1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gaya hidup merupakan ciri dari masyarakat modern, maksudnya sudah sangat biasa dibicarakan dan didengar oleh siapapun, di manapun dalam
kehidupan sehari-hari, yang akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakan dirinya, membelanjakan uangnya dan
mengalokasikan waktu mereka Chaney, 1996:40
.
Penyebab pokok gaya hidup adalah globalisasi melalui perkembangan teknologi yang dirancang atau
diproduksi oleh sekelompok masyarakat dengan begitu cepatnya. Hasil dari produksi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Walaupun demikian,
ada hal lain yang menjadi signifikan dimasa sekarang. Nilai guna dan nilai tukar seperti diungkapkan oleh Marx berubah menjadi nilai tanda seperti yang
diungkapkan oleh Baudrillard. Hal ini dikarenakan terus meningkatnya intensifikasi perkembangan manusia, uang, modal dan berbagai bentuk informasi.
Tidak jauh berbeda dengan masyarakat produsen, masyarakat konsumen juga tampaknya tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan
transformasi kapitalisme yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan dan media informasi yang telah mempengaruhi kita secara langsung maupun
2
melalui lingkungan pergaulan yang memiliki kesamaan mintat. Dengan uang manusia tidak hanya ditawari apa yang mereka butuhkan what they needed,
melainkan pula apa yang mereka harapkan what they desired. Dengan demikian, “wants” berubah secara aktif menjadi “needs”, apa yang semula sekedar menjadi
keinginan berubah menjadi yang dibutuhkan. Soedjatmiko, 2008:19 Salah satu produk media informasi yang paling populer modern ini
adalah televisi. Hadirnya industri pertelevisian menambah gairah baru dalam bermasyarakat. Dalam perkembanganya televisi bukan lagi sebagai media
pemberi informasi kepada masyarakat, melainkan juga memberi pilihan kepada masyarakat untuk memilih informasi sesuai dengan selera mereka. Selain itu,
media televisi menjadi lahan baru bagi kaum kapitalis untuk mempromosikan produknya kepada konsumen. Karena televisi dijadikan sebagai lahan bisnis,
seringkali penyampaian informasinya membawa masyarakat kepada pergeseran kebudayaan. Televisi dalam hasil produksinya memberikan begitu banyak pilihan
dan sajian yang menggiurkan dengan penayangan yang menggunakan pendekatan persuasif dan sering kali menyampingkan tayangan yang bersifat edukatif. Hal ini
membuat masyarakat mengkonsumsi apa yang disajikan tanpa ada kontrol baik dari dirinya maupaun lingkunganya.
Program televisi yang sangat digemari oleh masyarakat dalam satu dekade terakhir adalah sinetron. Sinetron merupakan sandiwara yang
bersambung. Kehadiran sinetron pada awal mulanya sebagai media waktu luang untuk menghibur masyarakat setelah melakukan rutinitas seharian. Namun,
3
kehadiran sinetron di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini menjadi sebuah dilema. Banyaknya pihak yang terlibat dalam sebuah program sinetron membawa
perubahan tersendiri, tuntutan mempertahankan idealisme dinomorduakan sedangkan kebutuhan materi menjadi pilihan utama. Kehadiran sinetron yang
menyajikan tontonan serba cepat dan selintas membuat seseorang terperangkap dengan penuh daya pikat sehingga mengalami kesulitan membedakan mana yang
penting dan mana yang tidak penting dan mana yang dipikirkan dan yang tidak dipikirkan. Tayangan-
tayangan yang serba “wah dan liberal”, membuat konsumen lupa dengan dirinya. Tayangan sinetron secara perlahan tapi pasti akan
membentuk budaya kawula muda yang berorientasi gaya hidup. Bagian lain dari program pertelevisian adalah iklan. Televisi komersial
saat ini dianggap sebagai salah satu sarana yang paling efektif oleh produsen untuk mengiklankan produk mereka. Iklan yang mulai berkembang sejak abad ke-
18 sampai sekarang begitu banyak menawarkan berbagai produk yang membuat konsumenya ikut ambil bagian di dalamnya terutama untuk memenuhi hasrat
mereka. “Permainan periklanan yang didominasi oleh produk-produk murahan saling serang untuk mendapat posisi di hati konsumen juga menarik pelanggan
baru agar terus berdatangan”, Myers, 1986:6. Iklan dijadikan citra neteral yang mudah ditiru, dijiplak, dipakai sesuka hati oleh setiap orang. Karena urusan
mengkonsumsi bukan lagi menjadi milik orang berduit tetapi menjadi milik umum seperti halnya orang miskin yang mencomot atau memakai gaya hidup
tertentu.
