Rekayasa Produktivitas Rekayasa Berbasis Teknologi Reliability Centered Maintenance RCM

V-32 3. Manajemen perusahaan dapat mengetahui informasi berharga dalam menilai sumberdaya apa saja yang dimiliki yang termasuk dalam sumberdaya kritis, semi kritis dan non-kritis sehingga penentuan target output dan perencanaan sumberdaya dan prioritas untuk periode berikutnya dapat disusun lebih akurat. 4. Hasil pengukuran dapat digunakan sebagai salah satu faktor utama dalam menlai daya saing perusahaan dengan perusahaan kompetitor. 5. Hasil pengukuran sangat membantu dalam penentuan target-target perbaikan. 6. Data capaian produktivitas dari satu periode ke periode lainnya merupakan salah satu faktor pendukung kuat bagi manajemen dalam melakukan aktivitas tawar-menawar bisnis secara kolektif.

3.2. Rekayasa Produktivitas

Rekayasa produktivitas merupakan bagian dari rekayasa industri dimana seorang perekayasa industri mendesain, mengembangkan dan menginstalasi dari sistem integrasi manusia, mesin dan material sedangkan seorang perekayasa produktivitas berfokus pada mendesain, menginstalasi dan melakukan perawatan terhadap sistem pengukuran produktivitas, evaluasi dan perencanaan produktivitas serta pengembangan produktivitas. Secara umum, rekayasa produktivitas didefinisikan sebagai perancangan, pengembangan dan pemeliharaan sistem pengukuran, evaluasi, perencanaan baik dalam perusahaan manufaktur maupun jasa. Ada 5 tipe basis pendekatan dalam rekayasa produktivitas antara lain: 1. Rekayasa berbasis teknologi Universitas Sumatera Utara V-33 2. Rekayasa berbasis tenaga kerja 3. Rekayasa berbasis produk 4. Rekayasa berbasis tugas 5. Rekayasa berbasis bahan

3.3. Rekayasa Berbasis Teknologi

Rekayasa berbasis teknologi dalam perbaikan produktivitas mempunyai peranan yang signifikan dibandingkan dengan teknik-teknik perbaikan produktivitas lainnya. Pengertian teknologi dalam konteks ini adalah penggunaan metode-metode ilmiah dalam menangani masalah-masalah produktivitas, seperti Computer Aided Design, Computer Aided Manufacturing, Integrated CAM, Robotics, Laser Beam Technology, Energy Technology, Group Technology, Computer Graphics, Emulation, Maintenance Management dan Rebuilding Old Machinery

3.4. Maintenance Management

Manajemen perawatan maintenance management adalah suatu pendekatan formal pemeliharaan untuk menjamin maintenability dan kehandalan mesin dan peralatan yang digunakan saat ini dapat berjalan sesuai harapan. Adapun tujuan dari perawatan maintenance yang utama dapat didefinisikan sebagai berikut: 4 4 Antony Corder, Teknik Manajemen Pemeliharaan Jakarta; Erlangga; 1992, h. 3 Universitas Sumatera Utara V-34 1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya. Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian. 2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi return on investment yang maksimum. 3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu. 4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. 3.4.1. Pengklasifikasian Perawatan Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Planned dan unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1. Maintenance Planned Maintenance Unplanned Maintenance Predictibe Maintenance Preventive maintenance Corrective Maintenance Breakdown Maintenance Gambar 3.1. Klasifikasi Perawatan Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga Universitas Sumatera Utara V-35 Adapun klasifikasi dari perawatan mesin adalah: 1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yangpelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance terbagi atas 2, yaitu: a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu peralatankomponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance terbagi atas: 1. Time based Maintenance Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya. 2. Condition based Maintenance Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari peralatanasset, dengan tujuan untuk memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan. b. Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan. 2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yangpelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu: a. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan Universitas Sumatera Utara V-36 untukmemperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan pada mesin tersebut. b. Breakdown Maintenace, yaitu suatu kegiatan perawatan yang pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.

3.4.1.1. Preventive Maintenance

Preventive maintenance adalah suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu peralatankomponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Kegiatan preventive maintenance dilakukan erat kaitannya dalam hal menghindari suatu sistem atau peralatan mengalami kerusakan.Pada kenyatannya, kerusakan masih mungkin saja terjadi meskipun telah dilakukan preventivemaintenance. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan preventive maintenance yaitu : 1. Menghindari terjadinya kerusakan 2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan 3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive maintenance antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi terjadinya perbaikan repairs dan downtime. Universitas Sumatera Utara V-37 2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan 3. Meningkatkan kualitas dari produk 4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan 5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik dan keselamatan 6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan yang parah 7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya 8. Meningkatkan kontrol dari peralatan dan mengurangi inventory level. 9. Memperbaiki sistem informasi terhadap peralatankomponen 10. Meningkatkan identifikasi dari masalah yang dihadapi

