Ketahanan Pangan Keluarga Buruh Kayu

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Ketahanan Pangan Keluarga Buruh Kayu

Adanya pencapaian ketahanan pangan di tingkat nasional maupun daerah belum tentu dapat menjamin ketahanan pangan di tingkat keluarga. Walaupun di pasar dan gudang bulog berlimpah bahan makanan pokok, seperti beras, tepung maupun bahan pangan lainnya tetapi masih banyak ditemukan beberapa keluarga yang memiliki derajat ketahanan pangan yang tidak tahan pangan. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan keluarga dalam menjangkau pangan atau keluarga tidak mempunyai akses yang cukup terhadap pangan. Hasil penelitian Ariani Handewi 2003 menjelaskan bahwa ketahanan pangan dapat diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi oleh masyarakat untuk dapat dijadikan sebagai modal beraktivitas sehari-hari sepanjang waktu. Oleh karena itu, ketahanan pangan tidak bisa hanya ditinjau dari tingkat nasional saja tetapi juga tingkat keluarga. Ketahanan pangan keluarga buruh kayu pada penelitian ini diukur melalui klasifikasi silang antar dua indikator ketahanan pangan keluarga, yaitu tingkat atau proporsi pengeluaran pangan keluarga dan kecukupan konsumsi energi keluarga kkal. Berdasarkan kedua indikator tersebut, terdapat 4 penggolongan ketahanan pangan keluarga, yaitu keluarga tahan pangan, rentan pangan, kurang pangan, serta Universitas Sumatera Utara rawan pangan. Pada penelitian ini, sebagian besar sampel penelitian berada pada kelompok keluarga yang rentan pangan 61,4, dan sisanya adalah keluarga rawan pangan 22,9, keluarga tahan pangan 12, dan keluarga kurang pangan 3,6. Ketahanan pangan keluarga terbanyak adalah tergolong rentan pangan. Hal ini berarti bahwa keluarga tersebut memiliki tingkat atau proporsi pengeluaran pangan yang tinggi dan kecukupan konsumsi energi keluarga buruh kayu terpenuhi. Keluarga yang tergolong rawan pangan adalah keluarga yang memiliki tingkat atau proporsi pengeluaran yang tinggi, namun kecukupan konsumsi energinya belum juga dapat terpenuhi. Keluarga yang tergolong kurang pangan adalah keluarga dengan tingkat atau proporsi pengeluaran pangan yang rendah sehingga konsumsi energi pun belum dapat dipenuhi. Sedangkan keluarga yang tergolong tahan pangan merupakan derajat ketahanan pangan terbaik, dimana keluarga tersebut memiliki tingkat atau proporsi pengeluaran pangan yang rendah namun kecukupan konsumsi energi keluarga dapat terpenuhi. Menurut Adriani M dan Bambang W 2012, salah satu subsistem ketahanan pangan adalah akses ke pangan, yang terdiri dari akses fisik, sosial dan ekonomi. Ditinjau dari akses fisik, keluarga buruh kayu dapat memperoleh bahan pangan dari pasar tradisional, warung, ataupun toko yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Hal ini dikarenakan Kampung Kotalintang bukanlah merupakan daerah pedesaan yang terisolasi. Jarak antara rumah keluarga buruh kayu di Kampung Kotalintang dengan pasar tradisional sangat dekat dan dapat ditempuh dalam waktu lima menit dengan kenderaan pribadi sepeda motor atau mobil. Selain itu, ditinjau dari akses Universitas Sumatera Utara sosial, Kampung Kotalintang bukanlah merupakan daerah konflik ataupun perang, dimana kondisi tersebut dapat menjadi hambatan masyarakat dalam memperoleh pangan. Tidak adanya masalah pada kedua aspek tersebut menandakan bahwa pangan dapat dijangkau oleh keluarga buruh kayu di Kampung Kotalintang. Namun, jika ditinjau dari segi akses ekonomi, sebagian besar keluarga buruh kayu memiliki hambatan. Sebagian besar, pekerjaan sebagai buruh kayu memiliki jumlah pendapatan yang kecil dan tidak pasti, dengan jumlah pendapatan per bulan sebesar kurang dari Rp 1.750.000 di bawah Upah Minimum Provinsi Aceh Tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh kondisi Sungai Tamiang sebagai media transportasi yang seringkali mengalami masalah. Adanya faktor cuaca yang menyebabkan kondisi Sungai Tamiang yang kadang pasang dan surut menyebabkan kayu susah dibawa dari hulu ke hilir untuk diolah di kilang kayu saw mill. Maka dari itu, dalam pemenuhan kebutuhan primer, sebagian besar pendapatan keluarga buruh kayu dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi pangan. Akibatnya, tingkat atau proporsi pengeluaran pangan mereka menjadi tinggi. Meskipun sebagian besar pendapatan keluarga buruh kayu tergolong di bawah UMP namun konsumsi energi rata-rata keluarga buruh kayu dapat tercukupi. Hal ini dikarenakan adanya sistem tolong menolong yang terjalin pada masyarakat di Kampung Kotalintang. Pada umumnya, pemilik warung yang menjual lauk pauk maupun sayuran di Kampung Kotalintang berbaik hati untuk memberikan hutang kepada keluarga buruh kayu yang sedang mengalami masalah ekonomi. Dan Universitas Sumatera Utara hutang tersebut akan dibayar ketika kayu turun ada pekerjaan, mengingat bahwa besar pendapatan buruh kayu tidak pasti setiap bulannya karena kondisi Sungai Tamiang. Oleh sebab itu, dalam hal ini diperlukan peningkatan pendapatan keluarga yang dapat dilakukan melalui kegiatan diversifikasi usaha dengan alternatif program padat karya dan keterampilan untuk usaha skala kecilkeluarga yang dapat dilakukan oleh ibu-ibu keluarga buruh kayu yang tidak bekerja atau ibu keluarga. Kurangnya pendapatan juga merupakan alasan yang dapat melatarbelakangi bahwa sebagian besar keluarga buruh kayu lebih mengutamakan kuantitas makanan yang mereka konsumsi daripada kualitasnya. Jenis pangan yang dominan dikonsumsi oleh keluarga buruh kayu adalah jenis pangan sumber energi atau sumber karbohidrat yang banyak ditawarkan di sekitar daerah Kampung Kotalintang dengan harga yang relatif lebih murah. Sehingga secara kuantitas, konsumsi energi keluarga dapat tercukupi lebih dari 80 angka kecukupan energi rata-rata keluarga. Namun, jika ditinjau dari segi kualitas, makanan yang mereka konsumsi masih kurang beragam. Alasan inilah yang menjadikan ketahanan pangan sebagian besar keluarga buruh kayu di Kampung Kotalintang tergolong jelek, atau hanya mencapai status rentan pangan. Oleh karena itu, perhatian pemerintah daerah sangat diperlukan dalam pemantapan ketahanan pangan yang dapat dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat pedesaan guna mewujudkan ketahanan pangan yang baik untuk seluruh lapisan masyarakat. Universitas Sumatera Utara

5.2 Status Gizi Keluarga Buruh Kayu

Dokumen yang terkait

Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB

3 79 102

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 21

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 2

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 12

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 32

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 1 8

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 39

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA IBU TENTANG IMUNISASI BCG PUSKESMAS KOTALINTANG KABUPATEN ACEH TAMIANG

0 0 7

Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga Buruh Kayu di Kampung Kotalintang Kecamatan Kota Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh Tahun 2014

0 1 38

Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga Buruh Kayu di Kampung Kotalintang Kecamatan Kota Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh Tahun 2014

0 0 16