Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah

nilai ri tertinggi atau memberikan kontribusi tertinggi dalam menciptakan kesempatan kerja yaitu sebesar 3,40. Setelah itu ada sektor jasa-jasa sebesar 1,06.

5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah

Komponen-komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Jembrana terdapat pada Tabel 5.4. Pertumbuhan kesempatan kerja Provinsi Bali mempengaruhi peningkatan kesempatan kerja Kabupaten Jembrana sebanyak 9.857 orang atau sekitar delapan persen sebelum Otonomi Daerah. Setelah Otonomi Daerah pertumbuhan kesempatan kerja Provinsi bali mempengaruhi peningkatan kesempatan kerja Kabupaten Jembrana sebanyak 24.128 orang atau 21 persen. Tabel 5.4. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Jembrana Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2005 Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah PR i PR i No. Sektor Usaha Orang Persen Orang Persen 1 Pertanian 4.349 8,00 11.935 21,00 2 Pertambangan dan Penggalian 133 8,00 89 21,00 3 Industri Pengolahan 1.556 8,00 3.171 21,00 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 17 8,00 18 21,00 5 Bangunan 587 8,00 1.822 21,00 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.615 8,00 4.378 21,00 7 Transportasi dan Komunikasi 587 8,00 767 21,00 8 Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan 54 8,00 369 21,00 9 Jasa-jasa 958 8,00 1.579 21,00 TOTAL 9.857 8,00 24.128 21,00 Sumber : BPS Provinsi Bali, 1996-2005 data diolah Sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar menerima pengaruh dari perubahan kesempatan kerja regional Provinsi Bali. Dapat dilihat dari nilai pertumbuhan regionalnya yang paling tinggi baik sebelum Otonomi Daerah yaitu sebanyak 4.349 orang maupun setelah Otonomi Daerah yaitu sebanyak 11.935 orang. Sedangkan sektor yang paling sedikit menerima pengaruh dari perubahan kesempatan kerja Provinsi Bali adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih sebelum maupun setelah Otonomi Daerah. Terlihat dari komponen Pertumbuhan Regional, sektor tersebut merupakan yang paling rendah yaitu sebanyak 17 orang sebelum Otonomi Daerah dan 89 orang setelah Otonomi Daerah. Tabel 5.5 memperlihatkan komponen Pertumbuhan Proporsional yang merupakan pengaruh kedua dari pertumbuhan kesempatan kerja regional. Pertumbuhan Proporsional mengakibatkan penurunan sebesar 0,41 persen sebelum Otonomi Daerah yang mengindikasikan bahwa pertumbuhannya lambat. Setelah Otonomi Daerah pertumbuhan proporsional mengakibatkan penurunan sebesar 1,01 persen yang mengindikasikan bahwa pertumbuhannya juga lambat. Tabel 5.5. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Jembrana Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2005 Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah PP i PP i No. Sektor Usaha Orang Persen Orang Persen 1 Pertanian -11.807 -21,72 -1.826 -3,21 2 Pertambangan dan Penggalian -929 -55,74 305 71,84 3 Industri Pengolahan 2.856 14,68 2.008 13,30 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih -101 -48,74 -41 -48,38 5 Bangunan 809 11,01 -646 -7,45 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 5.303 26,27 -1.912 -9,17 7 Transportasi dan Komunikasi 3.183 43,36 -683 -18,71 8 Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan 599 88,45 -62 -3,55 9 Jasa-jasa -423 -3,53 1.700 22,61 TOTAL -511 -0,41 -1.158 -1,01 Sumber : BPS Provinsi Bali, 1996-2005 data diolah Sektor yang memiliki komponen Pertumbuhan Proporsional negatif sebelum Otonomi Daerah yaitu sektor 1 pertanian sebesar 21,72 persen ; 2 Pertambangan dan Penggalian sebesar 55,74 persen; 3 Listrik, Gas, dan Air Bersih sebesar 48,74 persen; dan 4 Jasa-jasa sebesar 3,53 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lamban. Sebaliknya, kelima sektor lainnya memiliki komponen Pertumbuhan Proporsional yang positif yaitu sektor: 1 Industri Pengolahan; 2 Bangunan; 3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran; 4 Transportasi dan Komunikasi; serta 5 Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan. Sektor yang memiliki komponen Pertumbuhan Proporsional tertinggi adalah sektor Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan sebesar 88,45 persen, hal ini mengindikasikan bahwa sektor tersebut pertumbuhannya