3.4.1.2. Corrective Maintenance

Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukanuntuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu preventive maintenance.Pada umumnya, corrective maintenance bukanlahaktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula. Corrective Maintenance di dalam buku “Maintanability, Maintenance and Realibility for Engineers”, diasumsikan bahwa corrective maintenance dapat dilaksanakan dengan lima langkah berikut: 1. Mengetahui penyebab kegagalan failure recognition. 2. Lokasi kegagalan failure location. 3. Mendiagnosa peralatan atau unit-unit yang gagal dianogsis within the Universitas Sumatera Utara V-38 equipment or item. 4. Mengganti atau memperbaiki bagian yang gagal failed part replacement orrepair. 5. Mengembalikan sistem ke kondisi menjalankan tugasnya kembali system to service.

3.4.2. Teknik-teknik dalam Analisis Sistem Perawatan

3.4.2.1. Pareto Diagram

Pareto Diagram dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilredo Pareto pada abad ke 19. Pareto Diagram digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling kecil disebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji. Dengan bantuan Pareto Diagram tersebut kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab suatu waktu.

3.4.2.2. Diagram Sebab Akibat

Diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab sebab dan karakteristik kualitas akibat yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram ini sering juga disebut diagram tulang ikan fishbone diagram karena bentuknya seperti tulang ikan atau diagram Ishikawa karena Universitas Sumatera Utara V-39 pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943. Langkah-langkah dalam pembuatan diagram ini dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Dimulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. 2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat effect. Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas kepala ikan, kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah tersebut dalam kotak. 3. Tuliskan faktorfaktor penyebab utama yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar. Faktor ini dapat dikembangkan melalui: stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor manusia, mesinperalatan, metode kerja, lingkungan kerja dan lain-lain. 4. Tuliskkan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab- penyebab utama dan dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran sedang. 5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab sekunder dan dinyatakan sebagai ulang-tulang kerukuran kecil.

6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor.

7. Catatah informasi yang perlu di dalam diagram tersebut.

3.5. Reliability Centered Maintenance RCM

Reliability Centered Maintenance RCM adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan sumber daya untuk Universitas Sumatera Utara V-40 menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang efektif. Pendekatan RCM dalam melaksanakan program maintenance dominan bersifat predictive dengan pembagian sebagai berikut: 1. 10 Reactive 2. 25 - 35 Preventive 3. 45 - 55 Predictive. Tujuan dari RCM adalah: 1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan perawatan yang efektif. 2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada level-level tertentu dari sistem. 3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan. 4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum. Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun keuntungan RCM adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien. 2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak diperlukan. 3. Minimisasi frekuensi overhaul. 4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak. 5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis. Universitas Sumatera Utara V-41 6. Meningkatkan reliability komponen. 7. Menggabungkan root cause analysis. Adapun kerugian RCM adalah dapat menimbulkan biaya awal yang tinggin untuk training, peralatan dan sebagainya.

