METODE PENULISAN Penghayatan Hidup Bakti

12 2011:136 ketiga kaul yang diikrarkan adalah bentuk nyata sebagai perlawanan terhadap budaya gila harta, kehormatan, dan kekuasaan. Dengan ketiga kaul ini, biarawan-biarawati hidup bakti belajar untuk tidak mencari kenikmatan dunia ini, tetapi lebih mau meyerahkan diri kepada Tuhan sendiri lewat tugas perutusan yang diberikan tarekat. Selain itu dengan mengikrarkan ketiga kaul berarti biarawan-biarawati diharapkan semakin mampu menghayati semangat lepas bebas hanya untuk Tuhan. Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dan perwujudannya menurut Paul Suparno, 2011:136 yaitu: Hidup membiara yang diwujudkan dengan penghayatan tiga kaul menunjukkan bahwa pendewaan terhadap gelar, pangkat dan derajat duniawi, tidak ada nilainya. Dalam hidup membiara, yang diutamakan adalah Tuhan dan kemuliaan Allah bukan kehormatan diri sendiri. Oleh karena itu pendewaan gelar demi gengsi diri sendiri tidak pada tempatnya dan bertentangan dengan semangat berkaul. Panggilan Hidup bakti biarawan-biarawati yang meliputi pengikraran nasihat Injil pun mempunyai dimensi eklesial. Dasar dan ajarannya adalah cinta kasih kepada Allah, maka dinamika cinta kasih ini membawa biarawan-biarawati ke kesatuan yang lebih mendalam dengan Kristus dan mempersatukannya secara khusus pada Gereja dan misterinya. Oleh karena itu hidup bakti mesti dihayati demi kebaikan seluruh umat Allah Mardi Prasetya, 1992:190. Hidup bakti dibedakan dari status dan cara hidup lain dalam Gereja karena kemurnian keprawanan yang menuntut bentuk khusus dari cinta kasih yaitu penyerahan diri total kepada Allah dengan hati tidak terbagi. Penyerahan diri total biarawan-biarawati diibaratkan sebagaimana kemartiran tidak dianugerahkan pada semua orang, begitu pula kemurnian keprawanan tidak dianugerakan pada 13 semua orang, sehingga termasuk anugerah khusus, yaitu suatu cara khas dalam mencintai Allah. Cinta dengan hati yang tidak terbagi ini menyertakan pribadi secara menyeluruh dalam seluruh kemampuannya untuk mencinta. Inilah sebabnya biarawan-biarawati, melalui persembahan hidup kemurnian keprawanan dipersatukan secara intim dengan Kristus, dan digerakkan oleh dinamika cinta tersebut untuk mengikuti jejak Kristus, juga dalam kemiskinan dan ketaatannya. Cintanya yang total pada Kristus mendorongnya untuk ikut ambil bagian dalam kemiskinan dan ketaatan Kristus dengan sukarela. Yang pokok dalam hidup bakti biarawan-biarawati adalah penyerahan total pada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Kristus dan juga terus menerus semakin mengarahkan diri pada Kristus, khususnya dalam hidup doa Iman Katolik, 1996:376. Dari beberapa pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa hidup bakti adalah karunia Allah Bapa kepada Gereja-Nya melalui Roh Kudus yang ditandai dengan pengikraran nasehat-nasehat Injili. Dengan caranya yang khas biarawan- biarawati hidup bakti mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasihat Injili tersebut dengan mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah. Maksud dari karunia Allah atau anugerah khusus hidup bakti berdasar pada anugerah iman yang dimulai dalam pembaptisan. Dasar kepercayaan itu yaitu pada Kristus. Dengan iman yang kokoh pada Kristus yang sudah diterima dalam baptisan, biarawan- biarawati mampu menghayati hidupnya dan menjadikan semangat Injili sebagai pilihan hidup dan dihayati secara total, radikal, serta konsekuen dengan hati yang tidak terbagi dan hanya terpusat pada Tuhan. 14 Hidup bakti secara khusus dibedakan dari status dan cara hidup lain seperti hidup berkeluarga dalam Gereja karena kemurnian keprawanan yang menuntut bentuk khusus dari cinta kasih yaitu penyerahan diri total kepada Allah dengan hati tidak terbagi. Dengan demikian biarawan-biarawati yang telah dikuduskan atau yang disendirikan untuk maksud suci itu khusus dibaktikan kepada Allah dan sesama manusia. Kehidupan biarawan-biarawati dengan segala karya kerasulannya tidak bisa dipisahkan dari perutusan Gereja yaitu mewartakan kabar gembira Kristus kepada semua orang. Bentuk keterlibatan biarawan- biarawati dalam perutusan Gereja yaitu melalui karya kerasulan dibidang pendidikan, karya kesehatan, karya sosial dan karya pastoral.

