IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MOTIVASI KERJA PIMPINAN DALAM MEWUJUDKAN MISI PERUSAHAAN DI PT PLNAPJ SURAKART

(1)

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI

DAN MOTIVASI KERJA

STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MOTIVASI KERJA PIMPINAN DALAM MEWUJUDKAN MISI PERUSAHAAN

DI PT PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA

TESIS

Digunakan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad Magister

Program Ilmu Komunikasi Minat Utama: Manajemen Komunikasi

Oleh:

Satria Kusuma FM NIM: S2 3090 6013

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2008


(2)

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI

DAN MOTIVASI KERJA

STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MOTIVASI KERJA PIMPINAN DALAM MEWUJUDKAN MISI PERUSAHAAN

DI PT PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA

Disusun Oleh:

Satria Kusuma FM S2 30906013

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Drs. Pawito, Ph.D. NIP 131 478 706

Pembimbing II Drs. Surisno SU, M.Si. NIP 131 471 448

Mengetahui

Ketua Program Ilmu Komunikasi

DR. Widodo Muktiyo, SE, MCom. NIP. 131 792 193


(3)

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA

Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Iklim Komunikasi Organisasi dan Implikasinya Terhadap Motivasi Kerja Pimpinan Dalam Mewujudkan Misi Perusahaan

di PT PLN (Persero) APJ Surakarta

Disusun Oleh:

SATRIA KUSUMA FM

S2 30906013

Telah Disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

JABATAN NAMA Tanda tangan Tanggal

Ketua : Dr. Widodo Muktiyo, SE, MCom. ………... ………….

Sekretaris : Sri Hastjarjo, S.Sos, PhD. ……… …………

Anggota Penguji : 1. Drs. Pawito, PhD. ……… …………

2. Drs. Surisno SU, M.Si. ………. .………..

Mengetahui

Ketua Program Studi : Dr. Widodo Muktiyo, SE, MCom. ……… …………

Ilmu Komunikasi NIP. 131 792 193

Direktur Program : Prof. Drs. Suranto Tjiptowibisono, MSc, PhD. ………… ………...


(4)

PERNYATAAN

Nama : Satria Kusuma FM NIM : S. 230906013

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul: “Iklim Komunikasi Organisasi dan Motivasi Kerja : Suatu Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Iklim Komunikasi Organisasi dan Implikasinya Terhadap Motivasi kerja Pimpinan Dalam Mewujudkan Misi Perusahaan di PT PLN (Persero) APJ Surakarta” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 17 Oktober 2008 Yang membuat pernyataan


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa oleh karena berkat, kasih dan anugerah-Nya penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

Tanpa dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil mustahil tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu melalui kesempatan yang baik ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr. H. Much Syamsulhadi, dr SpKj (K).

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta 3. Ketua Program Ilmu Komunikasi, DR. Widodo Muktiyo, SE, MCom.

4. Ir. J. Wahjono, selaku Manajer PT. PLN (Persero) APJ Surakarta, yang telah berkenan memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian, serta terima kasih juga atas segenap dukungan yang telah diberikan.

5. Bapak Drs. Pawito, Ph.D.,Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran untuk memberikan bimbingan dan konsultasi.

6. Bapak Drs. Surisno Satrio Utomo, M.Si. yang telah sudi memberikan bimbingan kepada penulis.

7. Segenap Dosen dan Karyawan di lingkungan Program Pascasarjana Konsentrasi Manajemen Komunikasi.

8. Rekan-rekan Mahasiswa manajemen Komunikasi Angkatan tahun 2006 sebagai partner diskusi dan telah banyak memberikan masukan pada penulis.

9. Keluarga terkasih, Eyangku juga guruku Drs. Djoko Sudibyo, kedua orang tuaku, Mamaku yang selalu mendorongku meraih gelar Master, Papaku Drs. RM. Sulistyo Sulangkir dengan kesabaran dan penuh pengertian, Isteriku terkasih Budi Wahyu Purwaningrum, ST., serta anakku tersayang Luna Sekararum Kusuma. Kakakku tersayang Mbak Ayu dan Mas Alvin, serta keponakanku Sila dan Tya, yang berada nun jauh di Tahuna. Tak lupa pada seluruh keluarga besar yang telah memberi dukungan, semangat, doa dan restu hingga dapat terselesaikannya tesis ini.


(6)

Saran dan kritik membangun penulis harapkan bagi perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga Tesisi ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi penunjang dalam studi Komunikasi Organisasi lebih lanjut.

Sukoharjo, 17 Oktober 2008


(7)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN PEMBIMBING………. ii

PENGESAHAN TESIS……… iii

PERNYATAAN………... iv

KATA PENGANTAR……….. v

DAFTAR ISI……….vii

DAFTAR GAMBAR……….x

DAFTAR LAMPIRAN……… xi

ABSTRAK……… xii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang Masalah………. 1

1.2. Rumusan Masalah……….. 13

1.3. Tujuan Penelitian……….... 14

1.4. Signifikansi Penelitian……… 14

I.5.1. Signifikansi Akademis……… 14

I.5.2. Signifikansi Praktis………. 15

1.5. Keterbatasan Penelitian……… …….. 15

1.6. Sistematika Penulisan……… 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 18

2.1. Iklim Komunikasi Dalam Organisasi……… 20

2.2. Motivasi………. 25

2.3. Pengaruh Komunikasi Terhadap Perilaku Organisasional………… 35

2.4. Dimensi-dimensi Komunikasi Dalam Kehidupan Organisasi………...…….. 37

2.5. Komunikasi Dialogis dan Efektif Dalam Organisasi……… 40

2.6. Hambatan-hambatan Komunikasi Dalam Organisasi……….. 45

2.7. Komunikasi Kelompok Kecil………. ……. 47


(8)

2.9. Misi dan Tujuan Perusahaan………... ……. 57

BAB III. METODOLOGI……… 61

3.1. Jenis Penelitian………... 61

3.2. Teknik Pengumpulan Data………. 62

3.3. Jenis dan Sumber Data……… 63

3.4. Analisis Data………... 64

BAB IV. IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA PIMPINAN DI PT PLN (PERSERO) APJ SURAKARTA………. 67

4.1. Deskripsi Umum tentang PT PLN (Persero) APJ Surakarta ………. 67

4.1.1 Sejarah Perusahaan……….. 67

4.1.2 Misi dan Tujuan Perusahaan……….…... 71

4.1.3 Struktur Organisasi dan Jaringan Kerja……….…….. 75

4.1.4 Uraian Jabatan………. 82

4.1.5 Pendidikan dan Pelatihan……….………… 85

4.1.6 Serikat Pekerja……….……… 88

4.1.7 Ruang Lingkup Usaha……….……… 92

4.1.8 Kondisi Supply and Demand Energi Listrik……….……….. 94

4.1.9 Falsafah Budaya Perusahaan………..……. 97

4.2 Hasil Temuan dan Analisis Data………..…... 100

4.2.1 Kerangka Analisis……….…….……. 100

4.2.2 Analisis Data……….…….. 102

4.2.2.1 Supportiveness……….……… 102

4.2.2.2 Participation Decision Making………... 108

4.2.2.3 Trust, Confidence and Credibility……… 113

4.2.2.4 Openness and Condor……….. 116

4.2.2.5 High Performance Goals………. 119

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….………. 125


(9)

Saran………... 132

DAFTAR PUSTAKA……….………... 139 LAMPIRAN- LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara dengan Informan ………...… L/1 Lampiran 2 : Daftar Informan………. L/2 Lampiran 3 : Struktur Organisasi PT PLN (Persero) APJ Surakarta….. L/3 Lampiran 4 : Logo PLN………. L/4 Lampiran 5 : Formulir Evaluasi Manajemen Unjuk Kerja…….. …….. L/5 Lampiran 6 : Sertifikat ISO Registration Schedule…………. ……..… L/10 Lampiran 7 : Sertifikat ISO Registration Certificate……….. L/11 Lampiran 8 : SK GM PLN Jateng DIY 053.K/GM-DJTY/2006……… L/12 Lampiran 9 : Ijin Penelitian………. L/17


(10)

ABSTRAK

SATRIA KUSUMA FAJAR MAHARDIKA S. 230906013

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA (Suatu Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Iklim Komunikasi Organisasi dan Implikasinya Terhadap Motivasi kerja Pimpinan Dalam Mewujudkan Misi Perusahaan di PT PLN (Persero) APJ Surakarta).

Tesis: Program Studi Ilmu Komunikasi, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Iklim Komunikasi Organisasi dan Motivasi Kerja Pimpinan dalam Mewujudkan Misi Perusahaan PT PLN (Persero) APJ Surakarta. Penelitian ini tergolong studi deskriptif kualitatif yang mengambil lokasi di PT PLN (Persero) APJ Surakarta. Data dalam penelitian berupa selain dari sumber tertulis yaitu, buku, arsip, jurnal, dokumen, serta sumber tertulis lainnya yang terkait, juga kata-kata atau pernyataan dari informan yang diperoleh melalui wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun dan digunakan sebagai pedoman wawancara saja. Daftar wawancara difokuskan pada pokok-pokok persoalan tertentu yang mencakup tema pokok penelitian. Analisis datanya mempergunakan teknik deskriptif kualitatif, dengan langkah-langkah reduksi data, sajian data kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Uji validitas data mempergunakan teknik Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan perbandingan atau kroscek terhadap data yang telah diperoleh.

Setelah dilakukan analisis diperoleh kesimpulan bahwa di PT PLN (Persero) APJ Surakarta iklim komunikasi yang tercipta mampu mendukung motivasi kerja pimpinan sehingga dapat mewujudkan misi perusahaan, hal tersebut antara lain karena adanya faktor kepercayaan, dukungan, keterusterangan, keterbukaan, kejujuran, diantara para pimpinan level atas, menengah dan bawah itu sendiri. Sedangkan iklim organisasi yang terbentuk didukung oleh adanya faktor tanggung jawab, manajemen atau struktur organisasi yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, serta terdapatnya motivasi kerja pimpinan yang baik sehingga persoalan- persoalan yang ada dapat teratasi dengan adanya kekompakkan tim kerja sehingga upaya dalam mewujudkan misi perusahaan bisa berhasil dengan baik pula.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Selama kurun waktu 28 tahun, kapasitas daya terpasang Sistem Kelistrikan Nasional baru bertambah sebesar 19.500 MW, dari 500 MW di tahun 1969 menjadi 20.000 MW pada 1997, namun sejak tahun 1997 sampai 2005 praktis tidak pernah ada tambahan daya terpasang cukup signifikan. Sistem Interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali) sampai saat ini memang masih memiliki kapasitas terpasang mencukupi, sehingga belum pernah mengalami pemadaman berarti, tetapi tidak demikian halnya dengan wilayah lain di Indonesia, pemadaman terjadi dengan frekuensi dan durasi yang sangat memprihatinkan. Sampai tahun 2007 , Rasio Elektrifikasi baru mencapai 58 – 60%, sementara pertumbuhan penduduk dan permintaan energi listrik dari tahun ke tahun terus meningkat. (“Progres Crash Program dan Peluang Bisnis Kelistrikan Nasional”, Media Data Riset, PT, http://mediadata.co.id, Generated: 30 Agustus 2008 )

Untuk mengamankan Indonesia dari Krisis Listrik Nasional, pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis, diantaranya pelaksanaan Percepatan Pembangunan PLTU Batubara 10.000 MW (Crash Program) sampai tahun 2009, dan pengembangan pembangunan PLTU Batubara secara bertahap hingga mencapai kapasitas 35.000 MW sampai tahun 2015. Hal ini sejalan dengan program diversifikasi energi yang digulirkan pemerintah, termasuk diversifikasi energi primer pembangkitan dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Batubara, dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap BBM


(12)

serta memenuhi kebutuhan konsumsi listrik nasional yang diperkirakan tumbuh sekitar 6,6% -7% per tahun.

