Analisa Warna Colour Zuhrina Masyithah , ST, M.Sc 5. Mersi Suriani Sinaga, ST, MT

Menurut Djatmiko 1973 dan Ketaren 1986, bilangan iodin 45 meq sukar untuk membentuk sabun dan busa karena merupakan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang rendah sehingga tidak digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi padat. Karena banyak trigliserida yang terurai saat penggorengan kadar asam lemak tidak jenuh kecil maka asam lemak yang berikatan dengan larutan NaOH ini agak sulit untuk membentuk sabun mandi padat dan busa dari proses penyabunan. Busa yang dihasilkan bergantung dari jumlah konsentrasi NaOH yang digunakan lemak atau minyak dipanaskan dengan NaOH sampai terhidrolisis sempurna Ketaren, 1986; Morton danVarela, 1988. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh C12-C18 akan menghasilkan sabun padat sedangkan rantai panjang dan ikatan jenuh C12 menghasilkan sabun tidak berbentuk padat Morton danVarela, 1988. Bilangan iodin yang diperoleh dari percobaan ini berdasarkan standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 3741-1995 Tabel 2.1 sebesar 45-51 meq.

4.3 Analisa Warna Colour

Tabel 4.1 di bawah ini menunjukkan hubungan antara warna terhadap pemakaian minyak goreng bekas menggoreng tahu, tempe, ikan basah dan ikan asin. Nur Asyiah Dalimunthe : Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat, 2009 USU Repository © 2008 Tabel 4.1 Analisa Warna Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Bekas Warna No Banyak Pemakaian n Kali Merah R Kuning Y Biru B 1 2 9,6 52 1.10 2 3 11,1 51 1,70 3 4 15,7 51 2,20 Berdasarkan standar mutu CPO di PT. Agro Jaya Perdana untuk analisa warna colour terdiri dari 3 pengamatan yaitu warna merah = 6-8; kuning = 55- 65; biru = 0 tidak ada. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa antara pemakaian perulangan yang satu dengan yang lain memberi pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna minyak goreng bekas. Warna pada minyak goreng bekas yang tertinggi keruhkecoklat- coklatan terdapat pada minyak goreng bekas 4 kali pemakaian, hal ini dikarenakan penggunaan minyak berkali - kali yang mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna coklat pada minyak yang digunakan sedangkan pada minyak goreng dengan pemakaian 2 kali memiliki kadar warna yang lebih baik dari minyak goreng bekas 3 dan 4 kali pemakaian. Minyak goreng juga mengandung karotenoid yang bersifat larut dalam minyak dari persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh akibat proses oksidasi pada saat penggorengan sehingga dapat menyebabkan warna minyak goreng kuning kemerahan dari karoten yang merupakan sumber vitamon A Hartley, 1967 dan Ketaren, 1986. Nur Asyiah Dalimunthe : Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat, 2009 USU Repository © 2008 Menurut Ketaren 1986 dan Susinggih 2005, warna gelap pada minyak goreng bekas terjadi selama penggorengan menyebabkan oksidasi terhadap tokoferol vitamin E yang disebabkan suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu penggorengan sehingga sebagian minyak goreng bekas menggoreng tahu, tempe, ikan basah dan ikan asin teroksidasi menghasilkan warna kecoklat - coklatan. Warna kuning dalam minyak terutama terjadi pada ikan asin, ikan basah, dikenal dengan istilah rusting. Selama penggorengan asam lemak, sterol, hidrokarbon, yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida terurai dan larut atau bercampur dalam minyak Ketaren, 1986, sehingga warna minyak goreng bekas menjadi merah dan keruh kecoklat – coklatan. Untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan tersebut dapat dilakukan proses pemurnian pada terutama pada tahap pemucatan bleaching dengan menggunakan karbon aktif. Pada penelitian ini, karbon aktif yang lebih efektif digunakan terdapat pada karbon aktif 240 mesh sebanyak 7,5 . Warna minyak merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu minyak. Pengukuran warna minyak goreng ini dilakukan dengan alat Lovibond Tintometer Model