berada ditempat atau bepergian bila waktu postes 2 terlalu lama dan juga pada penelitian ini postes 2 dilakukan bersamaan dengan jadwal kegiatan posyandu yang
bertepatan seminggu sesudah penyuluhan.
2.4. Video Compact Disk VCD
Salah satu alat bantu atau media dalam penyuluhan kesehatan adalah Video Compact Disk VCD. VCD adalah video digital yang disimpan dalam piringan disk
CD. Video sebagai media elektronik adalah media komunikasi yang memiliki unsur audio-visual narasi, musik, dialog, sound efect, gambar atau foto, teks, animasi,
grafik sebagai keunggulannya dibanding dengan media komunikasi massa lainnya De Vito, 2001. Video sebagai media instruksional dapat menggugah perasaan dan
menarik minat dengan tujuan terjadi perubahan perilaku Laura, 2002. Kelebihan penggunaan VCD, antara lain : lebih mudah dipahami, lebih
menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Sementara itu kelemahan pemanfaatan VCD, antara lain : biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu
keterampilan untuk mengoperasikannya Notoatmodjo, 2003. De Porter 2000 mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi
sebanyak 50 dari apa yang didengar dan dilihat audio visual, sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30, dari yang didengarnya hanya 20, dan dari yang dibaca hanya
10. Pengetahuan yang ada pada seseorang diterima melalui indera. Menurut
Ahnela Sitepu: Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat, 2008. USU e-Repository © 2008
penelitian para ahli, indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75 sampai 87 dari pengetahuan manusia
diperolehdisalurkan melalui mata. Sedangkan 13 sampai 25 lainnya tersalur melalui indera yang lain. Dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih
mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan Notoatmodjo, 2003.
2.5. Pneumonia pada Balita
Batuk pilek adalah penyakit yang umumnya terjadi pada anak-anak terutama balita. Biasanya memang sembuh dengan sendirinya. Apabila batuk pilek sudah
menimbulkan nafas sesak dan nafas cepat orang tua harus segera membawa berobat konsulkan ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Batuk pilek yang diikuti dengan
nafas cepat atau sesak, menunjukkan adanya gejala peradangan pada paru. Jika sudah menyerang paru berarti sudah masuk tahap serius dan harus benar-benar diobati
karena dapat menimbulkan kematian. Keadaan seperti inilah yang disebut sebagai pneumonia Machmud, 2006
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang paling banyak menyebabkan kematian pada balita. Berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah dalam rangka penurunan angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia ini. Namun target penurunan angka kesakitan dan kematian belum
mencapai yang diharapkan.
Ahnela Sitepu: Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat, 2008. USU e-Repository © 2008
2.5.1. Pengertian Pneumonia balita adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
ditandai dengan batuk disertai napas cepat dan atau sesak pada anak usia balita 0-5 tahun Depkes RI, 2007.
Pengertian lainnya menyebutkan bahwa pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang menyebabkan peradangan atau
iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh infeksi. Setiap anak dapat terkena pneumonia Ostapchuk, 2004.
2.5.2. Gejala Predictor paling kuat adanya pneumonia balita adalah demam, sianosis yang
diikuti salah satu tanda di bawah ini seperti sesak nafas, batuk, pilek, retraksi dinding dada. Jika terdapat sesak napas yang timbul pada balita di bawah usia 2 tahun dan
disertai dengan peningkatan suhu sampai 38’C, disebut Suspect pneumonia. Pengukuran frekuensi sesak napas memerlukan waktu satu menit ketika anak dalam
keadaan tenang Machmud, 2006. Tanda sesak nafas dapat dilihat secara fisik antara lain bayi bernafas lewat
cuping hidung, sehingga cuping hidung kembang kempis atau bisa dilihat melalui dadanya, terlihat adanya tarikan dinding dada. Frekuensi pernafasan menjadi
meningkat pada bayi kurang dari 2 bulan 60xmenit, 2 bulan-1 tahun 50xmenit dan 1-5 tahun 40xmenit Machmud, 2006.
Ahnela Sitepu: Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat, 2008. USU e-Repository © 2008
Menurut WHO 2003, untuk menentukan seorang anak menderita napas cepat dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah.
Tabel 3. Kriteria Napas Cepat Menurut Frekuensi Pernapasan Berdasarkan Umur Anak
Umur anak Napas cepat, bila frekuensi napas lebih dari
Kurang dari 2 bulan 2 bulan sampai 12 bulan
12 bulan sampai 5 tahun 60 kali per menit
50 kali per menit 40 kali per menit
Sumber : Penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, WHO, 2003, p 16;24
2.5.3. Etiologi pneumonia Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya
sukar untuk diperoleh, sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai
penyebab pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu penetapkan etiologi pneumonia.
