Pengaruh Nilai Aset Tetap Yang Akan Dipelihara, Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan Dalam Penyusunan Apbd Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumtera Utara Tahun 2102-2014
SKRIPSI
PENGARUH NILAI ASET TETAP YANG AKAN DIPELIHARA, BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ANGGARAN BELANJA PEMELIHARAAN DALAM PENYUSUNAN APBD PADA
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012-2014
OLEH :
DAULAT HASIBUAN 130522063
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI EKSTENSI DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “Pengaruh Nilai Aset Tetap Yang Akan Dipelihara, Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan Dalam Penyusunan APBD pada Kabupaten/kota Di Provinsi Sumatera Utara.” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari instansi atau lembaga terkait, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapatkan izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, Oktober 2015 Yang Membuat Pernyataan
NIM: 130522063 Daulat Hasibuan
(3)
ABSTRAK
PENGARUH NILAI ASET TETAP YANG AKAN DIPELIHARA, BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ANGGARAN
BELANJA PEMELIHARAAN DALAM PENYUSUNAN APBD PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMTERA UTARA
TAHUN 2102-2014
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah terhadap anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD pada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari departemen keuangan ditjen perimbangan keuangan pusat dan daerah melalui situs gubernur sumatera utara yang terdiri dari 33 kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Namun yang memenuhi syarat untuk menjadi sampel adalah sebanyak 22 kabupaten dan kota. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah berpengaruh secara sigifikan terhadap anggaran belanja pemeliharaan. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa nilai aset tetap yang akan dipelihara dan belanja modal berpengaruh signifikan namun pendapatan asli daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD.
Kata Kunci: Aset Tetap,Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah, Anggaran Belanja Pemeliharaan, dan APBD.
(4)
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE VALUE OF FIXED ASSETS THAT WILL BE MAINTAINED, LOCAL EXPENDITURE, AND LOCAL GOVERNMENT ORIGINAL
RECEIPT (PAD) TO MAINTENANCE EXPENDITURE BUDGET IN BUDGETARY PREPARATION IN REGENCIES/CITIES
OF SUMATERA UTARA PROVINCE
This research is intended to know the influence of the value of fixed assets that will be maintained, capital expenditure, and local government original receipt (PAD) to maintenance expenditure budget in budgetary preparation in regencies/cities of Sumatera Utara province. The data that used in this study were
secondary data, the data obtained from DJPK by visiti
and financial bureau of Sumatera Utara Province, which consists of 33 regency/city. 22 of them selected to be the samples for this research through purposive sampling technique. Data analysis method that used was path analysis. The results of this research show the value of fixed assets that will be maintained, capital expenditure, and local government original receipt (PAD) have a significant relationships to the maintenance expenditure budget. Parsially, the value of fixed assets that will be maintained and capital expenditure have a significant relationships to the maintenance expenditure budget, but local government original receipt (PAD) has unsignificant relationship to the maintenance expenditure budget in budgeting preparation.
Keyword: fixed assets, capital expenditure, local government original receipt (PAD), maintenance expenditure budget, and APBD.
(5)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah Swt. shalawat beriringkan salam bagi junjungan Nabi Muhammad Saw. Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Nilai Aset Tetap Yang Akan Dipelihara, Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan Dalam Penyusunan APBD pada Kabupaten/kota Di Provinsi Sumatera Utara.”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menye- lesaikan program pendidikan strata satu (S1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucap- kan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak, CPA selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumate-ra Utara dan juga Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumate-ra Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak, selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi juga selaku dosen penguji dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(6)
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Iskandar Muda, S.E., M.Si, Ak, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, koreksi, dan saran demi kesem-purnaan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Naleni Indra, MM., Ak. selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran-saran yang konstruktif kepada penulis selama punyusu-nan skripsi ini.
6. Terimakasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda Mammat Hasibuan dan Romalan Nasution atas pengorbanan baik moril maupun materil, doa, dukungan, arahan, motivasi yang senantiasa diberikan kepada penulis dari kecil sehingga dewasa, terutama pada masa akhir pendidikan penulis di program studi S1 Akuntansi.
Penulis yakin, bahwa berbagai kelemahan dan keterbatasan dapat terjadi di dalam penyusunan skripsi ini, karenanya kritik yang sehat dan membangun, serta saran dan masukan yang konstruktif sangat penulis harapkan dari handai taulan, dan untuk itu penulis mengucapkan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Medan, Oktober 2015 Penulis
Daulat Hasibuan NIM: 130522063
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN...i
ABSTRAK...ii
ABSTRACT...iii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...ix
DAFTAR LAMPIRAN...x
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah...9
1.3. Tujuan Penelitian... 9
1.4. Manfaat Penelitian... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11
2.1. Landasan Teori... 11
2.1.1. Agency Theory...11
2.1.2. Pengertian APBD... 13
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah... 15
2.1.4. Belanja Pemeliharaan... ..17
2.1.5. Belanja Modal... 19
2.1.6. Aset Tetap... .20
2.1.7. Penatausahaan dan Pemelihraan Aset Tetap... 22
2.2. Review Penelitian Terdahulu...28
2.3. Kerangka Konseptual...32
2.4. Hipotesis Penelitian... 34
BAB III METODE PENELITIAN...35
3.1. Jenis Penelitian...35
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 35
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 35
3.4. Metode Pengumpulan Data...38
3.5. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel...38
3.5.1. Variabel Eksogen (independen)...38
3.5.2. Variabel Endogen (dependen)... 39
(8)
3.6.1. Analisis Jalur...41
3.6.2 Uji Normalitas Multivariate...43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... .44
4.1 Deskripsi Objek Penelitian... 44
4.2 Hasil Penelitian... 44
4.2.1 Uji Normalitas Multivariate... 44
4.2.2 Analisis Korelasi...45
4.2.2.1 Pengaruh Langsung...47
4.2.2.2 Pengaruh Total...48
4.2.3 Pengujian Hipotesis... 50
4.3 Pembahasan... .53
4.3.1 Pengaruh Nilai Aset Tetap yang Akan di pelihara Terhadap anggaran belanja pemeliharaan...53
4.3.2 Pengaruh Belanja Modal Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan...55
4.3.3 Pengaruh PAD Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan...56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ..58
5.1 Kesimpulan... 58
5.2 Keterbatasan Penelitian... 58
5.3 Saran... .59
DAFTAR PUSTAKA... .61
(9)
DAFTAR TABEL
NO. Judul Halaman
Tabel 2.1.1. Format APBD... ...14
Tabel 2.1.4. Rekening Belanja Pemeliharaan...19
Tabel 2.1.7. Kriteria Kondisi Barang... ...26
Tabel 2.2. Review Penelitian Terdahulu... ...30
Tabel 3.3. Daftar Nama Sampel...37
Tabel 3.5.2. Defenisi Operasional...40
Tabel 4.1 Assessment of normality (Group number 1)...45
Tabel 4.2 Correlations...45
Tabel 4.3 Implied (for all variables) correlations...46
Tabel 4.4 Direct Effects (Group number I-Default Model)...47
Tabel 4.5 Standardized Direct Effect (Group number I-Default Model)...47
Tabel 4.6 Total Effects (Group number I-Default Model)... ...48
Tabel 4.7 Standardized Total Effect (Group number I-Default Model)... ....48
Tabel 4.8 Estimasi Parameter dengan Maximum Likelihood... ....51
(10)
DAFTAR GAMBAR
NO. Judul Halaman
Gambar 1.1 Rasio Belanja Modal Terhadap Belanja Daerah... ...3
Gambar 1.2 Komposisi Pendaptan Daerh APBD 2014... ...7
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual...32
Gambar 3.6.1 Model Analisis Jalur...42
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian...64
Lampiran 2 Data Tabulasi Sampel...65
Lampiran 3 Uji Normalitas Multivariate...69
Lampiran 4 Hasil Output Amos Analisis Korelasi...70
Lampiran 5 Hasil Output Amos Pengaruh Langsung...73
Lampiran 6 Hasil Output Amos Pengaruh Total...74
Lampiran 7 Hasil Output Amos Pengujian Hipotesis...75
(12)
ABSTRAK
PENGARUH NILAI ASET TETAP YANG AKAN DIPELIHARA, BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ANGGARAN
BELANJA PEMELIHARAAN DALAM PENYUSUNAN APBD PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMTERA UTARA
TAHUN 2102-2014
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah terhadap anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD pada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari departemen keuangan ditjen perimbangan keuangan pusat dan daerah melalui situs gubernur sumatera utara yang terdiri dari 33 kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Namun yang memenuhi syarat untuk menjadi sampel adalah sebanyak 22 kabupaten dan kota. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah berpengaruh secara sigifikan terhadap anggaran belanja pemeliharaan. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa nilai aset tetap yang akan dipelihara dan belanja modal berpengaruh signifikan namun pendapatan asli daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD.