Dengan tingginya harga BBM saat ini, biaya operasional pembangkit BBM PLN meningkat sangat signifikan, mencapai sekitar Rp. 56 triliun di tahun 2007 atau 42% dari total biaya operasional PLN keseluruhan, dari total kapasitas terpasang pembangkit PLN, 41%-nya atau sebesar 8.900 MW masih menggunakan BBM. Saat ini Indonesia merupakan pengimpor minyak terbesar di Asia, sementara kapasitas produksi kilang nasional hanya mampu menghasilkan dua pertiga dari kebutuhan BBM domestik. Di sisi lain, PLN juga menghadapi ketidakpastian dalam memperoleh pasokan gas dan batubara, sehingga harus meningkatkan penggunaan BBM bagi kinerja pembangkitnya.

Kini, kapasitas pembangkit ketenagalistrikan nasional tidak sebanding lagi dengan permintaan energi listrik, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasokan sektor industri. Oleh sebab itu, Pemerintah RI dan PLN secara konsisten bertekad menjamin pendanaan Crash Program, di antaranya untuk mendanai pembangunan 10 PLTU di Jawa dan 25 PLTU di luar Jawa yang mencapai nilai investasi sebesar Rp 76 trilyun, ditargetkan beroperasi pada 2009-2010. Pada Februari 2008, PLN melakukan sejumlah opsi lewat mekanisme pendanaan lelang dan obligasi.

Bahkan sebagai upaya menghemat pemakaian listrik, pada tahun 2008, pemerintah membagikan lampu hemat energi (LHE) secara gratis kepada sekitar 29,6 juta pelanggan PLN. Lewat program ini diharapkan konsumsi listrik oleh kalangan rumah tangga bisa ditekan, sehingga beban subsidi kelistrikan dapat berkurang, karena untuk tahun 2007 saja subsidi listrik PLN mengalami kenaikan sekitar Rp 13 trilyun, menyusul terjadinya lonjakan harga minyak dunia yang menembus kisaran US$ 100 per barel.


(13)

Pemerintah menuntut BUMN untuk meningkatkan efisiensi di segala bidang, termasuk penyediaan ketenagalistrikan. Untuk menepis anggapan tidak efisien itu, PT PLN (Persero) memaksimalkan peningkatan eficiency drive programme (EDP) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2000. Vice President Efisiensi dan Kinerja PLN Sarwono Hardjomuljadi mengatakan, selama ini EDP merupakan upaya untuk mengefisienkan pengeluaran operasi (operational expenditure) maupun pengeluaran modal atau investasi (capital expenditure). Salah satu langkah yang ditempuh dengan menggelar Forum Efisiensi Ketenagalistrikan Indonesia pada pertengahan Agustus 2008 di Yogyakarta dengan mitra bisnis terhadap upaya efisiensi PLN.

Langkah ini merupakan wujud upaya transparansi PLN ke publik. Sehingga PLN dapat semakin berupaya meningkatkan efisiensi dalam bidang-bidang yang dapat dikendalikan oleh PLN. Selain itu juga hal-hal lain yang memerlukan dukungan masyarakat dan mitra bisnis. Hal ini penting agar efisiensi menjadi tepat sasaran dan efektif serta tidak salah arah.

Selain mendengarkan pandangan pemangku kepentingan PLN, dalam forum ini juga dilakukan penandatanganan Pakta Integritas oleh direksi PLN, direksi anak perusahaan PLN, general manager unit-unit di lingkungan PLN serta perwakilan mitra bisnis mulai dari pemasok, kontraktor, hingga konsultan. Dalam Pakta Integritas ini, segenap jajaran PLN berjanji akan menerapkan delapan poin yang telah disepakati, di antaranya, berperilaku adil, jujur, dan terbuka. Selain itu harus selalu mematuhi UU dan peraturan yang berlaku, tidak melakukan praktik korupsi, melaksanakan pengelolaan perusahaan sesuai prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) serta menghindari benturan kepentingan (conflict of interest).


(14)

Dirut PLN Fahmi Mochtar mengatakan, upaya efisiensi merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan oleh PLN untuk mengurangi kerugian yang diderita selama ini. Berbagai upaya sudah dilakukan PLN untuk melakukan efisiensi, mulai dari hilir maupun hulu. Di hilir antara lain PLN memberlakukan tarif non-subsidi, pembagian lampu hemat energi (LHE), penghematan bersifat administratif, dan program demand side management (DSM). Sedangkan di sisi hulu (melalui pembangkit), PLN berupaya mempercepat energy mix pada pembangkit listrik. Antara lain dengan mengalihkan penggunaan minyak jenis solar (high speed diesel/ HSD) menjadi marine fuel oil (MFO). Selain itu, juga mempercepat pasokan gas ke pembangkit listrik yang berbahan bakar HSD (gasifikasi), penggunaan minyak kelapa sawit mentah (CPO-nisasi), dan diversifikasi pembangkit. PLN sedang menggalakkan penghematan di berbagai unit, dalam rangka menuju efisiensi.

PLN merasa masih perlu pengkajian kembali terkait peluang privatisasi untuk memenuhi kebutuhan dana yang ada. Dirut PT PLN Persero Fahmi Mochtar mengatakan, privatisasi di bidang kelistrikan perlu dikaji kembali, baik secara ekonomi, politis, dan sosial agar tidak didefinisikan secara keliru dan berbeda maknanya seperti yang dimaksud dalam UU Nomor 15 Tahun 1985. Privatisasi hanya salah satu cara untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan tersebut. Di luar skema itu masih ada skema pengadaan dana, baik berupa pinjaman langsung, pinjaman melalui pemerintah, penerbitan obligasi atau menjual aset.

PLN sekarang sulit berinvestasi, apalagi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menjadikan PLN harus membayar lebih dari 110 dolar AS per barel. Konsekuensi dari itu, biaya untuk pengadaan BBM selama 2008 ini mencapai Rp 88


(15)

triliun atau jauh lebih besar dibanding total pendapatan BUMN ini yang hanya Rp 79 triliun. Sementara berbagai upaya pengalihan energi primer dari BBM ke bahan bakar jenis lain sudah dilakukan sejak 1997 lalu. Tapi krisis moneter menjadikan proyek pembangunan pembangkit itu ditunda atau dibatalkan sama sekali.

Guna mengantisipasi kenaikan kebutuhan listrik PT. PLN sesungguhnya telah melakukan reformasi melalui dua cara. Pertama, merombak internal PLN dengan menyusun buku “Pedoman GCG (good corporate goverment) yang menjiwai setiap kebijakan, produk aturan dan proses bisnis perusahaan serta diterapkan sampai ke tingkat Unit Bisnis. Dewan Komisaris PT PLN membentuk komite-komite antara lain: Komite Audit, Komite GCG, Komite Risk Manajemen dan Komite Nominasi dan Remunerasi. Sedangkan, SPI telah mulai menerapkan penilaian hasil pemeriksaan yang mengacu pada prinsip-prinsip GCG.

Sebagai penerapan GCG, Direksi PT PLN (Persero) sejak tahun 2004 telah menetapkan penerapan Enterprise Risk Management (ERM) pada manajemen PT PLN dengan membentuk Tim Manajemen Resiko. Sementara itu upaya menciptakan indikator kinerja perusahaan yang transparan, PT. PLN telah merumuskan Statement of Corporate Intent (SCI) periode sebagai pedoman bagi pemegang saham dan stakeholder lainnya dalam menilai kinerja PLN. Melalui langkah-langkah di atas, pada tahun 2004 PT. PLN berhasil memperoleh klasifikasi ’sehat’ untuk Tingkat Kesehatan Perusahaan sesuai Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor: KEP-100/MBU/2002 yaitu dengan diperolehnya laba usaha, dan tercapai-nya sasaran-sasaran perusahaan antara lain penjualan tenaga listrik, susut dan tingkat pelayanan pelanggan.


(16)

Kedua, PT. PLN berupaya untuk keluar dari ketergantungan terhadap BBM dengan merealisasikan diversifikasi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) ke non BBM, seperti batu bara dan gas, yang bertujuan mengurangi pemakaian BBM untuk menurunkan biaya produksi. Kebijakan itu tercermin dalam dokumen RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2006-2015, yaitu dikembangkannya pembangkit-pembangkit baru non BBM seperti : Panas bumi (PLTP) sebesar 400 MW yang tersebar di beberapa lokasi, Program repowering PLTU Muarakarang 3 x 100 MW menjadi PLTGU 740 MW, extention PLTGU Priok 740 MW, pembangunan PLTGU Muaratawar blok-5 sebesar 225 MW, dimana pendanaannya diperoleh dari JBIC, Pembangunan PLTGU 5x740 MW berbahan bakar LNG di Bojanegara, Banten. Pump storage Upper Cisokan 4x250 MW. PLTU Batubara dari skala besar di sistem Jawa-Bali hingga kelas menengah dan kecil tersebar dibeberapa lokasi yaitu 10 pembangkit untuk menunjang sektor Jawa Bali dan 30 PLTU untuk memasok sektor luar Jawa Bali. Melalui realisasi diversifikasi energi ini diharapkan pada akhir tahun 2015 target energi pembangkit BBM tidak lebih dari 5 persen dari total produksi.

Pemadaman listrik bukan hanya menjadi hak pelanggan PLN di luar Jawa tetapi sudah menjadi hak pelanggan PLN di Jawa. Pelanggan listrik PLN diluar Jawa telah mengalami situasi ini sejak beberapa tahun lalu, sedangkan pelanggan di Jawa mulai mengalami kenaikan intensitas pemadaman listrik sejak 2-3 tahun terakhir.

Memasuki tahun 2008, pemadaman semakin sering terjadi. Bahkan dalam beberapa pekan, pelanggan listrik di Jabodetabek mengalami pemadaman bergilir yang konon katanya disebabkan oleh terganggunya pasokan gas ke dua PLTU karena ada perawatan rutin pipa gas yang memasok kedua pembangkit tersebut.


(17)

Secara teoritis pemadaman di sistem Jawa-Bali tidak perlu terjadi. Kapasitas terpasang mencapai 22.000 Megawatt (MW), sedangkan beban puncak mencapai 16.500 MW. Dengan kondisi ini, daya cadangan (reserve margin) masih ada dalam batas aman sekitar 25-27 persen jika seluruh pembangkit siap pasok. Kenyataannya tidak semua pembangkit listrik berada dalam kondisi siap pasok karena kerusakan, perawatan,

derating, variasi musim dan ketiadaan bahan bakar. Berbagai kendala ini menyebabkan daya mampu pembangkit untuk memasok beban sangat terbatas sehingga pemadaman listrik dengan mudah terjadi.

