107
OUTLOOK ENERGI INDONESIA
Tabel 5.1. Perkembangan Bauran Energi Primer
Skenario BaU a
Jenis Energi
2013 2020
2025 2030
2035 2045
2050 Batubara
28 35
36 38
40 40
41
Gas 22
21 21
21 21
22 21
Minyak 43
33 30
28 27
27 28
EBT 8
11 13
13 12
11 10
Total 100
100 100
100 100
100 100
Skenario KEN b
Jenis Energi
2013 2020
2025 2030
2035 2045
2050 Batubara
28 30
30 30
29 26
25
Gas 22
23 22
23 23
25 24
Minyak 43
29 24
22 21
20 20
EBT 8
19 23
25 27
29 31
Total 100
100 100
100 100
100 100
5.4.1 Penyediaan Minyak Bumi
Minyak selama ini mendominasi pasokan energi primer di Indonesia, dengan pangsa sekitar 43. Mengingat harga minyak bumi cenderung terus meningkat sedangkan
cadangan dan kemampuan produksi minyak bumi dalam negeri terus menurun, pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap pasokan minyak melalui program-program diversifikasi energi. Mengingat tidak semua jenis pemakaian minyak bumi dapat digantikan dengan energi lainnya,
pasokan minyak bumi masa mendatang diperkirakan masih akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk.
01-07 Outlook Final.indd 107 122214 6:02:51 PM
DEWAN ENERGI NASIONAL
108
Berdasarkan skenario BaU maupun KEN, permintaan minyak bumi domestik yang merupakan gabungan dari produksi dan impor dikurangi ekspor tumbuh rata-rata
0,7 per tahun, dari 42 juta TOE tahun 2013 menjadi 68 juta TOE tahun 2050. Grafik 5.30.
Grafik 5.30. Proyeksi Produksi, Ekspor, Impor dan Kebutuhan Minyak Bumi
Produksi minyak bumi diproyeksikan akan mengalami penurunan sekitar -0,4 dari tingkat sekarang. Berdasarkan skenario BaU maupun KEN, impor minyak mentah
Indonesia akan mencapai 37 juta TOE pada tahun 2050 atau tumbuh 0,7. Impor minyak bumi dibatasi oleh kemampuan kilang domestik yang ada. Ekspor minyak
mentah masih akan berlanjut selama periode proyeksi meskipun semakin turun seiring dengan kemampuan produksi minyak bumi yang juga turun. Penurunan
proyeksi penyediaan minyak bumi setelah tahun 2035 semata-mata hanya akibat dari ekspor minyak bumi yang mengalami penurunan.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan BBM premium, avtur, minyak solardiesel, dan minyak bakar dan terbatasnya kapasitas kilang dalam negeri, impor BBM pada
skenario BaU dan KEN selama kurun waktu 2013 – 2050 mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan impor BBM selama kurun waktu tersebut adalah 6,2 per tahun
01-07 Outlook Final.indd 108 122214 6:02:56 PM
109
OUTLOOK ENERGI INDONESIA
untuk skenario BaU dan 3,9 skenario KEN. Perkembangan produksi, ekspor dan impor BBM untuk skenario BaU dan KEN diperlihatkan pada Grafik 5.31.
Akibat dari keterbatasan kemampuan kilang dalam negeri dan peningkatan kebutuhan BBM di masa mendatang yang tinggi, impor BBM tentu tidak dapat dihindarkan.
Untuk mengurangi ketergantungan akan impor BBM, Indonesia perlu membangun kilang-kilang baru. Pada Outlook Energi Indonesia ini diasumsikan bahwa kapasitas
kilang hingga periode 2050 meningkat dari 348 juta barrel menjadi 568 juta barrel per tahun akibat adanya rencana pembangunan kilang baru dengan kapsitas 600 ribu
barrel per hari di Jawa. Dengan meningkatnya kapasitas kilang, produksi BBM akan meningkat 1,3 per tahun atau mencapai 73 juta TOE pada tahun 2050. Peningkatan
ini masih belum mampu untuk memenuhi permintaan BBM hingga tahun 2050. Saat ini kebutuhan minyak bumi sekitar 1,2 juta barel per hari, sesuai dengan kapasitas
kilang terpasang nasional. Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri ke depan maka perlu meningkatkan kapasitas kilang dan pada akhirnya akan meningkatkan
kebutuhan akan minyak mentah untuk bahan baku kilang tersebut. Mengingat lapangan-lapangan minyak Indonesia adalah lapangan-lapangan tua, kebutuhan
minyak mentah tersebut sebagian harus dipenuhi melalui impor.
a Skenario BaU b Skenario KEN
Grafik 5.31. Proyeksi Produksi, Ekspor, Impor dan Permintaan BBM
01-07 Outlook Final.indd 109 122214 6:03:00 PM
DEWAN ENERGI NASIONAL
110
Hampir sebagian besar produk BBM dikonsumsi oleh sektor transportasi dan industri. Kedua sektor tersebut mencakup pangsa 88 untuk skenario BaU dan 87 untuk
skenario KEN pada tahun 2050.
5.4.2 Penyediaan Gas Bumi