mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni granular, tepung, menggunung atau licin, tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-
garis radial dan konsentris, warna balik koloni dan tetes eksudat. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat. Biakan
murni sel jamur dipulaskan secara aseptis menggunakan jarum ose ke atas permukaan gelas benda yang telah ditetesi larutan shear. Setelah itu, preparat
ditutup dengan gelas penutup dan diamati dengan perbesaran terkecil sampai terbesar menggunakan mikroskop flouerescens Ningsih et al., 2012. Pengamatan
secara mikroskopis meliputi ada tidaknya septa pada hifa, pigmentasi pada hifa, hubungan ketam, bentuk dan ornamentasi spora vegetatif dan generatif, serta
bentuk dan ornamentasi tangkai spora.
3.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap jenis-jenis fungi yang menyebabkan penyakit melalui pengamatan gejala pada tanaman kacang panjang.
Data diidentifikasi yang mengacu pada buku identifikasi Barnett and Hunter 1972, Gandjar et al. 1999 dan Gandjar et al. 2006.
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor Fisik Lokasi Penelitian
Faktor fisik yang diamati pada ketinggian 85 m dpl dan 373 m dpl dapat disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Data faktor fisik ketinggian 85 m dpl dan ketinggian 373 m dpl
Faktor fisik Ketinggian m dpl
85 373
Suhu Kelembaban udara
pH tanah Kelembaban tanah
Curah hujan 27,68
C 84
5,4 70
443 mm 26,53
C 52
6,6 30
964 mm Keterangan : = Hasil rata-rata
Perbedaan faktor fisik pada kedua lokasi mempengaruhi keberadaan fungi penyebab penyakit, di daerah tropis perbedaan suhu ditentukan oleh tinggi tempat.
Perbedaan suhu yang kecil hanya menimbulkan perbedaan-perbedaan kecil dalam tekanan udara Zahara dan Harahap, 2007. Suhu di lokasi penelitian merupakan
suhu yang cukup optimal untuk pertumbuhan tanaman kacang panjang. Suhu berpengaruh terhadap kegiatan mikroorganisme tanah dan berhubungan dengan
proses pembentukan bahan organik. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman kacang panjang adalah 20-30
C Rukmana, 1995. Ketinggian tempat sangat berhubungan erat dengan kondisi iklim suhu,
udara, kelembaban udara, curah hujan, dan intensitas cahaya matahari. Ketinggian tempat yang ideal untuk pembudidayaan tanaman kacang panjang
adalah daerah yang memiliki ketinggian kurang dari 800 m dpl Kuswanto et al., 2005. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada Tabel 1 bahwa kedua
ketinggian tersebut merupakan daerah yang cocok untuk pembudidayaan tanaman kacang panjang.
Kelembaban udara pada ketinggian 85 m dpl lebih tinggi yaitu sebesar 84 dibandingkan dengan daerah dengan ketinggian 373 m dpl yaitu 52 Tabel
1. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebun di ketinggian 85 m dpl dikelilingi oleh banyak pohon pelindung yang besar dan rindang, berbeda dengan kondisi kebun
di ketinggian 373 m dpl yang lebih terbuka sehingga lebih banyak cahaya yang masuk Lampiran 1. Semakin tinggi persentase naungan maka berpengaruh
terhadap suhu, kelembaban udara dan intensitas cahaya. Semakin banyaknya naungan menyebabkan intensitas matahari yang masuk semakin rendah sehingga
kelembaban udara semakin tinggi Widiastuti et al., 2004. Pada ketinggian 85 m dpl memiliki tingkat kelembaban tanah sebesar 70
sedangkan pada ketinggian 373 m dpl memiliki tingkat kelembaban tanah sebesar 30 Tabel 1. Hal ini disebabkan oleh teknik pengairan kebun kacang panjang
yang berbeda pada setiap ketinggian. Perbedaan teknik pengairan disebabkan oleh perbedaan tingkat kemiringan pada masing-masing lokasi. Pada ketinggian 85 m
dpl memiliki tanah yang datar sehingga teknik pengairannya menggunakan metode genangan yaitu dengan menggenangkan air di sela-sela bedengan
sehingga kondisi tanah menjadi sangat lembab, basah, berair dan sedikit berlumpur sedangkan pada ketinggian 373 m dpl memiliki tanah yang miring
sehingga teknik pengairannya menggunakan metode tadah hujan yaitu hanya