Hal-hal yang disebutkan di atas adalah faktor teknis yang akan dikemukakan oleh PLN dan pemerintah sebagai alasan pemadaman. Tetapi lebih daripada itu, terdapat sejumlah faktor fundamental yang menyebabkan terjadinya pemadaman listrik yang semakin sering kita nikmati akhir-akhir ini. Sebagai BUMN yang ditugaskan untuk menyediakan tenaga listrik bagi rakyat Indonesia, PLN memiliki kuasa (power) yang sangat besar selain monopoli terhadap usaha penyediaan tenaga listrik. Namun pemerintah tidak mampu "memaksa" PLN untuk membeli listrik dari pembangkit listrik kecil dari sumber energi terbarukan setempat berdasarkan formula yang telah ditetapkan oleh aturan pemerintah. Akibatnya pembangkitan tersebar tidak berkembang, demikian juga investasi pembangkit kecil yang seharusnya dapat membantu mengatasi kekurangan listrik di banyak wilayah diluar Jawa.

Posisi PLN sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) seiring dengan meningkatnya biaya bahan bakar tiga tahun lalu dimana pemerintah terus mempertahankan tarif listrik yang lama yang tidak mencerminkan cost recovery seiring


(18)

dengan kenaikan tajam biaya produksi. Belum berhasilnya PLN untuk mengurangi konsumsi BBM akibat terlambatnya program diversifikasi bahan bakar pembangkit listrik dalam lima tahun terakhir semakin memperburuk situasi dengan kenaikan biaya produksi yang semakin tinggi. Sebagai catatan, ini juga merupakan contoh belum berhasilnya supervisi pemerintah atas perencanaan pembangkitan listrik PLN.

Ada empat tindakan kunci yang diperlukan untuk mengatasi situasi ini. Pertama

adalah membenahi manajemen internal PLN dengan orang-orang yang profesional dan mumpuni di bidangnya. Kedua, memperbaiki tarif listrik dan skema subsidi listrik. Situasi energi dunia saat ini memberikan gambaran bahwa harga energi primer akan mengalami kenaikan. Harga batubara diperkirakan akan naik 50 persen tahun depan. Harga BBM lebih dari 150 dollar per barrel. Jika skenario ini benar maka biaya produksi listrik akan naik lebih dari 30 persen. Apabila pemerintah tetap mempertahankan tarif listrik seperti saat ini maka subsidi listrik tahun depan mungkin menjadi lebih tinggi dari tahun ini. Disinilah beban APBN menjadi semakin berat sekaligus membuat keuangan PLN semakin tidak sehat. Akses PLN terhadap pasar keuangan menjadi terbatas karena kredibilitas yang rendah yang berakibat ketidakmampuan investasi, yang saat ini diperlukan untuk menjamin pasokan tenaga listrik. Ketiga, menyediakan energi primer dalam jumlah yang cukup dan harga yang dikendalikan untuk pembangkit listrik PLN. BUMN di bidang energi harus dikoordinasikan dengan baik dan negosiasi harga energi antar BUMN disederhanakan sehingga kepastian pasokan di masa depan dapat terjamin dengan biaya seminimal mungkin. Salah satu kebijakan kunci adalah mengamankan pasokan gas untuk PLTGU sehingga konsumsi minyak dapat dikurangi.


(19)

Keempat, diperlukan "Marshall Plan" untuk mengatasi defisit pertumbuhan pembangkit listrik. Setiap tahun dibutuhkan 1500 MW kapasitas terpasang baru untuk mengatasi pertumbuhan listrik 7 persen. Kebutuhan investasi pembangkit, transmisi dan distribusi dari 2006-2012 diperkirakan sebesar 40 milyar dollar. Saat ini penambahan kapasitas pembangkit baru jauh lebih rendah dari pertumbuhan permintaan. Dimulai dengan revitalisasi pembangkit listrik PLN yang ada disusul dengan mobilisasi pembangunan pembangkit listrik dengan dana APBN. Syaratnya, tata kelola PLN diperbaiki, perencanaan tenaga listrik yang mencerminkan least cost expansion planning, proses tender dan lelang yang transparan dan akuntabel. Untuk itu pemerintah harus rela merogoh anggaran sebesar 2 milyar dollar per tahun untuk equity pembangkit listrik untuk memancing dana pemerintah pada PLN. (Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), 18 Juli 2008)

Undang-undang Ketenagalistrikan nomor 15 tahun 1985 menyebutkan bahwa PLN merupakan satu-satunya perusahaan yang memegang kuasa atas usaha ketenagalistrikan di Indonesia, meliputi: Pembangkitan, Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik, serta unit penunjang seperti Jasa Ketenagalistrikan (LMK), Pusat Pelayanan Enginering (PPE), Bidang Proyek Pembangkit dan Jaringan (PIKITRING), serta Bidang Pelayanan Manajemen (PPM). Tapi saat ini PPM telah dilikuidasi untuk tujuan efisiensi organisasi. Dengan dikeluarkannya undang-undang ketenagalistrikan nomor 20 tahun 2002, menyatakan bahwa PT PLN (Persero) hanya salah satu Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Dengan demikian status monopoli usaha ketenagalistrikan tidak ada lagi di Indonesia.


(20)

Sejalan dengan kebijakan restrukturisasi sektor ketenagalistrikan berdasarkan keputusan Menko Bidang Pengawasan dan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 39/KEP/MAKA. WASPAN/9/1998 serta Keputusan Direksi PT PLN (Persero) nomor 027.K./0i0.DIR/2001 tanggal 20 Pebruari 2001, maka organisasi PT PLN (Persero) APJ Surakarta diarahkan menjadi suatu Strategic Business Unit (SBU) atau Investment Centre, yaitu unit organisasi dengan suatu tanggung jawab untuk mendapatkan standar kinerja keuangan dan non-keuangan termasuk target Rate of Return (ROR) sesuai anggaran operasi dan investasi yang telah disetujui Direksi.

Perubahan struktur organisasi tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan Corporate Gain

berdasarkan Value Chain. Tugas PT. PLN (Persero) APJ Surakarta adalah mencapai Corporate Gain yang optimal melalui:

1. Pengelolaan usaha penjualan tenaga listrik melalui optimalisasi seluruh sumber daya secara efisien dan efektif.

2. Penerimaan hasil penjualan tenaga yang terjamin. 3. Peningkatan kualitas pelayanan

4. Peningkatan profitabilitas perusahaan 5. Penciptaan iklim kerja yang produktif

Untuk mencapai Corporate Gain yang optimal, seluruh business process

dilaksanakan oleh organisasi secara focus dan accountable di seluruh lini. Berkaitan dengan hal tersebut, disusunlah struktur organisasi yang focus. Filosofinya adalah pemisahan kegiatan usaha wire (asset management) dan ritel (customer service) yang jelas, serta disentralisasi kewenangan, penempatan satu pintu dalam pelayanan,


(21)

pemisahan antara strategic level (kantor induk), business level (AP dan AJ) dan

fungsional level (UP dan UJ). Hal ini tentu saja membawa konsekuensi logis akan semakin kompleksnya struktur organisasi dan aktifitas komunikasi yang terjadi dalam organisasi. Keberhasilan yang dicapai perusahaan dalam mengembangkan usahanya semakin mengkondisikan PT PLN untuk lebih memperhatikan betapa pentingnya komunikasi dalam perusahaan, terutama dalam upaya mensosialisasikan kebijakan dan program kerja perusahaan. Jika persoalan tersebut diabaikan maka akan dapat menjadi penghambat bagi kemajuan perusahaan dan program inovatif-pun tidak akan ada artinya jika tidak dipahami sepenuhnya dan diimplementasikan dengan baik oleh segenap karyawan.

1.2 Rumusan Masalah

Aktifitas komunikasi yang terjadi dalam organisasi akan menjadi salah satu indikator bagi pertumbuhan organisasi. Sementara iklim komunikasi dalam organisasi merupakan salah satu variabel yang cukup berpengaruh bagi keberhasilan organisasi. Terjalinnya suatu pola komunikasi yang baik akan berdampak pada rasa penghargaan yang dirasakan oleh karyawan dan hal ini akan berkaitan pula pada proses penumbuhan rasa memiliki terhadap perusahaan serta rasa kebersamaan dalam memenuhi tujuan yang hendak dicapai.

Aspek konsolidasi internal organisasi dengan komunikasi dialogis dan terbuka, baik formal maupun informal merupakan aspek yang tidak bisa diabaikan. Karena sikap mengabaikan terhadap pentingnya aspek tersebut, di kemudian hari dapat menjadi boomerang dan persoalan serius yang dapat menghambat kemajuan organisasi.


(22)

Bertitik tolak dari hal tersebut maka pokok persoalan yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian tersebut adalah :

1. Bagaimana iklim komunikasi organisasi di PT PLN (Persero) APJ Surakarta ? 2. Bagaimana iklim komunikasi organisasi memberi pengaruh pada motivasi kerja

pimpinan PT PLN (Persero) APJ Surakarta dalam mewujudkan misi perusahaan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka tujuan utama dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan menganalisis iklim komunikasi organisasi yang dipraktekkan di PT PLN (Persero) APJ Surakarta.

2. Mengetahui apakah iklim komunikasi yang ada sudah mendukung motivasi kerja pimpinan dalam mewujudkan misi perusahaan.

1.4. Signifikansi Penelitian 1.4.1. Signifikansi Akademis


(23)

Penelitian atau pengkajian ini dimaksudkan untuk melihat iklim komunikasi dalam organisasi dengan mengamati tingkah laku individu sebagai anggota organisasi dalam melakukan aktifitas, interaksi dan komunikasi sehari-harinya sebagai factor yang berpengaruh bagi kehidupan organisasi. Iklim komunikasi yang dialogis, efektif dan humanis akan sangat berpengaruh terhadap suasana yang menyenangkan dan kinerja organisasi yang positif serta mendukung tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konfirmasi empiris dan masukan terhadap pengembangan studi komunikasi manajemen, terutama dalam kaitannya dengan iklim komunikasi.

1.4.2. Signifikansi Praktis

Penelitian atau pengkajian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang praktek iklim komunikasi yang terdapat di PT PLN (Persero) APJ Surakarta. Deskripsi atau gambaran tersebut diharapkan selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pimpinan perusahaan dan karyawan PT PLN dalam upaya membentuk iklim komunikasi yang lebih efektif dan kondusif, sehingga mendukung kinerja organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

1.5.Keterbatasan Penelitian

1.5.1. Keterbatasan yang berkaitan dengan cara pengumpulan data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini lebih ditekankan pada dua teknik yaitu wawancara dan studi pustaka dengan memanfaatkan berbagai tulisan atau


(24)

materi tentang organisasi yang diteliti. Dengan cara pengumpulan data semacam ini maka perilaku individu sebagai anggota organisasi tidak banyak teramati.