4
Selain media massa, lingkungan pergaulan juga mempengaruhi gaya hidup seseorang. Keputusan konsumen menggunkakan suatu produk tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor internal konsumen itu sendiri, tetapi keputusan konsumen menggunakan suatu produk saat ini cendrung mengikuti perubahan-
perubahan lingkungan eksternal lingkungan pergaulan konsumen. Lingkungan pergaulan merupakan lingkungan yang berada di sekeliling konsumen misalnya:
orang tua, teman-teman dan kelompok referensi artis. Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, sasaran yang paling
empuk dari produk-produk gaya hidup lebih banyak ditujukan pada konsumen perempuan daripada laki-laki. Oleh karena itu, penelitian ini memfokus pada
Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Alasan peneliti memilih perempuan dalam penelitian ini: pertama, menurut Ros Coward,
“perempuan didorong untuk mengkonsumsi citra. Kita, audiens, mengkonsumsi makna, dan dengan melakukan hal tersebut mampu menafsirkan, melengkapi
pesan periklanan. Dalam tindakan mencerna, kita menemukan diri kita sendiri, menemukan makna hidup kita yang amat penting, melanjutkan hidup kita melalui
pembelian berbagai produk. Dapat dikatakan bahwa hal ini adalah proses yang juga dialami oleh laki-laki. Namun, hal yang paling penting yang dikemukakan
oleh Coward adalah bahwa perempuan lebih rentan terhadap proses tersebut karena proses pengasuhan mereka dan harapan sosial mendefinisikan mereka
sebagai konsumen dan sebagai citra untuk dikonsumsi oleh tatapan laki-laki atau postfeminisme
”.Myers, 1986:171.
5
Kedua, karena saat ini perempuan berlomba-lomba mengejar prestasi “berpakaian”. Karena, sebagian perempuan khususnya, dalam berpakaian selalu
mengkuti mode terkini. Bahkan mereka mengikuti gaya hidup artis di stasiun- stasiun televisi yang banyak menampilkan contoh gaya hidup dalam berpakaian
yang mengikuti mode orang barat. “Gambaran-gambaran femininitas dalam
media massa mungkin tidak mengubah cara kita sebenarnya berpakain, tetapi mereka mungkin mempengaruhi cara kita berpikir tentang apa arti menjadi
seorang perempuan ”.Gamble, 2004:140. Ketiga, peneliti ingin mengetahui sikap
kritis mahasiswi terhadap perkembangan media informasi sinetron dan iklan dan lingkungan pergaulan yang secara sadar maupun secara tidak sadar sudah
berkontribusi terhadap gaya hidup mereka. Penelitian ini menjadi penating jika gaya hidup mahasiswi sangat dipengaruhi oleh sinetron, iklan, dan lingkungan
pergaulan mengindikasikan perilaku konsumerisme. Kejadian semacam ini sangat berpengaruh terhadap kondisi keuangan mereka yang sebagian besar kiriman dari
orang tua bukan hasil kerja sendiri. Dari uraian di atas, maka peneliti t
ertarik untuk meneliti ”Kontribusi Sinetron, iklan, dan Lingkungan Pergaulan Terhadap Gaya Hidup Mahasiswi
Pendidikan Ekonomi Universitas sanata Dharma”.
B. Rumusan Masalah