Media Komunikasi dan Gaya Hidup

18 personalitas, gaya-gaya, citra dan cara-cara diferensiasi diri yang berbeda- beda. Ini dapat dilihat dari gaya hidup masyarakat yang suka berbelanja pakaian, makanan dan minuman, merayakan ulang tahun, kebiasaan mentraktir, menggunakan dan lain-lain. Ditambah lagi dengan menjamurnya lingkungan fisik yang mendukung gaya hidup seseorang.

B. Media Komunikasi dan Gaya Hidup

Secara umum dipahami bahwa istilah media mencakup sarana komunikasi seperti pers, media penyiaran dan sinema. Komunikasi merupakan alat unik yang digunakan para pemasar untuk membujuk para konsumen agar bertindak menurut cara yang diinginkan melakukan pembelian, berlangganan di toko, menonton televisi dan lain-lain. Komunikasi terdiri dari beberapa bentuk yaitu verbal, visual dan kombinasi antara verbal dan visual. Komunikasi dapat membangkitkan emosi yang menempatkan para konsumen dalam kerangka berpikir yang lebih reseptif, dan dapat mendorong pembelian yang membantu para konsumen memecahkan berbagai masalah atau menghindari hasil yang kurang memuaskan konsumen. Dalam komunikasi ada beberapa komponen yang sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk menggunakan suatu produk yaitu pengirim, medium, penerima dan umpan balik. Scihffman dan Kanun. 1999:252 Media yang paling populer yang sering digunakan untuk mengkomunikasikan produk adalah televisi. Televisi merupakan media massa 19 yang menampilkan media audiovisual. Televisi saat ini merupakan kemasan budaya pop akhir abad ke-20 yang tidak diragukan lagi sebagai media waktu luang yang sangat popular. Bagian dari tayangan televisi tersebut adalah: 1. Sinetron a. Pengertian Sinetron Sinetron adalah kependekan dari sinema elektronik. Sinetron adalah sandiwara yang bersambung yang disiarkan oleh televisi. Sinetron atau serial elektronik menjadi primadona hiburan masyarakat. Seiring dengan menjamurnya televisi dan selebriti sebagai insan pertelevisian, sinetron menjadi program layar kaca. Nazaruddin, 2008:121. b. Sejarah Sinetron Sinetron atau sinema elektronik adalah fenomena khas pertelevisian Indonesia. Program acara yang sama dengan soap opera ini lahir tahun 1980-an di TVRI. Stasiun televisi milik pemerintah yang tidak menerima iklan ini adalah satu-satunya stasiun televisi yang ada pada saat itu. Sinetron semakin berkembang bersamaan dengan hadirnya stasiun televisi swasta di Indonesia: RCTI, SCTV, Indosiar, TPI, dan AN TV pada awal tahun 1990. Saat itu ada regulasi yang mengharuskan agar setiap stasiun televisi memproduksi program lokal lebih banyak di bandingkan non-lokal. Program lokal yang pilihanya jatuh pada tayangan sinetron tersebut samapai sekarang masih menjadi “prime time” di stasiun-stasiun 20 televisi Indonesia. Padahal saat ini sudah ada Sepuluh stasiun TV swasta di tambah dengan stasiun TV lokal. Perang sinetron antar stasiun TV pun mulai terjadi, mereka saling berebut perhatian terhadap pemirsa TV. Karenaya tidak mengherankan jika yang berlaku kemudian adalah sistem reting. Semakin tinggi reting yang di peroleh, semakin banyak penontonya, maka semakin tinggi pula pemasukan iklanya. Kondisi ini banyak menguntungkan stasiun TV, rumah produksi maupun periklanan. Sujarwa. 2010:10 c. Sinetron Dalam Konteks Teori Hegemoni Menurut “Gramasci”, konsep hegemoni berusaha mengkaji hubungan power dan practice. Dalam analisisnya ditekankan tentang peran penting idiologi. Idiologi memajukan perkembangan kekuatan- kekuatan produktif dan tampil sebagai a unifying force, sedangkan hegemoni merajuk pada kedudukan idiologis satu atau lebih kompleks dalam masyarakat sipil yang lebih tinggi dari yang lainya. Konsep hegemoni, menurut Gramasci, tidak sebatas makna literal yang berupa “ke-pemimpinan”, melainkan mencakup sesuatu yang lebih kompleks lagi, antara lain: bentuk-bentuk politis, kultural, dan idiologis tertentu, yang lewatnya pula suatu masyarakat yang ada kelas fundamental dapat membangun kepemimpinannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa instansi pertama tergantung pada inti yang menentukan aktifitas ekonomi. 