL dikenal sebagai metode pembelajaran kontruktivisme.
Savery dan Duffy meringkas pusat dari
kontruktivisme:
4
1. Pemahaman didasarkan pada pengalaman terhadap isi, konteks,
cita-cita siswa, dan lain-lain. Jadi, pemahaman adalah suatu bentuk unik pada setiap individual siswa.
2. Pemberian materi tidaklah disebarkan, walaupun mungkin saja
diuji untuk mencocokan dengan materi dari perspektif yang lain, pengamatan mungkin dianggap sebagai hal yang lebih baik
dibandingkan melokalisir individu. 3.
Memecahkan teka-teki menjadi faktor yang memotivasi belajar. 4.
Negosiasi sosial dan terus menerus mencoba tentang konsep kelangsungan hidup berada dihadapan pengalaman pribadi akan
menjadi kekuatan prinsip mengenai evolusi pengetahuan.
4
Tony Greening, Scaffolding for Success in Problem based Learning. http:www.Med-Ed- Online.org. 1998
10
Tiga ciri khusus PBL meliputi:
5
1. Pelajaran berkaitan dengan permasalahan yang ada di kehidupan
nyata siswa. 2.
Pengembangan pengetahuan melalui interaksi sosial, dimana siswa bekerjasama dalam kelompok kecil.
3. Pemikiran teori dan belajar secara langsung, dimana berfikir
sendiri dan belajar dari kehidupan adalah suatu pendorong atau motivasi.
Menurut Ibrahim dan Nur 2000 dan Ismail 2002, PBL
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
6
1. Mengajukan pertanyaan atau masalah.
PBL mengorganisasikan pembelajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang secara sosial pribadi bermakna bagi siswa. Siswa
mengajukan situasi kehidupan nyata secara autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai solusi
untuk situasi ini. 2.
Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu,
masalah yang akan diselidiki telah dipilih dengan nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak bidang
ilmu. 3.
Penyelidikan autentik. Pembelajaran PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, menyimpulkan,
5
Helaine Alessio, “Student Perceptions About and Performance in Problem-Based Learning”, dalam Journal Of Scholarship Of teaching and Learning, Vol.4., N. 1, may, 2004, h.26.
6
Ida bagus Putu Arnyana, “Penerapan Model PBL pada Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Kompetensi dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Singaraja Tahun Pelajaran 20062007”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 2 Tahun XXXX 2007, hal.236.
11
dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat inferensi, serta merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan bentuk penyelesaian masalah
yang mereka temukan. 5.
Bekerjasama dalam tim. Ciri PBL adalah siswa bekerja sama dalam tim, berinteraksi satu
dengan yang lainnya. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
Menurut Brooks Martin, 1993 ciri penting metode Problem
Based Learning PBL adalah :
7
1. Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan
melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah, sehingga siswa diharapkan mampu mengembangkan keahlian belajar dalam
bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi permasalahan. 2.
Adanya keberlanjutan permasalahan, dalam hal ini ada dua tuntutan yang haris dipenuhi yaitu: pertama, masalah harus
memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dengan kandungan materi yang dibahas. Kedua permasalahan bersifat real nyata
sehingga dapat melibatkan siswa tentang kesamaan dengan sutau permasalahan.
3. Adanya presentasi permasalahan, siswa dilibatkan dalam
mempresentasikan permasalahan sehingga siswa merasa memiliki permasalahan tersebut.
4. Pengajar berperan sebagai tutor dan fasilitator. Dalam posisi ini
maka peran fasilitator adalah mengembangkan kreativitas berpikir
7
Putu Yasa, “Belajar Berdasarkan Masalah Problem Based Learning dalam Pembelajaran Fisika Matematika 1 dengan Pendekatan Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan
kualitas perkuliahan Semester Pendek Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH XXXV Juli 2002, h.167.
12
para siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri.
Problem Based Learning PBL adalah pendekatan instruksional, dimana pusat pembelajaran para siswa terletak pada cara
pemberian contoh. PBL menegaskan tentang pemecahan masalah- masalah yang kompleks pada konteks yang beragam bertujuan
mengembangkan kemampuan berfikir siswa sehingga menjadi lebih maju. Problem Based Learning PBL menyusun kerangka dalam
pembelajaran agar siswa dapat bekerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah-masalah di dunia nyata. Tujuan dari
penyelesaian masalah tersebut adalah agar siswa dapat belajar dengan menyenangkan dan meningkatkan kemampuan berfikir secara teratur.
8
Menurut Duch 1995 Problem Based Learning PBL adalah
metode pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian
masalah-masalah di dunia nyata.
