Minat Kaum Muda Terhadap Panggilan Hidup Bakti

31

g. Minat itu Egosentris

Sepanjang masa kanak-kanak, minat itu egosentris. Misalnya minat anak laki-laki pada matematika, sering berlandaskan keyakinan bahwa kepandaian di bidang matematika di sekolah akan merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi di dunia usaha.

3. Aspek-Aspek Minat

Menurut Elisabeth Hurlock 1978:116, semua minat mempunyai dua aspek yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat, misalnya aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah. Bila mereka menganggap sekolah sebagai tempat mereka dapat belajar tentang hal-hal yang telah menimbulkan rasa ingin tahu, mereka akan mendapat kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya yang tidak didapat pada masa prasekolah. Minat mereka terhadap sekolah akan sangat berbeda dibandingkan bila minat itu didasarkan atas konsep sekolah dan kerja keras untuk menekankan frustrasi dan pengekangan oleh peraturan sekolah dan kerja keras untuk menghafal pelajaran. Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, serta dari berbagai jenis media masa. Dari sumber tersebut anak belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak. Yang pertama kemudian akan berkembang menjadi minat dan yang kedua tidak. Misalnya anak-anak melihat bahwa rasa ingin tahu mereka tentang apa yang 32 terjadi di dalam tubuh mereka, dapat dipuaskan dengan pertanyaan dan dengan membaca. Selama kegiatan ini memberi mereka kepuasan, minat mereka akan menetap. Sebaliknya minat pada kesehatan tidak memuaskan kebutuhan pribadi selama anak itu sehat atau tidak mempunyai keluhan.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan-kegiatan yang ditimbulkan minat. Aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman-teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut, dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media masa terhadap kegiatan itu. Sebagai contoh, anak yang mempunyai hubungan yang menyenangkan dengan para guru, biasanya mengembangkan sikap yang yang positif terhadap sekolah. Karena pengalaman sekolahnya menyenangkan, minat mereka pada sekolah diperkuat. Sebaliknya, pengalaman yang tidak menyenangkan dengan guru dapat dan sering mengarah ke sikap tidak positif yang mungkin kelak akan memperlemah minat anak terhadap sekolah. Kedua aspek ini penting peranannya namun aspek afektif lebih penting dari pada aspek kognitif. Alasannya pertama aspek afektif mempunyai peran yang lebih besar dalam memotivasi tindakan Hurlock, 1978:118.

4. Bentuk-Bentuk Minat

Bentuk-bentuk minat menurut Andi Mappiare 1982:63-67 sebagai berikut: 33

a. Minat Pribadi dan Sosial

Minat pribadi dan sosial merupakan kelompok minat yang paling kuat dimiliki oleh banyak remaja awal. Minat pribadi timbul karena remaja menyadari bahwa penerimaan sosial sangat dipengaruhi oleh keseluruhan yang dinampakan oleh si remaja itu kepada sekitarnya, karena adanya kesadaran remaja awal bahwa lingkungan sosial menilai dirinya dengan melihat kesan miliknya, sekolahnya, keuangannya, benda-benda lain yang dimilikinya, teman-teman sepergaulannya. Sebagai contoh minat ini ditunjukkan dengan bersolek, merawat tubuh, pakaian atau perhiasan yang sesuai dengan nilai kelompoknya. Perbedaan bentuk minat dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang daerah kota atau desa, tingkat ekonomi dan status sosial lain, juga jenis kelamin.