F. Warna merah dan kuning pada minyak goreng bekas ini dianalisa melalui gelas warna Lovibond untuk mengukur warna dasar kuning jernih pada minyak goreng, sedangkan warna biru menyatakan kekotoran atau warna keruh pada minyak goreng. Hubungan antara banyaknya pemakaian karbon aktif 240 mesh terhadap warna setelah dilakukan pemurnian dapat dilihat pada Tabel 4.2. Nur Asyiah Dalimunthe : Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat, 2009 USU Repository © 2008 Tabel 4.2 Analisa Warna Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 240 Mesh Warna Karbon Aktif 7 Karbon Aktif 5 No Banyak Pemakaian n Kali Merah R Kuning Y Biru B Merah R Kuning Y Biru B 1 2 7,20 61 0,10 7,32 61 0,20 2 3 7,80 61 0,80 7,85 61 0,95 3 4 9,65 52 1,45 9,70 51 1,50 Keterangan : Urutan perlakuan 2 = Minyak goreng bekas dari hasil penggorengan dua kali 3 = Minyak goreng bekas dari hasil penggorengan tiga kali 4 = Minyak goreng bekas dari hasil penggorengan empat kali Untuk mengurangi atau memperkecil warna keruh pada minyak goreng bekas pada penelitian ini dilakukan proses pemurnian terutama dalam proses pemucatan dimana adsorben yang digunakan berupa karbon katif berukuran 240 mesh dan 280 mesh sebanyak 7,5 dan 5 dari berat minyak goreng yang digunakan. Pada Tabel 4.2 di atas, minyak goreng hasil proses pemucatan pada minyak goreng bekas ini terdapat perubahan warna terbaik terjadi pada sampel minyak goreng hasil pemurnian dari minyak goreng bekas 2 kali pemakaian dengan karbon aktif 240 mesh sebanyak 7,5 dari berat minyak goreng yang digunakan dan karbon aktif ini lebih efesien bekarja sebagai adsorben karena dengan ukuran tersebut Nur Asyiah Dalimunthe : Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat, 2009 USU Repository © 2008 mempunyai pori - pori yang lebih terbuka dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau dibandingkan dengan karbon aktif berukuran 280 mesh sebanyak 7,5 dari berat minyak yang digunakan. Keuntungan penggunaan karbon aktif sebagai bahan pemucat minyak goreng bekas selaian murah harganya dan lebih efektif digunakan untuk menyerap warna dibandingkan dengan adsorben lain bleaching earth, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah yang kecil Ketaren,1986 dan Mediawiki, 2001. Hubungan antara banyaknya pemakaian karbon aktif 280 mesh terhadap warna setelah dilakukan pemurnian dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Analisa Warna Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 280 Mesh Warna Karbon Aktif 7 Karbon Aktif 5 No Banyak Pemakaian n Kali Merah R Kuning Y Biru B Merah R Kuning Y Biru B 1 2 7,35 61 0,30 7,50 61 0,50 2 3 7,95 61 1,00 8,05 61 1,20 3 4 9,75 51 1,55 9,90 51 1,45 Keterangan : Urutan perlakuan 2 = Minyak goreng bekas dari hasil penggorengan dua kali 3 = Minyak goreng bekas dari hasil penggorengan tiga kali 4 = Minyak goreng bekas dari hasil penggorengan empat kali Nur Asyiah Dalimunthe : Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat, 2009 USU Repository © 2008 Dari hasil pemucatan dengan karbon aktif terhadap minyak goreng bekas pada Tabel 4.2 dan 4.3 di atas diperoleh warna yang lebih jernih dari warna sebelumnya meskipun masih terdapat kotoran menyebabkan warna masih sedikit kecoklatan dilihat dari warna biru pada Lovibond menyatakan minyak masih kecoklatan keruh. Warna kecoklatan ini tidak dapat dimurnikan lagi karena karbon aktif yang digunakan telah jenuh daya adsorben telah habis untuk mengadsorben kotoran dan warna keruh pada minyak goreng bekas. Pemanfaatan minyak goreng hasil pemurnian dari minyak goreng bekas 2-4 kali pemakaian ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi padat. Untuk warna pada sabun mandi padat yang diinginkan dapat dilakukan dengan penambahan warna makanan sehingga warna sabun yang dihasilkan sesui dengan selera tanapa mengakibatkan alergi pada kulit akibat pengaruh pewarnaan ataupun tanpa penambahan warna agar warna sabun mandi yang dihasilkan lebih alami.

4.4 Analisa Bilangan Penyabunan SV