b. Tujuan Hidup Bakti

Dalam Dokumen Konsili Vatikan II Dekrit tentang Pembaruan dan Penyesuaian Hidup Religius art. , dikatakan demikian: Sejak awal mula Gereja terdapat pria dan wanita, yang mengamalkan nasihat-nasihat Injil bermaksud mengikuti Kristus secara lebih bebas, dan meneladan- Nya dengan lebih setia. Dengan cara mereka masing-masing, mereka menghayati hidup yang dibaktikan pada Allah. Hidup bakti biarawan-biarawati yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat Injili adalah bentuk hidup yang tetap, dan berkat dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara utuh pada Allah, demi kehormatan bagi-Nya dan juga demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia KHK, 2006:573 § 1. Hidup bakti dan kepentingannya dalam Gereja berkat kaul dan ikatan suci lainnya, kaum religius atau hidup bakti mewajibkan diri untuk menaati 15 nasehat-nasehat Injil dan seluruh hidupnya dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja LG. 44. Oleh karena itu unsur kewajiban ini membedakannya dari orang-orang lain yang menaati nasehat Injil dengan sukarela. Demikian biarawan-biarawati menjadikan nasihat sebagai suatu perintah, sehingga kegagalan di sini berarti mengingkari keputusan yang telah diambil sendiri dengan bebas. Meski tidak terkena sanksi dosa, tetapi menurunkan kesetiaan terhadap cinta Allah yang menjadi inspirasi dalam pengikraran nasihat Injil atau undangan Tuhan Mardi Prasetya, 2000:319. Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati melalui kesaksian hidupnya begitu penting di dalam melaksanakan tugas perutusan, lebih-lebih pada mereka yang dilayani dan bekerjasama dalam karya kerasulan tarekat seperti: di sekolah, rumah sakit, karya pastoral di paroki, dan karya sosial. Dalam hal ini Mardi Prasetya, 1992:195 mengemukakan bahwa: Mutu kerohanian biarawan-biarawati sangatlah ditentukan oleh mutu penghayatan hidup kaul menurut ketiga nasehat Injil. Ketiga kaul ini merupakan kenyataan organis yang saling kait-mengkait dan membentuk seluruh hidup orang yang mengucapkan kaul. Maka hidup bakti biarawan-biarawati perlu dihayati dengan seluruh pribadi dan dalam lingkup hidup manusia. Dalam arti ini, ditekankan adanya unsur kesatuan seluruh pribadi yang meliputi pikiran, tenaga dan dengan sepenuh hati dalam melayani dan dalam melaksanakan tugas perutusan. Semua orang Kristiani yang dipanggil mengikuti Kristus, terutama biarawan-biarawati hidup bakti yang mengikrarkan nasihat- nasihat Injil diharapkan sungguh-sungguh berusaha, supaya bertahan dan semakin maju dalam panggilan yang diterimanya dari Allah, demi kesuburan Gereja, serta kemuliaan Allah Tritunggal Iman Katolik, 1996:377. 16 Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup bakti tidak lain adalah mengikuti Kristus secara khusus dan dipersatukan dengan Allah melalui pengikraran kaul atau nasehat-nasehat Injil. Berkat kaul dan ikatan suci, biarawan-biarawati mau bertanggung jawab dan menaati nasehat-nasehat Injil serta melaksanakannya dengan setia. Artinya bahwa di sini ada unsur kewajiban yang membedakannya dari orang-orang lain. Oleh karena itu diandaikan ada rasa tanggung jawab, dan kesetiaan dari setiap pribadi untuk menaatinya dengan sukarela. Maksud dari ketiga kaul yang saling kait mengait artinya ketiga kaul ini haruslah dihayati dengan baik. Jika pada kenyataan bahwa ada biarawan-biarawati lalai dalam memberi kesaksian yang kurang baik mengenai salah satu kaul tersebut maka akan mempengaruhi kaul-kaul yang lain.

2. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Profesi Religius

Istilah profesi dan religius menurut Mardi Prasetya, 2000:316 yaitu profesi menunjuk pada tindakan pengucapan kaul atau ikatan suci lainnya yang mewajibkan diri untuk hidup sesuai dengan nasehat-nasehat Injil. Sedangkan religius merangkum semua persembahan hidup lewat kaul. Dalam profesi religius biarawan-biarawati menerima dengan kaul publik tiga nasihat Injili untuk ditepati. Mereka dibaktikan kepada Allah lewat pelayanan Gereja dan digabungkan ke dalam tarekat dengan hak serta kewajiban yang ditetapkan oleh hukum KHK, 2006:654. Di dalam tindakan profesi religius, merupakan tindakan Gereja melalui wewenang orang yang menerima kaul-kaul itu, tindakan Allah dan jawaban pribadi digabungkan. Yang dimaksud dengan tindakan dalam profesi religius adalah para imam yang mewakili Gereja menerima pengikraran kaul dari biarawan-biarawati. Ketika biarawan-biarawati 17 menyatakan kesanggupannya dalam menaati kaul-kaul maka ia dianggap mampu dan diterima untuk bergabung dalam lembaga dan para anggota di dalam lembaga itu serta menghayati suatu hidup persaudaraan dalam kebersamaan dan lembaga itu menjamin mereka, bantuan untuk cara hidup Kristiani yang lebih mantap dan teguh. Dengan demikian biarawan-biarawati mampu untuk hidup dengan aman dan mengamalkan hidup religius yang sudah dijanjikan dengan setia Konggregasi untuk Lembaga Hidup Bakti, 1992:16. Sebelum profesi religius, ada tahap-tahap pembinaan yang harus dilalui oleh biarawan-biarawati hidup bakti maupun calon hidup bakti. Tahap-tahap pembinaan profesi religius menurut Lembaga Hidup Religius, 1992:4-45 sebagai berikut:

a. Tahap Pra-Novisiat dan Novisiat

Tahap persiapan sebelum memasuki novisiat memang tidak dituntut bahwa seorang calon religius harus mampu secara langsung memikul semua kewajiban hidup religius, namun dia harus dipandang mampu melakukannya tahap demi tahap. Inilah tujuan tahap persiapan untuk pra-novisiat atau postulat. Demikian ditekankan oleh Mardi Prasetya, 2001:42-43 mengenai masa postulat atau masa pra-novisiat yaitu selama masa ini, calon hidup bakti menyesuaikan diri, dari segi rohani dan psikologis dengan gaya hidup membiara yang masih baru baginya.

b. Tahap Novisiat

Hidup dalam lembaga hidup bakti dimulai dalam novisiat. Tujuannya ialah agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari 18 lembaga yang bersangkutan, mengalami cara hidup lembaga, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, agar terbukti niat serta kecakapan mereka. Novisiat merupakan masa untuk masuk ke dalam hidup membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Pada masa ini, para novis melibatkan diri untuk menjalankan hidup berkomunitas, hidup menurut Injil dan dituntut untuk mulai melaksanakan nasehat-nasehat Injili. Tahap novisiat diharapkan agar pembinaan harus mengantar para novis ke dalam hidup berkomunitas sebagai unsur hakiki hidup bakti atau hidup religius. Seluruh pembinaan selama novisiat harus terjadi dalam suasana persaudaraan, sehingga para novis dapat menghargai hidup berkomunitas dan menumbuhkannya. Masa novisiat menurut Mardi Prasetya, 2001:44-45 yaitu pembinaan dalam novisiat mencakup inisiasi untuk hidup menurut nasihat-nasihat Injili, yaitu kemurnian, kemiskinan dan ketaatan sebagai ungkapan pembaktian diri kepada Allah dan sebagai sarana untuk mencapai cinta kasih yang sempurna demi datangnya dunia dan manusia baru dalam Yesus Kristus. Dalam novisiat dipelajari riwayat hidup santo santa atau riwayat pendiri konggregasi, pembinaan mengenai kepribadian, tulisan-tulisan pendiri, sejarah tarekat, kharisma tarekat dan nilai- nilai yang tercantum di dalamnya, pedoman hidup dan direktorium tarekat. Pendidikan novisiat mencakup juga pendidikan pastoral tertentu dapat membantu supaya dibangkitkan dan dimatangkan kepekaan yang sungguh- sungguh akan perutusan tarekat dan akan kebutuhan umat dan rakyat.