b. Minat terhadap Rekreasi

Minat terhadap rekreasi pada masa remaja umumnya kuat. Namun bagi beberapa remaja, karena adanya keterbatasan dari segi waktu, tugas-tugas rumah, sekolah, sehingga mereka sangat selekif. Mereka memiliki apa yang disenangi dan merupakan hobby. Kegiatan-kegiatan olah raga yang banyak membutuhkan energi fisik seperti sepak bola, badminton, basket ball, dan semacamnya diminati oleh banyak remaja pria. Bagi wanita olah raga renang, senam, dan semacamnya umumnya lebih digandrungi. Bagi pria maupun wanita olah raga lebih merupakan kegiatan rekreatif dibanding menganggapnya sebagai kegiatan sport. Cerita-cerita film, buku novel dan komik, sandiwara radio juga diminati oleh remaja awal pada umumnya. 34

c. Minat pada Agama

Minat pada agama dipupuk oleh pendidikan anak di rumah, sekolah minggu, gereja, dalam rangka diberikan untuk mengajarkan anak agar patuh terhadap peraturan agama dalam kehidupan sehari-hari, anak belajar patuh pada kehidupan beragama dari linkungan keluarga. Menurut Elisabeth Hurlock, 1978:131 jika anak dibesarkan dengan kebiasaan berdoa sebelum makan, tidur, dan dibiasakan dengan membacakan atau menceritakan cerita-cerita Alkitab, maka anak cenderung mempunyai minat yang lebih besar pada agama dibandingkan mereka yang kehidupan beragamanya terbatas pada kunjungan ke sekolah minggu seminggu sekali. Minat anak terhadap agama dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial dalam hal ini adalah kebanyakan anak menghabiskan waktu dengan teman sebaya. sebagai contoh: dalam pergaulan dengan teman-teman sebaya yang sering berbincang-bincang mengenai agama, dan mematuhi aturan agama akan mempunyai minat yang lebih besar pada agama. Justru sebaliknya jika anak tidak pernah atau jarang menemukan hal yang sama jarang berbincang mengenai agama dan peraturan agama akan mempunyai sikap negatif pada agamanya Hurlock, 1978:132. Oleh karena itu sangat penting bagaimana cara orang tua, para pendamping sekolah minggu, guru dan katekis diharapkan memberikan pemahaman yang benar kepada anak dalam setiap kegiatan di sekolah minggu, di rumah dan di sekolah. Minat merupakan gabungan rasa hormat dan rasa ingin tahu. Dalam hubungannya dengan kegiatan agama, ada unsur-unsur agama yang diminati anak yaitu kepatuhan pada agama. Anak mempunyai minat besar terhadap agama maka ia akan menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan agama seperti ibadat atau 35 misa di Gereja, menarik bagi anak kecil, karena kesemarakan tata caranya. Upacara keagamaan mempesona mereka dan mereka senang ikut serta bernyanyi. Mereka juga senang melihat orang sekeliling mereka selama misa, dan melihat apa yang sedang mereka lakukan. Anak lebih besar menyukai perkumpulan anak muda di Gereja misalnya untuk olah raga dan pertemuan ramah tama dalam kelompok kecil, piknik, perayaan hari besar wisata. Minat mereka seperti ini bersifat sosial dan bukan keagamaan. Usia 8 tahun minat anak memahami bahwa berdoa merupakan cara berbicara dengan Tuhan. Mereka yakin bahwa Tuhan menjawab doa mereka. Dengan bertambahnya usia, minat pada doa biasanya berkurang. Mereka merasa bahwa doa mereka untuk meminta sesuatu, bantuan atau bimbingan tidak terjawab dan tidak membawa keutungan baginya. Sebagai contoh peralihan yang khas dalam doa anak: pada usia pra sekolah “saya tidak tahu mengapa saya harus berdoa” pada usia enam tahun “bantulah aku dalam membuat pekerjaan rumahku” pada usia sepuluh tahun “Tuhan tidak perna menjawab doaku”. Sebaliknya perayaan keluarga pada hari besar keagamaan, tetap menarik baginya karena perayaan-perayaan ini lebih bersifat sosial dari pada keagamaan. Misalnya perayaan hari natal dan paska karena di sini berkumpul seluruh keluarga dan kerabat, dilengkapi dengan persiapan makanan, dan hiasan meriah natal dan sebagainya. Minat terhadap ibadat keluarga, misalnya doa sebelum makan, membaca Alkitab dan berdoa cepat berkurang. Kebiasaan ini hanya diteruskan karena tekanan orang tua. Oleh karena itu keyakinan-keyakinan religius anak mencerminkan ajaran yang diterima di rumah, di sekolah minggu dan di Gereja. Cara anak menunjukkan minat pada agama ialah dengan bertanya dan membaca antara usia 3 sampai 4 tahun, kebanyakan anak mulai bertanya tentang 36 agama, misalnya “siapakah Tuhan? di mana Surga itu?, apakah malikat itu? dan sebagainya. Ketika anak mampu memahami arti cerita yang dibacakan atau diceritakan dan mereka akan mampu bertanya Hurlock, 1978:134.

