Penentuan Kesesuaian Kawasan Pengembangan KJT dan Rumput Laut

Studi Kelayakan Untuk Pengembangan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Wilayah Coremap Kabupaten Natuna 15 keruangan. Sedangkan metode yang digunakan adalah weighted overlay ESRI, 2007. Weighted overlay merupakan sebuah teknik untuk menerapkan sebuah skala penilaian untuk membedakan dan menidaksamakan input menjadi sebuah analisa yang terintegrasi. Weighted overlay memberikan pertimbangan terhadap factor atau kriteria yang ditentukan dalam sebuah proses pemilihan kesesuaian. Ada kalanya faktor yang ditentukan memiliki kepentingan dan pengaruh yang berbeda berdasarkan nilai prioritas. Weighted overlay akan mengelompokkan kembali nilai yang menjadi masukan kedalam sebuah skala eveluasi kesesuaian or keinginan; resiko atau beberapa kesamaan, kesatuan skala. Beberapa tahapan yang harus dilakukan adalah: 1. Menentukan angka skala evaluasi, dalam kegiatan ini dipilih skala 1 – 10, nilai terendah merupakan nilai ketidak sesuaian 1 sedangkan nilai 10 merupakan nilai yang sangat sesuai. 2. Nilai input akan diatur berdasarkan nilai skala evaluasi dan akan dikelompokkan berdasarkan nilai skala tersebut. 3. Setiap nilai input akan diberi pembobotan weighted, berdasarkan nilai pengaruhnya yang dihitung dalam persentase , dan mengacu kepada prioritasnya terhadap model yang dibangun. Total persetase pengaruh adalah 100. 4. Nilai input akan dikalikan dengan pembobotannya 5. Hasilnya akan ditambahkan secara bersamaan untuk menghasilkan kelas kesesuaian. Untuk memperjelas keterangan diatas dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini; A B C Gambar 3. Ilustrasi pengoperasian weighted model Studi Kelayakan Untuk Pengembangan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Wilayah Coremap Kabupaten Natuna 16 Gambar A memiliki pengaruh sebesar 75 dan gambar B memiliki pengaruh sebesar 25. Dengan menggunakan model weighted model maka akan menghasilkan gambar C. Pada kotak yang bergaris pinggir merah menjelaskan bahwa nilai 2 dikalikan dengan 0,75 dan ditambah dengan hasil perkalian 3 dan 0,25 akan menghasilkan nilai 2 pada gambar C. Hasil proses penilaian kesesuaian lahan diwujudkan dalam bentuk sistem klasifikasi kesesuaian lahan. Menurut FAO 1983, sistem klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan dalam tiga kategori, yaitu: Order, Kelas dan Sub Kelas. Kesesuaian tingkat order mengidentifikasikan apakah lahan tersebut sesuai S atau tidak sesuai N untuk suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tingkat kelas merupakan pembagian lebih lanjut dari order dan menggambarkan tingkatan-tingkatan order. Secara hirarki kelas-kelas kesesuaian lahan adalah: 1 Kelas sangat sesuai S1. Lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti untuk penggunaan terhadap suatu tujuan secara berkelanjutan atau hanya sedikit faktor pembatas yang tidak akan mengurangi produktivitas atau keuntungan terhadap lahan tersebut. 2 Kelas cukup sesuai S2. Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan dapat menurunkan produktivitas atau keuntungan terhadap lahan ini. 3 Kelas hampir sesuai S3. Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan akan mengurangi produktivitas dan keuntungan terhadap pemanfaatannya. 4 Kelas tidak sesuai saat ini N. Lahan ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat untuk penggunaan secara berkelanjutan sehingga menghambat dan menghalangi beberapa kemungkinan untuk pemanfaatannya. Tetapi hambatan itu masih dapat diatasi atau diperbaiki dengan tingkat pengelolaan tertentu. 5 Kelas tidak sesuai selamanya N2. Lahan ini tidak sesuai selamanya, karena jenis faktor penghambat yang permanen. Studi Kelayakan Untuk Pengembangan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Wilayah Coremap Kabupaten Natuna 17 Beberapa contoh studi kesesuaian lahan telah dilakukan untuk menentukan kesesuaian lahan KJT ikan karang dan rumput laut menggunakan keramba jaring apung, yaitu untuk budidaya ikan kakap putih di Nusa Tenggara Timur Dewayani, 2000 dan ikan kerapu di Nusa Tenggara Barat Bambang et al, 2003. Pada studi tersebut kelas kesesuaian lahan dibagi menjadi 4 kelas kesesuaian yaitu: Sangat sesuai S1, Sesuai S2, Sesuai bersyarat S3 dan Tidak sesuai N. Mengacu kepada kriteria kesesuaian kawasan pengembangan KJT dan rumput laut yang dikembangkan oleh LAPAN 2004, maka kriteria untuk kesesuaian kawasan budidaya rumput laut dan keramba jaring tancap di kawasan COREMAP II Kabupaten Natuna terdiri dari: kedalaman perairan, kecerahan, oksigen terlarut, BOD dan konsentrasi klorofil yang berkaitan dengan kesuburan perairan. Selanjutnya kriteria tersebut diberikan nilai sesuai dengan pengaruhnya terhadap model kesesuaian. Jika sebuah kriteria memiliki peranan yang besar maka nilai persentasenya akan tinggi. Sementara skala kesesuaian ditentukan dari 1 hingga 10 dengan interval kenaikan 1 dan untuk nilai tidak sesuai diberikan restricted. Kelas kesesuaian lahan pada kegiatan ini juga dibagi 4 kelas yaitu Sangat sesuai S1, Sesuai S2, Sesuai bersyarat S3 dan Tidak sesuai N dengan interval skala kesesuaian adalah 2,5 untuk setiap kelas dengan rincian sebagai berikut: • Kelas Tidak sesuai N, pada rentang 0N2,5 • Sesuai bersyarat S3, pada rentang 2,5=S35 • Sesuai S2; pada rentang 5=S27,5 • Sangat sesuai, pada rentang 7,5=S1=10 Untuk lebih jelasnya Tabel 2 berikut ini memaparkan penilaian pengarah dan skala kesesuaian kawasan KJT dan rumput laut. Studi Kelayakan Untuk Pengembangan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Wilayah Coremap Kabupaten Natuna 18 Tabel 2. Kriteria kesesuaian kawasan KJT dan rumput laut Parameter Pengaruh Sangat Sesuai S1 Sesuai S2 Sesuai Bersyarat S3 Tidak Sesuai TS Kriteria Skala Kriteria Skala Kriteria Skala Kriteria Skala Kedalaman m 35 8S1≤12 10 12S2≤16 6 16S3≤20 2 20TS≤4 Restricted 4S3≤8 26S2≤28 24S3≤26 TS≤24 Kecerahan m 20 5S1≤10 10 3S2≤5 8 0S3≤3 6 TS=0 Restricted 10S2≤15 15S3≤20 TS20 Klorofil-a mgl 15 S130 10 20S2≤30 9 10S3≤20 7 TS≤10 Restricted DO mgl 15 6S1≤8 10 4S2≤6 9 3S3≤4 7 TS3 Restricted S28 BOD mgl 15 S12.5 10 2.5≤S2≤4.5 9 - - TS4.5 Restricted Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software Studi Kelayakan Untuk Pengembangan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Wilayah Coremap Kabupaten Natuna 19 Secara umum pengolahan data spasial untuk kesesuaian kawasan KJT dan rumput laut dapat dilihat pada Gambar 4. berikut ini. Gambar 4. Alur analisa kesesuaian kawasan yang cocok untuk Keramba Jaring Tancap dan rumput laut. Studi Kelayakan Untuk Pengembangan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Wilayah Coremap Kabupaten Natuna 20