c. Tahap Profesi Sementara

Tahap profesi sementara atau pengikraran kaul pertama dilangsungkan dalam perayaan liturgis Gereja, melalui pemimpin yang berwewenang, menerima 19 kaul mereka yang mengucapkan profesinya, dan mempersatukan persembahan mereka dengan kurban Ekaristi. Tindakan liturgis ini memperlihatkan bahwa profesi itu berakar dalam Gereja. Dengan berangkat dari misteri yang dirayakan sedemikian itu, akan menjadi mungkinlah mengembangkan penghargaan yang lebih hidup dan mendalam terhadap pembaktian diri. Tahap profesi sementara terdapat dalam Dokumen Gerejani mengenai Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga Religius art. 54, yaitu profesi kaul-kaul pertama menyebabkan orang yang baru berprofesi ambil bagian dalam pembaktian diri sesuai dengan status hidup religiusnya. Masa profesi sementara secara liturgi Gereja, upacara pengikraran kaul dilangsungkan sebelum penerimaan Tubuh dan Darah Kristus. Dalam perayaan liturgi prasetya pertama dan prasetya kekal biarawan-biarawati mengucapkan janji kaul pada Tuhan di hadapan para saksi yaitu para pemimpin konggregasi, imam dan umat yang hadir dengan sebuah pernyataan sebagai berikut: sambil berlutut di hadapan Sakramen Maha Kudus, dan disaksikan oleh para pemimpin tarekat, saya masing-masing pribadi berjanji untuk hidup miskin, murni dan taat di dalam tarekat.