3.5.1. Langkah-Langkah Penerapan RCM

Sebelum menerapkan RCM, harus ditentukan terlebih dahulu langkah- langkah yang diperlukan dalam RCM. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM dijelaskan dalam bagian berikut: 1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan pengumpulan informasi. a. Pemilihan Sistem Untuk melaksanakan pemilihan system muncul pertanyaan tentang prosedur apa yang harus dilakukan untuk mengetahui potensial terbesar untuk dilakukan proses analisis. Cara yang langsung dan terpercaya yang dapat menyelesaikan pertanyaan ini adalah aturan 80-20. Untuk menerapkan aturan 80-20 sebagai dasar dalam pemilihan sistem, kita harus mengumpulkan data yang berhubungan dengan downtime dan menggambarkannya dalam diagram pareto b. Pengumpulan Informasi Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem Universitas Sumatera Utara V-42 bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi. Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan. 2. Pendefinisian Batasan Sistem Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya. 3. Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus dikembangkan yaitu deskripsi sistem, blok diagram fungsi, dan system work breakdown structure SWBS. a. Deskripsi Sistem Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui komponen- komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen-komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi. Sedangkan informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat dipakai sebagai informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan pemeliharaan pencegahan. Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian sistem adalah: Universitas Sumatera Utara V-43 1. Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara sistem beroperasinya yang dipakai sebagai acuan untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di kemudian hari. 2. Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh. 3. Dapat diidentifikasi parameter-parameter yang menyebabkan kegagalan sistem. b. Blok Diagram Fungsi Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan, keluaran dan interaksi antara susb-sub sistem tersebut dapat tergambar dengan jelas. c. System Work Breakdown Structure SWBS System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan Program Evaluation and Review Technique PERT oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat DoD. Pada tahap ini akan digambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari subsistemkomponen. 4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi Pada bagian ini, proses analisis lebih difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kepada kegagalan peralatan karena kegagalan komponen akan dibahas lebih lanjut di tahapan berikutnya FMEA. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem. Universitas Sumatera Utara V-44 5. Failure Mode and Effect Analysis FMEA Failure Mode and Effect Analysis FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari sistem yang terdiri dari komponen komponen dan menganalisis pengaruh-pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut. Dengan penelusuran pengaruh-pengaruh kegagalan komponen sesuai dengan level sistem, item-item khusus yang kritis dapat dinilai dan tindakan- tindakan perbaikan diperlukan untuk memperbaiki desain dan mengeliminasi atau mereduksi probabilitas dari mode-mode kegagalan yang kritis. Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number RPN untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity Keparahan, Occurrence Frekuensi Kejadian, Detection Deteksi Kegagalan yang menunjukkan tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. RPN dapat dirunjukkan dengan persamaan sebagai berikut: RPN = Severity Occurrence Detection Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga komponen tersebut adalah: a. Severity Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak potensial yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan Universitas Sumatera Utara V-45 terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalanyang terjadi memiliki dampak yang sangat besar terhadap sistem. Tingkatan efek ini dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan seperti pada Tabel 3.1.berikut ini. Tabel 3.1. Tingkatan Severity Rating Criteria of Severity Effect 10 Tidak berfungsi sama sekali 9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan 8 Kehilangan fungsi utama 7 Pengurangan fungsi utama 6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan 5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan 4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah 3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah 2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah 1 Tidak ada efek Sumber: Harpco Systems b. Occurrence Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut. Universitas Sumatera Utara V-46 Tabel 3.2. Tingkatan Occurence Sumber: Harpco Systems c. Detection Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan ataumengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat pada Tabel 3.3. berikut ini. Tabel 3.3. Tingkatan Detection Rating Detection Design Control 10 Tidak mampu terdeteksi 9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi 8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi 7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi 6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi 5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi 4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi 3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi 2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi 1 Pasti terdeteksi Sumber: Harpco Systems Rating Probability of Occurrence 10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan 9 35-50 per 7200 jam penggunaan 8 31-35 per 7200 jam penggunaan 7 26-30 per 7200 jam penggunaan 6 21-25 per 7200 jam penggunaan 5 15-20 per 7200 jam penggunaan 4 11-14 per 7200 jam penggunaan 3 5-10 per 7200 jam penggunaan 2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan 1 Tidak pernah sama sekali Universitas Sumatera Utara V-47 6. Logic Decision Tree Analysis LTA Penyusunan Logic Tree Analysis LTA memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut: a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi ganguan dalam sistem? b. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin terhenti? d. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. 8. Pemilihan Tindakan Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut: a. Aplikatif, tugas tersebut akan dapat mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan atau menemukan kegagalan tersembunyi. Universitas Sumatera Utara V-48 b. Efektif, tugas tersebut harus merupakan pilihan dengan biaya yang paling efektif diantara kandidat lainnya.

3.6. Keandalan

Dokumen yang terkait

Pengembangan Sistem Pemeliharaan Mesin Dengan Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) dan Failure And Mode Effect Analysis (FMEA) Pada Pabrik Kertas Rokok PT. Pusaka Prima Mandiri

11 150 124

Perancangan Preventive Maintenance dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dengan Mengaplikasikan Grey FMEA pada PT. Kharisma Abadi Sejati

26 189 143

Perencanaan Perawatan Mesin-Mesin Produksi Menggunakan Metode RCM (Reliability Centered Maintenance) DI PT Tjita Rimba Djaja

55 194 281

Perancangan Preventive Maintenance Berdasarkan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) pada PT. Sinar Sosro

47 151 150

Rancangan Perbaikan Produktivitas Berbasis Teknologi dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (Studi Kasus: PT. Jakarana Tama)

0 0 18

Rancangan Perbaikan Produktivitas Berbasis Teknologi dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (Studi Kasus: PT. Jakarana Tama)

0 0 1

Rancangan Perbaikan Produktivitas Berbasis Teknologi dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (Studi Kasus: PT. Jakarana Tama)

0 0 5

Rancangan Perbaikan Produktivitas Berbasis Teknologi dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (Studi Kasus: PT. Jakarana Tama)

0 1 6

Rancangan Perbaikan Produktivitas Berbasis Teknologi dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (Studi Kasus: PT. Jakarana Tama)

0 0 2

Rancangan Perbaikan Produktivitas Berbasis Teknologi dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (Studi Kasus: PT. Jakarana Tama)

0 0 12