paling cepat. Berbeda dengan keadaan sebelum Otonomi Daerah, setelah Otonomi Daerah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran justru memiliki komponen Pertumbuhan Proporsional negatif sebesar negatif 9,17. Lima sektor lainnya juga memiliki komponen Pertumbuhan Proporsioanal negatif yaitu sektor: 1 Pertanian; 2 Listrik, Gas, dan Air Bersih; 3 Bangunan; 4 Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta 5 Transportasi dan Komunikasi. Hanya sektor Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; dan Jasa-jasa yang memiliki komponen positif yang artinya, tiga sektor tersebutlah yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Sektor Industri pengolahan yang memiliki komponen pertumbuhan proporsional paling tinggi setelah Otonomi Daerah yaitu sebanyak 13,30 orang. Tabel 5.6. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2005 Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah PPW i PPW i No. Sektor Usaha Orang Persen Orang Persen 1 Pertanian 8.934 16,43 -15.899 -27,97 2 Pertambangan dan Penggalian 351 21,08 -167 -39,24 3 Industri Pengolahan -4.043 -20,79 -618 -4,10 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 41 19,66 312 367,65 5 Bangunan 816 11,12 -1.670 -19,24 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran -1.763 -8,73 152 0,73 7 Transportasi dan Komunikasi -3.280 -44,68 2.130 58,33 8 Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan -132 -19,44 341 19,36 9 Jasa-jasa -1.885 -15,74 4.674 62,16 TOTAL -961 -0,78 -10.745 -0,11 Sumber : BPS Provinsi Bali, 1996-2005 data diolah Tabel 5.6 menunjukkan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah yang mengindikasikan daya saing dari masing-masing sektor maupun keseluruhan. Sebelum Otonomi Daerah empat sektor memiliki komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Positif yang artinya memiliki kemampuan daya saing yang baik yaitu : 1 sektor Pertanian sebesar 16,43 persen, 2 sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 21,08 3 sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih sebesar 19,66 persen, dan 4 sektor Bangunan sebesar 11,12 persen. Sedangkan lima sektor usaha lainnya memiliki komponen PPW negatif yang berarti tidak memiliki daya saing yang baik. Sektor-sektor tersebut yaitu: 1 Industri Pengolahan; 2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran; 3 Transportasi dan Komunikasi; 4 Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan; serta 5 Jasa-jasa lainnya. Setelah Otonomi Daerah, terjadi pergeseran daya saing yang negatif yang artinya menjadi tidak memiliki daya saing yang baik yaitu pada 1 sektor Pertanian berubah menjadi negatif 27.97 persen 2 sektor Pertambangan dan Penggalian menjadi negatif 39,24 persen dan 3 sektor Bangunan menjadi sebesar negatif 19,24 persen. sedangkan sektor Industri Pengolahan tetap memiliki komponen negatif yang artinya masih tidak memiliki daya saing yang baik. Sektor Listrik, Gas, dan Air Besih tetap memiliki daya saing yang baik setelah Otonomi Daerah, dan empat sektor lainnya juga mengalami pergeseran menjadi memiliki daya saing yang baik. 5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Kabupaten Jembrana Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tabel 5.7 memperlihatkan komponen pergeseran bersih Kabupaten Jembrana. Sebelum Otonomi Daerah, secara umum Kabupaten Jembrana memiliki pertumbuhan yang lamban. Hal ini terlihat dari komponen Pergeseran Bersihnya yaitu negatif 1,19 persen. Setelah Otonomi Daerah, kondisinya juga tetap pada taraf pertumbuhan yang lamban terlihat dari komponen pergeseran bersihnya yaitu negatif 10,36 persen. Jika dilihat persektor, sektor Pertanian tidak mengalami pergeseran yang signifikan karena baik sebelum maupun setelah Otonomi Daerah sektor ini memiliki komponen Pergeseran Bersih yang negatif yaitu negatif 5,29 persen sebelum Otonomi Daerah dan negatif 31,19 persen setelah Otonomi Daerah yang artinya masih termasuk memiliki pertumbuhan yang lamban. Sektor Bangunan serta sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mengalami pergeseran kearah negatif, yang semula memiliki komponen yang positif menjadi memiliki komponen yang negatif. Hal ini mengindikasikan sektor-sektor tersebut justru menjadi memiliki pertumbuhan yang lamban. Enam