d. Tahap Profesi Kekal

Profesi kekal memerlukan persiapan yang panjang dan pemagangan yang tekun. Hal itu membenarkan tuntutan Gereja bahwa profesi kekal harus didahului oleh masa profesi sementara. Dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yang bersifat percobaan berdasarkan kenyataan bahwa profesi itu sementara. Berprasetya atau berkaul adalah kehendak pribadi yang ingin memautkan hati secara tidak terbagi pada Allah. Kaul-kaul dihayati secara pribadi tetapi sekaligus 20 dihayati dan dihidupi secara bersama dengan anggota komunitas secara nyata Mintara Sufiyadi, 2010:64-65. Pengikraran kaul atau profesi religius biarawan-biarawati hidup bakti mempunyai tiga dimensi yaitu: dimensi Eklesial, dimensi Paska dan dimensi Eskatologis. Dimensi-dimensi hidup bakti tersebut diuraikan sebagai berikut: • Dimensi Eklesial Profesi Religius Dasar dan nasihat Injil adalah cinta kasih kepada Allah dan sesama, maka pertumbuhan dalam cinta kasih dan dinamikanya membawa religius ke kesatuan yang lebih mendalam dengan Kristus, dan mempersatukannya secara khusus pada Gereja dan misterinya. Biarawan-biarawati itu mengikrarkan nasihat Injil dalam hidup religius, harus tetap bertumbuh dalam kesucian pribadinya, hubungan kesatuannya dengan Tuhan lewat proses penyempurnaan diri, tetapi sekaligus ia juga anggota tubuh mistik Kristus, yaitu Gereja dan membaktikan diri di dalamnya. Keduanya merupakan dimensi yang tak terpisahkan Mardi Prasetya, 2000:20. Penekanan pada kesatuan dan dimensi di atas, juga dimaksudkan untuk menghindari pembatasan dimensi Eklesial semata-mata pada kerasulan eksternal. Berhubungan dengan tugas atau kewajiban biarawan-biarawati. Konsili secara eksplisit mengatakan bahwa itu sesuai dengan kekuatan dan panggilan khusus seseorang. Ciri khas masing-masing institut dijaga serta didukung oleh Gereja. Ini ditegaskan untuk menghindari penafsiran, bahwa tujuan apostoliknya hanyalah aktif, melupakan hidup kontemplatif, serta eremit. Hal ini juga dimaksudkan untuk melindungi kharisma khusus serta kekhasan macam-macam institut, yang semuanya merupakan anugerah Tuhan yang memperkaya Gereja. 21 • Dimensi Paska Profesi Religius Dimensi paska dalam VC.24 dikemukakan bahwa hidup bakti memantulkan cemerlangnya cinta kasih, sebab karena kesetiaannya terhadap misteri salib mengakui, bahwa beriman dan hidup berkat cinta kasih Bapa, Putera dan Roh Kudus. Hidup bakti membantu Gereja untuk tetap menyadari, bahwa salib merupakan kelimpahan cinta kasih Allah yang dicurahkan atas dunia, dan bahwa salib itu merupakan tanda agung kehadiran Kristus yang menyelamatkan, khususnya di tengah aneka kesukaran dan cobaan. Itulah kesaksian yang tiada hentinya dan dengan keberanian yang amat mengaggumkan diberikan oleh banyak anggota hidup bakti, pada hal banyak di antara mereka hidup dalam situasi-situasi yang sukar, bahkan menderita penganiayaan dan menjadi martir. • Dimensi Eskatologis Profesi Religius Peranan hidup bakti sebagai lambang Eskatologis akhir zaman. Hidup bakti merupakan antisipasi di masa mendatang. Konsili Vatikan II menyatakan bahwa, pentakdisan secara lebih jelas mewartakan kebangkitan yang akan datang serta kemuliaan Kerajaan surgawi. Terutama itu dijalankannya melalui kaul kemurnian, yang oleh tradisi selalu dimengerti sebagai antisipasi dunia yang akan datang, yang sekarang sudah mulai mewujudkan transformasi manusia seutuhnya. Biarawan-biarawati yang telah membaktikan hidup mereka kepada Kristus sudah semestinya hidup dalam kerinduan akan menjumpai-Nya, untuk menyatu dengan Dia selamanya. Oleh karena itu harapan penuh semangat dan keinginan untuk diceburkan ke dalam api cinta kasih, yang berkobar dalam diri mereka dan tidak lain ialah Roh Kudus. Penantian itu seperti diungkapkan oleh Rasul Paulus kepada umat di Kolose 3:1 karena itu, kalau kamu dibangkitkan 22 bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Artinya bahwa penantian dan keinginan yang dihidupkan oleh karunia-karunia, yang oleh Tuhan dengan murah hati dilimpahkan atas mereka yang mendambakan perkara-perkara yang di atas. Dimensi Eskatologis mempunyai unsur penantian aktif yaitu komitmen dan sikap berjaga Wahyu, 22:20. Jelas dalam sejarah hidup bakti, selalu menghasilkan buah berlimpah juga bagi dunia ini terutama dalam Gereja, melalui kharisma-kharisma tiap institut, para anggota hidup bakti menjadi isyarat-isyarat Roh Kudus, yang menunjuk ke arah masa depan baru yang diterangi oleh iman dan harapan Kristiani. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan mengikrarkan kaul di hadapan Tuhan dan disaksikan oleh para pimpinan tarekat dan umat, biarawan-biarawati secara sadar, sukarela dan penuh kebebasan menanggapi panggilan Allah dengan memberikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintainya untuk kepentingan banyak orang. Semangat lepas bebas memampukan biarawan-biarawati tidak ingin terikat oleh keluarga, harta kekayaan, kedudukan, tempat tinggal dan apa pun yang menghalanginya sebagaimana Yesus yang telah memberikan diri, waktu, dan seluruh hidup-Nya, bahkan sampai wafat dan bangkit demi keselamatan banyak orang. Biarawan-biarawati yang menerima panggilan itu ikut terlibat dalam perutusan Gereja dan menghayati sifat kekudusan itu dalam seluruh kesaksian hidupnya di tengah masyarakat. Kesaksian hidup biarawan-biarawati mempunyai dimensi Eklesial, dimensi Paska dan dimensi Eskatologis. Artinya bahwa seluruh hidup dan pelayanannya melulu demi kemuliaan Tuhan semata dan demi sesama umat yang dilayani. Dalam seluruh hidup dan pelayanannya menjadikan misteri 23 hidup Yesus melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya yang selalu menjadi sumber kekuatan, penghiburan dan harapan dalam memaknai suka duka hidup sehingga kehadirannya dapat menginspirasi orang lain.

3. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Hidup Komunitas

Menurut Darminta, 1982:7 penghayatan kaul dalam konteks hidup bersama atau hidup berkomunitas merupakan salah satu ciri pokok hidup religius. Penghayatan konkret sehari-hari terlaksana dalam suatu komunitas. Dalam komunitas ini, hidup bersama mendapatkan bentuk konkret dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan berkembanganya hidup rohani maupun terlaksana dalam tugas perutusan. Hidup berkomunitas biarawan-biarawati ada syarat yang menjadi patokan dalam hidup bersama. Salah satu syarat untuk dapat bergabung dan diterima dalam satu tarekat hidup bakti ialah tidak adanya hambatan yang berat untuk membangun dan menghayati hidup bersama. Dituntut adanya kemampuan untuk hidup bersama. Dalam hal ini Darminta, 1982:7 mengatakan bahwa: Dalam hidup bersama terjadilah suatu pertemuan dalam iman dimana orang menghayati spiritualitas dan kharisma tarekat yang sama, mengikuti Kristus bersama-sama, merasul dalam kebersamaan, berdoa bersama, berbagi rasa hidup dan pengalaman, berbagi milik harta benda, berbagi kesedihan dan kemauan untuk mengabdi Kristus. Dalam kebersamaan itu setiap pribadi diharapkan, sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi. Dasar dari hidup berkomunitas biarawan-biarawati itu adalah cinta. Hidup bersama dalam komunitas merupakan panggilan kepada kesuciaan sendiri hanya terlaksana dalam hidup bersama. Oleh karena itu berhasil atau tidaknya seorang religius menghayati kharisma dan panggilannya tergantung pula dari berhasil dan tidaknya dalam membangun hidup bersama dalam suatu 24 komunitas Darminta, 1982:7. Dari sini tampak jelas bahwa hidup bersama dalam komunitas itu sedemikian rumit dan konkret karena masing-masing pribadi datang dari berbagai latar belakang keluarga, budaya, bahasa, watak dan pendidikan yang berbeda-beda, sehingga tiap-tiap orang diharapkan cukup kreatif untuk membangun hidup bersama dalam suatu komunitas. Di lain pihak orang juga semakin sadar dan mengalami bahwa dirinya tidak dapat hidup dan berkembang secara penuh tanpa orang lain. Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati yang meliputi nasehat- nasehat Injili memperoleh bentuk dan ungkapan yang lebih konkret, lebih menantang dan lebih tetap, bila dihayati dalam satu persekutuan rohani dan latihan dengan orang lain dalam satu kelompok yang dipersatukan dalam Kristus. Oleh karena itu masa yuniorat sangat penting bagi biarawan-biarawati karena merupakan kelanjutan eksperimen, pendalaman semangat serta hidup tarekat secara mendalam sehingga pihak tarekat mempunyai dasar untuk menerimanya secara defenitif sebagai anggota tarekat dalam profesi pertama dan profesi kekal.

4. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Tugas Perutusan

Selama hidup-Nya Yesus selalu mendahulukan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang dimaksud adalah, kerajaan dimana ada pengampunan, belarasa, kedamaian, keadilan, penghargaan dialami oleh semua manusia. Tugas misioner pertama anggota hidup bakti ialah terhadap diri mereka sendiri dan menjalankannya dengan membuka hati bagi bimbingan Roh Kudus. Melalui kesaksian hidupnya para religius membantu seluruh Gereja mengingat bahwa yang paling penting yakni mengabdi Allah dengan sukarela, 25 berkat rahmat Kristus, yang dikaruniakan kepada umat beriman melalui karunia Roh. Demikian para religius mewartakan kepada dunia damai yang berasal dari Bapa, dedikasi yang nampak pada kesaksian Putera, dan kegembiraan yang merupakan buah Roh Kudus. Biarawan-biarawati hidup bakti diutus menjadi misionaris, terutama dengan tiada hentinya memperdalam kesadarannya dipanggil dan dipilih oleh Allah. Oleh karena itu hendaklah mengarahkan dan mempersembahkan seluruh hidup dan apa yang ada padanya kepada Allah, dan membebaskan diri dari hambatan-hambatan yang dapat menghalangi keutuhan jawabannya. Pola hidup biarawan-biarawati hendaklah menunjukkan dengan jelas cita-cita yang diikrarkannya, dan dengan demikian tampil sebagai tanda hidup Allah serta sebagai pewartaan Injil yang menyentuh hati, kendati pun sering secara diam-diam. Tugas khusus hidup bakti ialah mengingatkan umat yang dibaptis akan nilai mendasar Injil, dengan memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur bahwa dunia tidak dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah tanpa semangat Sabda bahagia. Hidup bakti tiada hentinya memupuk pada umat Allah kesadaran akan perlunya menanggapi dengan kekudusan cinta kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati mereka oleh Roh Kudus VC.33. Kehadiran biarawan-biarawati di dalam tugas kerasulan konggregasi, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan karya sosial, mencerminkan sifat khas Gereja yang selalu mengutamakan cinta kasih kepada siapa saja tanpa melihat latar belakang umat yang dilayani. Selain itu selalu siap sedia bergerak menjumpai siapa pun melalui kujungan-kunjungan pastoral di tengah keluarga, kaum muda, anak-anak dan partisipasi aktif dalam kegiatan apa pun di masyarakat dan di lingkungan Gereja. 26