21 Kritik metodologis yang menjadi dasar studi Gramsci didasarkan pada asumsi, bahwa supermasi suatu kelompok sosial menyatakan dirinya dalam dua cara, yaitu sebagai “dominasi” dan “kepemimpinan moral dan intelektual ”. Dominasi suatu kelompok sosial mendominasi kelompok sosial lainya dalam kehidupan bermasyarakat. Hegemoni didefinisikan sebagai sesuatu yang kompleks, sekaligus bersifat ekonomik dan etis- politis. Bertolak dari cara pandang pendekatan yang telah diuraikan di atas menunjukan bahwa fenomena sosial budaya yang tercermin dalam peristiwa seni sinetron selama lima tahun terakhir ini tidak terlepas dari peran etis-politis antara penentu kebijakan, penanam modal, dan karakteristik masyarakat pengguna. Masing-masing aspek tersebut memiliki peran yang penting dan saling berkaitan untuk memperlancar jalannya proses hegemoni. Media televisi berperan penting sebagai instrumen transformasi proses peng-hegemonia-an dari kelompok- kelompok yang punya power dan practice kepada kaum yang dianggap lemah melalui karya-karya sinetronnya. Keberadaan sinetron-sinetron indonesia yang ditayang lewat media tersebut patut dikaji secara mendalam untuk mengungkapkan kembali kebermaknaan dan peran fungsinya bagi pembangunan budaya bangsa secara keseluruhan. Produktivitas karya yang telah dihasilkan mestinya berbanding sama dengan kualitas yang dihasilkan. Namun demikian, pantas untuk 22 dipertanyakan apabila produktivitas yang ada ternyata banyak tema yang intinya sebatas daur ulang dan terkesan kejar tayang belaka. Sujarwa. 2010:14 d. Kapitalisasi Sinetron Ikon gaya hidup modern yang banyak diproduksi dan dipengaruhi oleh mata acara di televisi telah mampu menghegemoni konsumen indonesia menjadi bagian dari cara pandang hidupnya. Tema-tema sinetron yang “wah” dan “liberal” mampu menghegemoni konsumen untuk mengambil ikon gaya hidup modern dengan dalih kebebasan dan lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa program acara tayangan sinetron telah mampu menjadi agen produksi untuk menghegemoni budaya massa. Keberadaaan sinetron sebagai salah satu produk budaya mampu menempatkan diri sebagai salah satu menu hiburan dalam teknologi informasi yang semakin canggih. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa melalui tayangan sinetron ini masyarakat indonesia telah menjadi konsumen yang siap untuk dipengaruhi maupun dihegemoni melalui bentuk pemikiran, pola hidup, gaya hidup, dan bahkan pandangan hidup. Masyarakat mana yang belum menonton sinetron? Dengan beragam cerita yang disajikan, cerita sinetron mampu menghipnotis penonton untuk bermalas-malas mengikuti alur cerita yang tidak jelas ujung pangkalnya. Tayangan sinetron sudah berorientasi pada kehidupan modern, namun sayang bentuk penyajianya justu terlalu liberal sehingga implikasinya 23 terhadap penonton sangat bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Sujarwa. 2010:26 e. Dampak Hegemoni dan Kapitalisasi Sinetron Menurut Kristanto, dalam bukunya Sujarwa, 2010:27, kisah film-film Indonesia boleh dikatakan 96 persen tidak logis, tidak memenuhi hukum sebab-akibat. Hanya mencari efek-efek haru, lucu, romantis, mistis, dan sebagainya. Pendapat ini dapat dijadikan pangkal tolak bagaimana sesungguhnya terjadi dalam dunia sinetron, mengingat banyak pula sinetron yang merupakan produk daur ulang dari film-film layar lebar. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan karena terbukti banyak pula produksi sinetron yang banyak alur ceritanya janggal dan tidak rasional. Banyak hal yang dipertontonkan sebatas membangkitkan emosi penonton yang justru kontradiktif dengan peran edukasi, karena emosi yang ditumbuhkan tidak untuk pendewasaan proses berpikir yang rasional melainkan cendrung emosional dan irasional. Padahal, sebagian besar masyarakat pemirsa layar kaca tingkat apresiasi seninya masih rendah sebatas meniru yang terbaca dan yang terlihat, sehingga apa saja yang tervisualisasi dalam layar kaca dipandang sebagai realitas kehidupan. Pandangan ini sejalan dengan yang dilontarkan “Supradi”, bahwa sinetron dapat memberikan peluang terjadinya peniruan perilaku, apakah positif atau negatif. 24 Menurut “Ngabalin”, perilaku dipaham sebagai manifestasi proses psikologis yang merentang dari presepsi sampai sikap. Bertolak dari pandangan tersebut maka sangatlah memprihatinkan jika produksi sinetron masih bertumpu pada konsep kapitalis. Reting penonton masih menjadi tujuan dari sebuah proses produksi yang hanya demi kepentingan sepihak, yaitu kepada para kapitalis untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat. Munculnya budaya latahisme untuk beramai-ramai memproduksi sinetron serupa menjadi pertanda adanya haru-biru paham kapitalis, yang secara tidak langsung idiologi pasar telah menghegemoni produksi budaya yang ditransformasikan melalui media televisi. Hegemoni idiologi pasar yang dikondisikan dalam sinetron mencerminkan pola perilaku glamouritas, hedonis, kekerasan, dan mistis. Sujarwa. 2010:125-127 2. Iklan a. Pengertian iklan 1 Menurut Warrner 1999:153, iklan adalah pesan yang disponsori, yang ditempatkan dalam media massa dengan bayaran tertentu. 2 Menurut Marcel Danesi 2010:222, istilah iklan advertising berasal dari bahasa Latin yaitu mengarahkan perhatian kepada. Hal ini menyatakan satu bentuk atau jenis pengumuman atau representasi yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan komoditas atau penjualan tertentu. 25 3 Menurut Dunn dan Barban 1978 sebagaimana dikutip oleh Rendra. Iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk persuasif kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, maupun pribadi yang berkepentingan. Rendra, 2005:15 4 Menurut Kotler 1991 sebagaiman dikutip oleh Rendra. Iklan adalah semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar. Rendra, 2005:16 5 Menurut Rendra 2005:16, iklan adalah sebagaiman yang dikutip oleh Rendra. Iklan adalah sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditunjukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. b. Fungsi iklan Menurut Monle Lee Carla Jhonson 1999:10. Iklan memiliki tiga fungsi yaitu: 1 Periklanan menjalankan fungsi informasi Iklan mengkomunikasikan informasi produk, ciri-ciri, dan lokasi penjualanya. Iklan memberitahu produk-produk baru. 26 2 Periklanan menjalankan fungsi persuasif Iklan membujuk konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau mengubah sikap konsumen terhadap produk atau perusahaan tersebut. 3 Periklanan menjalankan fungsi pengingat Iklan terus-menerus mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka akan tetap membeli produk yang diiklankan tanpa mempedulikan merek pesaing. c. Manfaat Iklan Bagi Konsumen Khasali, 1992:16 1 Iklan memperluas alternatif bagi konsumen. Dengan adanya iklan, konsumen mengetahui adanya berbagai produk, yang pada akhirnya menimbulkan adanya pilihan. 