1.5.2. Keterbatasan yang berkaitan dengan lokasi penelitian

PT PLN (Persero) Surakarta merupakan Area Pelayanan Jaringan yang memiliki sebelas Unit Pelayanan Jaringan dengan jumlah gardu induk dan PLTA 10 buah. Luas jaringan PT PLN Surakarta meliputi 4 kabupaten dan 1 kotamadya dengan 905.868 pelanggan. Namun berkaitan dengan keterbatasan dana dan waktu maka penelitian ini hanya dilakukan di Kantor Area Pelayanan Jaringan PT PLN Surakarta. Dengan demikian maka iklim komunikasi yang diteliti hanya menggambarkan iklim komunikasi yang terjadi di Kantor Area Pelayanan Jaringan PT PLN Surakarta dan tidak mewakili iklim komunikasi yang terjadi di Unit Pelayanan Jaringan.

1.6.Sistematika Penulisan

Dalam bab pendahuluan, peneliti memaparkan latar belakang masalah, pokok permasalahan, alasan penelitian ini dilakukan, dan tujuan penelitian. Pada bab ini, peneliti juga menjelaskan ruang lingkup yang akan memberikan batasan pada penelitian, metodologi yang digunakan sebagai pendekatan dalam melaksanakan penelitian (penelitian kualitatif). Peneliti menjelaskan secara singkat teknik pengumpulan data (wawancara dan kepustakaan), pengelolaan, dan analisis data yang dilakukan. Sebagai pelengkap bab pendahuluan, dipaparkan juga signifikansi penelitian dan sistematika penulisannya.


(25)

Pada bab berikutnya, kerangka pemikiran, peneliti memberikan konsep-konsep dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan memberi pengertian sebagai alur pemikiran tentang kegiatan iklim komunikasi dalam organisasi mampu menciptakan motivasi kerja pimpinan PT PLN (Persero) APJ Surakarta dalam mewujudkan misi perusahaan. Bab ini disusul dengan bab tentang metodologi yang menjelaskan jenis penelitian, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber data, dan analisis data.

Sebagai hasil analisis yang dilakukan, peneliti menuangkan hasil penelitian pada bab keempat. Pada bab ini peneliti menjelaskan tentang bagaimana Perusahaan Listrik Negara yang berupa PT (Persero) di Area Pelayanan dan Jaringan Surakarta, dengan motivasi kerja pimpinannya dalam mewujudkan misi perusahaan.

Pada bab penutup, peneliti akan memberikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dengan menyertakan saran-saran sebagai bahan masukan untuk penelitian maupun kegiatan komunikasi yang akan dilakukan selanjutnya.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi adalah aktivitas yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya didunia. Maka tidak salah apabila dikatakan bahwa sejarah komunikasi umurnya sama tuanya dengan sejarah umat manusia dan akan terus ada sampai akhir zaman. Dinilai begitu pentingnya komunikasi bagi manusia, sehingga ada yang menyatakan bahwa tanpa komunikasi kehidupan manusia tidak akan memiliki arti atau bahkan manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Hal ini tidaklah berlebihan karena kalau kita amati berbagai peristiwa yang terjadi di sekeliling kita atau yang kita alami sendiri setiap hari semuanya mengandung muatan-muatan komunikasi.

Menurut Carl I Hovland (1953), ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa yang dijadikan obyek studi ilmu komunkikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap public (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilakukan secara efektif, para peminat komunikasi seringkali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell (1972) dalam karyanya The Stucture and Funtion of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut “ Who says what in which channel to whom with


(27)

what effect ?”. Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari. Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.

Pikiran bersama perasaan yang disampaikan kepada orang lain itu oleh Walter Lippman (Onong Uchjana Effendy, 1997:11) dinamakan ‘picture in our head’ dan oleh Walter Hageman disebut ‘bewustseinsinhalte’. Yang jadi permasalahan ialah bagaimana caranya agar ‘gambaran dalam benak’ dan ‘isi kesadaran’ pada komunikator itu dapat di mengerti, diterima dan bahkan dilakukan oleh komunikan.

Komunikasi dengan organisasi sesungguhnya memiliki korelasi yang erat. Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dan sebagainya. Konsepsi komunikasi dengan suatu organisasi tersebut dirumuskan berdasarkan jenis


(28)

organisasi, sifat organisasi dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilakukan.

2.1. Iklim Komunikasi Dalam Organisasi

Iklim organisasi adalah sekumpulan persepsi para anggota organisasi terhadap apa yang terjadi dalam organisasi di mana mereka bekerja (Goldhaber, 1992:63). Interaksi yang terjadi di antara anggota organisasi baik antar teman sekerja, atasan dengan bawahan atau sebaliknya akan menambah pengetahuan dan pemahaman bagi anggota organisasi mengenai latar belakang, pengalaman, sikap dan perilaku orang lain. Hubungan yang terjadi dalam organisasi ini secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan organisasi, demikian juga perilaku anggota organisasi baik secara positif maupun negatif sehingga akan membentuk persepsi masing-masing anggota organisasi. Kumpulan persepsi tersebut menunjukkan adanya iklim organisasi.

Litwin dan Stringer mengemukakan adanya empat dimensi iklim organisasi. a) Tanggung jawab, yaitu derajat pendelegasian pengalaman yang dialami pegawai. b) Standar, yaitu harapan tentang kualitas kerjanya.

c) Imbalan, yaitu pengakuan dan imbauan untuk hasil kerja yang baik dan sebaliknya hukuman bagi pekerja yang tidak baik.

d) Kedekatan dan dukungan, yaitu persahabatan dan kepercayaan yang baik.

Interaksi antara anggota organisasi, baik antara atasan dan bawahan serta sesama bawahan dalam organisasi formal dapat menciptakan suatu situasi keakraban atau sebaliknya. Situasi adanya kedekatan hubungan-hubungan tersebut sesungguhnya merupakan iklim komunikasi yang ada dalam iklim organisasi yang akan mempengaruhi setiap tingkah laku anggota organisasi (Goldhaber, 1995:95).


(29)

Redding menyebutkan situasi demikian sebagai suatu iklim komunikasi, yang lebih jauh lagi ia menyebutkan lima faktor ideal yang melekat dalam iklim komunikasi (Goldhaber, 1995:65-67).

a) Supportiveness / Dukungan. Karyawan memandang bahwa hubungan komunikasinya dengan atasan dapat membangun dan meningkatkan kesadaran diri tentang makna dan kepentingan perannya.

b) Participation Decision Making / Pengambilan Keputusan yang Partisipatif. Kesadaran dalam diri karyawan bahwa komunikasinya dengan atasan memiliki manfaat dan pengaruh untuk didengarkan dan diperhitungkan.

c) Trust, Confidence, Credibility / Kejujuran, Percaya Diri dan Kredibilitas.

Anggapan karyawan bahwa sumber pesan atau peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi dapat dipercaya.

d) Openness and candor / Keterbukaan dan keterusterangan. Adanya keterbukaan dan keterusterangan penyampaian dan penerimaan pesan dalam komunikasi formal maupun informal.

e) High performance goals / Tujuan kerja yang tinggi. Tingkat kejelasan uraian dan penjelasan tentang tujuan-tujuan kinerja yang dikomunikasikan dan dirasakan oleh karyawan.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Dennis (1975) merumuskan iklim komunikasi sebagai suatu kualitas yang dialami secara subjektif yang menerangkan persepsi para anggota tentang pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam organisasi. Dengan demikian maka prinsip dasar iklim komunikasi adalah persepsi


(30)

kognitif dan afektif individu mengenai organisasi yang mempengaruhi perilakunya dalam organisasi, termasuk didalamnya adalah motivasi kerja pegawai.

Iklim Komunikasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antar persona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut (R. Wayne, 2001:147).

Gibb mengemukakan dua iklim komunikasi yaitu defensive dan supportive yang satu sama lain dapat diidentifikasi melalui perilaku tertentu. Karakteristik iklim defensive adalah evaluasi, pengendalian, strategi, neutrality, superior dan kepastian atau ketentuan. Sedangkan karakteristik iklim supportive adalah deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, keadilan, emphaty dan provisionalism.

Berkaitan dengan pentingnya iklim yang supportive dalam komunikasi organisasi, Redding menegaskan bahwa iklim organisasi lebih rumit daripada keterampilan komunikasi atau teknik dalam menciptakan organisasi yang efektif. Hal ini membuktikan bahwa persepsi kualitas hubungan dan komunikasi sangat berhubungan dengan faktor utama kehidupan organisasi. Ukuran iklim dukungan, kepercayaan, keterbukaan dan pengaruh telah menunjukkan berhubungan dengan persepsi pemimpin, pengambil keputusan dan organisasi secara keseluruhan.

Iklim komunikasi tidak bersifat statis, melainkan selalu dalam proses perkembangan. Hal ini karena iklim komunikasi dihasilkan oleh praktek-praktek tingkah laku para anggota organisasi dan sebaliknya, sekaligus juga mempengaruhi serta membatasi praktek-praktek tersebut yaitu struktur organisasi iklim komunikasi, aparatur


(31)

pencipta iklim komunikasi dan karakteristik anggota organisasi (Stephen Littlejohn, 1989:245).

Pace dan Boren memberikan beberapa usulan dalam memperbaiki hubungan interpersonal dalam konteks organisasi (Goldhaber, 1995:218).

a) Mengembangkan pertemuan personal yang berlangsung.

b) Masing-masing mengkomunikasikan suatu pengertian empati yang tepat mengenai masalah pribadinya dengan keterbukaan diri.

c) Masing-masing mengkomunikasikan suatu pengertian yang positif melalui mendengarkan dan menanggapi.

d) Mengkomunikasikan kesungguhan penerimaan kepada masing-masing, baik secara verbal maupun non verbal.

e) Mengkomunikasikan suatu iklim yang terbuka dan mendukung melalui konfrontasi.

f) Mengkomunikasikan arti-arti yang bermakna dan memberikan tanggapan yang relevan dalam negosiasi.

Dalam suatu organisasi, iklim komunikasi sangat erat kaitannya dengan kepuasan kerja para karyawan dan prestasi organisasinya. Bahkan Littlejohn mengatakan bahwa iklim tersebut dipandang sebagai suatu variabel kunci yang mempengaruhi kepuasan kerja dan produktifitas karyawan dalam usaha menunjang gerak organisasi yang selalu berkembang. Dennis, Richetto dan Wieman (Goldhaber, 1995:66) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara iklim yang tercipta dengan kepuasan dan efektifitas organisasi.


(32)

Menurut Rasberry dan Lemoinne (1989:87) terciptanya iklim komunikasi yang sehat setidaknya menyangkut tiga komponen pokok yaitu kuantitas informasi, kualitas isi pesan dan sifat saluran informasi yang tersedia. Kuantitas informasi menyangkut jumlah informasi yang diperoleh bawahan yang akan menghasilkan suatu pengetahuan, pemahaman dan kepercayaan terhadap organisasi. Sedangkan sumber kualitas informasi dapat ditemukan dari level atas sampai level bawah suatu organisasi. Kuantitas dan kualitas informasi tersebut tidak akan berarti tanpa tersedianya saluran informasi yang berupa saluran formal dan informal.