9
Alder dan Milne mendefinisikan
PBL dengan metode yang berfokus kepada identifikasi permasalahan serta penyusunan kerangka analisis dan pemecahan.
10
Metode ini dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja
sama dan interaksi, mendiskusikan hal-hal yag tidak atau kurang dipahami serta berbagi peran untuk melaksanakan tugas dan saling
melaporkan. Metode PBL banyak dikembangkan berdasarkan pandangan
konstruktivisme-kognitif piaget, yang mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan
informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan
8
Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons, Perceptions of the Value of Problem-based Learning among Students with Special Needs and Their Teachers, dalam The
Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. Volume.1, no.2
9
Anonim. 2007. PBL. Internet : http:www.uii.ac.id.
10
Riki Ferdian dan Ainun Na’im, Pengaruh Problem Based Learning PBL pada Pengetahuan tentang Kekeliruan dan kecurangan Errors And Irregularities, Artikel Simposium
Nasional Akuntansi, Padang, agustus 2006. http:info.stieperbanas.ac.idemakalahK- AUDi09.pdf? h.3
13
bersifat tidak statis, tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka
membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka.
Menurut Barrows 1996 PBL memiliki karakteristik :
11
a. Berpusat pada siswa student centered
b. Mengorganisasi siswa untuk fokus terhadap permasalahan-
permasalahan autentik saat pembelajaran berlangsung. c.
Mengarahkan siswa untuk terus mendapatkan informasi terbaru. d.
Proses pembelajaran menggunakaan kelompok-kelompok kecil. e.
Guru sebagai fasilitator
Menurut Gallagher PBL memiliki tiga karakteristik, yaitu;
12
a. PBL bersifat eksperimental
Dalam ruang lingkup PBL, para siswa harus berinteraksi dengan lingkungan mereka untuk melakukan penelitian dan menyelesaikan
tugas-tugas mereka untuk menemukan hal-hal baru. Frew dan Klein
menspesifikasi alasan-alasan tentang proses eksperimen: “Dengan mengadakan proses eksperimen, para siswa belajar
dengan cara yang lebih efektif dalam menghadapi lingkungan mereka, memproses informasi, da menyikapinya.kita harus
menyediakan kesempatan untuk para siswa mencatat untuk
mengembangkan skill mereka dalam melakuan penelitan agar dapat
menemukan penemuan baru”. b.
PBL meliputi proses belajar yang kooperatif Dalam ruang lingkup PBL, para siswa harus bekerja dengan
kooperatif, tercatat bahwa endekatan instruksional yang meliputi proses belajar yang kooperatif sangat membantu siswa dengan
kebutuhan-kebutuhan yang khusus, sehingga mereka dapat mengembangkan prestasi. Dalam proses belajar kooperatif, para
11
Min Liu, Motivating Students through Problem-based Learning, http:utexas.edu.com. 2005
12
Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons, op.cit h.3
14
siswa menemukan banyak pengalaman, dan mereka pun mempunyai usaha yang besar untuk memperoleh prestasi.
c. PBL terdapat pada konteks yang otentik
PBL mempunyai potensi untuk menarik para siswa yang mempunyai masalah dalam belajar, diambil dari luar konteks
menjelaskan bahwa siswa mempunyai resiko gagal dalam ketidakmampuan kognitif berhitung, mereka mempunyai
kesempatan yang lebih baik untuk menggunakan pengetahuan mereka dalam memecahkan masalah, ketika masalah tersebut
muncul dari dunia nyata.
Robbs dan Merideth mengemukakan sejumlah keuntungan
yang berhubungan dengan metode pembelajaran PBL.
13
a. Meningkatkan penyimpanan informasi.
b. Mengembangkan dasar pengetahuan.
c. Suatu dorongan kearah pelajaran yang dapat di aplikasikan dalam
dunia nyata. d.
Membuka secara lebih besar kepada pengalaman kejiwaan siswa dan merupakan langkah awal di dalam kurikulum.
e. Hubungan sosial antar siswa lebih ditingkatkan.
f. Meningkatkan motivasi siswa.
Selain itu berdasarkan pendapat Dincer dan Guneysu, 1998; Treagust dan Peterson, 1998; Kalayci 2001; Senocak, 2005
, keuntungan metode problem based learning antara lain adalah:
14
1. Ruang kelas adalah pusat pembelajaran siswa dan guru.
2. Metode pembelajaran ini mengembangkan pengawasan diri pada
siswa. PBL mengajarkan siswa membuat rencana-rencana ke
13
Tony Greening, op.cit h.2
14
Orhan Akinoglu dan Ruhan ozkardes Tandongan, The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students’ Academic Achievenment, Attitude and Concept
Learning, dalam Eurasia Journal of Mathematics, Science Technology Education, 2007, 3 1, h.73.