B. Minat Kaum Muda Terhadap Panggilan Hidup Bakti

1. Pengertian Minat

Menurut Winkel 1996:188, minat diartikan sebagai kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Antara minat dan berperasaan senang terdapat hubungan timbal balik, sehingga tidak mengherankan kalau siswa yang berperasaan tidak senang, juga akan kurang berminat, dan sebaliknya. Minat, besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Siswa yang berminat terhadap biologi akan mempelajari biologi dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian pelajaran biologi, dan bahkan dapat menemukan kesulitan-kesulitan dalam belajar menyelesaikan soal- soal latihan dan praktikum karena adanya daya tarik yang diperoleh dengan mempelajari biologi. Andi Mappiare 1982:62 mengemukakan bahwa minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari dua campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan-kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Sehubungan dengan jangkauan masa depan dalam mana seseorang merencanakan, dan menentukan pilihan terhadap pendidikan, jabatan, teman hidup, dan sebagainya. Minat dalam konteks hidup manusia terutama dalam masa remaja, minat dan cita-cita berkembang, dan hal itu bersifat pemilihan dan berarah tujuan. Pilihan remaja pada suatu minat tertentu atau cita-cita tertentu dalam suatu jangka waktu, maka perasaan dan pikiran mereka tertuju atau terarahkan pada objek tersebut. 27 Tim Pustaka Familia, 2006:134 berpendapat lain lagi yaitu minat atau interest adalah kecenderungan anak menyukai sesuatu dalam bidang tertentu. Minat ini biasanya berhubungan dengan trend yang sangat bergantung pada kondisi saat itu. Minat bisa ditumbuhkan. Sebagai contoh bagaimana menumbuhkan minat baca. Jika lingkungan mendukung tercipatanya iklim baca, seperti bapak ibu senang membaca maka anak pun akan mempunyai minat yang tinggi terhadap bacaan. Jadi minat adalah sesuatu yang berharga. Jika ada minat maka rasa ingin tahu terhadap sesuatu terpupuk terus. Menurut Elisabeth Hurlock, 1978:114 mengemukakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa sesuatu yang akan menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang, minat pun berkurang. Sebaliknya kesenangan merupakan minat yang sementara. Jadi kesenangan berbeda dari minat bukan dalam kualitas melainkan dalam ketetapan persistence. Artinya bahwa selama kesenangan itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun kesenangan mulai berkurang karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang sementara Hurlock, 1978:114. Jadi minat lebih tetap persistence karena minat memuaskan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang. Pada semua usia, minat memainkan peranan penting dalam kehidupan seseorang dan mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap. Hal ini terutama selama masa kanak-kanak. Jenis pribadi anak sebagian besar ditentukan oleh minat yang berkembang selama masa kanak-kanak. Sepanjang masa kanak- 28 kanak, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar Hurlock, 1978:114. Minat cukup berpengaruh terhadap aspirasi anak. Menurut Elisabeth Hurlock, 1978:116 minat mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi anak. Ketika anak mulai berpikir tentang pekerjaan mereka di masa mendatang misalnya, mereka menentukan apa yang ingin mereka lakukan bila mereka dewasa. Semakin yakin mereka mengenai pekerjaan yang diidamkan, semakin besar minat mereka terhadap kegiatan, di kelas atau di luar kelas yang mendukung tercapainya aspirasi itu. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa setiap pribadi pasti memiliki minat. Minat yang dimiliki seseorang bisa dilihat lewat ungkapan ekspresinya dengan rasa tertarik, senang, penuh perhatian pada satu objek yang dilihat, didengar, dialami dan diketahui. Dikatakan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan yang menetap. Setiap pribadi dapat mengenali minatnya sesuai apa yang dirasa menguntungkan dan berguna bagi masa depannya entah itu pekerjaan di masa depan yang menguntungkan bagi dirinya. Sebagai pendidik baik orang tua, guru di sekolah, para biarawan-biarawati yang mendampingi anak, di sekolah dan di rumah perlu mengenali minat anak dan kaum muda sehingga dapat membantu menumbuhkan minat mereka. Minat timbul dari hasil pengenalan dengan lingkungan, atau hasil berinteraksi dan belajar dengan lingkungannya. Bila minat terhadap sesuatu sudah dimiliki seseorang, maka ia akan menjadi potensi bagi orang yang bersangkutan untuk dapat meraih sukses di bidang itu. Sebab minat akan melahirkan energi yang luar biasa untuk berjuang mendapatkan apa yang diminatinya. Jadi minat 29 dapat dimengerti sebagai bagian dari campuran perasaan senang, tertarik, yang mendorong individu untuk nenetukan pilihan berdasarkan rasa suka, senang atau sebaliknya tidak suka jika hal itu mengungtungan atau kurang menguntungkan baginya dan merasa senang dan tertarik menyelaminya lebih jauh lagi. Minat juga bisa menjadi sumber motivasi untuk melakukan apa yang diinginkan.