Kata Kunci: Aset Tetap,Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah, Anggaran Belanja Pemeliharaan, dan APBD.
(13)
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE VALUE OF FIXED ASSETS THAT WILL BE MAINTAINED, LOCAL EXPENDITURE, AND LOCAL GOVERNMENT ORIGINAL
RECEIPT (PAD) TO MAINTENANCE EXPENDITURE BUDGET IN BUDGETARY PREPARATION IN REGENCIES/CITIES
OF SUMATERA UTARA PROVINCE
This research is intended to know the influence of the value of fixed assets that will be maintained, capital expenditure, and local government original receipt (PAD) to maintenance expenditure budget in budgetary preparation in regencies/cities of Sumatera Utara province. The data that used in this study were
secondary data, the data obtained from DJPK by visiti
and financial bureau of Sumatera Utara Province, which consists of 33 regency/city. 22 of them selected to be the samples for this research through purposive sampling technique. Data analysis method that used was path analysis. The results of this research show the value of fixed assets that will be maintained, capital expenditure, and local government original receipt (PAD) have a significant relationships to the maintenance expenditure budget. Parsially, the value of fixed assets that will be maintained and capital expenditure have a significant relationships to the maintenance expenditure budget, but local government original receipt (PAD) has unsignificant relationship to the maintenance expenditure budget in budgeting preparation.
Keyword: fixed assets, capital expenditure, local government original receipt (PAD), maintenance expenditure budget, and APBD.
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah dalam pelaksanaan pemerintahannya. Pelaksanaan otonomi daerah mulai diberlakukan secara efektif tanggal 1 januari 2001 yang diharapkan dapat membantu dan mempermudah penyelenggaraan negara. Dengan adanya otonomi daerah, daerah memiliki hak untuk mengatur daerahnya sendiri namun tetap dikontrol oleh pemerintah pusat dan undang-undang. Dalam UU. No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 yang menjadi landasan otomomi tersebut dijelaskan lebih jauh bagaimana pengaplikasian hal-hal tersebut melalui beberapa Peraturan Permerintah (PP), yang kemudian dipandu dengan Kepmendagri No. 29/2002 dan Permendagri No. 13/2006.
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
(15)
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagian kekuasaan Presiden diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah yang diwujudkan dengan adanya APBD. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan keuangan daerah. APBD disusun dengan berpedoman pada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
Dalam rangka penyusunan Rancangan APBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD). Rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan suatu pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Dengan demikian anggaran yang disusun oleh Pemerintah Daerah harus berbasis kinerja. Dalam hal ini, pendekatan yang dilakukan bukan pada output (keluaran) namun harus pendekatan outcome (hasil). Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang berbasis prestasi kerja maka pengukuran akuntabilitas kinerja daerah akan dengan mudah dilakukan.
Penerapan anggaran berbasis kinerja di sektor publik, dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar
(16)
akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintahan Daerah telah memprioritaskan peningkatan anggaran belanja modal. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa jumlah belanja modal pada tahun anggaran 2013 yang dialokasikan dalam APBD sekurang-kurangnya 29 persen dari total belanja daerah. Namun kenyataannya, banyak Pemerintahan Daerah yang hanya berusaha untuk meningkatkan anggaran belanja modal sampai batas minimal sebesar 29% dari total anggaran belanja daerah.
Grafik 1.1
Rasio belanja modal terhadap belanja daerah yang ditunjukkan pada grafik diatas memperlihatkan bahwa secara rata-rata nasional, rasio belanja modal terhadap belanja daerah sebesar 26,14%, yang berarti lebih tinggi apabila
(17)
dibandingkan dengan rata-ratanya pada tahun 2013 sebesar 25,36%, serta tahun 2012 sebesar 24,1%. Dari rata-rata tersebut, terdapat 14 provinsi yang memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-rata, sedangkan 19 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari rata-rata. Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Kalimantan Utara memiliki rasio belanja modal yang terbesar yaitu sebesar 45,82%, sedangkan pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki rasio terkecil yaitu 15,73%.
Di sisi lainnya, anggaran belanja pemeliharaan tidak disesuaikan dengan peningkatan atau penurunan aset tetap yang harus dipelihara agar tetap layak digunakan dalam rangka pelayanan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan. Anggaran belanja pemeliharaan seharusnya menjadi salah satu prioritas dalam belanja daerah untuk menjaga terpeliharanya aset tetap. Pemerintahan Daerah dalam menyusunan anggaran belanja pemeliharaan untuk tahun berjalan, seharusnya mengacu pada kondisi aset tetap pada tahun sebelumnya. Pemerintahan Daerah juga harus mengetahui kondisi barang milik daerah (rusak berat, rusak ringan atau baik) yang akan dipelihara sehingga dapat dengan jelas mengetahui berapa jumlah dana yang akan dibutuhkan untuk memelihara aset tetap agar dapat digunakan untuk kegiatan pemerintahan atau penyelenggaraan pemerintahan.
Namun dalam penyusunan anggaran belanja pemeliharaan, Pemerintahan Daerah kurang memperhatikan jumlah aset tetap yang akan dipelihara. Hal ini terlihat dari data APBD Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara bahwa rata-rata anggaran belanja pemeliharaan tahun anggaran 2014 hanya
(18)
sebesar 1% dari total Nilai Aset Tetap dan 2013 hanya sebesar 0,74% dari total nilai aset tetap yang akan dipelihara serta untuk tahun anggaran 2012 yakni sebesar 0,73%. Beberapa Pemerintahan Daerah juga hanya memprioritaskan alokasi untuk anggaran belanja modal ataupun belanja yang dapat menambah aset tetap dalam penyusunan APBD. Sehingga, pengadaan suatu aset tetap (melalui belanja modal) pada Pemerintahan Daerah sering dilakukan setiap tahun untuk jenis aset tetap yang sama.
Dalam penyusunan anggaran belanja pemeliharaan, pemerintahan daerah juga lebih memperhatikan anggaran belanja pemeliharaan kendaraan bermotor dari pada pemeliharaan aset tetap yang bukan kendaraan bermotor. Seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah pada pemerintahan daerah selalu menyediakan anggaran belanja perawatan/pemeliharaan kendaraan bermotor. Namun anggaran belanja pemeliharaan untuk aset tetap yang bukan kendaraan bermotor belum tentu tersedia anggarannya walaupun terdapat aset tetap yang membutuhkan pemeliharaan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan daerah dalam menyusun anggaran belanja pemeliharaan belum sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan aset tetap. Data anggaran belanja pemeliharaan pada beberapa Pemerintahan Daerah menunjukkan bahwa dengan bertambahnya nilai aset tetap yang akan dipelihara, belum tentu secara otomatis akan menambah anggaran belanja pemeliharaan. Hal ini menggambarkan bahwa Pemerintahan Daerah dalam menyusun anggaran belanja pemeliharaan tidak sepenuhnya berdasarkan rencana kebutuhan pemeliharaan. Hal ini juga disebabkan oleh adanya Peraturan Menteri Dalam
(19)
Negeri yang menetapkan batasan minimal jumlah anggaran belanja modal yang setiap tahunnya selalu meningkat.
Penentuan besaran anggaran belanja pemeliharaan dalam APBD sangat sulit untuk ditetapkan. Pemerintahan Daerah seharusnya dalam menyusun anggaran belanja pemeliharaan tahun berjalan, harus memperhatikan jumlah aset tetap yang telah dimiliki pada tahun sebelumnya sehingga dapat memperkirakan dan merencanakan pemeliharaan aset tetap. Dengan adanya anggaran belanja pemeliharaan belum tentu dapat menjamin bahwa seluruh aset tetap akan terpelihara dengan baik. Kondisi ini disebabkan oleh anggaran belanja pemeliharaan sering digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. Namun di sisi lainnya, anggaran belanja pemeliharaan selalu terealisasi 100% dari anggaran yang telah dialokasikan. Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa sering terlihat banyak aset tetap Pemerintahan Daerah yang terbengkalai karena tidak pernah dilakukan pemeliharaan agar aset tetap tersebut selalu siap digunakan untuk pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintahan daerah kurang perhatian terhadap anggaran belanja pemeliharaan juga disebabkan oleh sumber pendapatan daerah yang kecil. Dana perimbangan yang menjadi sumber utama dalam pendapatan daerah telah diprioritaskan dan diarahkan untuk belanja modal dan belanja pegawai. Dengan demikian sumber dana untuk belanja pemeliharaan akan lebih banyak bersumber dari pendapatan asli daerah. Dengan demikian, jumlah anggaran belanja pemeliharaan dalam APBD sangat tergantung pada tinggi rendahnya pendapatan asli daerah.