Dari uraian diatas tampak bahwa dalam rangka menciptakan iklim komunikasi yang sehat, sangat tergantung pada hubungan antara atasan dan bawahan, ataupun antara sesama bawahan. Oleh karenanya gaya atau tingkah laku atasannya ikut menentukan fenomena tersebut. Mitchell telah mengembangkan suatu teori kepemimpinan yang disebut Path ‘Goal Theory’ yang berakar pada teori pengharapan yakni orang akan puas dengan pekerjaannya jika mereka berfikir bahwa pekerjannya itu akan dihargai atau dinilai tinggi dan mereka akan bekerja keras jika mereka percaya bahwa usahanya itu akan dinilai tinggi pula. Penghargaan, atau iklim komunikasi secara lebih umum merupakan salah satu variabel yang dapat memotivasi seseorang untuk bekerja lebih keras.

2.2. Motivasi

Motivasi merupakan salah satu unsur pokok dalam perilaku seseorang. Motivasi adalah suatu proses psikologi. Sekalipun memang bukan berarti motivasi adalah satu-satunya unsur yang bisa menjelaskan adanya perilaku seseorang.


(33)

Perilaku manusia itu pada hakekatnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Satuan dasar dari setiap perilaku adalah kegiatan. Dengan demikian semua perilaku itu adalah serangkaian aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan. Untuk keperluan ini, seorang pimpinan harus mengetahui dorongan atau kebutuhan seseorang yang untuk mau mengerjakan suatu aktivitas tertentu.

Perilaku seseorang sebenarnya dapat dikaji sebagai interaksi beberapa unsure yang merupakan suatu lingkaran. Unsur-unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan tujuan. Menurut Fred Luthans (1981:147) terdiri dari tiga unsure yaitu kebutuhan (need),

dorongan (drive) dan tujuan (goals).

Orang yang satu berbeda dengan lainnya, selain terletak pada kemampuannya untuk bekerja juga tergantung pada keinginan mereka untuk bekerja atau tergantung pada motivasinya. Adapun motivasi seseorang ini tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri. Dorongan ini yang menyebabkan mengapa seseorang itu berusaha mencapai tujuan-tujuan, baik sadar ataupun tidak sadar. Dorongan ini pula yang menyebabkan seseorang berperilaku, yang dapat mengendalikan dan memelihara kegiatan-kegiatan dan yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh seseorang.

Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai yang berada diluar diri individu. Kadangkala tujuan diartikan pula sebagai suatu harapan untuk mendapat suatu penghargaan, suatu arah yang dikehendaki oleh motivasi. Dalam psikologi, tujuan seperti ini dinamakan insentif. Namun istilah insentif dalam hal ini tidak hanya dihubungkan dengan penghargaan keuangan tetapi juga penghargaan yang tidak bersifat keuangan, yang amat berperan dalam menentukan suatu perilaku. Misalnya pimpinan yang berhasil


(34)

mendorong atau memotivasi karyawannya karena ia mampu menciptakan suatu lingkungan yang menjamin adanya suatu tujuan yang tepat bagi pemenuhan kepuasan kebutuhan.

Tujuan ini ujung akhir dari lingkaran motivasi yang mengundang semua kegiatan untuk mencapainya. Masing-masing orang dalam suatu organisasi mempunyai tujuan individu. Pimpinan yang arif bijaksana senantiasa memperhatikan adanya kesinambungan atau paling sedikit adanya kesesuaian antara tujuan individu dengan tujuan organisasi. Dengan demikian aktifitas yang dilakukan individu dalam suatu organisasi tidak jauh menyimpang dari aktivitas organisasi. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi maka akan tercipta ketidakharmonisan kerja. Seseorang akan mudah menyalahgunakan tugas kewajibannya untuk kepentingan individunya. Motivasi yang mengarahkan pencapaian tujuan adalah motivasi individu yang paling kuat. Hal seperti ini tidak akan banyak memberikan keuntungan bagi organisasi. Untuk itu suatu usaha memperkecil kesenjangan tadi merupakan tugas pokok pimpinan sehingga individu-individu dalam organisasi tersebut termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Artinya pimpinan harus menyadari bahwa individu-individu dalam organisasi juga memiliki kebutuhan-kebutuhan, dan kebutuhan-kebutuhan tersebut berjenjang sifatnya.

2.2.1. Hirarki Kebutuhan

Perilaku seseorang pada suatu ketika biasanya ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat. Hal ini hendaknya dapat dipahami oleh setiap pimpinan bahwa pada umumnya setiap bawahan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang dianggapnya paling penting baginya. Untuk membicarakan kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai kekuatan


(35)

tinggi pada saat tertentu bagi seseorang, Abraham Maslow (1954) telah mengembangkan suatu konsep teori motivasi yang dikenal dengan hirarki kebutuhan (hierarchy of need).

Menurut Maslow, nampaknya ada semacam hirarki yang mengatur dengan sendirinya kebutuhan-kebuituhan manusia seperti dapat dilihat dalam GAMBAR 2.1.

GAMBAR 2.1

HIRARKI KEBUTUHAN DARI MASLOW

Sumber: Paul Hersey dan Kenneth Blanchard, Management of Organizational Behavior, 1982, hlm.27.

Kebutuhan fisik (psysiological needs) dalam gambar diatas diletakkan di atas dalam susunan hirarki. Maksudnya pada saat ini kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang paling kuat diantara kebutuhan yang lain. Sebenarnya tidak dapat dipungkiri, pada awalnya mayoritas dari aktivitas kehidupan manusia ini adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik. Ketika aktivitas pemenuhan kebutuhan fisik sudah mulai menurun maka naiklah kebutuhan lain yaitu kebutuhan mencari keamanan. Ketika kebutuhan fisik akan makan, sandang dan papan berikut kebutuhan keamanan telah terpenuhi, maka seseorang beralih ke kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan bergaul dalam masyarakat, kebutuhan berafiliasi dengan sesamanya, kebutuhan mencari hubungan yang bermakna. Dalam hal ini seseorang berusaha mencari teman bergaul yang

K ek u at an K eb u tu h an Sosial (Afiliasi) Fisik Keamanan Penghargaan Aktualisasi Diri (Self Actualization) R en d ah T in g g i


(36)

sederajat dengan kedudukan sosialnya. Ketika kebutuhan akan penghargaan telah terpenuhi maka kebutuhan lainnya yang sekarang menduduki tingkat yang paling penting adalah aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan ini adalah suatu kebutuhan yang ingin memaksimalkan potensi diri, suatu keinginan untuk menjadi apa yang dirasakan oleh seseorang karena mempunyai potensi mencapainya. Dalam memuaskan kebutuhan ini banyak cara yang dilakukan oleh seseorang, dan cara-cara tersebut berbeda antara satu orang dengan orang lain.

Maslow (1954) menyadari bahwa banyak terdapat perkecualian dalam kecenderungan umum konsepsi hirarki kebutuhannya ini. Selain itu Maslow tidak bermaksud bahwa hirarki kebutuhannya itu secara langsung diterapkan dalam motivasi kerja. Pada kenyataannya dia tidak menggali aspek-aspek motivasi manusia dalam suatu organisasi, sampai pada sekitar 20 tahun setelah dia menyampaikan teori aslinya itu, Douglas McGregor (Miftah Thoha, 1996) dalam bukunya The Human Side of Enterprise

mencoba mempopulairkan teori Maslow dalam literature manajemen. Mulai saat itu hirarki kebutuhan mempunyai dampak yang menakjubkan terhadap pendekatan manajemen modern mengenai motivasi. Dengan demikian hirarki kebutuhan dari Maslow dapat diubah ke tatanan model motivasi kerja seperti yang dilukiskan dalam GAMBAR 2.2.

GAMBAR 2.2

HIRARKI MOTIVASI KERJA

Aktualisasi Diri Penghargaan Misalnya: status, title, Symbol-simbol, promosi, Perjamuan, dan sebagainya


(37)

Sosial atau afiliasi

Misalnya: kelompok-kelompok formal atau Informal, menjadi ketua yayasan, Ketua organisasi olah raga, dan sebagainya

Keamanan, misalnya: Jaminan masa pensiun,

Santunan kecelakaan, jaminan asuransi kesehatan, dan sebagainya

Fisik, misalnya: gaji, upah tunjangan, honorarium, bantuan pakaian, sewa perumahan, uang transport, dan lain-lain.

Sumber: Fred Luthans, Organizational Behavior, 1981, hlm. 179.

2.2.2. Teori teori Motivasi

Frederick Herzberg (Miftah Thoha, 1996) berusaha memperluas hasil karya Maslow dan mengembangkan suatu teori yang khusus bisa diterapkan ke dalam motivasi kerja. Pada sekitar tahun 1950 dia melakukan suatu studi mengenai motivasi dengan meneliti hampir seratus orang akuntan dan insinyur yang bekerja dalam perusahaan-perusahaan di sekitar Pittsburgh, Pennsylvania. Jawaban mereka memberikan suatu pengaruh yang menarik, yang pada akhirnya oleh Herzberg disimpulkan bahwa kepuasan pekerjaan itu selalu dihubungkan dengan isi jenis pekerjaan (job content) dan ketidakpuasan bekerja selalu disebabkan karena hubungan pekerjaan tersebut dengan aspek-aspek disekitar yang berhubungan dengan pekerjaan (job context). Kepuasan-kepuasan dalam bekerja oleh Herzberg diberi nama motivator, adapun ketidakpuasan disebutnya factor hygiene. Kedua sebutan itu kalau digabungkan terkenal dengan nama Dua Faktor Teori Motivasi dari Heszberg.


(38)

Perluasan lebih lanjut dari teori Herzberg dan Maslow datang dari usaha Clayton Alderfer. Alderfer (1972) merumuskan suatu model penggolongan kebutuhan segaris dengan bukti-bukti empiris yang telah ada. Sama halnya dengan Maslow dan Herzberg, dia merasakan bahwa ada nilai tertentu dalam menggolongkan kebutuhan-kebutuhan, dan terdapat pula suatu perbedaan antara kebutuhan-kebutuhan dalam tatanan paling bawah dengan kebutuhan-kebutuhan pada tatanan paling atas. Alderfer mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan-kebutuhan itu, yakni kebutuhan akan keberadaan (existence need), kebutuhan berhubungan (relatedness) dan kebutuhan untuk berkembang (growth need). Teori ERG berasal dari kepanjangan Existence, Relatedness dan Growth.

Tokoh motivasi lain yang mengemukakan bahwa manusia pada hakekatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain adalah David C McClelland. Kemampuan seseorang untuk berprestasi ini membuat Mc Clelland (1961) terpesona untuk melakukan serangkaian riset empirisnya bersama asosiasinya di Universitas Harvard Amerika Serikat. Menurut McClelland (1961), seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. Ada tiga kebutuhan manusia menurut McClelland, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi dan kebutuhan untuk kekuasaan. Ketiga kebutuhan ini terbukti merupakan unsur-unsur yang amat penting dalam menentukan prestasi seseorang dalam bekerja.

