17
E. Kerangka Berpikir
1. Persepsi guru terhadap sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari status
kepegawaian guru. Status kepegawaian tenaga kependidikan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu guru tetap dan guru tidak tetap. Meskipun status kepegawaian mereka berbeda namun tugas mereka sama yaitu mendidik. Mengingat
peran guru sangat besar dalam proses pembelajaran, maka mutu guru harus ditingkatkan. Peningkatan mutu guru ini diselenggarakan melalui
sertifikasi guru yang nantinya dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Untuk mendapatkan sertifikasi, seorang guru harus mengikuti uji
kompetensi. Para guru harus memenuhi syarat untuk melakukan uji kompetensi yang dilakukan dalam bentuk portofolio. Adapun komponen
portofolio mencakup: 1 kualifikasi akademik, 2 pendidikan dan pelatihan, 3 pengalaman mengajar, 4 perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, 5 penilaian dari atasan dan pengawas, 6 prestasi akademik, 7 karya pengembangan profesi, 8 keikutsertaan dalam forum
ilmiah, 9 pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan 10 penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Dilihat dari komponen penilaian portofolio diatas, status kepegawaian tidak termasuk dalam penilaian. Tetapi, bila ditelusuri lebih
lanjut ada yang membuat persepsi antara guru tetap dan guru tidak tetap akan berbeda. Pernyataan ini muncul di dukung dengan adanya pedoman
penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2008 yang termuat
18
dalam buku 1 yang menyatakan bahwa hanya guru negeri PNS dan guru tetap yayasan GTY saja yang dapat menjadi peserta sertifikasi guru jadi
mereka lebih positif menyikapi adanya sertifikasi. Berbeda dengan guru yang memiliki status guru tidak tetap, guru honorer dan guru bantu mereka
cenderung memiliki tanggapan negatif karena mereka tidak bisa mengikuti sertifikasi guru. Dengan demikian diduga ada perbedaan persepsi guru
terhadap sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari status kepegawaian guru.
2. Persepsi guru terhadap sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari jenjang
sekolah. Pendidikan harus di tempuh seseorang secara berjenjang. Dimulai
dari TK, SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Jenjang pendidikan ini harus ditempuh secara urut karena tiap-tiap jenjang sekolah memiliki
tujuan yang berbeda-beda. Pendidikan di SD merupakan bekal untuk dapat melanjutkan ke SMP dan begitu seterusnya sampai pada perguruan tinggi.
Dari tujuan itulah, para guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan kreatif. Maka dari itu, pemerintah akan memberikan kesejahteraan yang
lebih bagi guru pada setiap jenjang sekolah atas kemampuan dan kreatifitasnya.
Pemerintah tidak memberikan tambahan kesejahteraan begitu saja. Para guru harus lulus uji kompetensi yang berbentuk portofolio.
Komponen portofolio mencakup 1 kualifikasi akademik, 2 pendidikan dan pelatihan, 3 pengalaman mengajar, 4 perencanaan dan pelaksanaan
19
pembelajaran, 5 penilaian dari atasan dan pengawas, 6 prestasi akademik, 7 karya pengembangan profesi, 8 keikutsertaan dalam forum
ilmiah, 9 pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan 10 penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Dilihat dari tujuan tiap-tiap jenjang sekolah yang berbeda-beda, maka sangat mungkin karakter dari para guru yang berbeda-beda pula.
Tingkat pendidikan guru juga mempengaruhi persepsi mereka terhadap sertifikasi, sebab guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik
minimal sarjana atau Diploma IV S1D-IV untuk mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan. Kenyataannya masih banyak guru SD yang memiliki
kualifikasi pendidikan belum S-I mereka kebanyakan lulusan SPG atau D2. Padahal kualifikasi akademik untuk S-1 merupakan syarat untuk
mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan. Dengan kata lain bagi guru SD yang belum S-I harus melanjutkan kependidikan S-I dan hal itu
membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Sedangkan untuk guru SMP dan SMA mengutamakan keikutsertaan guru yang masa pengabdian
atau masa kerjanya yang sudah lama dan masih banyak guru yang harus melanjutkan S-I. Secara umum proporsi guru SMA yang sudah memenuhi
kualifikasi jenjang pendidikan S-I lebih banyak di banding guru pada jenjang SMP. Berdasarkan uraian tersebut di atas diduga ada perbedaan
persepsi guru terhadap sertifikasi guru dalam jabatan ditinjau dari jenjang sekolah tempat guru mengajar.
20
F. HIPOTESIS PENELITIAN