.4 Hasil Analisis Prioritas Strategi Pengembangan

Gambar 22. Matriks analisis uji banding berpasangan keenam opsi strategi terkait pembataskriteria tuntutan keberlanjutan dalam pandangan nelayan. 4.11 Pembahasan 4.11.1 Potensi sumberdaya ikan pelagis Potensi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil yang mencapai 15.479 ton per tahun Gambar 7, perlu dimanfaatkan dengan baik sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat pesisir di perairan utara Aceh. Menurut Hanna 1995, peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal harus menjadi tujuan dari setiap kegiatan pengelolaan sumberdaya alam, partisipasi mereka perlu diakomodir secara optimal dan disertai dengan pembinaan yang terus meneurus. Hal ini karena masyarakat lokal dan pihak terkait yang dekat dengan potensi perikanan yang sehari-hari aktivitasnya di kawasan tersebut. Produksi perikanan pada tahun 2009 yang hanya mencapai 4.672,2 ton per tahun atau sekitar 30 dari potensi lestari sumberdaya ikan yang ada tentu memberi ruang untuk pengembangan produksi perikanan pelagis kecil di perairan utara Acehini. Bila mengacu kepada ketentuan Food and Agriculture Organization FAO 2005, maka tingkat produksi ini berada dalam range rendah sampai moderat, sehingga masih leluasa untuk dimanfaatkan. Menurut Fauzi 2005 pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara selektif dengan memilih beberapa produk perikanan yang dijadikan unggulan, dan selanjutnya pemerintah menetapkan regulasi untuk implementasi pengelolaannya. Bila melihat pola produksihasil tangkapan rata-rata yang didapat nelayan pada semua kuartal, maka ikan teri, layang, dan kembung dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan untuk jenis ikan pelagis kecil di perairan utara Aceh. Produksi ketiga jenis ikan pelagis kecil ini cukup dominan Gambar 12 dan dapat diperolah nelayan setiap kwartalnya Gambar 8-11. Mamuaya et al 2007 dalam penelitiannya menyatakan bahwa produksi ikan yang stabil dengan nilai yang cukup tinggi dapat menjamin keberlanjutan ekonomi perikanan bagi daerah sekitarnya. Ekonomi perikanan akan berkembang dengan baik sangat tergantung pada kontribusi masyarakat kawasan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar secara berkelanjutan. Produksi perikanan yang terjaga dengan dapat menarik minat investor untuk mengembangan potensi perikanan yang ada sehingga menjadi lebih besar dan berdaya saing. Kimker 1994 menyatakan pengawasan pemanfaatan harus terus dilakukan baik pada perairan yang penangkapannya telah berlebih overfishing maupun tidak. Pengawasan yang baik merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab yang menjamin keberlanjutan kegiatan perikanan di suatu kawasan. Keberhasilan kegiatan perikanan tangkap termasuk yang terkait dengan perikanan pelagis kecil, sangat bergantung pada peran yang dilakukan oleh nelayan. Hal ini karena nelayan merupakan pelaku langsung yang utama pada kegiatan perikanan tangkap tersebut. Menurut Elfindri 2002, nelayan dan rumah tangganya memegang peran yang sangat penting dalam memajukan ekonomi masyarakat pesisir. Menurut DKP 2004 peran nelayan menjadi pertimbangan penting dalam perencanaan strategi kelautan perikanan terutama terkait dengan perikanan tangkap. Upaya pembinaan dan pemberdayaan harus terus dilakukan untuk meningkatkan peran nelayan tersebut. Saat tsunami melanda provinsi Aceh, banyak nelayan yang meninggal dan digantikan oleh nelayan baru yang harus mampu menyesuaikan dengan bantuan pasca tsunami tahun 2004. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh 2010 armada penangkapan ikan tersebut banyak dijual nelayan dengan berbagai alasan, seperti kesulitan kebutuhan hidup, tidak mempunyai keahlian untuk mengoperasikannya, dan tidak memiliki modal yang cukup untuk mendukung operasi. Pada dasarnya nelayan Aceh sangat kuat dan tahan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, dukungan dan pembinaan dari PEMDA terkait sangat diharapkan sehingga ketiadaan armada penangkapan ikan tidak menjadi masalah baru bagi nelayan untuk menyambung kehidupan rumah tangganya. Bila melihat perkembangannya dari tahun ke tahun, maka jumlah armada penangkapan ikan tersebut cukup fluktuatif atau cenderung tidak stabil keberadaannya di Aceh. Kondisi yang fluktuatif dapat mempersulit pengaturan kegiatan penangkapan dan membuat rencana produksi perikanan terutama untuk komditas ikan pelagis kecil. Hamdan et al 2006 menyatakan bahwa perkembangan jumlah armada penangkapan ikan aktif yang fluktuatif dari tahun ke tahun dapat mempersulitkan perumusan kebijakan perikanan yang berkelanjutan di suatu kawasan. Hal ini karena acuan dasar kebijakan seperti terkait dugaan produksi, daerah operasi penangkapan ikan, dan lainnya sulit untuk ditetapkan. Menurut Hendriwan et al 2008 acuan atau strategi dasar menjadi petunjuk penting untuk pengelolaan suatu kawasan dan harus dilakukan sejak dini sebelum kegiatan pengelolaan dilakukan. Untuk hasil tangkapan ikan pelagis kecil, relatif tinggi pada kuartal 2 April- Juni dan kuartal 3 Juli-September setiap tahunnya terjadi karena kondisi perairan yang relatif tenang pada bulan-bulan tersebut. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh 2010b kepada kuartal 2 dan 3, angin umumnya bertiup dari arah tenggara menuju ke barat dimana angin dan ombak tidak terlalu besar, dan di daerah tropis kondisi ini menyebabkan musim kemarau. Di samping membantu penyebaran nutrien terutama yang berasal dari perairan Sumatera, kondisi ombak yang tetap ini memudahkan nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Tomascik et al 1997 menyatakan bahwa perairan yang kaya dengan nutrien dapat meningkatkan hasil tangkapan terutama dari jenis ikan pelagis kecil. Hal ini karena migrasi gerombolan ikan pelagis kecil mengikuti pergerakan nutrien di perairan. Ikan layang, selar, teri dan kembung merupakan ikan pelagis kecil dominan yang ditangkap nelayan di perairan utara Aceh terutama untuk kwartal 3. Hal ini karena ikan teri termasuk mudah berkembang bila kondisi kondisi kesuburan perairan baik dan arus perairan yang tenang di kuartal 3. Menurut Nyebken 1988, dalam rantai makanan di perairan, ikan termasuk penghuni dasar rantai makanan yang perkembangannya sangat tergantung pada kandungan nutrien perairan. Ikan layang, selar dan kembung dapat mengkonsumsi makanan selain dari nutrien dan laga yang terdapat di perairan juga menjadi pemangsa bagi ikan teri. Bila perkembangan nutrien dan ikan teri baik, maka ikan-ikan pelagis kecil tersebut juga akan berkembangan dengan baik, sehingga mendukung terjadinya hasil tangkapan ikan yang lebih baik. Pada kuartal yang sama selama periode 1999-2009, produksi ikan pelagis kecil cukup fluktuatif tidak stabil dipengaruhi oleh pola musim dan jenis alat tangkaparmada penangkapan yang dioperasikan nelayan dari waktu ke waktu. Armada penangkapan yang banyak digunakan berubah-berubah selama periode tahun 1999-2009. Menurut Hartoto et al 2009, pola penggunaan alat tangkaparmada penangkapan dapat berubah-ubah dalam waktu yang sama tergantung dari ketrampilan dan perkembangan teknik penangkapan yang disukai oleh nelayan, serta musim ikan. Secara sosial pola pemanfaatan seperti ini termasuk baik, karena ada upaya adopsi teknologi penangkapan, pembinaan ketrampilan nelayan, serta menumbuhkan partisipasi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Dalam konteks yang lebih luas, fluktuasi hasil tangkapan ikan yang didapat nelayan di perairan utara Aceh dalam memberi indikasi belum stabilnya pengelolaan sumberdaya perikanan di lokasi dan masih lemahnya penguasaan terhadap hal-hal teknis untuk pengembangan kegiatan pennagkapan. Idealnya nelayan dapat melakukan modifikasi tertentu dari alat tangkap yang dimiliki untuk menghasilkan produk perikanan yang dinginkan. Menurut Berkes 1994, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat nelayan perlu dilakukan untuk menumbuhkan kemandirian terutama pada kondisi hasil tangkapan yang kurang menggembirakan, sementara pemenuhan kebutuhan produksi terbatas. Bersamaan dengan ini, hak-hak lokal terkait pengelolaan juga perlu diperhatikan terutama