Usaha berikutnya adalah yang dilakukan Elton Mayo, yang rupanya dapat meratakan jalan pada pengembangan teori klasik dari McGregor. Menurut McGregor (1966) organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralistis dalam pengambilan keputusan, hubungan piramidal antara atasan dan bawahan, serta pengendalian kerja


(39)

eksternal pada hakekatnya adalah berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat-sifat manusia dan motivasinya. Asumsi-asumsi ini sama dengan pandangan Mayo yang dirumuskan dalam hipotesis Rabblenya.

Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti falsafah ini maka kepercayaannya ialah orang-orang itu hendaknya dimotivasi dengan uang, gaji, honorarium dan diperlakukan dengan sangsi hukuman.

Dengan membandingkan hirarki kebutuhan dari Maslow, McGregor (1961) menyatakan bahwa asumsi teori X tersebut jika diterapkan secara menyeluruh dan universal bagi setiap orang dalam organisasi akan sering tidak tepat. Dan pendekatan manajemen yang dikembangkan dari asumsi ini akan banyak mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi. Manajemen berdasarkan perintah dan control yang ketat, menurut McGregor tidak akan banyak berhasil. Sebab barangkali hal tersebut hanya bisa mengatasi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan keamanan saja, sedangkan orang-orang yang mempunyai kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri lebih dominan tidak bisa terpuaskan.

Untuk menyadari kelemahan dari asumsi teori X itu maka McGregor (1961) memberikan alternative teori lain yang dinamakannya teori Y. Asumsi teori Y menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi manajemen untuk melepaskan tali pengendalian dengan memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk


(40)

mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.

Meskipun manajemen yang berdasarkan asumsi teori X barangkali sudah tidak cocok lagi bagi perkembangan organisasi, tetapi teori tersebut masih banyak diterapkan di kalangan manajemen. Menurut Chris Argyris (Warren G. Bennis, 1969), seorang mahaguru dari Universitas Harvard, mayoritas besar rakyat Amerika sekarang ini diperlakukan sebagai manusia yang tidak dewasa di dalam lingkungan kerjanya. Dalam usahanya untuk menganalisis situasi ini, Argyris mencoba membandingkan nilai-nilai pyramidal dari birokrasi yang masih mendominasi sebagian besar organisasi, dengan sistem nilai demokrasi yang banyak memperhatikan factor manusianya. Nilai piramidal birokrasi identik dengan asumsi teori X tentang hakekat manusia. Dan system nilai demokrasi yang humanities sama dengan asumsi-asumsi teori Y.

Menurut Argyris nilai pyramidal tersebut menyebabkan hubungan kemanusiaan menjadi dangkal dan tidak saling mempercayai. Karena hubungan ini tidak memberikan kesempatan perasaan-perasaan tersalurkan secara bebas, tidak murni dan tidak otentik serta hasilnya menurunkan kompetensi interpersonal.

Sebaiknya menurut Argyris, jika nilai-nilai kemanusiaan atau demokrasi dilaksanakan secara tegas dalam suatu organisasi maka perasaan-perasaan saling percaya, hubungan yang tidak dibuat-buat, akan berkembang diantara orang-orang yang bekerjasama di dalamnya. Dan akan menghasilkan kompetensi interpersonal, kerjasama antar kelompok atau fleksibilitas, yang pada akhirnya dapat menghasilkan bertambahnya efektifitas organisasi. Dalam situasi lingkungan seperti ini orang-orang diperlakukan seperti manusia. Baik anggota-anggota organisasi maupun organisasinya sendiri


(41)

diberikan suatu kesempatan untuk mengembangkan potensi yang penuh dan berusaha untuk membuat pekerjaan senantiasa menarik dan menantang. Termasuk dalam kehidupan, nilai-nilai ini memperlakukan setiap manusia sebagai person yang mempunyai serangkaian kebutuhan-kebutuhan yang kompleks, yang kesemuanya amat penting dalam pekerjaan dan kehidupannya dan memberikan kesempatan bagi orang-orang didalam organisasi untuk mempengaruhi cara mereka dalam menjalin hubungan kerja, organisasi dan lingkungannya.

2.3. Pengaruh Komunikasi Terhadap Perilaku Organisasional

Keith Davis (1962) dalam bukunya Human Behavior at Work: Organizational Behavior menjelaskan bahwa perilaku organisasional secara holistik menafsirkan hubungan manusia-organisasi dalam pengertian mencakup keseluruhan orang-orang, keseluruhan kelompok, keseluruhan organisasi dan keseluruhan sistem sosial.

Hubungan tersebut melampaui batas pandangan manusia-manusia dalam organisasi dalam upaya mengerti seluas-luasnya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mereka. Persoalan-persoalan dianalisis lebih dalam pengertian keseluruhan situasi yang mempengaruhinya daripada dalam pengertian sebagai suatu peristiwa atau masalah yang terisolasikan.

Jelaslah betapa pentingnya komunikasi dalam membina manusia-manusia didalam organisasi itu, masing-masing yang mempunyai kepentingan pribadi (individual interest) menjadi satu kesatuan dengan kepentingan bersama (mutual interest). Dalam membina perilaku organisasional diantara para anggota organisasi atau karyawan, koimunikasi berperan untuk meniadakan konflik antara kedua jenis kepentingan tersebut.


(42)

Interaksi harmonis diantara para karyawan suatu organisasi, baik dalam hubungannya secara timbal balik maupun secara horizontal diantara para karyawan secara timbal balik pula adalah dikarenakan komunikasi. Demikian pula interaksi antara pimpinan organisasi, apakah ia manajer tingkat tinggi atau manajer tingkat menengah dengan khalayak komunikasi.

Seorang manajer harus menyesuaikan penyampaian pesannya dengan peranan yang sedang ia lakukan. Karena pentingnya hubungan manajer sebagai pimpinan organisasi dalam komunikasi maka peranannya perlu diperjelas sehingga jelas pula dalam menelaah pengaruhnya kepada perilaku organisasional para karyawan dan mereka yang berada diluar organisasi. Peranan-peranan itu antara lain dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu peranan formal, peranan informal dan peranan memutuskan (Pandji Anoraga, 1995:234).

2.4. Dimensi-Dimensi Komunikasi Dalam Kehidupan Organisasi.

Dimensi-dimensi komunikasi dalam kehidupan organisasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal didefinisikan oleh Lawrence D. Brenman (Onong Uchjana Effendy, 1997:122-129) sebagai pertukaran gagasan diantara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan yang menyebabkan terwujudnya perusahaan tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertical didalam perusahaan yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen).


(43)

Sedangkan komunikasi eksternal ialah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak diluar organisasi.

Komunikasi internal itu sendiri dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu komunikasi vertical dan komunikasi horizontal. Komunikasi vertical yaitu komunikasi dari atas kebawah (downward communication) dan dari bawah keatas (upward communication) yaitu komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan secara timbale balik (two way traffic communication). Sedangkan komunikasi horizontal ialah komunikaisi secara mendatar antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan sesama karyawan, dan sebagainya.

Selain itu komunikasi internal juga meliputi berbagai cara yang dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu komunikasi persona (personal communication)

dan komunikasi kelompok (group communication). Komunikasi persona ialah komunikasi antara dua orang yang dapat berlangsung dengan dua cara yaitu komunikasi tatap muka (face to face communication) dan komunikasi bermedia (mediated communication) adalah komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka.

Lain halnya dengan komunikasi internal, komunikasi eksternal terdiri atas dua jalur secara timbal balik yaitu komunikasi dari organisasi kepada khalayak dan dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak pada umumnya bersifat informatif yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Sedangkan komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.


(44)

Untuk membedakan komunikasi organisasi dengan komunikasi yang ada diluar organisasi adalah struktur hirarki yang merupakan karakteristik dari setiap organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikatakan oleh Everett Rogers (Miftah Thoha, 1996:163), suatu alasan yang penting untuk mempelajari komunikasi organisasi ialah bahwa komunikasi tersebut terjadinya sangat tergantung pada struktur. Suatu struktur organisasi cenderung untuk mempengaruhi proses komunikasi, dengan demikian komunikasi dari bawahan kepada pimpinan sangat berbeda dengan komunikasi antara sesamanya.

Secara tradisional, struktur organisasi dipandang sebagai suatu jaringan tempat mengalirnya informasi. Oleh karena itu dalam hubungannya dengan suatu jaringan maka isi komunikasi akan terdiri dari hal-hal berikut ini.

a) Instruksi dan perintah untuk dikerjakan atau tidak untuk dikerjakan selalu dikomunikasikan kebawah melalui rantai komando dari seseorang kepada orang yang berada dibawah hirarkinya langsung.

b) Laporan, pertanyaan, permohonan, selalu dikomunikasikan keatas melalui rantai komando dari seseorang kepada atasannya langsung (Miftah Thoha, 1996:163). Kalau dalam organisasi dikenal adanya susunan organisasi formal dan informal maka komunikasinya pun dikenal komunikasi formal dan informal. Komunikasi organisasi formal mengikuti jalur hubungan formal yang terjadi dalam susunan atau struktur organisasi. Adapun komunikasi organisasi informal arus informasinya sesuai dengan kepentingan dan kehendak masing-masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. Proses hubungan komunikasi informal tidak mengikuti jalur structural formal.


(45)

Komunikasi didalam organisasi penting sekali dan dapat dipakai untuk melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut.

a) Fungsi kontrol, yaitu untuk mengontrol atau mengendalikan perilaku anggota organisasi dalam berbagai cara.

b) Fungsi motivasi, yaitu dipakai sebagai cara menjelaskan bagaimana pekerjaan seharusnya bekerja agar dapat meningkatkan kemampuan dan kinerjanya.

c) Fungsi informasi, yaitu menyediakan informasi yang berguna bagi individu atau kelompok untuk membuat keputusan yang dikehendaki.

Ketiga fungsi tersebut sama pentingnya bagi organisasi. Tidak ada satu fungsi pun yang dapat dikatakan lebih penting dari yang lainnya. Sebab untuk dapat menghasilkan kinerja yang efektif, kelompok atau organisasi perlu mengontrol perilaku anggotanya, memotivasi, mewadahi ekspresi perasaan anggota dan membuat keputusan (Umar Nimran, 1997:30).

2.5. Komunikasi Dialogis dan Efektif Dalam Organisasi

Komunikasi yang baik merupakan jalinan pengertian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sehingga apa yang dikomunikasikan dapat dimengerti, dipikirkan dan akhirnya dilaksanakan. Sebenarnya komunikasi yang baik tidak hanya diperlukan dalam perusahaan, tetapi dalam setiap lapangan kegiatan maka komunikasi yang baik ini merupakan syarat yang mutlak yang harus diperhatikan.

Sekalipun komunikasi merupakan syarat mutlak dalam perusahaan, tetapi tidak berarti bahwa manajer yang baik pasti dapat melaksanakan komunikasi yang baik. Sebaliknya seseorang yang mampu melaksanakan komunikasi yang baik belum pasti


(46)

dapat menjadi seorang manajer yang baik.Sekalipun demikian sebagai manajer yang baik hendaknya dapat menciptakan komunikasi yang baik dalam perusahaan sebab dapat dibayangkan bagaimana akibatnya bagi suatu perusahaan jika komunikasinya tidak dapat berjalan dengan baik.