(20)
Grafik 1.2
Dari Tabel di atas, komposisi Pendapatan Daerah dalam APBD 2014 terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Sementara itu, besarnya jumlah dana dan persentase dari masing-masing komposisi Pendapatan Daerah terhadap total dapat dilihat pada Grafik di atas. Dari Grafik di atas tersebut dapat dilihat bahwa Dana Perimbangan yang bersumber transfer dari pusat masih mendominasi sumber Pendapatan Daerah, yaitu mencapai sebesar Rp482,22 triliun (63,49%). Sementara itu PAD dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah masing-masing hanya mencapai sebesar Rp180,35 triliun (23,75%) dan sebesar Rp96,91 triliun (12,76%). Dengan demikian dana perimbangan yang menjadi sumber utama pendapatan daerah telah di perioritaskan untuk belanja modal dan belanja pegawai, sehingga anggaran belanja pemeliharaan lebih banyak bersumber dari Pendapatan Asli Daerah.
(21)
Kondisi ini dapat dilihat dari data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Pemerintahan Daerah di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Rata-rata anggaran belanja pemeliharaan untuk tahun anggaran 2014 pada Pemerintahan Daerah di Wilayah Provinsi Sumatera Utara 25% dari total anggaran Pendapatan Asli Daerah dan untuk tahun anggaran 2013 pada Pemerintahan Daerah di wilayah Provinsi Sumatera Utara yakni sebesar 15,68% dari total anggaran pendapatan asli daerah serta untuk tahun anggaran 2012 yakni sebesar 15,52%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggaran belanja pemeliharaan cukup siginifikan bila dibandingkan dengan jumlah anggaran pendapatan asli daerah.
Penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini adalah penelitian Sembiring (2009) yang meneliti tentang “Analisis Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemeliharaan Dalam Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara”.
Hasil penelitian Sembiring menunjukkan bahwa belanja modal dan pendapatan asli daerah secara simultan mempunyai pengaruh terhadap belanja pemeliharaan. Belanja modal dan pendapatan asli daerah secara parsial mempunyai pengaruh terhadap anggaran belanja pemeliharaan, namun belanja modal memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap belanja pemeliharaan.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian tersebut di atas adalah variabel independen yang digunakan. Penelitian Sembiring menggunakan variabel independen yaitu Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan variabel independen penelitian ini adalah nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja
(22)
modal dan pendapatan asli daerah. Dan penelitian Sembiring menggunakan data realisasi sedangkan penelitian ini menggunakan data anggaran.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut, penelitian ini bermaksud untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Nilai Aset Tetap Yang Akan Dipelihara, Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan Dalam Penyusunan APBD pada
Kabupaten/kota Di Provinsi Sumatera Utara.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi rumusan masalah yakni: Apakah nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD pada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara?.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah terhadap anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD pada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk Peneliti: Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi yang berguna bagi mereka yang ingin mengkaji dan
(23)
meneliti lebih dalam mengenai pengaruh nilai aset tetap yang akan dipelihara dan, belanja modal pendapatan asli daerah terhadap anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada kabupaten/kota.
2) Untuk Para Praktisi: Dapat memberikan informasi khususnya kepada Pemerintahan Daerah, sejauh mana pengaruh nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah berpengaruh pada anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD serta dapat menjadi masukan dalam mengambil keputusan di masa yang akan datang.
3) Untuk Akademisi/Pengembangan Ilmu: Sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan bidang akuntansi pemerintahan serta membuktikan secara empiris tentang pengaruh nilai aset tetap yang akan dipelihara, belanja modal dan pendapatan asli daerah mempengaruhi anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Agency Theori
Teori keagenan (Agency Theory) merupakan sebuah kontrak antara seseorang atau lebih (yang disebut sebagai Principal) yang menunjuk orang yang lainnya (yang disebut sebagai Agen) untuk menjalankan layanan sesuai dengan kepentingan Principal, yang mencakup pendelegasian beberapa kewenangan pengambilan keputusan kepada Agen (Jensen dan Meckling, 1976, dalam McCue dan Prier). Stassart & de Visscher (2005) dalam Legrain dan Auwers (2006) menjelaskan bahwa:
The supervisory authority thus becomes the principal, which, for reasons of efficiency,delegates part of its mission to specialized implementing parties (the agents). Their relation is mainly governed by means of a contract (formal or no), which determines therights and obligations of each party, including the results that the principal would like tosee, as well as the resources made available by the principal to enable the agencies tocarry out the assignment given to them.
Akibat yang ditimbulkan dari penerapan teori keagenan dapat menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilaku opportunistik (opportunistic behaviour). Hal tersebut terjadi karena pihak agensi memiliki informasi keuangan yang lebih daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (
(25)
self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Masalah keagenan yang timbul di kalangan eksekutif cenderung memaksimalkan utiliti (self-interest) dalam pembuatan atau penyusunan anggaran APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri informasi). Akibatnya eksekutif cenderung melakukan ”budgetary slack”. Hal ini terjadi disebabkan pihak eksekutif akan mengamankan posisinya dalam pemerintahan di mata legislatif dan masyarakat/rakyat, bahkan untuk kepentingan pilkada berikutnya, tetapi
budgetary slack APBD lebih banyak untuk kepentingan pribadi kalangan eksekutif (self interest ) daripada untuk kepentingan masyarakat. (Latifah, 2010).
Teori keagenan berfokus pada persoalan asimetri informasi: agen mempunyai informasi lebih banyak tentang kinerja aktual, motivasi, dan tujuan, yang berpotensi menciptakan moral hazard dan adverse selection. Prinsipal sendiri harus mengeluarkan biaya (costs) untuk memonitor kinerjaagen dan menentukan struktur insentif dan monitoring yang efisien(Petrie, 2002). Lebih lanjut, Kasper dan Streit (1999) dalam Abdullah dan Asmara (2006)menjelaskan bahwa dengan adanya asimetri informasi di antara eksekutif-legislatif danlegislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi terjadinya perilaku oportunistik dalamproses penyusunan anggaran, yang justru lebih besar daripada di dunia bisnis yang memilikiautomatic checksberupa persaingan.
Penelitian empiris di sebagian pemerintah daerah di Indonesia berperilaku opportunistik dalam penyusunan APBD dan digunakan sebagai political corruption.
(26)
2.1.2. Pengertian APBD
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD membuat rencana pendapatan dan rencana belanja untuk satu tahun yang setiap tahunnya disusun oleh kepala daerah dan disampaikan kepada DPRD untuk ditetapkan.
Pengertian APBD menurut Direktorat Jenderal Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah adalah
“Anggaran daerah yang lazim disebut dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) merupakan gambaran keseluruhan perencanaan keuangan dan program kerja pemerintah daerah selama satu tahun anggaran yang membuat seluruh perkiraan kegiatan dalam bentuk angka-angka baik pada sisi pendapatan maupun pada sisi belanja.”
Dari uraian diatas maka Anggaran daerah merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran merupakan rencana program/kegiatan yang diukur dalam satuan uang yang berisikan perkiraan kebutuhan belanja dalam satu periode tertentu serta sumber dana yang yang diusulkan untuk membiayai belanja tersebut. Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan
(27)
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (APBD) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Soetjipto dan Sudikdiono (2011) mendefinisikan anggaran sebagai “rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja; gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan, alat pengendalian, instrumen, politik dan disusun dalam periode tertentu”
Dengan demikian, APBD merupakan suatu rencana keuangan pemerintah daerah yang membuat anggaran pendapatan, anggaran belanja dan anggaran pembiayaan untuk satu periode tahun anggaran yang telah disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD serta ditetapkan melalui peraturan daerah. Berdasarkan hal diatas, anggaran yang belum ditetapkan dengan peraturan daerah tentu tidak akan bisa dilaksanakan kecuali terdapat ketetapan khusus yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengecualikannya.