15
depan, menghadapi kenyataan, dan mengekspresikan emosi mereka.
3. PBL mampu membuat siswa bisa melihat kejadian-kejadian secara
multidimensi, dan juga siswa mempunyai perspektif yang dalam. 4.
PBL mengembangkan kemampuan problem solving memecahkan masalah.
5. PBL mendorong siswa untuk mempelajari materi dan konsep baru
ketika mereka memecahkan masalah. 6.
PBL mengembangkan skill berkomunikasi dan rasa sosialisasi mereka karena PBL membentuk tim dalam kerja kelompok
diantara siswa. 7.
PBL mengembangkan kemampuan berfikir maju, kemampuan mengkritik, dan berfikir sains mereka.
8. PBL menyatukan teori dan praktek.
9. PBL memotivasi guru dan siswa dalam belajar
10. Para siswa mampu dalam mengatur waktu, fokus, pengumpulan
data, evaluasi dan persiapan laporan.
16
Penerapan Metode Problem Based Learning PBL
Pembelajaran Problem based Learning PBL merupakan suatu kaidah pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata yang
relevan serta fokus dalam pembelajaran merupakan makna PBL. Problem based learning mempersiapkan peserta didik untuk dapat
belajar dari kehidupan nyata dengan melibatkan pembelajaran aktif dimana para siswa bertanggung jawab untuk menemukan fakta dan
menemukan kunci dari suatu konsep. Semakin meningkat fakta-fakta bahwa pembelajaran dari permasalahan dunia nyata siswa
diidentifikasi dari tipe pertanyaan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung hal ini merupakan student-centered dimana lebih afektif
jika dibandingkan dengan metode tradisional teacher-centered di mana pemberian informasi didominasi oleh guru, mengerjakan studi kasus
atau tugas. Martin et al., 1998;Norman Smidt, 1992.
15
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua
dimensi.
16
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua berhubungan dengan cara “bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah
ada”. Struktur kognitif ini berupa fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Belajar bermakna Ausubel erat kaitannya dengan model pembelajaran
penanaman masalah atau Problem Based Learning PBL karena dalam pembelajaran ini pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi
melainkan siswa berusaha menemukan kembali.
15
Helaine Alessio, Student perceptions about and performance in problem-based learning, dalam Journal Of Scholarship Of teaching and Learning, Vol.4., N. 1, may, 2004, h.25-26.
16
Leny Nurdiyaningsih, Pengembangan Pembelajaran dengan Pendekatan PBL Problem Based Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Surat Pembaca Siswa Kelas XI IPS 5
SMAN 23 Kota Bandung, , Skripsi PPS UPI, 2007, h.24.
17
Proses belajar dengan metode pembelajaran Problem Based Learning PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya
masalah yang ada di dunia nyata. Masalah yang disajikan disesuaikan dengan konsep-konsep maupun prinsip-prisnsip yang relevan dengan
materi belajar yang akan dibahas, masalah tersebut didesain sehingga dapat memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara afektif.
Beberapa karakteristik yang ikut serta dalam PBL: 1.
Proses belajar harus dimulai dengan menghadirkan sebuah masalah, khususnya masalah yang berupa kritik yang masih sulit
dipecahkan. 2.
Isi masalah dan prakteknya harus membuat siswa atraktif dan tertarik.
3. Guru menjadi fasilitator dan pembimbing di kelas.
4. Siswa diberikan waktu yang cukup untuk berfikir, mengumpulkan
informasi dan untuk mengatur strategi mereka dalam memecahkan masalah. Cara berfikir kreatif siswa juga dituntut dalam proses ini.
5. Memotivasi para siswa untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dari
masalah yang dipelajari karena level yang terlalu tinggi, sehingga membuat siswa berkecil hati.
6. Suasana dan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan santai
harus diterapkan agar kemampuan berfikir siswa dalam memecahkan masalah bisa berkembang dengan baik.
18
Dalam implementasi pembelajaran dengan metode belajar belajar berdasarkan masalah dirancang dengan struktur pembelajaran,
Savoi dan Andrew 1994, mengemukakan enam tahapan proses
pembelajaran Problem Based Learning PBL sebagai berikut:
17
1. Mulai dengan menyajikan masalah.
2. Masalah hendaknya berkaitan dengan dunia siswa masalah riil.
3. Organisasi materi pembelajaran sesuai dengan masalah.
4. Memberi siswa tanggung jawab utama untuk membentuk dan
mengarahkan pembelajaran sendiri. 5.
Menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam proses pembelajaran.
6. Menuntut siswa untuk menampilkan sesuatu yang telah mereka
pelajari. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang
program metode pembelajaran Problem Based Learning PBL sehingga proses pembelajaran benar-benar menjadi berpusat pada
siswa student centered adalah sebagai berikut : 1.
Fokuskan permasalahan problem sekitar pembelajaran konsep-
konsep sains yang esensial dan strategis. 2.
Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya
melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang diperlukan untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya. 3.
Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah data yang
mereka miliki, yang merupakan proses latihan metakognisi. 4.
Berikan kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan solusi- solusi yang mereka kemukakan.
17
Putu Yasa, “Belajar Berdasarkan Masalah Problem Based Learning dalam Pembelajaran Fisika Matematika 1 dengan Pendekatan Kooperatif Sebagai Upaya Peningkatan
kualitas perkuliahan Semester Pendek Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3 TH XXXV Juli 2002, h.165
19
Struktur Pelajaran
Struktur pelajaran, peran siswa, dan aktifitas mereka, berperan seperti halnya peran guru, hal ini secara signifikan berbeda dengan
metode konvensional. Moust, Bouhuijs es Schmidt menentukan fase
metode PBL dalam tujuh fase. Tabel di bawah ini menjelaskan tentang tujuh langkah dalam metode PBL.
18
Tabel 2.1 Tujuh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning
PBL menurut Moust, Bouhuijs es Schmidt
Tahap Aktivitas Pembelajaran
Problem Based Learning PBL 1.
Memperjelas terminologi
dan memperjelas
konsep Menjelaskan konsep dan terminologi yang tidak
dipahami oleh siswa.
2. Menggambar
kan Masalah Memperjelas masalah yang akan dipecahkan dengan
merumuskan satu atau lebih pertanyaan. 3.
Menganalisis masalah
Memberi penjelasan tentang ilmu pengetahuan. Tidak ada diskusi atau pengungkapan pendapat dengan
kelompok lain. Banyak perbedaan pendapat mungkin akan menjadi dasar ilmu pengetahuan, pengalaman
praktis atau gagasan siswa.
4. Diskusi
Diskusi memberi penjelasan dari langkah 3. membuat koneksi antara kelompok satu dengan yang lainnya.
5. Merumuskan
tujuan belajar Pada langkah ini berkaitan dengan hasil dari langkah 4.
merumuskan tujuan belajar merupakan pertanyaan yang harus dijawab.
6. Belajar
sendiri Mencari literatur dan sumber informasi untuk
memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang berkaitan dengan perumusan pokok materi sebagai tujuan
belajar. Pertama, belajar konsep teori, kemudian menerapkannya pada masalah yang telah didiskusikan.
7. evaluasi
Agenda dari evaluasi ditentukan oleh tujuan belajar yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Memeriksa
referensi-referensi yang telah digunakan. Mendiskusikan teori dan menjelaskan tentang masalah yang ditemukan.
18
Andrea Tick, Application of Problem-Based learning in Classroom activities and Multimedia. 2007, h. 366
20
Cuhadaroglu et al., mengemukakan beberapa karakteristik
skenario pembelajaran sebagai alat pendidikan dalam PBL, sebagai berikut:
19
1. Masalah-masalah yang akan disajikan harus dipilih terlebih dahulu,
yang paling tepat dan berkaitan dengan kehidupan nyata. 2.
Masalah tersebut open-ended. 3.
Masalah tersebut harus membuat siswa penasaran dan ingin tahu. 4.
Masalah tersebut harus fokus terhadap satu kasus. 5.
Masalah tersebut harus mengajarkan mereka bersikap baik dan mempuntai etika dalam bertingkahlaku.
6. Masalah tersebut harus bisa membantu siswa merasa bebas
mengekspresikan diri mereka. 7.
Dengan membuat perumpamaan yang tepat, siswa harus diberikan kesempatan untuk mengangap masalah tersebut adalah masalah
mereka sehingga mereka sangat ingin memecahkan dan menyelesaikan masalah tersebut.
19
Orhan Akinoglu dan Ruhan ozkardes Tandongan, op.cit h.73.