Dengan adanya pembagian tugas pekerjaan dalam struktur organisasi, khususnya dalam organisasi formal modern dan amat kompleks, koordinasi merupakan masalah yang pelik. Masalah yang paling rumit dalam koordinasi tersebut ialah komunikasi sebab tanpa komunikasi yang efisien, tidak mungkin orang mengadakan koordinasi dan kerjasama yang baik. Juga tidak mungkin akan terjalin relasi yang menyenangkan.

Komunikasi yang tidak lancar dapat menimbulkan dampak buruk, antara lain timbulnya sentiment-sentimen, timbulnya prasangka-prasangka dan ketegangan-ketegangan dikalangan para anggota organisasi. Juga dapat menimbulkan konflik-konflik diantara bermacam-macam tingkatan dalam organisasi (Panji Anoraga, 1995:242).

Telah banyak diketahui bahwa komunikasi itu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu orang yang berkomunikasi, motivasinya, latar belakang pendidikannya dan prasangka-prasangka pribadinya (personal bias). Adapun sifat dari informasi yang datang sangat dipengaruhi oleh jumlah besar sedikitnya informasi yang diterima, cara penyajian dan pemahaman informasi serta proses umpan balik. Ketiga faktor yang mempengaruhi informasi tersebut dapat disebut dengan istilah lain kelebihan informasi (overload), pengertian dan feedback (Miftah Thoha, 1996:150).

Kelebihan informasi (overload) merupakan suatu keadaan dimana besarnya jumlah informasi yang diterima akan banyak mempengaruhi jalannya komunikasi.


(47)

Muatan informasi yang berlebihan ini lebih condong menimbulkan reaksi-reaksi yang negative terhadap komunikasi.

Selain itu sifat informasi yang datang juga sangat dipengaruhi oleh pengertian dan pemahaman penerima informasi. Dengan demikian informasi yang disampaikan oleh seseorang sebagai sumber informasi, pengertiannya tidaklah semata-mata ditentukan oleh sumber informasi saja. Pengertian dari kedua pihak sangat menentukan terjadinya hakikat informasi tersebut.

Langkah berikutnya untuk menjamin adanya pengertian antara pengirim dan penerima informasi adalah dengan melakukan umpan balik (feedback). Umpan balik adalah suatu cara untuk menguji seberapa jauh informasi yang dikomunikasikan itu dimengerti. Umpan balik juga berarti suatu proses laporan tentang apa yang dikatakan oleh pengirim, dapat atau tidak membentuk pengertian pada penerima. Selain umpan balik dapat menguji pengertian dan menyempurnakan ketepatan pelaksanaan pekerjaan, namun memang umpan balik dapat pula memperlambat proses pekerjaan.

Tujuan utama komunikasi adalah mempengaruhi orang lain dengan segala macam cara agar dapat dimengerti dan diterima. Penerimaan dan pengertian oleh penerima, baik dengan bentuk kata-kata maupun dengan tingkah laku dapat menimbulkan berbagai penafsiran apabila yang diajak bicara tersebut tidak mengerti. Akibat daripada tingkat penerimaan ini mungkin menimbulkan suatu kebingungan (kesimpangsiuran). Oleh karena itu dalam ilmu komunikasi diperlukan teknik-teknik komunikasi. Riset dalam komunikasi memberikan pelajaran atau pesan kepada pimpinan atau kepada bawahan untuk mengurangi atau menghindarkan faktor-faktor yang mempunyai efek kekeliruan itu.


(48)

2.5.1. Komunikasi Dialogis Atasan – Bawahan

Ketidaklancaran dalam komunikasi sangat tidak menguntungkan bagi efisiensi kerja. Demikian banyak waktu yang tersita sia-sia, pemborosan, perbaikan yang tidak perlu hanya karena informasi yang salah, kekeliruan bawahan dalam melaksanakan perintah atau kurangnya pengertian terhadap instruksi yang diberikan. Oleh sebab itu, banyak atasan yang sengaja mempelajari, memperhatikan dan mencari cara, sistem yang dapat berlangsung efektif. Seringkali dijumpai para atasan yang tidak segan-segan mengulang atau menerangkan maksudnya sejelas mungkin agar tidak disalahtafsirkan oleh bawahannya.

Salah satu cara efektif agar proses komunikasi atasan-bawahan dapat berlangsung lebih lancar adalah dengan komunikasi dialogis yaitu komunikasi dua arah. Dalam hubungan atasan – bawahan, ketidaklancaran komunikasi sangat tidak menguntungkan bagi efisiensi kerja. Banyak manfaat yang bisa diambil dengan melakukan komunikasi jenis ini.

Komunikasi dialogis adalah komunikasi dua arah yang bersifat timbal balik. Penyampai pesan adalah sekaligus berfungsi menerima pesan. Dalam komunikasi dialogis, masing-masing pihak akan bergantian menyampaikan dan menerima pesan-pesan. Komunikasi jenis ini jelas berbeda dengan komunikasi satu arah dimana salah satu pihak hanya menerima saja dan pihak lain terus menerus memberi pesan. Praktek sistem komunikasi dialogis meliputi berbagai cara. Yang utama adalah adanya kesempatan bagi kedua pihak untuk secara bergantian menyampaikan dan menerima pesan. Diskusi, brainstorming, memo balas memo, pertemuan berkala untuk evaluasi dan sebagainya adalah cara-cara yang lazim dilakukan.


(49)

2.5.2. Pimpinan Sebagai Motivator Yang Efektif.

Komunikasi yang berhasil adalah komunikasi yang tidak dimonopoli oleh satu pihak, tapi komunikasi yang mengaktifkan kedua belah pihak, baik si komunikator (pemberi) atau si komunikan (penerima). Kemampuan berkomunikasi secara efektif tidak dimiliki semua orang dan tentu tidak datang begitu saja, ada orang yang memang didukung oleh bakat dan kemampuan, ada pula yang didapat dengan mempelajari teori-teori komunikasi. ( Sasa Djuarsa Sendjaja, 1994). Yang perlu diketahui bahwa setiap komunikasi yang efektif adalah merupakan usaha menciptakan suasana saling pengertian, melancarkan usaha, membangkitkan kesadaran dan idealisme serta memotivasi untuk bekerja lebih keras lagi. Di dalam komunikasi yang efektif, seorang komunikator yang baik tidak selalu memimpin percakapan, tanpa memberi kesempatan kepada komunikan memberikan jawaban-jawabannya. Pada waktu-waktu tertentu juga dituntut untuk mengorbankan dirinya menjadi pendengar yang baik. Disini pihak komunikator berperan sebagai pemancing terjadinya komunikasi.

Komunikasi yang tidak lancar dalam suatu perusahaan antara atasan dan bawahan sering berpengaruh buruk kepada tingkat produktifitas. Akibat dari kesenjangan itu adalah terganggunya siklus pekerjaan yang tidak hanya melibatkan bagian-bagian tertentu tetapi bisa meluas ke bagian lain dari suatu mata rantai pekerjaan ( Soekanto Reksohadiprojo, 2001). Seorang pemimpin menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkomunikasi, baik itu dengan rekan usahanya atau dengan bawahannya. Komunikasi yang dilakukan dengan bawahannya bisa dalam bentuk perintah atau intruksi. Apabila pesan-pesan yang disampaikan itu dalam bahasa yang kurang baik,


(50)

bawahanpun akan dibingungkan dengan pesan-pesan itu. Untuk itu seorang pemimpin haruslah benar-benar mampu berkomunikasi secara baik dan benar.

Perlu diperhatikan bagi seorang pemimpin bahwa komunikasinya dengan bawahan hendaknya merupakan pendorong bagi bawahannya dalam menjalankan tugas-tugasnya. Tanpa hal tersebut adalah sulit bagi seorang pemimpin untuk mengetahui sampai seberapa jauh kemampuan bawahan yang dipimpinnya, bisa juga seorang bawahan tidak tahu apa yang harus dikerjakannya dan untuk apa ia melakukan pekerjaan itu. Akibatnya adalah turunnya minat terhadap pekerjaan, rendahnya moral kerja dan tingkat produktifitas, berkurangnya pengawasan terhadap mutu dan sebagainya. Ada sebuah anggapan yang mengatakan bahwa dengan menguasai komunikasi berarti setengah dari keberhasilan telah diraih ( Miftah Thoha,1996).

2.6. Hambatan- Hambatan Komunikasi Dalam Organisasi

Seringkali didalam berkomunikasi apa yang menjadi pesan atau isi dari komunikasi itu tidak dapat dimengerti langsung oleh si penerima, bahkan harus dilakukan secara berulang. Ada diantara komunikator yang tidak memahami materi yang sedang dibicarakannya atau komunikator yang tidak sistematis menyampaikan materinya. Suatu persoalan belum selesai, sudah melompat ke persoalan lain padahal persoalan pertama belum selesai kemudian kembali lagi dan seterusnya sehingga membingungkan lawan bicaranya.

Hambatan yang dialami oleh komunikan lebih banyak dipengaruhi oleh suasana pada waktu berlangsungnya suatu komunikasi. Sebagai contoh adalah jika berhadapan atau berbicara dengan orang yang sedang mengantuk, orang yang dalam keadaan sibuk atau lawan bicara tidak mempunyai minat terhadap materi yang sedang dibicarakan. Atau


(1)

4) Dipengaruhi oleh: Lingkungan, SDM, Peralatan Kerja, Kebijakan Publik.

5) Instruksi bekerja sudah berdasarkan jobdescription. Artinya masing-masing pegawai sudah mengetahui dan dituangkan dalam MUK awal tahun, bila terjadi sesuatu kendala saat itu juga ada komunikasi timbal balik dua arah.

6) Pada masing-masing pegawai diberikan Job description. Pada masing-masing pegawai diberlakukan dalam penilaian setiap pegawai dengan pelaksanaan MUK (Manajemen Unjuk Kerja) pada awal tahun kita buat perencanaan dan pada setiap 4 bulan akan ada pemantauan dan pada akhir tahun untuk penentuan penilaian. Dengan criteria penilaian : MSE = Melampaui Seluruh Ekspektasi -> Dgn Nilai Interval 15 …………..> C, KSE = Konsisten Seluruh Ekspektasi, ….> Dgn Nilai Interval 14 ………..> C, SDE = Sesuai Dengan Ekspektasi…...> Dgn Nilai Interval 7 - 13 …..> B, TME = Tidak Memenuhi Ekspektasi ……> Dgn Nilai Interval 5-6………….> A

7) Motivasi kerja seseorang memiliki kecenderungan untuk berbeda antara yang satu dengan yang lainnya akan tetapi motivasi kerja yang saya miliki dengan syukur. Alhamdulilah saya mempunyai motivasi yang tinggi. Hal tersebut terbukti dengan pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepada Saya dapat Saya laksanakan dengan baik dan dapat Saya selesaikan dengan tepat waktu.

8) Pada setiap hari jumat diadakan sambungrasa yang terbuka antara karyawan dengan pimpinan. Dalam setiap kegiatan masing-masing bidang dilibatkan untuk menciptakan team work yang solid.