d. Minat terhadap Sekolah dan Jabatan

Menurut Andi Mappiare, 1982:65 minat atau cita-cita terhadap sekolah dan jabatan remaja awal banyak dipegaruhi oleh minat orang tua dan minat kelompoknya. Jika orang tua dan kelompoknya “work-oriented” maka seringkali remaja meminati sekolah yang mengarah pada pekerjaan sekolah kejuruan. Jika orang tua atau kelompoknya “college-oriented” maka remaja terpengaruhi meminati sekolah-sekolah yang dapat mengantarkannya ke perguruan tinggi, menuju cita-cita jabatannya. Persoalan sering muncul manakala ada perbedaan yang tajam antara orientasi sekolah atau jabatan orang tuanya dengan orientasi sekolah atau jabatan kelompok teman sebayanya. Sebagai suatu proses, pengembangan minat cita-cita jabatan seseorang mengalami perubahan sepanjang garis perkembangannya. Khusus dalam masa remaja, dapat dikatakan bahwa dalam masa remaja awal minat atau cita-cita terhadap sekolah dan jabatan seseorang berubah-rubah. Terutama parohan pertama masa remaja awal. Setelah mendekati masa remaja akhir, minat cita-cita tersebut dapat lebih jelas, dan beberapa remaja telah dapat menentukan dan mengarahkan minat dan cita-cita pendidikan atau jabatan pekerjaannya. Setiap orang pasti mempunyai keinginan, cita-cita dan tujuan hidup yang ingin dicapai. Begitu pula minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti bisa dialami oleh setiap orang terutama kaum muda. Oleh karena itu minat dalam 37 konteks ini berhubungan dengan motivasi. Cita-cita atau tujuan hidup ini hanya bisa diraih jika setiap pribadi memiliki motivasi yang kuat dalam dirinya.