21
Peran Siswa
Di dalam metode PBL guru membentuk siswa dari pasif menjadi aktif. Hal ini berlawanan dengan metode konvensional,
“berinteraksi” pelajaran tidaklah hanya aktif memberikan pendapat atau diskusi. Siswa dapat bermain dengan tiga peran utama di dalam
proses pembelajaran, peran di ambil dalam suatu pembelajaran di dalam diskusi atau berperan sebagai kelompok yang tidak
mendengarkan pelajaran, pemimpin diskusi, asisten, dan anggota kelompok. Tugas yang berhubungan dengan peran diringkas dalam
tabel di bawah ini.
20
Tabel 2.2 Peran Siswa dalam Problem Based Learning
PBL menurut Moust, Bouhuijs es Schmidt
Peran Tugas Pemimpin
diskusi • Memimpin diskusi
• Memantau diskusi dan waktu • Meringkas setiap hasil dari langkah-langkah diskusi
sesuai dengan tujuh tahap dalam PBL. • Memotivasi keikutsertaan anggota kelompok untuk
aktif berdiskusi • Memotivasi dirinya untuk aktif berdiskusi
Asisten • Menuliskan di papan tulis tujuh tahap pembelajaran
PBL agar siswa yang lain dapat membacanya. • Menyediakan perlengkapan diskusi
• Berpartisipasi secara aktif selama berlangsungnya
diskusi. Anggota
kelompok Memberikan kontribusi secara aktif dalam berdiskusi
Mencatat dan membuat tulisan berbagai hal yang relevan dengan isi materi untuk kelompok mereka
masing-masing atau untuk dirinya.
20 Andrea Tick, op.cit h.367.
22
Dalam metode PBL siswa harus mencari informasi, bahan materi pelajaran, dan menyampaikan ilmu pengetahuan yang diperoleh
kepada siswa lainnya dan guru ketika mereka berada dalam kelompok mereka sesuai dengan tahap-tahap PBL.
21
Kriteria pokok dari kelompok adalah kerjasama kelompok, siswa berpartisipasi secara
aktif dalam menyelesaikan masalah dengan berfikir kreatif dan memberikan pendapat, seperti halnya mereka mengumpulkan
informasi pada saat mereka belajar sendiri untuk menyelesaikan masalah mereka. Selanjutnya, siswa harus mempelajari teori atau
mengumpulkan informasi, hal ini agar memungkinkan mereka mengingat kembali pengetahuan mereka tentang teori yang akan
didiskusikan dan digunakan secara aktif ketika diskusi.
Peran Guru
Dengan cara yang sama pada saat peran siswa berubah, peran guru juga berubah tidak lagi pembelajaran berpusat pada guru. Guru
hanya mengawasi pada saat pembelajaran dan berperan sebagai fasilitator, hal ini akan menciptakan lingkungan belajar di mana para
siswa merasa nyaman dan akan mendukung mereka untuk berpendapat secara bebas. Pada kegiatan belajar mengajar kesalahan akan mungkin
menjadi suatu kesempatan untuk terus berusaha belajar. Guru tentu saja memiliki pengetahuan yang lebih profesional, oleh karena itu
setelah para siswa diskusi guru memberikan refleksi tentang kegiatan diskusi dan menjelaskan kembali materi yang telah didiskusikan
ketujuan pembelajaran yang benar. Jika pemecahan masalah hanya berpusat pada guru pembimbing, maka guru cukup memberikan
pertanyaan dalam rangka “Tanya-jawab” seharusnya guru “hanya menilai para siswa dengan membiarkan mereka berdiskusi dan ikut
serta dalam interaksi dalam kelompok”.
21
Semra Sungur, Ceren Tekkaya. “Effects of Problem-Based Learning an Traditional Instruction on Self-Regulated Learning”. dalam Journal of Educational Research, Vol. 99 No. 5,
may, 2006. h. 308.
23
Guru seharusnya memberikan rangsangan dalam proses pembelajaran, untuk tetap aktif pada saat bekerjasama dengan
kelompok mereka, mengawasi, menilai keseluruhan dan menilai kesulitan dari diskusi, proses belajarnya, dan mencapai tujuan
pembelajaran. Seorang guru tidak hanya memberikan intruksi, tetapi memberikan contoh kepada siapa saja siswa yang membutuhkan
pertolongan agar mereka dapat menyelesaikan masalah yang diberikan guru, sehingga mereka menemukan penyelesaian sendiri. Siapa saja
yang mampu berfikir kreatif diantara siswa yang lain maka akan diberikan penambahan nilai dan dikategorikan sukses dalam
menyelesaikan masalah. Konsekuensinya adalah PBL lebih efisien dan membuat siswa lebih termotivasi dalam proses pembelajaran.
2. Hasil Belajar