Format APBD sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1.1. Format APBD
Pendapatan A
Belanja B
Surplus/defisit C = A-B
Penerimaan Pembiayaan D
Pengeluaran Pembiayaan E
Pembiayaan Netto F = D-E
(28)
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu jenis pendapatan pada pemerintahan daerah. Menurut standar akuntansi pemerintahan (KSAP, 2005) pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pendapatan Pemerintah Daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri dari:
a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Berdasarkan uraian diatas, dapat diuraikan bahwa pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah yang bersumber dari sumber ekonomi asli daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang menjadi hak pemerintah yang tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
(29)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 disebutkan bahwa Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup: bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan pendapatan asli daerah yang diperoleh Pemerintah Daerah di luar pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, seperti: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian dan lain-lain.
(30)
2.1.4. Belanja Pemeliharaan
Belanja pemeliharaan merupakan salah satu rekening obyek belanja dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005) belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Nomor 59 Tahun 2007, beberapa pengelompokan belanja dalam penyusunan APBD adalah sebagai berikut:
Belanja barang/jasa yang merupakan bagian dari belanja operasi digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang dan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Belanja barang/jasa dapat berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, dan lain-lain pengadaan barang/jasa, dan belanja lainnya yang sejenis.
(31)
Belanja pemeliharaan yang merupakan bagian dari belanja barang adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja pemeliharaan meliputi antara lain: pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, belanja pemeliharaan untuk aset tetap telah ditetapkan dengan nomor dan nama rekening/akun belanja. Rekening belanja pemeliharaan tersebut dikelompokkan dalam dalam dua objek rekening belanja yakni belanja perawatan kendaraan bermotor untuk menampung seluruh rekening belanja pemeliharaan yang terkait dengan kendaraan bermotor dan belanja pemeliharaan yang menampung seluruh rekening belanja pemeliharaan aset tetap selain dari belanja perawatan kendaraan.
Rincian obyek belanja yang terkait dengan belanja pemeliharaan aset tetap dapat didilihat pada Tabel 2.1.4. Walaupun nomor dan nama rekening belanja pemeliharaan telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, hal ini tidak menutup kemungkinan Pemerintahan Daerah untuk menambah nomor dan nama rekening yang terkait dengan belanja pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintahan daerah.
(32)
Tabel 2.1.4. Rekening Belanja Pemeliharaan
No. Rekening Nama Rekening (Obyek dan Rincian Obyek Belanja 5.2.2.05 Belanja Perawatan Kenderaan Bermotor
5.2.2.05.01 Belanja Jasa Service
5.2.2.05.02 Belanja Penggantian Suku Cadang Dst...
5.2.2.20 Belanja Pemeliharaan 5.2.2.20.01 Belanja Pemeliharaan Jalan 5.2.2.20.02 Belanja Pemeliharaan Jembatan Dst...
2.1.5. Belanja Modal
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Dengan demikian istilah belanja dalam akuntansi pemerintahan berbeda dengan istilah beban dalam akuntansi keuangan. Belanja dalam akuntansi pemerintahan adalah merupakan pengeluaran kas yang
(33)
terjadi selama tahun anggaran sedangkan beban merupakan nilai perolehan sumber daya yang telah digunakan.
2.1.6. Aset Tetap
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP, 2005) Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya; dan konstruksi dalam pengerjaan.
Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Dalam akun tanah termasuk tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan.
Peralatan dan mesin mencakup antara lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar; alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi yang masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap digunakan.
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau dibangun dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Gedung dan bangunan di neraca
(34)
meliputi antara lain bangunan gedung; monumen; bangunan menara; dan rambu-rambu.
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Jalan, irigasi, dan jaringan yang terdapat dalam neraca antara lain meliputi jalan dan jembatan; bangunan air; instalasi; dan jaringan. Akun ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan. Tanah yang diperoleh untuk keperluan dimaksud akan dimasukkan dalam akun tanah.
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap lainnya di neraca antara lain meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/budaya/olah raga.
Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya.
Berdasarkan uraian di atas, barang milik daerah dapat dikelompokkan sebagai aset tetap hanya bila diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan dengan masa manfaat lebih dari dua belas bulan. Barang milik daerah dengan kondisi yang rusak berat sehingga tidak siap digunakan atau dimanfaatkan, tidak dapat dikelompokkan
(35)
sebagai aset tetap. Barang milik daerah yang rusak berat akan kelompokkan sebagai aset lainnya bila aset tersebut belum dihapuskan.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan, aset lainnya adalah aset pemerintah yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan. Aset lainnya antara lain terdiri dari: aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi (TP/TGR), kemitraan dengan pihak ketiga, dan aset lain-lain. Aset lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan pihak ketiga. Sebagai contoh dari aset lain-lain adalah aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah. Dengan demikian suatu aset tetap dengan kondisi rusak berat harus direklasifikasi ke aset lainnya karena tidak lagi memenuhi definisi aset tetap.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. Istilah Barang milik daerah berbeda dengan aset tetap. Dalam barang milik daerah telah termasuk seluruh aset tetap, persediaan, aset lainnya, dan barang milik daerah lainnya yang tidak dicatat dalam neraca.
2.1.7. Penatausahaan dan Pemeliharaan Aset Tetap
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa penatausahaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah sesuai
(36)
dengan ketentuan yang berlaku. Dalam menatausahakan barang milik daerah, kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
Pengelola barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD) menurut penggolongan barang dan kodefikasi barang. Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus menyimpan dokumen kepemilikan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya. Pengelola barang harus menyimpan dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang selalu dalam kedaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pemeliharaan dilakukan terhadap barang inventaris yang sedang dalam unit pemakaian, tanpa merubah, menambah atau mengurangi bentuk maupun kontruksi asal, sehingga dapat dicapai pendayagunaan barang yang memenuhi persyaratan baik dari segi unit pemakaian maupun dari segi keindahan. Penyelenggaraan pemeliharaan dapat berupa:
a. Pemeliharaan ringan adalah pemeliharaan yang dilakukan sehari hari oleh unit pemakai/pengurus barang tanpa membebani anggaran;
(37)
b. Pemeliharaan sedang adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala oleh tenaga terdidik/terlatih yang mengakibatkan pembebanan anggaran; dan
c. Pemeliharaan berat adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara sewaktu-waktu oleh tenaga ahli yang pelaksanaannya tidak dapat diduga sebelumnya, tetapi dapat diperkirakan kebutuhannya yang mengakibatkan pembebanan anggaran.
Perencanaan kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan memperhatikan data barang yang ada dalam pemakaian. Perencanaan kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah berpedoman pada standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan standar harga yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala Daerah dijadikan acuan sebagai dalam menyusun Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD).
RKPBMD tersebut menjadi dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masing-masing satuan kerja perangkat daerah yang pada akhirnya sebagai bahan penyusunan Rancangan APBD.
Pengelola barang bersama pengguna barang membahas usul Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah masing-masing SKPD dengan memperhatikan data barang pada pengguna dan/atau pengelola untuk ditetapkan
(38)
sebagai Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah. Setelah APBD ditetapkan, pembantu pengelola menyusun Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBMD), sebagai dasar pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 disebutkan bahwa pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya. Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Kuasa pengguna anggaran wajib membuat daftar hasil pemeliharaan barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan/menyampaikan daftar hasil pemeliharaan barang tersebut kepada pengguna barang secara berkala. Pengguna barang atau pejabat yang ditunjuk, meneliti laporan dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam satu tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan barang milik negara/daerah.
Dalam penatausahaannya, barang milik daerah dikelompokkan dalam tiga jenis kondisi yakni: baik, rusak ringan, dan rusak berat. Kondisi barang milik daerah ini akan tercantum dalam daftar inventaris barang. Kriteria untuk penentuan kondisi suatu barang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 01/KM.12/2001. Kriteria tersebut dikelompokkan untuk barang bergerak dan barang tidak bergerak, yakni sebagai berikut:
(39)
Tabel 2.1.7. Kriteria Kondisi Barang
No. Uraian
1. Barang Bergerak
a. Baik (B) Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik b. Rusak Ringan (RR) Apabila kondisi barang tersebut masih dalam
keadaan utuh tetapi kurang berfungsi dengan baik. Untuk berfungsi dengan baik memerlukan perbaikan ringan dan tidak memerlukan
penggantian bagian utama/komoponen pokok c. Rusak Berat (RB) Apabila kondisi barang tersebut tidak utuh dan
tidak berfungsi lagi atau memerlukan perbaikan besar/penggantian bagian utama/komponen pokok, sehingga tidak ekonomis untuk diadakan perbaikan/rehabilitasi.