2 Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya. Sering dikatakan “tak kenal maka tak sayang”. Iklan-iklan secara gagah tampil di depan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang cantik menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan yang membuatnya bonafid dan produknya bermutu. 3 Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya. d. Aspek-aspek Daya Tarik Iklan 1 Merek Merek adalah suatu lambang dan pembeda yang diharapkan menjadi identitas barang atau jasa yang dijual oleh penjual atau 27 sekelompok penjual dan untuk membedakan barang atau jasa tersebut dari pesaing. Mereka dapat menyampaikan suatu hal yang positif maupun negatif tentang produk kepada konsumen. Sebuah merek menjadi dasar keputusan konsumen untuk membeli produk. Promosi merupakan salah satu cara untuk merebut konsumen dengan menyajikan suatu bentuk iklan yang menarik. Salah satu media yang menarik untuk mempromosikan produk adalah televisi. Media televisi menjadi lahan bagi produsen untuk mengiklan produk dikarenakan konsumen dapat dengan mudah mengetahui merek dan dan tertarik untuk membelinya. 2 Isi iklan Dalam menyajikan iklan yang baik dan terkesan bagus dan banyak disukai konsumen maka isi iklan harus mudah diingat, selogan, dan motto yang bagus dan didalamnya didukung oleh artis- artis yang terkenal. Kata dan gambar yang digunakan dapat menggambarkan sebuah merek dan dapat pula mengarahkan kita pada aspek yang berbeda pada sesuatu yang sama. Para pemasang iklan ingin agar kita berpikir dan menganggap kita lebih penting dengan kata lain mereka ingin produknya lebih menonjol dari produk lain dengan isi iklan yang mudah mempengaruhi konsumen untuk membeli produk mereka. 28 3 Bentuk iklan Bentuk iklan adalah metode penyampain pesan yang bertujuan untuk dapat membujuk konsumen sehingga mereka mau melakukan pembelian. Ada beberapa bentuk penyampain pesan adalah drama, humor, menyanyi, pendidikan dan kombinasi. 4 Informasi Sebuah iklan akan mudah diterima oleh konsumen apabila iklan tersebut memberikan informasi yang lengkap dan jelas. Iklan yang bagus apabila penyampaian informasinya mudah dimengerti, padat, jelas, dan singkat. 5 Daya Tarik Apabila keempat aspek diatas terpenuhi, maka memudahkan suatu produk mempengaruhi konsumen untuk membeli. Daya tarik iklan tergantung dari merek, isi, bentuk dan informasi yang disampaikan. Jika penyampain iklan bagus dan didukung oleh model iklan yang ternama otomatis produk tersebut menjadi faforit dihati konsumen dan laku dipasaran. e. Perempuan dan Iklan Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan banyak digunakan dalam iklan. Keterlibatan tersebut didasar dua faktor utama, yaitu: pertama bahwa perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri. Faktanya lebih banyak produk industri diciptakan bagi manusia jenis 29 kelamin perempuan dibandingkan dengan produk untuk laki-laki. Ribuan kosmetik diciptakan untuk perempuan terutama untuk tampil cantik, perempuan membutuhkan lipstik, bedak, masker, pemerah pipi, alis palsu, bulu mata palsu, fashion dan lain-lain. Jelas semua produk itu tidak dibutuhkan oleh laki-laki. Oleh karena itu, tidak heran bila pada giliranya, perempuan selalu menjadi sasaran iklan. Faktor kedua adalah bahwa perempuan luas dipercaya maupun menguatkan pesan iklan. Perempuan merupakan elemen agar iklan mempunyai unsur menjual. Karena mampu sebagai unsur penjual sehingga menghasilkan keuntungan, maka penggunaan perempuan dalam iklan tampaknya merupakan sesuatu yang sejalan dengan idiologi kapitalisme. Bagi pria, kehadiran model perempuan dalam iklan menambah daya tarik seksualitasnya.Rendra, 2005:41

C. Lingkungan Pergaulan