Pemeriksaan spesimen aspirat paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita, akan tetapi punski paru
merupakan prosedur yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya dimaksudkan untuk penelitian. Hal inilah maka penetapan etiologi pneumonia di
Indonesi masih berdasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menentukan penyebab pneumonia sering kali sulit dilakukan, tetapi umur pasien akan dapat
mengarahkan kemungkinan penyebabnya Depkes RI, 2006. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri. Bakteri penyebab pneumonia paling sering adalah Streptococcus
Ahnela Sitepu: Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat, 2008. USU e-Repository © 2008
pneumoniae, Hemophilus influenzae tipe b dan Staphylococcus aureus. Diperkirakan 75 pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk di
Indonesia disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Hemophilus influenzae tipe b Said, 2006.
Menurut Alsagaff dan Mukty 2002, pneumonia sebagian besar disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain, sehingga
dikenal : 1. Pneumonia lipid:
Oleh karena aspirasi minyak mineral. 2. Pneumonia kimiawi Chemical pneumonitis:
Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berillium. 3. Extrinsic allergic alveolitis:
Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen, seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas tebu di pabrik gula.
4. Pneumonia karena obat: Nitrofurantoin, busultan, metotreksat.
5. Pneumonia karena radiasi. 6. Pneumonia dengan penyebab yang tak jelas:
Desquamative interstitial pneumonia, Eosinofilic pneumonia.
Ahnela Sitepu: Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat, 2008. USU e-Repository © 2008
2.5.4. Faktor risiko pneumonia Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko, baik yang meningkatkan insiden morbiditas maupun kematian mortalitas akibat pneumonia. Faktor risiko
yang meningkatkan insiden pneumonia adalah umur 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan
tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, membedong anak menyelimuti berlebihan, defisiensi Vitamin A, pemberian makanan tambahan terlalu dini,
ventilasi rumah kurang memadai. Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia adalah umur 2 bulan, tingkat sosio-ekonomi rendah, kurang gizi, berat
badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai,
menderita penyakit kronik, aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah Depkes RI, 2005.
2.5.5. Pencegahan penyakit pneumonia pada balita Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih
dahulu sebelum kejadian. Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan secara umum yakni pencegahan tingkat pertama primary prevention yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus dengan sasaran pencegahan yaitu mengurangi penyebab, mengatasimodifikasi lingkungan seperti perbaikan fisik, lingkungan
biologis dan sosial, dan meningkatkan daya tahan host seperti perbaikan status gizi,
Ahnela Sitepu: Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat, 2008. USU e-Repository © 2008
pemberian imunisasi, peningkatan status psikologis dan peningkatan ketahanan fisik. Pencegahan tingkat kedua secondary prevention yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat. Sedangkan pencegahan tingkat ketiga tertiary prevention yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.
Penyakit pneumonia pada balita pada dasarnya dapat dicegah melalui upaya- upaya sebagai berikut :
1. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
2. Melakukan imunisasi lengkap di posyandu ataupun puskesmas terutama campak,
difteri, pertusis. 3.
Memberikan ASI eksklusif dan memberikan ASI pada bayianak hingga berusia 2 tahun.
4. Memperbaiki status gizi balita.
5. Menjauhkan balita dari asap, debu, serta bahan-bahan lain yang mengganggu
pernapasan. 6.
Membersihkan lingkungan rumah terutama ruangan tempat tinggal balita, serta mengusahakan ruangan memiliki udara bersih dan ventilasi cukup
Depkes RI, 2005. 2.5.6. Perawatan di rumah untuk balita
Anak balita dengan sakit pneumonia ringan perlu mendapat perawatan yang baik di rumah agar tidak terjadi perubahan status menjadi pneumonia berat
Sulistijani, 2001. Berikut ini adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan ibu
Ahnela Sitepu: Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Disertai Pemutaran VCD Dan Tanpa Pemutaran VCD Dalam Meningkatkan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat, 2008. USU e-Repository © 2008
sehubungan dengan perawatan di rumah untuk balita, sesuai yang tertulis dalam Buku Saku Pneumonia Balita Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, yaitu : 1. Tetap berikan ASI pada anak berusia 0-2 tahun
2. Tingkatkan pemberian makanan bergizi 3. Beri minum lebih banyak dari biasanya
4. Bila badan anak panas, kompres dengan air hangat dan jangan memakai selimut atau pakaian tebal.
5. Jika batuk, berikan obat batuk tradisional seperti campuran 1 sendok teh jeruk nipis dengan 2 sendok teh kecapmadu diberikan 3-4 kali sehari.
6. Jika hidungnya tersumbat karena pilek, bersihkan lubang hidungnya dengan sapu tangan bersih.
7. Segera bawa ke petugas kesehatan bila kondisi balita bertambah parahmemburuk.
2.6. Landasan Teori