No. Uraian
2. Barang Tidak Bergerak a. Tanah
1). Baik (B) Apabila kondisi tanah tersebut siap dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
2). Rusak Ringan (RR) Apabila kondisi tanah tersebut karena sesuatu sebab tidak dapat dipergunakan dan/atau dimanfaatkan dan masih memerlukan pengolahan/perlakuan (misalnya pengeringan, pengurugan , perataan dan pemadatan) untuk dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya.
3). Rusak Berat (RB) Apabila kondisi tanah tersebut tidak dapat lagi dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya karena adanya bencana alam, erosi dan sebagainya.
b. Jalan dan Jembatan
1). Baik (B) Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik
2). Rusak Ringan (RR) Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh namun memerlukan perbaikan ringan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya.
(40)
No. Uraian
3). Rusak Berat (RB) Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan tidak utuh/tidak berfungsi dengan baik dan memerlukan perbaikan dengan biaya besar.
c. Bangunan
1). Baik (B) Apabila bangunan tersebut utuh dan tidak memerlukan perbaikan yang berarti kecuali pemeliharaan rutin.
2). Rusak Ringan (RR) Apabila bangunan tersebut masih utuh, memerlukan pemeliharaan rutin dan perbaikan ringan pada komponen-komponen bukan konstruksi utama. 3). Rusak Berat (RB) Apabila bangunan tersebut tidak utuh dan tidak dapat dipergunakan lagi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa barang milik negara ataupun daerah dengan kondisi rusak berat, tidak akan dapat dimasukkan atau digolongkan sebagai bagian dari aset tetap di neraca. Hal ini tentu sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyebutkan bahwa bahwa aset tetap harus dalam kondisi siap pakai untuk digunakan. Barang milik negara ataupun daerah dengan kondisi rusak berat akan dikelompokkan atau digolongkan sebagai aset lain-lain dalam neraca sepanjang barang tersebut belum dilakuan penghapusan.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, disebutkan bahwa penghapusan barang milik negara/daerah dilakukan dalam hal barang milik negara/daerah sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang. Penghapusan dilakukan dengan penerbitan surat keputusan penghapusan dari pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang untuk barang milik negara dan pengguna
(41)
barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota atas usul pengelola barang untuk barang milik daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka jenis aset tetap seperti: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, dan aset tetap yang kondisinya rusak berat tidak dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan sebagai aset tetap. Barang milik daerah yang rusak berat tersebut akan dicatat sebagai aset lainnya sepanjang belum dilakukan penghapusan melalui keputusan Kepala Daerah.
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Penelitian Sembiring (2009) tentang “Analisis Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemeliharaan Dalam Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara” menunjukkan bahwa belanja modal dan pendapatan asli daerah secara simultan mempunyai pengaruh terhadap belanja pemeliharaan. Belanja modal dan pendapatan asli daerah secara parsial mempunyai pengaruh terhadap belanja pemeliharaan, namun belanja modal memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap belanja pemeliharaan.
Penelitian Karo-Karo (2006) menemukan bahwa tidak terdapat korelasi di antara belanja modal dengan belanja pemeliharaan. Dalam penelitiannya, Karo-karo menggunakan sampel Kabupaten Kota di Pulau Jawa untuk anggaran 2003-2004 serta menemukan bahwa ketika Pemerintah Daerah membuat kebijakan untuk mengalokasikan anggaran belanja modal, tidak diiringi dengan dengan
(42)
pengalokasian untuk belanja operasional dan pemeliharaan yang seimbang. Penyebabnya adalah karena tidak akuratnya Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan anggaran terhadap proyek/kegiatan.
Rustiyaningsih (2012) meneliti pengaruh belanja modal terhadap belanja pemeliharaan (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Jawa Timur). Hasil penelitian menemukan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap belanja pemeliharaan pada tahun yang sama serta belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja pemeliharaan dengan menggunakan tahun yang berbeda. Kenaikan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kenaikan belanja pemeliharaan.
Abdullah dan Halim (2004) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara belanja modal dengan belanja pemeliharaan. Pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan berpengaruh terhadap anggaran belanja modal yakni apabila terdapat kenaikan dalam dana perimbangan akan mengakibatkan kenaikan dalam belanja modal.
Thomassen (1999) menyatakan bahwa setengah negara bagian (state) di Amerika Serikat yang melaporkan pos belanja modal dan non belanja modal secara terpisah telah gagal menggabungkan anggarannya untuk melakukan evaluasi secara simultan dan komparatif untuk kedua pos belanja yang bersangkutan.
(43)
Tabel 2.2. Review Penelitian Terdahulu
No. Nama dan
tahun Penelitian
Judul penelitian Variavel yang Digunakan
Hasil Penelitian
1. Sembiring (2006)
Analisis pengaruh belanja modal dan pendapatan asli daerah terhadap belanja pemeliharaan dalam realisasi anggaran pemerintahan kabupaten dan kota di provinsi sumatera utara.
Variabel Independen
• Belanja
Modal
• Pendapatan
Asli Daerah Variabel Dependen
• Belanja
pemeliharaan
1. Belanja modal dan pendapatan asli daerah secara simultan mempunyai pengaruh terhadap belanja. pemeliharaan. 2. Belanja modal dan
pendapatan asli daerah secara parsial mempunyai pengaruh terhadap belanja pemeliharaan, namun belanja modal memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap belanja
pemeliharaan.
2. Karo Karo
(2006) Hubungan Belanja Modal dengan Belanja Operasional dan Pemeliharaan Pemerintah Kabupaten/Kota di pulau jawa Variabel Independen
• Belanja
Modal Variabel Dependen
• Belanja
Pemeliharaan • Belanja
Operasional
Pengalokasian anggaran belanja modal tidak diiringi dengan pengalokasian untuk belanja operasional dan pemeliharaan yang seimbang
3. Rustiyaningsih (2012) Pengaruh Belanja Modal Terhadap
Belanja Pemeliharaan (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Jawa Timur
Variabel Independen
• Belanja
Modal Variabel Dependen
• Belanja
pemeliharaan
1. Belanja modal
berpengaruh signifikan terhadap belanja
pemeliharaan pada tahun yang sama
2. Belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja pemeliharaan dengan menggunakan tahun yang berbeda.
3. Kenaikan Belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kenaikan belanja pemeliharaan
(44)
No. Nama dan tahun Penelitian
Judul penelitian Variavel yang Digunakan
Hasil Penelitian
4. Abdullah dan Halim
(2008)
Pengalokasian Bela nja Fisik dalam Anggaran
Pemerintah Daerah: Studi Empiris atas Determinan dan Konsekuensinya Terhadap Belanja Pemeliharaan Variabel Independen
• Belanja
Modal
• Dana
Perimbangan Variabel
Dependen
• Belanja
Pemeliharaan
1.Terdapat hubungan yang signifikan antara belanja modal dengan belanja pemeliharaan.
2.Pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan berpengaruh terhadap anggaran belanja modal
5. Thomassen (1999) Capital Budgetting for a state Revenues and costs capital consumption
Setengah negara bagian (state) di Amerika Serikat yang melaporkan pos belanja modal dan non belanja modal secara terpisah telah gagal
menggabungkan anggarannya untuk melakukan evaluasi secara simultan dan komparatif untuk kedua pos belanja yang bersangkutan.
(45)
2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan rumusan masalah penelitian dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1
H2
H3
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan gambar 2.3 di atas terdapat satu variabel dependen (Y) yaitu Anggaran Belanja Pemeliharaan dan tiga variabel independen yaitu Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X
1), Belanja Modal (X2) dan Pendapatan Asli Daerah (X3). Ketiga variabel independen tersebut diperkirakan akan
mempengaruhi anggaran belanja pemeliharaan yakni dapat menaikkan dan menurunkan anggaran belanja pemeliharaan.
Nilai aset tetap yang akan dipelihara yang dimiliki secara sah oleh Pemerintah Daerah tentu seharusnya mempengaruhi anggaran belanja pemeliharaan dalam penyusunan APBD. Semakin besarnya nilai aset tetap yang
Anggaran Belanja Pemeliharaan
(Y) Pendapatan Asli Daerah
(X3)
Belanja Modal (X2) Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1)
(46)
akan dipelihara tentu berdampak pada semakin besarnya anggaran belanja pemeliharaan yang harus disediakan dalam APBD. Hal ini untuk menjaga agar aset tetap tersebut tetap terpelihara dan dapat digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Aset tetap yang akan dipelihara oleh Pemerintahan Daerah tidak termasuk aset tetap yang dimiliki Pemerintah Pusat atau Pemerintahan Daerah lainnya yang terdapat pada wilayah Pemerintahan Daerah yang bersangkutan.
