9
Penjumlah SATU, DUA, SEMUA, BANYAK, BEBERAPA
Evaluator BAIK, BURUK
Predikat mental PIKIR, TAHU, INGIN, RASA, LIHAT , DENGAR
Ujaran UJAR, KATA, BENAR
Tindakan, peristiwa, gerakan, perkenaan
LAKU, TERJADI, GERAK, SENTUH
Keberadaan dan milik ADA, PUNYA
Hidup dan Mati HIDUP, MATI
Waktu BILAWAKTU, SEKARANG, SEBELUM,
SETELAH, LAMA, SEKEJAP, SEBENTAR, SEKARANG ,SAAT
Ruang DI MANATEMPAT, DI SINI, DI ATAS, DI
BAWAH, JAUH, DEKAT, SEBELAH, DALAM Konsep logis
TIDAK, MUNGKIN, DAPAT, KARENA, JIKA Augmentor, intensifier
SANGAT, LEBIH Kesamaan
SEPERTI Sumber :Goddard 2006:12 dalam Mulyadi 2009: 5
2.2.2 Polisemi Takkomposisi
Asumsi lain yang mendasari teori ini adalah polisemi. Goddard 1996 dalam Purwo 2000:245 mengatakan bahwa polisemi takkomposisi adalah bentuk
leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya hubungan komposisi antara satu eksponen lainnya
karena eksponen tersebut memiliki kerangka gramatikal yang berbeda. Dalam
10
verbatindakan ‘membawa’
initerjadi polisemi takkomposisi antara MELAKUKAN dan TERJADI, sehingga pengalam memiliki eksponen sebagai
berikut : ‘X melakukan sesuatu, dankarena itu sesuatu terjadi pada Y’. Goddard juga mengatakan bahwa terdapat dua jenis hubungan yaitu:
hubungan yang menyerupai entailmeny like relationship, seperti MELAKUKAN, TERJADI, dan hubungan implikasi implicational relationship,
seperti MERASAKAN,TERJADI. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut.
1 X MELAKUKAN sesuatu pada Y
Sesuatu TERJADI pada Y 2
Jika X MERASAKAN sesuatu Maka sesuatu TERJADI pada X
Berdasarkan contoh di atas, dari verba MELAKUKAN dan TERJADI dapat diketahui perbedaan sintaksisnya yaitu bahwa MELAKUKAN memerlukan
dua argumen sedangkan TERJADI hanya membutuhkan satu argumen dan pada verba TERJADI dan MERASAKAN terjadi hubungan implikasi dimana apabila
X MERASAKAN sesuatu, maka sesuatu TERJADI pada X.
2.2.3 Sintaksis Universal
Sintaksis universal dikembangkan Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an yang merupakan perluasan dari sistem makna asali. Makna memiliki struktur yang
sangat kompleks dan tidak hanya dibentuk dari elemen sederhana, seperti seseorang ingin, tahu; tetapi dari komponen berstruktur kompleks Wierzbicka
11
1996 dalam Purwo 2000:246.Sintaksis universal terdiri atas kombinasi butir-butir leksikon makna asali universal yang membentuk proposisi sederhana sesuai
dengan perangkat morfosintaksis. Misalnya: INGIN akan memiliki kaidah universal tertentu dalam konteks: Saya INGIN melakukan ini Beratha dalam
Purwo, 2000:246.
2.2.4 Struktur Semantis
Konfigurasi makna kata disebut dengan struktur semantis.Struktur semantis ini dapat dipahami karena adanya relasi gramatikal antara verba dan
argumen yang dimiliki oleh verba tersebut.Secara universal setiap verba memiliki khasanah makna yang berbeda-beda sehingga sebuah verba dapat memiliki
struktur semantis yang sederhana dan kompleks.Struktur semantis adalah jaringan relasi semantis diantara kata-kata di dalam sistem leksikal suatu bahasa.Oleh
karena itu pula dikatakan bahwa setiap bahasa pasti memiliki struktur semantik Lyons, 1995 dalam Mulyadi 2003:5.
Struktur semantis dapat dijelaskan dengan menggunakan teori MSA yang selama ini dianggap berhasil mengeksplikasikan berbagai makna lintas
bahasa.Dengan alat bedah berupa pemetaan dari Metabahasa Semantik Alami MSA akan diperoleh gambaran yang jelas tentang struktur semantik verba
BAWA bahasa Batak Toba.Teori MSA sangat membantu dalam mengkaji struktur semantis verba BAWA dalam bahasa Batak Toba dengan menggunakan teknik
eksplikasi parafrasa. Teori MSA mempunyai keunggulan yaitu MSA dapat
12
diterima oleh semua penutur jati karena parafrasa maknanya dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah.
Parafrasa bisa dikatakan sebagai pengungkapan kembali konsep dengan cara lain dalam bahasa yang sama tanpa mengubah maknanya Wierzbickadalam
Purwo 2000: 248.Parafrasa harus mengikuti kaidah-kaidah berikut : 1.
Parafrasa harus menggunakan kombinasi sejumlah makna asali yang telah diusulkan oleh Weirzbicka. Kombinasi sejumlah makna asali diperlukan
terkait dengan klaim dari teori MAM, yaitu suatu bentuk tidak dapat diuraikan hanya dengan memakai satu makna asali.
2. Parafrasa dapat pula dilakukan dengan memakai unsur yang merupakan
kekhasan suatu bahasa. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan unsur-unsur yang merupakan keunikan bahasa itu sendiri untuk menguraikan
makna. 3.
Kalimat parafrasa harus mengikuti kaidah sintaksis bahasa yang dipakai untuk memparafrasa.
4. Parafrasa selalu menggunakan bahasa yang sederhana.
5. Kalimat parafrasa kadang-kadang memerlukan indentasi dan spasi khusus.
2.2.5 Kategorisasi