2. Ciri-Ciri Minat

Menurut Elisabeth Hurlock 1978:115, untuk mengetahui dan mengerti peran minat yang penting dalam kehidupan anak perlu diketahui ciri-ciri minat sebagai berikut:

a. Minat Tumbuh Bersamaan dengan Perkembangan Fisik dan Mental

Minat disemua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental. Pada waktu pertumbuhan terlambat dan kematangan dicapai, minat menjadi lebih stabil. Anak berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari pada teman sebayanya. Mereka yang lambat matang, sebagaimana dikemukakan terlebih dahulu, menghadapi masalah sosial karena minat mereka minat anak, sedangkan minat teman sebaya mereka minat remaja.

b. Minat Bergantung pada Kesiapan Belajar

Anak-anak tidak dapat mempunyai minat sebelum mereka siap secara fisik dan mental. Sebagai contoh, mereka tidak dapat mempunyai minat yang sungguh-sungguh untuk permainan bola sampai mereka memiliki kekuatan dan koordinasi otot yang diperlukan untuk permainan bola tersebut. 30

c. Minat Bergantung pada Kesempatan Belajar

Kesempatan untuk belajar bergantung pada lingkungan dan minat anak- anak maupun dewasa, yang menjadi bagian dari lingkungan anak. Karena lingkungan anak kecil sebagian besar terbatas pada rumah, minat mereka tumbuh dari rumah. Dengan bertambah luasnya lingkup sosial, mereka menjadi tertarik pada minat orang di luar rumah yang mulai mereka kenal.

d. Perkembangan Minat mungkin Terbatas

Ketidak mampuan fisik dan mental serta pengalaman sosial yang terbatas membatasi minat anak. Anak yang cacat fisik misalnya, tidak mungkin mempunyai minat yang sama pada olah raga seperti teman sebayanya yang perkembangan fisiknya normal.

e. Minat dipengaruhi Budaya

Anak-anak mendapat kesempatan dari orang tua, guru, dan orang dewasa lain untuk belajar mengenai apa saja yang oleh kelompok budaya mereka dianggap minat yang sesuai dan mereka tidak diberi kesempatan untuk menekuni minat yang dianggap tidak sesuai bagi mereka oleh kelompok budaya mereka.

f. Minat berbobot Emosional

Bobot emosional aspek afektif dari minat menentukan kekuatannya. Bobot emosional yang tidak menyenangkan melemahkan minat, dan bobot emosional yang menyenangkan memperkuatnya. 31

g. Minat itu Egosentris

Sepanjang masa kanak-kanak, minat itu egosentris. Misalnya minat anak laki-laki pada matematika, sering berlandaskan keyakinan bahwa kepandaian di bidang matematika di sekolah akan merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi di dunia usaha.

3. Aspek-Aspek Minat

Menurut Elisabeth Hurlock 1978:116, semua minat mempunyai dua aspek yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat, misalnya aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah. Bila mereka menganggap sekolah sebagai tempat mereka dapat belajar tentang hal-hal yang telah menimbulkan rasa ingin tahu, mereka akan mendapat kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya yang tidak didapat pada masa prasekolah. Minat mereka terhadap sekolah akan sangat berbeda dibandingkan bila minat itu didasarkan atas konsep sekolah dan kerja keras untuk menekankan frustrasi dan pengekangan oleh peraturan sekolah dan kerja keras untuk menghafal pelajaran. Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, serta dari berbagai jenis media masa. Dari sumber tersebut anak belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak. Yang pertama kemudian akan berkembang menjadi minat dan yang kedua tidak. Misalnya anak-anak melihat bahwa rasa ingin tahu mereka tentang apa yang