Anggaran belanja modal adalah untuk memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya, penambahan aset tersebut juga harus diikuti dengan penambahan belanja pemeliharaan sehingga pemerintah daerah tsb dapat memanfaatkan secara efektif sesuai dengan kegunaannya. Untuk mendapatkan aset tetap, pemerintah daerah cukup merealisasikan anggaran belanja modal pada tahun berjalan sedangkan untuk belanja pemeliharaan pemerintah daerah harus mengeluarkan secara rutin dan terus menerus selama aset tersebut dimiliki oleh pemerintah daerah sehingga penambahan jumlah aset pemerintah daerah setiap tahunnya seharusnya juga meningkat jumlah anggaran belanja pemeliharaan.
Pendapatan asli daerah akan mempengaruhi anggaran belanja pemeliharaan karena anggaran belanja pemeliharaan lebih banyak bersumber dari pendapatan asli daerah. Semakin besar jumlah anggaran pendapatan asli daerah akan berdampak pada semakin besarnya jumlah anggaran belanja pemeliharaan yang dianggarkan dalam APBD. Pendapatan asli daerah yang meningkat setiap tahunnya tentu menunjukkan semakin meningkatnya kinerja keuangan Pemerintah Daerah.
(47)
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan maka kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan hal di atas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut:
“Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1), Belanja Modal (X2) dan Pendapatan Asli Daerah (X3) secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan dalam penyusunan APBD pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara”.
(48)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang menggunakan metode ilmiah yang memiliki kriteria seperti: berdasarkan fakta, menggunakan prinsip analisa, menggunakan hipotesa, menggunakan ukuran objektif dan meggunakan data kuantitatif. Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data sekunder. Menurut Indriantoro dan Supomo (2011: 147), data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yang telah dipublikasikan kepada masyarakat pengguna. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen Laporan APBD kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang dipublikasikan oleh Departemen Keuangan Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah melalui situs Sumatera Utara.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di seluruh Pemerintahan Daerah di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang dijadikan sebagai sampel. Waktu penelitian dilakukan bulan Februari 2015-Juni 2015.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007: 115).
(49)
Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintahan Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara yakni sejumlah 33 Pemerintahan Kabupaten/Kota.
Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Apabila populasi besar, sehingga peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sebab itu, sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif (mewakili). Jika sampel kurang representatif, akan mengakibatkan nilai yang dihitung dari sampel tidak cukup tepat untuk menduga nilai populasi yang sesungguhnya (Sugiyono, 2007: 116).
Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1. Neraca Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota di Sumatera Utara yang di publikasikan melalui situs Departemen Keuangan Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daera 2. Pemerintahan kabupaten/kota di sumatera utara yang telah menyerahkan
dan mempublikasikan APBD dan Penjabaran APBD secara konsisten dari tahun 2012-2014 melalui situs Departemen Keuangan Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Biro Keuangan Kantor Gubernur Sumatera Utara.
Berdasarkan kriteria di atas, maka sampel yang memenuhi syarat dalam penelitian ini berjumlah 22 Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sehingga jumlah observasi dalam penelitian ini adalah 3 tahun observasi x 22 sampel
(50)
= 66 sampel observasi. Berikut ini disajikan daftar nama sampel yang dipilih berdasarkan purposive sampling tersebut.
Tabel 3.3. Daftar Nama Sampel Periode Tahun 2012-2014
Tabel 3.2 Populasi dan Kriteria Pengambilan Sampel
Kabupaten/Kota Kriteria Sampel
1 2
1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1
2 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2
3 Kabupaten Karo √ √ Sampel 3
4 Kabupaten Labuhanbatu √ √ Sampel 4
5 Kabupaten Labuhanbatu Selatan √ √ Sampel 5
6 Kabupaten Labuhanbatu Utara √ √ Sampel 6
7 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 7
8 Kabupaten Nias √ √ Sampel 8
9 Kabupaten Padang Lawas Utara √ √ Sampel 9
10 Kabupaten Phakpak Barat √ √ Sampel 10
11 Kabupaten Samosir √ √ Sampel 11
12 Kabupaten Serdang Bedagai √ √ Sampel 12
13 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 13
14 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 14
15 Kabupaten Nias Utara √ √ Sampel 15
16 Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 16
17 Kota Binjai √ √ Sampel 17
18 Kota Gunung Sitoli √ √ Sampel 18
19 Kota Pematangsiantar √ √ Sampel 19
20 Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 20
21 Kota Padangsidempuan √ √ Sampel 21
22 Kabupaten Mandaililng Natal √ √ Sampel 22
23 Kabupaten Humbang Hasundutan - - Tidak
24 Kabupaten Deli Serdang - - Tidak
25 Kabupaten Nias Barat - - Tidak
26 Kabupaten Nias Selatan √ - Tidak
27 Kabupaten Padang Lawas - - Tidak
28 Kabupaten Tapanuli Utara - - Tidak
29 Kabupaten Tapanuli Tengah - - Tidak
30 Kota Medan - - Tidak
31 Kabupaten Batubara - - Tidak
32 Kota Sibolga - - Tidak
33 Kota Tanjungbalai √ - Tidak
(51)
3.4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini adalah dengan mendapatkan Neraca Pemerintahan Daerah untuk tahun anggaran 2011-2013 melalui situs
APBD dan Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2012- 2014 pada seluruh Pemerintahan Daerah di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Data yang diambil adalah anggaran belanja modal, anggaran pendapatan asli daerah dan anggaran belanja pemeliharaan dari APBD tahun 2012 dan 2014 serta data aset tetap dari neraca untuk tahun buku 2011 dan 2013.
3.5 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Menurut Erlina (2011 : 48) defenisi operasional adalah menjelaskan karakteristik dari obyek ke dalam elemen-elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalkan ke dalam penelitian. Dengan defenisi operasional, peneliti dapat mengumpulkan, mengukur, atau menghitung informasi melalui logika empiris. Istilah-istilah dalam defenisi operasional harus dapat diuji dan mempunyai rujukan empiris.
Variabel penelitian dan defenisi operasional menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini terdiri dari tiga variabel eksogen dan satu variabel endogen, dan dijelaskan sebagai berikut:
3.5.1. Variabel Eksogen (independen)
Variabel independen (variabel bebas) yang digunakan dalam penelitian adalah:
1) Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1) yakni dengan menggunakan
(52)
dikurang dengan konstruksi dalam pengerjaan. Dalam hal ini Nilai Aset Tetap yang digunakan adalah: Tanah, Peralatan, dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan Irigasi dan Jaringan, serta aset tetap lainnya yang masuk dalam kategori kondisi baik dan rusak ringan. Aset Tetap berupa konstruksi dalam pengerjaan tidak akan dimasukkan karena belum membutuhkan pemeliharaan. Data nilai aset tetap yang akan dipelihara yang digunakan adalah data tahun 2011-2013
2) Belanja Modal (X2) dalam penelitian ini diartikan sebagai pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka menambah aset atau kekayaan daerah kabupaten dan kota yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun anggaran, yang meliputi antara lain belanja untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud. Variabel ini diukur dari jumlah anggaran belanja modal tahun 2012-2014 dengan skala pengukurannya ialah rasio.
3) Pendapatan Asli Daerah (X3) yakni dengan menggunakan jumlah anggaran
pendapatan asli daerah pada APBD tahun 2012-2014. Pendapatan asli daerah meliputi pendapatan berasal dari: pajak daerah, retribusi derah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
3..5.2 Variabel Endogen (dependen)
Variabel dependen (variabel terikat) dalam penelitian ini adalah anggaran belanja pemeliharaan. Anggaran belanja pemeliharaan merupakan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk belanja pemeliharaan aset tetap dalam APBD yang
(53)
dikelompokkan sebagai bagian dari belanja barang dan jasa untuk tahun anggaran 2012-2014.