5. Minat dan Motivasi

Menurut Winkel 1986:166, mengartikakan bahwa motivasi adalah motor penggerak yang mengaktifkan seseorang untuk melibatkan diri. Motivasi sebagai keadaan mental sesaat dan melalui keterlibatan yang berkesinambungan dan secara berangsur-angsur menumbuhkan dorongan tetap untuk mengembangkan diri sehingga motivasi bisa disebut juga sebagai ciri kepribadian. Motif motive berasal dari bahasa latin “movere”, yang kemudian menjadi “motion” yang artinya gerak atau dorongan untuk bergerak. Jadi motif merupakan daya dorong, daya gerak, atau penyebab seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dan dengan tujuan tertentu. Sedangkan motivasi berarti pemberian atau penimbulan motiv atau hal yang menjadi motiv Rachman,1993:114. Pengertian lain lagi seperti dikemukakan oleh Atkison yang dikutif oleh Rachman, 1994:114 yaitu motivasi mengacu pada faktor-faktor yang menggerakkan dan menggerakkan tingkah laku. Jadi motivasi yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu. Dorongam bisa disebut sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin keberlangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Arti lain dari motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang entah disadari atau tidak untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan 38 tertentu. Secara psikologi motivasi merupakan usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau suatu kelompok tertentu, tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan kepuasan dengan apa yang dilakukannya atau mencapai tujuan yang diinginkannya Nini Subini, 2012:88. Motivasi dibagi menjadi dua yaitu: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Semua faktor yang berasal dari dalam diri individu memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangan tetapi bisa jadi telah menjadi kebutuhannya. Motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi luar ekstrinsik. Pendapat lain lagi mengenai motivasi intrinsik yang dikutip oleh Nini Subini, 2012:89 yang termasuk dalam motivasi intrinsik adalah: dorongan ingin tahu, dan menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, seperti orang tua, saudara, guru atau teman-teman dan sebagainya, adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu yang berguna baginya. Faktor yang datang dari luar diri individu motivasi ekstrinsik tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua dan sebagainya. Kurangnya respon dari lingkungan secara positif akan membuat semangat belajar seseorang menjadi lemah. Selain itu motivasi erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Motivasi yang tinggi tercermin ketekunan yang tidak mudah patah semangat untuk mencapai kesuksesan. Ia akan tetap belajar meskipun sulit demi meraih apa yang menjadi tujuan dari cita-citanya selama ini. 39 Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa motivasi dipahami sebagai suatu daya penggerak yang mendorong individu untuk melakukan suatu tindakan karena ada satu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya. Selain itu motivasi juga diartikan sebagai dorongan ingin tahu, membuat orang kreatif, adanya keinginan yang kuat untuk maju dan berprestasi. Jadi motivasi mempunyai peranan penting dalam diri seseorang demi mencapai tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya begitu pula dengan minat terhadap panggilan hidup bakti dan cita-cita terhadap hidup bakti biarawan-biarawati, meskipun berbagai rintangan dan kesulitan yang menghadang ia tidak mudah menyerah untuk mencapainya.

C. Penelitian yang Relevan

Penghayatan hidup bakti merupakan bagian dari kegiatan karya misioner Gereja yang dirintis oleh lembaga-lembaga hidup bakti pada masa sekarang dan masa yang mendatang. Sehubungan dengan penghayatan kaul, dan minat, para peneliti terdahulu yang sudah mencoba meneliti tentang pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan yang dilakukan oleh Margaretha Bulan Lejiu dan dilaksanakan di biara suster-suster MASF Indonesia pada bulan Desember 2013. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan sebesar 0,783 dari variabel X penghayatan kaul kemiskinan terhadap perasaudaraan sebesar 78, 3 variabel Y, sedangkan 48, 7 dipengaruhi oleh faktor lain. Peneliti yang kedua oleh Fransisca Wayana Meila Candraningsih dengan NIM 091124039, Program Studi IPPAK Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan 40 judul: Pengaruh Sosok Katekis terhadap minat umat dalam mengikuti katekese orang dewasa di Lingkungan St. Yosef Benediktus Sagan Paroki St. Antonius Kota Baru Yogyakarta.

