cenderung menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, berguna berharga baginya atau tidak.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ada lima hal yang berkaitan dengan belajar seseorang antara lain informasi ferbal, keterampilan
intelektual, pengetahuan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.
2.2 Pengertian Hasil Belajar
Proses pembelajaran akan memberikan suatu perubahan pada siswa yang bisa dilihat dari hasil belajar. “Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar” Anni, 2006 :5. Jadi hasil belajar adalah suatu yang diperoleh setelah mengalami kegiatan belajar.
Kesimpulan Kingsley dalam Sudjana 2009:45 “membagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu 1 keterampilan dan kebiasaan; 2 pengetahuan dan pengertian;
3 sikap dan cita”. Hasil belajar dapat dilihat dari perubahan siswa, keterampilan
semakin meningkat bertambahnya pengetahuan, sikap yang lebih baik.
Geirl ach dan Elly dalam Rafa’i 2011:85 mengemukakan pengertian hasil
belajar sebagai berikut :
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan
perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu, apabila peserta didik mempelajari pengetahuan tentang
konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam peserta didik, perubahan perilaku yang harus
dicapai oleh peserata didik setelah melakukan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan peserta didik. Tujuan peserta didik merupakan deskripsi
tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukan bahwa belajar telah terjadi.
Menurut Suprijono 2012
:5 maksud dari hasil belajar adalah “pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi
dan
kete rampilan”. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan
beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar seperti kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan
motovasi, serta cara belajar. Sedangkan yang berasal dari luar dirinya yaitu seprti lingkungan, sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu Slameto
2010:54-72. a.
Faktor Intern Adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
meliputi faktor jasmani, psikologi, dan kelelahan. Faktor jasmani terdiri dari kesehatan yaitu proses belajar seseorang akan terganggu jika
kesehatan seseorang terganggu. Faktor psikologis terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. Faktor kelelahan,
siswa dapat belajar dengan baik harus menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya.
b. Faktor Ekstern
Adalah faktor yang ada diluar individu, faktor yang berpengaruh pada belajr dapat dikelompokan menjadi 3 faktor yaitu : faktor keluarga,
faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Fator sekolah terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa denga siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, dan metode
belajar. Faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Berdasarkan beberapa pengertian hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa maksud dari hasil belajar adalah hasil pencapaian peserta didik yang
berupa perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa
dan faktor dari luar diri siswa. Pernyataan tentang apa yang diinginkan pada diri peserta didik setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Hasil belajar komunikasi
dengan menggunakan model think pair share dapat dilihat dari perubahan kelancaran berbahasa dan berbicara siswa dalam menyampaikan informasi
melalui beberapa sumber media informasi yang telah dijadikan sumber informasi.
Sehingga hasil belajar akan terlihat secara otomatis. 2.3
Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas PTK atau Classroom Action Research CAR dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Namanya sendiri
sebetulnya sudah menunjukan isi yang terkandung didalamnya. Menurut ZainalAqib 2009:12 dalam bukunya Penelitian Tindakan Kelas ada tiga kata
yang membentuk pengertian tersebut, yaitu:
a. Penelitian yaitu merupakan kegiatan mencari suatu obyek, menggunakan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat
dan penting bagi peneliti.
b. Tindakan yaitu sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan
tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
c. Kelas merupakan tempat sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari seseorang guru. Batasan yang ditulis untuk pengertian tentang kelas tersebut adalah pengertian lama, untuk
melumpuhkan pengertian yang salah dan dipahami secara luas oleh umum dengan
“ruangan tempat guru mengajar”. Kelas bukan wujud ruangan tetapi sekelompok peserta didik yang sedang belajar, kelompok orang
yang sedang belajar dapat kerja dilab, lapangan oleh raga, workshop dan lain-lain.
Menurut Jean Mc Niff via Suroso 2009:29 dalam buku Menyusun Penelitian Tindakan Kelas Acep Yoni, 2012: 7 menyatakan bahwa “Penelitian
Tindakan Kelas merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru
s endiri”. Menurut Suharsimi 2006:3 menyatakan bahwa “penelitian tindakan
kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
ber samaan”. Dengan demikian penelitian tindakan kelas merupakan salah satu
cara yang strategis bagi guru untuk memperbaiki dan meningkatkan layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks pembelajaran dikelas atau
peningkatan kualitas program secara keseluruhan Suharsimi, 2006:4.
2.3.1 Medel Kooperatif
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan
masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompk sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif Trianto, 2009:56.
Pada dasarnya pembelajaran kooperatif merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur bekerja
sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.
Belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai tambahan, belajar
kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat
dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi Slavin, 1995 dalam Trianto 2009:57. Sedangkan Johnson dan Johnson 1994
menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara
individu maupun secara kelompok. Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat
bebrapa variasi dari model tersebut. Setidak-tidaknya ada empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, TGT, Investigasi Kelompok, Pendekatan Struktur yang meliputi Think Pair Share TPS dan
Numbered Head Together NHT. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model kooperatif tipe think pair share TPS.
2.3.2 Model Pembelajaran Think Pair Share
Strategi think pair share TPS atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi
siswa. Strategi ini pertama kali dikembangkan oleh Flang Lyman dan kolegannya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends 1997, menyatakan bahwa
think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk memproses dan saling membantu Trianto, 2009:132.
Model pembelajaran ini dikembangkan untuk membangun kelas sebagai komunikasi belajar yang menghargai semua kemampuan siswa. Hal ini
disebabkan model pembelajaran think pair share semua siswa dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan apa yang mereka pahami. Dengan
adanya model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatakn hasil belajar siswa.
Menurut pendapat La Iru 2012: 60 dalam melaksanakan model pembelajaran think pair share terdiri dari tiga fase, yaitu:
1. Berpikir thinking yaitu guru mengajukan pertanyaan atau masalah
yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.
Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
2. Berpasangan pairing selanjutnya guru meminta siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang diberikan dapat menyatukan jawaban jika
suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru
memberi waktu tidak lebih dari 4 menit untuk berpasangan.
3. Berbagi sharing pada langkah akhir, guru meminta pasangan-
pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke
pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Tahapan model pembelajaran think pair share ini guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain, dan untuk
kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Dalam pembelajaran ini ada bebrapa kelebihan dan kelemahannya. Menurut Ibrahim, dkk 2000:6 kelebihannya
adalah sebagai berikut: a.
Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan model pembelajaran think pair share menurut siswa menggunakan waktunya
untuk mengerjakan tugas atau permasalahan yang diberikan guru diawal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami sub
pokok bahasan dengan baik sebelum menyampaikan pada pertemuan berikutnya.
b. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran think pair share
diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa lebih baik.
c. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran,
model think pair share akan lebih menarik dan tidak monoton. d.
Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional siswa yang aktiv dikelas hanyalah siswa tertentu yang
benar-benar rajin dan cepat menerima materi yang disampaikan guru, sedangkan siswa lain sebagai pendengar. Dengan pembelajaran think
pair share dapat diminimalisir sebab semua siswa terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
e. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam pembelajaran belajar
mengajar yaitu diraih oleh siswa. Dalam model pembelajaran think pair share perkembangan hasil belajar siswa diidentifikasi secara
bertahap, sehingga pada akhir pembelajaran hasil diperoleh lebih optimal.
f. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem
kerjasama diterapkan untuk bekerjasama dalam tim sehingga dapat menerima bila pendapatnya tidak diterima.
Kelemahan model pembelajaran think pair share adalah “pembelajaran
yang baru diketahui, kemudian yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung, sehingga kelihatan tidak percaya diri, dan saling mengganggu antar siswa”
Ibrahim, 2000:8.
2.3.3 Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dideskripsikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat
implementatif. Dengan perkataan lain, metode yang dipilih oleh masing-masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan teknik yang berbeda Hamzah,
2009: 2.
Pengertian Metode pembelajaran menurut Helmiati 2012: 57 adalah “Prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang digunakan guru dalam
pencapaian tujuan pembelajaran”. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabatan dari pendekatan. Suatu pendekatan dapat dijabarkan dalam
berbagai metode pembelajaran yang difokuskan kepencapaian tujuan. Ada beberapa metode yang selama ini telah dikenal seperti metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, karya wisata, dan seterusnya. Dari berbagai macam metode yang ada peneliti menggunakan metode diskusi untuk
menunjang proses pembelajaran. Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dirikan oleh suatu
keterkaitan pada suatu topik atau pokok pertanyaan atau masalah dimana para peserta diskusi berusaha untuk mencapai suatu keputusan atau pendapat yang
disepakati bersama maupun pemecahan terhadap suatu masalah dengan mengemukakan sejumlah data dan argumentasi Helmiati, 2012:66.
Menurut Trianto 2009:121 diskusi yaitu “interaksi antar siswa dan siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau
memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Tetapi yang perlu dipahami, bahwa diskusi merupakan titik sentral dalam suatu aspek pembelajaran, maka
diskusi kelas merupakan pendekatan yang berbeda dalam suatu pembelajaran. Dengan kata lain, interaksi antar siswa-guru, siswa-siswa dalam proses
pembelajaran sangat ditentukan oleh bagaimana proses diskusi kelas optimalisasi. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode diskusi dapat meningkatkan anak
dalam pemecahan konsep dan keterampilan memecahkan suatu masalah Helmiati, 2012: 66.
2.4 Penelitian Terdahulu