Defenisi operasional dari seluruh variabel dapat diuraikan dan dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.5.2 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Parameter Skala Pengukuran Anggaran
Belanja Pemeliharaan (Y)
Merupakan pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap yang sudah ada atau yang telah dimiliki ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk belanja pemeliharaan aset tetap dalam APBD yang dikelompokkan sebagai bagian dari belanja barang untuk tahun anggaran 2012-2014. Rasio
Nilai Aset Tetap yang Akan dipelihara (X1).
Merupakan aset berwujud dengan kondisi
yang baik dan rusak ringan, stelah dikurangi dengan konstruksi dalam
pengerjaan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan perintahan atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum
Jumlah nilai aset tetap dalam kondisi baek dan rusak ringan dikurangi dengan konstruksi dalam pengerjaan Rasio Belanja Modal (X2)
Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka menambah aset dan kekayaan daerah yang
Jumlah anggaran belanja modal tahun 2012-2014
(54)
masa manfaatnya lebih dari dua belas bulan, belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud.
Pendapatan Asli Daerah
(X3)
Penerimaan
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Jumlah anggaran pendapatan asli daerah dalam APBD Tahun 2012-2014. Rasio
3.6. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis jalur (path analysis) dengan bantuan Structural Equation Modeling (SEM) yang dioperasikan melalui program AMOS versi 22. Yakni data sekunder tersebut akan diolah dengan menggunakan AMOS versi 22.
3.6.1. Analisis Jalur
Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang digunakan untuk menguji kesesuaian (fit) dari matriks korelasi dari dua atau lebih model yang dibandingkan oleh si peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas. Path Analisis merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hubungan kausal antara dua atau lebih variabel.
(55)
Dalam penelitian ini digunakan metode estimasi maximum likelihood
(ML) dengan menggunakan uji asumsi normalitas multivariat, serta dalam jumlah sampel besar maka metode estimasi maximum likelihood hasilnya akan mendekati metode estimasi bayesian atau hasilya sama dengan metode bayesian.
Gambar 3.6.1 Model Analisis Jalur
Berdasarkan gambar diatas hipotesis penelitian yang akan di uji adalah Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1) berpengaruh terhadap Anggaran
Belanja Pemeliharaan (Y), Belanja Modal (X2) berpengaruh terhadap Anggaran
Belanja Pemeliharaan (Y), Pendapatan Asli Daerah (X3) berpengaruh terhadap
Anggaran Belanja Pemeliharaan (Y), Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara, Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah secara simultan berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan.
(56)
Untuk mengetahui signifikan atau tidak dilakukan perbandingan nilai
credible interval lower bound dan upper bound, Ghozali (2014:349) menyatakan jika dalam range literval lower bound dan upper bound memuat angka 0, maka pengaruh tidak signifikan secara statistik.
3.6.2. Uji Normalitas Multivariate
Asumsi terpenting yang berkaitan dengan model persamaan struktural dalam analisis struktur covariance dan mean adalah data harus bersekala normal secara multivriate. Hasil kajian dari studi empiris yang dilakukan oleh Westeral (1995) Terhadap penggunaan SEM dengan data non-normal multivariate di temukan beberapa hal sebagai berikut:
1) Data yang semakin meningkat non-normal distrisbusinya,maka nilai chi-squares yang dihasilka dari metode estimasi maximum likelihood (ML) aka menjadi sangat besar nilai chi-square-nya.
2) Jika jumlah sampel menurun dan non-normal meningkat penelitian akan menghadapi analisis yang gagal dalam melakukan konvergensi.
3) Jika data non-normal maka ukuran Fit indeks seperti Tucker-lewis Index
(57)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di sumatera utara yang terdiri dari 33 kabupaten/kota. Jumlah observasi atau data amatan dalam penelitian ini sebanyak 66 observasi, data didapatkan dari Neraca Pemerintahan Daerah dan APBD tahun 2012-2014 yang dipublikasikan melalui situs Departemen Keuangan Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Utara. Namun, diantara 33 kabupaten/kota yang menjadi objek penelitian, ada sebelas kabupaten/kota yang tidak memenuhi kriteria pemelihan sampel, sebelas kabupaten/kota tersebut tidak mempublikasikan laporan APBD dan Neraca Pemerintahan Daerah.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1 Uji Normalitas Multivariate
Seperti pada banyak metode statistik lainnya, SEM juga mensyaratkan data berdistribusi normal. Uji normalitas yang dilakukan pada SEM dengan pengujian normalitas semua variabel secara bersama-sama yang disebut dengan
multivariate normality. Untuk melihat jika sebuah distribusi dikatakan normal jika keruncingan tidak ada menceng ke kiri atau ke kanan serta mempunyai keruncingan yang ideal dengan angka pembanding pada tabel z. Apabila angka multivariate tersebut berada diantara angka z tabel (−�
(1−1
2�)
<���� <�(1−1 2�)
)
(58)
kepercayaan 95%. Pada tingkat kepercayaan tersebut tingkat signifikansi 100%-95%=5% dan angka z adalah ±1,96.
Tabel 4.1
Assessment of normality (Group number 1)
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
X3 26103000000,000 286832000000,000 ,420 ,804 -,626 -,599
X2 275364000000,000 982983000000,000 ,954 1,827 ,410 ,392
X1 669277000000,000 7080829000000,000 -,001 -,002 -,207 -,198
Y 12585074858,000 106113031145,000 1,180 2,259 ,656 ,628
Multivariate -,052 -,018
Sumber : Lampiran 1, data diolah
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan (multivariat) didapat angka multivariate sebesar -0,018 dan angka tersebut terletak diantara angka z tabel yaitu -1,96 < -0,018<1,96 ini membuktikan bahwa data berdistribusi normal.
4.2.2 Analisis Korelasi
Analisis korelasi antar variabel nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara, Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah mempunyai hubungan ditunjukkan pada hasil output berikut ini :
Tabel 4.2
Correlations Estimate X1 <--> X2 ,385 X2 <--> X3 ,708 X1 <--> X3 ,670 Sumber : Lampiran 1, data diolah
(59)
Dari hasil korelasi data diatas nilai estimasi bernilai positif. Hal ini berarti telah terlihat jelas bahwa terdapat korelasi (hubungan) antara tiga variabel eksogen (independen).
Tabel 4.3
Implied (for all variables) correlations
X3 X2 X1 Y
X3 1,000
X2 ,708 1,000
X1 ,670 ,385 1,000
Y ,069 -,134 ,096 1,000
Sumber : Lampiran 2, data diolah
Besarnya nilai korelasi antara variabel endogen dengan variabel eksogen antara lain:
1. Korelasi antara variabel X1 dengan variabel Y adalah : rx1y = 0,096
berdasarkan perhitungan diperoleh nilai korelasi antara variabel X1 dengan variabel Y sebesar 0,096, yang menunjukkan bahwa hubungan X1 dengan Y adalah positif.
2. Korelasi antara variabel X2 dengan variabel Y adalah : rx2y = -0,134
berdasarkan perhitungan diperoleh nilai korelasi antara variabel X2 dengan variabel Y sebesar -0,134, yang menunjukkan bahwa hubungan X2 dengan Y adalah negatif.
(60)
3. Korelasi antara variabel X3 dengan variabel Y adalah : rx3y = 0,069
berdasarkan perhitungan diperoleh nilai korelasi antara variabel X3 dengan variabel Y sebesar 0,069, yang menunjukkan bahwa hubungan X3 dengan Y adalah positif.