8. Wawancara dengan Asisten Manager Pemasaran PT. PLN (Persero) APJ Surakarta (Bp. Djuliarto, BE, ST.)

1. Sangat komunikatif, karena dilakukan secara langsung/lisan maupun tidak langsung (dengan memo), sehingga cepat diketahui informasi apa yang terjadi.

2. Sangat harmonis, baik antara manajer dengan asmen, maupun antara asmen dengan asmen.

3. Akan meringankan beban pimpinan serta melancarkan tugas pimpinan guna melancarkan misi perusahaan.

4. Iklim organisasi PLN dipengaruhi oleh peraturan dari PLN Pusat, PLN Distribusi Jateng, Budaya Perusahaan, serta lingkungan kerja.


(2)

5. Motivasi kerja pimpinan dipengaruhi oleh: a. Komitmen Pimpinan (Pribadi)

b. Kontrak Kinerja (MUK: Manajemen Unjuk Kerja) dari PLN Distribusi Jateng. c. Sarana & Prasarana (IPTEK)

d. SDM

e. Human Relation antar Pejabat di PLN

6. Perintah / tugas dapat disampaikan secara langsung maupun tertulis (dengan memo) karena tiap-tiap pejabat karyawan punya Tugas Pokok (job discription). Bila ada kendala, bawahan bisa mengkomunikasikan langsung dengan atasannya, secara lisan maupun tertulis.

7. Tiap pejabat maupun karyawan punya kontrak kerja disebut Manajemen Unjuk Kerja (MUK), dan setiap 4 bulan dengan dasar penilaian (baik sekali, sedang, kurang). 8. Ya, motivasi kerja yang kuat, karena sudah mengabdi PLN puluhan tahun, semua

kebutuhan keluarga (kesejahteraan) dicukupi oleh perusahaan, hal tersebut merupakan motivasi untuk selalu berprestasi.

9. Pimpinan selalu memberikan motivasi kerja melalui forum; Rapat rutin, coffe morning, informal meeting (sehabis senam bersama), Spiritual Olah Raga Budaya (SOB) diadakan setahun sekali.

9. Wawancara dengan AM/ AMA Acount Executive PT. PLN (Persero) APJ Surakarta (Ibu Wahyuningtyas)

1. Sangat menjunjung tinggi transparansi, sehingga tidak ada informasi yang terlambat diketahui oleh anggota organisasi (pegawai).

2. Sudah terstruktur dari kantor pusat, sehingga segala hak, kewajiban dan tanggung jawab sudah sangat jelas dipahami oleh seluruh anggota organisasi (pegawai) sesuai hirarkinya.

3. Bila iklim organisasi kondusif maka akan sangat membantu mendorong motivasi kerja pimpinan dalam merealisasikan misi perusahaan.

4. Yang jelas pengaruh utama adalah policy yang sudah digariskan dari kantor distribusi, kemudian dipengaruhi pula oleh sarana/prasarana dan SDM yang ada.


(3)

5. Iklim organisasi yang kondusif, komunikasi yang lancar dan trasparan, saling mendukung, dedikasi dan loyalitas dari seluruh anggota organisasi (pegawai)

6. Setiap ada instruksi baru (bukan rutinitas) maka seluruh anggota organisasi (pegawai) dikumpulkan untuk diberi sosialisasi; ada pula setiap Jumat usai melaksanakan senam bersama maka dilakukan suatu temu sambung rasa (share), dalam event tersebut komunikasi dua arah terwujud, yakni arahan/himbauan dari atasan kepada bawahan dan usul/saran dari bawah ke atasan.

7. Melalui email, sms, bahkan tidak jarang atasan berkunjung ke ruang-ruang dimana anggota organisasi (pegawai) bekerja, disamping memberi motivasi juga membuka diri bila ada yang akan bertanya.

8. Selalu dan akan selalu.

9. Memberikan contoh keteladanan melalui perilaku yang nyata.

10.Wawancara dengan Supervisor Peningkatan Pelayanan PT. PLN

(Persero) APJ Surakarta (Bp. Bambang Krisnohadi)

1. Komunikasi Baik, antara atasan dan bawahan, demi kemajuan perusahaan.

2. Organisasi baik, antara karyawan dengan karyawan dan Supervissor demi kemajuan. 3. Baik, karena perusahaan mempunyai Misi.

4. Tidak dipengaruhi, karena PLN sudah mempunyai Visi dan Misi tertentu. 5. Sumber SDM dan Manajemen.

6. Baik, atasan selalu berkomunikasi dengan bawahan untuk kelancaran / kemajuan perusahaan.

7. Atasan selalu memberikan informasi yang baru demi kelancaran pekerjaan. 8. Ya, selalu memiliki motivasi yang tinggi.

9. Pimpinan selalu memberikan petunjuk untuk berkreatif demi kemajuan perusahaan. 11. Wawancara dengan Supervisor Pembacaan Meter PT. PLN (Persero)

APJ Surakarta (Bp. Bambang Sukoyo). 1. Lancar, baik.

2. Dinamis, sesuai tujuan perusahaan. 3. Tertata, terarah pada suatu tujuan. 4. Pola pikir dan pola kerja SDM-nya.


(4)

5. Dukungan dari bawahannya

6. Berjalan baik dan tidak ada hambatan.

7. Selalu menyampaikan berita-berita terbaru PLN dan Checking setiap bagian. 8. Pasti.

9. Terjun kebawahan, membaur dengan pegawai-pegawai, meskipun terkadang hanya sekedar ngobrol-ngobrol yang tidak berkaitan dengan kedinasan.

12. Wawancara dengan Supervisor Strategi Pemasaran PT. PLN (Persero) APJ Surakarta (Bp. H. Suharmanto)

1. Sangat komunikatif. Sangat kekeluargaan sehingga semua yang terjadi secara aktual dapat diteruskan.

2. Hubungan antar bagian terasa sangat erat dan saling berhubungan, saling membantu untuk kelancaran tugas.

3. Sangat baik, saling membantu, dan saling berhubungan (familiar) saling memberi dan menerima tugas / pekerjaan.

4. Kepentingan, Hak prioritas, kebutuhan yang ada.

5. Memberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan memberi dorongan untuk kemajuan.

6. Lewat pertemuan rutin, rapat terbatas, kopi morning, lesehan habis senam, tulisan-tulisan / madding.

7. Sistem kewenangan berjenjang dan Fungsi pengawas.

8. Kami semaksimal mungkin mengembangkan diri untuk kelancaran pekerjaan. 9. – Memberi kesempatan untuk berani bicara / tampil

- Memberi tugas yang memacu jiwa profesional - Membangun semangat kekitaan.

13. Wawancara dengan Supervisor Tata Usaha Langganan PT. PLN (Persero) APJ Surakarta (Bp. Kristanto Sjahid)

1. Iklim komunikasi di PLN sudah dibangun dengan baik dan efektif. Ini semua tergantung dari Leader Manajer dan asisten-asistennya. Iklim komunikasi di PLN


(5)

yang dibangun dua arah (bawah – atas), menampung masukan-masukan sehingga dipergunakan dalam langkah-langkah pengambilan keputusan secara baik.

2. PLN sebagai organisasi Besar dan Modern yang focus kepada pelayanan public telah mengimplementasikan iklim organisasi dengan baik. PLN selalu melakukan perubahan-perubahan sesuai perkembangan dan tuntutan pelayanan public yang terus meningkat.

3. Hampir semua anggota organisasi PLN mempunyai komitmen terhadap misi perusahaan. Termasuk anggota manajemen, tingkat dasar sampai dengan atas. Dampak iklim organisasi terhadap motivasi sangat positif, apalagi situasi masa sekarang dimana PLN mengalami defisit, semua anggoat saling bekerja sama.

4. 1. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan PLN. 2. Kemajuan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan.

5. 1. Komitmen pribadi pimpinan itu sendiri.

7 harapan-harapan yang akan dicapai (Ekspektasi)

7 Amanah yang dipunyai oleh pimpinan (termasuk integritas) 7 IPTEK yang dikuasai (Kapabilitas & Profesionalitas) 6. Perintah bisa dilaksanakan secara lisan dan tertulis. 7. Dengan MUK sesuai dengan job yang diberikan. 8. Memiliki motivasi, meskipun usia sudah 55.

9. Melalui sarasehan jumat pagi, sekaligus memberikan informasi.

14. Wawancara dengan Supervisor Penagihan PT. PLN (Persero) APJ Surakarta (Bp. Rachyanto)

1. Baik, setiap hari jumat sehabis SKJ, diberikan info-info tentang perusahaan serta pegawai diajak untuk berkomunikasi dengan management dan sesame karyawan. 2. Sangat baik, pihak manajemen selalu mengajak karyawan untuk selalu mengikuti

perkembangan / perubahan di Perusahaan.

3. Pimpinan dan karyawan harus selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan-perubahan, kebawahnya pegawai harus mengikutinya.

4. Pemerintah dan pemegang saham. 5. Pemerintah dan pemegang saham.


(6)

6. Dengan meeting setiap saat dan Rapat koordinasi / evaluasi. 7. Dengan penilaian unjuk kerja (MUK Selalu memiliki 8. Selalu memiliki

9. Selalu memonitor semua karyawan dengan mengevaluasi secara berjenjang di tingkat Bidang.


Dokumen yang terkait

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN DISIPLIN KERJA (Studi tentang Hubungan Iklim Komunikasi Organisasi dan Disiplin Kerja di Lingkungan Badan Kepegawaian Daerah Kota Surakarta)

0 6 136

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA (Studi Tentang Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi terhadap Motivasi Kerja Di Dewan Pimpinan Nasional LSM Panji Indonesia Mulia Sang Saka Merah Puti

0 8 118

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN (STUDI KASUS TENTANG PERANAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI PT. INTAN PARIWARA KLATEN)

23 196 195

PERAN PIMPINAN MENCIPTAKAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI PERUSAHAAN Peran Pimpinan Menciptakan Iklim Komunikasi Organisasi Perusahaan (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Organisasi Kepemimpinan Cv. Ika Jaya Mukti Gumpang, Sukoharjo).

0 3 12

PENDAHULUAN Peran Pimpinan Menciptakan Iklim Komunikasi Organisasi Perusahaan (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Organisasi Kepemimpinan Cv. Ika Jaya Mukti Gumpang, Sukoharjo).

0 4 6

PERAN PIMPINAN MENCIPTAKAN IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI PERUSAHAAN Peran Pimpinan Menciptakan Iklim Komunikasi Organisasi Perusahaan (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Organisasi Kepemimpinan Cv. Ika Jaya Mukti Gumpang, Sukoharjo).

0 5 14

PENGARUH IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN SEMANGAT KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS PENGURUS PNPM Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi Dan Semangat Kerja Terhadap Produktivitas Pengurus Pnpm (Studi Explanatif Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi dan Semangat

0 1 16

Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan PT. Wika Gedung,tbk.

0 1 2

IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN SOLO RADIO (Studi Deskriptif Kualitatif Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Karyawan di Solo Radio).

0 0 12

Pengaruh Iklim Organisasi Dan Motivasi Kerja...

0 3 16