sektor lainnya, mengalami pergeseran kearah positif menjadi sektor yang tergolong maju progresif. Tabel 5.7. Pergeseran Bersih Kabupaten Jembrana Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2005 Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah PB i PB i No. Sektor Usaha Orang Persen Orang Persen 1 Pertanian -2.874 -5,29 -17.725 -31,19 2 Pertambangan dan Penggalian -577 -34,66 139 32,60 3 Industri Pengolahan -1.188 -6,11 1.390 9,21 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih -60 -29,08 271 319,26 5 Bangunan 1.625 22,13 -2.316 -26,69 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3.540 17,53 -1.761 -8,45 7 Transportasi dan Komunikasi -97 -1,32 1.447 39,62 8 Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan 467 69,01 278 15,82 9 Jasa-jasa -2.307 -19,28 6.374 84,76 TOTAL -1.471 -1,19 -11.903 -10,36 Sumber : BPS Provinsi Bali, 1996-2005 data diolah Profil pertumbuhan sektor Kabupaten Jembrana sebelum dan setelah Otonomi Daerah diperlihatkan pada Gambar 5.1. Sebelum Otonomi Daerah gambar 5.1, sektor Bangunan berada pada kuadran I yang berarti memiliki pertumbuhan yang cepat dengan daya saing yang baik, namun setelah Otonomi Daerah gambar 5.1 sektor ini bergeser ke kuadran III yang artinya sektor tersebut justru memiliki pertumbuhan yang lamban dengan daya saing yang buruk. Setelah Otonomi Daerah belum ada kebijakan khusus pendukung perkembangan sektor tersebut yang diberlakukan. Sebelum Otonomi Daerah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dan sektor Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan berada di kuadran II diatas garis 45° yang artinya dua sektor ini termasuk sektor usaha yang pertumbuhannya cepat dengan daya saing baik. Setelah Otonomi Daerah sektor Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan masih tetap memiliki pertumbuhan yang cepat dengan daya saing baik. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran bergeser ke kuadaran IV di bawah garis 45° yang artinya walaupun memiliki daya saing yang baik namun termasuk sektor yang pertumbuhannya lamban. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran tidak bekembang cukup baik mengingat sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor unggulan di Kabupaten Jembrana sehingga sektor pendukungnya yaitu Perdagangan, Hotel, dan Restoran pun tidak berkembang baik. -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 -80 -60 -40 -20 20 40 60 80 100 4 3 5 1 7 2 6 8 9 Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Usaha Kabupaten Jembrana Sebelum Otonomi Daerah Keterangan Sektor Usaha : 5. Bangunan 1. Pertanian 6. Perdagangan Hotel, dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 9. Jasa-jasa PPW PP -100 -50 50 100 150 200 250 300 350 400 -60 -40 -20 20 40 60 80 2 4 1 5 6 3 7 8 9 1 Sektor jasa-jasa berada pada kuadran III sebelum Otonomi Daerah yang artinya sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lamban dengan daya saing yang buruk. Setelah Otonomi Daerah sektor ini langsung bergeser ke kuadran I sehingga memiliki pertumbuhan dan daya saing yang baik. Sebelum Otonomi daerah ada lima sektor tergolong lamban karena berada dibawah garis 45° sebelum Otonomi Daerah yaitu 1 Industri Pengolahan; 2 Transportasi dan Komunikasi; 3 Pertanian; 4 Pertambangan dan penggalian; 5 Listrik, Gas, dan Air Bersih. Keterangan Sektor Usaha : 5. Bangunan 1. Pertanian 6. Perdagangan Hotel, dan Restoran 2. Pertambangan dan Penggalian 7. Transportasi dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 8. Keuangan, Perbankan, dan Jasa Perusahaan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 9. Jasa-jasa Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan Sektor Usaha Kabupaten Jembrana Setelah Otonomi Daerah PPW PP Dari kelima sektor yang berada pada kuadran III, empat diantaranya bergeser menjadi sektor yang Progresif setelah Otonomi Daerah, sedangkan sektor pertanian justru bergeser menjadi sektor yang pertumbuhannya lamban dengan daya saing yang buruk. Seperti yang telah disebutkan hal ini karena banyak masyarakat yang beralih ke sektor lain salah satunya adalah sektor Industri pengolahan seiring dengan perkembangan pabrik-pabrik pengolahan di Kabupaten Jembrana.

5.5. Kondisi Kesempatan Kerja Kabupaten Jembrana Saat Krisis