4.2.2.1 Pengaruh Langsung (Direct Effect)
Untuk menghitung pengaruh langsung (direct effect) digunakan formula sebagai berikut : besarnya pengaruh langsung variabel endogen (dependen) terhadap variabel eksogen (independen) adalah:
= Pxuxi X Pxuxi
atau dapat dilihat pada hasil output dibawah ini:
Tabel 4.4
Direct Effects (Group number I-Default Model)
X3 X2 X1
Y ,114 -,051 ,001 Sumber: Lampiran 3, data diolah
Sedangkan nilai standardized dapat dilihat pada hasil output berikut ini:
Tabel 4.5
Standardized Direct Effect (Group number I-Default Model)
X3 X2 X1
Y ,035 -,362 ,231 Sumber: Lampiran 3, data diolah
(61)
4.2.2.2 Pengaruh Total (Total Effect)
Besarnya pengaruh total pengaruh variabel endogen (dependen) terhadap variabel eksogen (independen) adalah penjumlahan besarnya pengaruh langsung dengan besarnya pengaruh tidak langsung : = [����� × �����] + [����� × �����],
atau dapat dilihat pada hasil output dibawah ini:
Tabel 4.6
Total Effects (Group number I-Default Model)
X3 X2 X1
Y ,114 -,051 ,001 Sumber: Lampiran 3, data diolah
Sedangkan nilai standardized dapat dilihat pada hasil output berikut ini:
Tabel 4.7
Standardized Total Effect (Group number I-Default Model)
X3 X2 X1
Y ,035 -,362 ,231 Sumber: Lampiran 3, data diolah
Dari hasil output diatas pada total effects memiliki hasil yang sama pada
output direct effects, yaitu 0,001 untuk variabel X1, -0,051 untuk variabel X2, dan 0,114 untuk variabel X3, terhadap variabel Y. Dengan demikian hasil dari uji hipotesis di atas dapat dibangun model jalur (Diagram Path) yang menjelaskan hubungan dari ke empat variabel tersebut. Seperti di bawah ini:
(62)
Gambar 4.1 Model Analisis Jalur
Sumber: Lampiran 4, data diolah
Dari gambar model jalur diatas, maka dapat dilihat hasil analisis yang dilakukan berdasarkan keterangan gambar di atas, sebagai berikut:
1. Analisis Regresi
Diperoleh nilai beta, sebagai berikut : Untuk X1, yakni ρyx1 = 0,001
Untuk X2, yakni ρyx2 = -0,051 Untuk X3, yakni ρyx3 = 0,114 2. Kovariasi
X12 =111083722854597000000000,000 X13 = 72308732963948900000000,000 X23 = 9102115981703550000000,000
(63)
3. Means
X1 = 3719315045454,550 X2 = 527605909090,909 X3 = 127901454545,455 4. Varians
X1 = 2424107796022310000000000 X2 = 34381600969416300000000 X3 = 4804358407254480000000
5. Persamaan struktur untuk model diatas adalah sebagai berikut:
Y = 0,001 X1 - 0,051 X2 + 0,114 X3 + €
4.2.3. Pengujian Hipotesis
Setelah secara overall sebuah structural model dapat dianggap fit, proses selanjutnya adalah melihat apakah ada hubungan yang signifikan dan erat antara variabel eksogen dengan variabel endogen. Hipotesis dalam pengujian ini adalah H0 diterima apabila tidak ada hubungan antara varibel endogen dengan variabel eksogen, sebaliknya H0 ditolak apabila terdapat hubungan antara varibel endogen dengan variabel eksogen.
Diketahui model analisis jalur yang akan diuji disajikan pada Gambar 4.2. Berdasarkan Gambar 4.2, terdapat 3 variabel eksogen, yakni Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1), Belanja Modal (X2) dan Pendapatan Asli Daerah (X3). Sedangkan Anggaran Belanja Pemeliharaan (Y) merupakan variabel endogen.
(64)
Gambar 4.2
Analisis Jalur Menggunakan AMOS versi 22
Sumber : Data diolah peneliti (2015)
Hasil pengujian hipotesis terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan dengan melihat indikator Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1), Belanja Modal (X2) dan Pendapatan Asli Daerah (X3) dijelaskan pada Gambar 4.3. Dasar pengambilan keputusan yaitu dapat langsung dilihat pada kolom p (probability). Jika p > 0,05 maka H0 diterima, jika p < 0,05 maka H0 ditolak. Gambar 4.3 dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.8
Estimasi Parameter dengan Maximum Likelihood
Estimate S.E. C.R. P Label Y <--- X1 ,001 ,005 1,107 ,015 par_1 Y <--- X2 -,051 ,042 -1,200 ,030 par_2 Y <--- X3 ,114 ,140 ,213 ,916 par_3
(65)
Tabel 4.9 Standardize Regression
Estimate Y <--- X1 ,231 Y <--- X2 -,362 Y <--- X3 ,035 Sumber : Lampiran 1,data diolah
4.2.3.1 Pengaruh Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan
Berdasarkan hasil AMOS pada Gambar 4.2 diketahui nilai p untuk pengaruh NilaiAset Tetap yang Akan Dipelihara (X1) terhadap Anggaran Belanja
Pemeliharaan (Y) adalah 0,015 angka ini di bawah 0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian berarti ada hubungan yang nyata (signifikan) antara variabel Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1) terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan
(Y) pada tingkat kepercayaan 5%.
4.2.3.2 Pengaruh Belanja Modal Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan
Berdasarkan hasil AMOS pada Gambar 4.2 diketahui nilai p untuk pengaruh Belanja Modal (X2) terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan (Y)
adalah 0,030 angka ini di bawah 0,05 sehingga H0 ditolak. Ini berarti ada hubungan yang nyata (signifikan) antara variabel Belanja Modal (X2) terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan (Y) pada tingkat kepercayaan 5%.
4.2.3.3 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan
(66)
Berdasarkan hasil AMOS pada Gambar 4.2 diketahui nilai p untuk pengaruh Pendapatan Asli Daerah (X3) terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan
(Y) adalah 0,916 angka ini di atas 0,05 sehingga H0 diterima. Ini berarti tidak ada hubungan yang nyata (signifikan) antara variabel Pendapatan Asli Daerah (X3)
terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan (Y) pada tingkat kepercayaan 5%. Variabel Pendapatan Asli Daerah (X3) mempunyai koefisien positif sebesar 0,114. Artinya apabila nilai koefisiennya tetap (konstan) maka kenaikan Pendapatan Asli Daerah sebesar 1 (satuan) akan menurunkan anggaran belanja pemeliharaan sebesar 0,114 satuan.
BD kepada DPRD.
4.3. Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Nilai Aset Tetap yang Akan Dipelihara Terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan
Berdasarkan hasil AMOS pada Gambar 4.2 diketahui nilai p untuk pengaruh NilaiAset Tetap yang Akan Dipelihara (X1) terhadap Anggaran Belanja
Pemeliharaan (Y) adalah 0,015 angka ini di bawah 0,05 sehingga H0 ditolak. Ini berarti ada hubungan yang nyata (signifikan) antara variabel Aset Tetap yang Akan Dipelihara (X1) terhadap Anggaran Belanja Pemeliharaan (Y) pada tingkat
kepercayaan 5%. Kondisi ini sesuai dengan teori ataupun ketentuan yang diungkapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua
(1)
71
LANJUTAN
Correlations: (Group number 1 - Default model)
Estimate X1 <--> X2 ,385 X2 <--> X3 ,708 X1 <--> X3 ,670
Variances: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R . P
Labe l X 1 2424107796022310000000000,0 00 748095905581604000000000,0
00 3,240 ,00
1 par_11 X
2 34381600969416300000000,000
10610392389313400000000,00
0 3,240 ,00
1 par_12 X
3 4804358407254480000000,000 1482657190764820000000,000 3,240 ,00
1 par_13 e 622478737626007000000,000 192101108991734000000,000 3,240 ,00
1 par_14
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
Estimate Y ,073
Matrices (Group number 1 - Default model)
Implied (for all variables) Covariances (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y
X 3 480435840725448000 0000,000 X 2 910211598170356000 0000,000 3438160096941630000 0000,000 X 1 723087329639489000 00000,000 1110837228545970000 00000,000 2424107796022310000 000000,000
Y 124601769003472000
000,000 -6449693261683200000 00,000 3869711638633020000 000,000 6713433012756140 00000,000 Implied (for all variables) Correlations (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y X3 1,000
X2 ,708 1,000
X1 ,670 ,385 1,000
(2)
Implied (for all variables) Means (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y
127901454545,455 527605909090,909 3719315045454,550 41584429101,909
Implied Covariances (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y
X 3 4804358407254480 000000,000 X 2 9102115981703560 000000,000 34381600969416300 000000,000 X 1 7230873296394890 0000000,000 11108372285459700 0000000,000 24241077960223100 00000000,000 Y 1246017690034740
00000,000 -64496932616831600 0000,000 38697116386330200 00000,000 671343301275614 000000,000
Implied Correlations (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y X3 1,000
X2 ,708 1,000
X1 ,670 ,385 1,000
Y ,069 -,134 ,096 1,000
Implied Means (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y
(3)
73
LAMPIRAN 5
HASIL OUTPUT AMOS PENGARUH L LANGSUNG
DIRECT EFFECTS
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y ,114 -,051 ,001
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y ,035 -,362 ,231
(4)
HASIL OUTPUT AMOS PENGARUH TOTAL
TOTAL EFFECTS
Total Effects (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y ,114 -,051 ,001
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
X3 X2 X1 Y ,035 -,362 ,231
(5)
75
LAMPIRAN 7
(6)