D. Kerangka Pikir

Biarawan-biarawati hidup bakti dipilih oleh Allah dan menghayati seluruh hidupnya secara khusus hanya untuk memuliakan Allah melalui sesama yang dilayani dalam tugas perutusan yang diterimanya. Ciri khas hidup bakti biarawan-biarawati yaitu penyerahan diri secara total kepada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Dia, ingin membuka diri bagi Roh Kudus sehingga semakin memampukannya dalam menghayati hidupnya setiap saat. Kesediaan dalam mengikuti-Nya serta mengarahkan diri kepada-Nya, terus menerus dipupuk melalui hidup doa dan diwujudkan dalam kehidupan bersama dan dalam melaksanakan karya kerasulan. Hidup bakti biarawan- biarawati meliputi penghayatan tiga kaul atau nasihat Injil yaitu: • Kaul kemiskinan berarti gaya hidup yang sederhana, pengosongan diri dari harta benda, agar orang dipenuhi Roh Tuhan untuk mengabdi sesama dengan gembira tanpa pamrih serta dengan kerelahan hati menyumbangkan tenaga, waktu, keahlian dan ketrampilan, segala kemampuan dan seluruh kehidupan demi kemuliaan Tuhan dan sesama tanpa membeda-bedakan. • Menghayati kaul ketaatan berarti pengosongan diri dari kehendak dan keinginan pribadi agar siap melaksanakan kehendak Tuhan dengan gembira dalam hidup bersama, dan dalam melaksanakan kerasulan bersama sesuai dengan ciri khas masing-masing tarekat. 41 • Menghayati kaul kemurnian berarti pengosongan diri dari cinta yang terpusat pada diri atau orang tertentu saja, agar mencintai Tuhan dan sesama dengan cinta yang dermawan dan terbuka kepada siapa pun. Dengan menghayati ketiga kaul tersebut secara publik, secara kelihatan sebagai kesaksian bagi setiap pribadi dan dalam kebersamaan menjadi tanda Kerajaan Allah di tengah dunia. Sebab melalui penghayatan ketiga kaul ditekankan bahwa apa yang paling dasariah dan paling bernilai di dunia ini hanya bersifat sementara dan belum kekal. Minat merupakan suatu kondisi afektif seseorang yang berintesitas tinggi dan terorganisir melalui pengalaman. Kesaksian hidup bakti biarawan-biarawati yang ditunjukkan dengan sikap gembira dalam melaksanakan tugas kerasulan dan dalam perjumpaan maupun keterlibatannya di tengah umat menjadi daya penggerak yang membangkitakan rasa tertarik, rasa ingin tahu, merasa senang dan menjadi sumber motivasi bagi orang lain khususnya bagi kaum muda. Oleh karena itu ketika kaum muda mengalami suasana yang membawa kegembiraan, penerimaan, dan pengertian, maka pengalaman itu dialami sebagai pengalaman yang berharga, mengesan, bermakna dan menguntungkan serta terbuka kemungkinan baginya untuk berusaha melakukan semua kegiatan apapun untuk memperoleh yang diminatinya . Minat merupakan suatu kondisi jiwa seseorang yang sangat bergairah untuk memperoleh sesuatu. Ini merupakan suatu kondisi yang amat penting bagi kaum muda dalam mempelajari sesuatu. Adanya keinginan yang sangat tinggi ini melahirkan suatu tindakan yang diperlukan untuk mendapatkan sesuatu yang 42 menarik baginya. Maka antara penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati yang ditunjukkan melalui kesaksian hidup sehari-hari, merupakan suatu model dan daya tarik yang diharapkan mampu membangkitkan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti. Kesaksian hidup biarawan-biarawati perlu dilakukan dengan berbagai kegiatan yang dapat dilihat, dialami oleh kaum muda yaitu secara rutin terlibat aktif dalam kegiatan kepemudaan di paroki, lingkungan, dan dalam kesempatan kunjungan keluarga. Melalui kehadiran dalam berbagai kegiatan dan kesempatan ini sedikit demi sedikit memberi inspirasi bagi kaum muda mengenai panggilan hidup bakti. Dengan demikian kerangka pikir mengenai hubungan dari variabel bebas X Penghayatan Hidup Bakti dengan variabel terikat Y Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta dapat digambarkan sebagai berikut: Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba untuk meneliti lebih jauh mengenai hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Variabel X Pengahayatan Hidup Bakti Variabel Y Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti Bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta 43

E. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir, dapat dirumuskan hipotesis penelitian yang akan diuji pada taraf signifikansi sebesar 5 : 1. Hipotesis alternatif Ha : ada Hubungan antara Penghayatan Hidup Bakti dengan Minat terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. 2. Hipotesis nihil Ho : tidak ada Hubungan antara Penghayatan Hidup Bakti dengan Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini membahas tentang jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitan, populasi dan sampel, teknik dan alat pengumpulan data dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif berbentuk korelasi. Menurut Sugiyono, 2013:35 penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, bertujuan untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan yang nyata, yang harus didasarkan pada hal-hal yang positivisme. Penelitian korelasi betujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel penghayatan hidup bakti dan variabel minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini berbentuk korelasi yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel Zuriah, 2005:207. Variabel X dalam penelitian ini adalah penghayatan hidup bakti dan variabel Y minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.