2.2.3. Penentuan Kesesuaian Lokasi Pengembangan Rumput Laut

Guna menentukan lokasi yang cocok untuk pengembangan rumput laut dan menetapkan kriteria pengambangan dari Sembilan desa yang disurvei, maka dilakukan analisa lebih lanjut dari hasil penentuan kesesuaian kawasan. Metode yang digunakan dalam analisa lanjut untuk menemukan lokasi pengembangan rumput laut di kesembilan desa ini adalah metode scoring. Metode scoring dengan menggunakan pembobotan untuk setiap parameter dikarenakan setiap parameter memiliki andil yang berbeda dalam menunjang kehidupan komoditas. Parameter yang memiliki peran yang besar akan mendapatkan nilai lebih besar dari parameter yang tidak memiliki dampak yang besar. Untuk komoditas yang berbeda, pembobotan pada setiap parameter juga berbeda. Jumlah total dari semua bobot parameter adalah 100. Tabel 3. Kriteria kesesuaian lokasi rumput laut Parameter Bobot SS S TS Skor 3 Skor 2 Skor 1 Minat Masyarakat 20 Berminat Kurang berminat Tidak berminat Keterlindungan 15 Terlindung Kurang terlindung Terbuka Bahan Baku 20 Tersedia Kurang tersedia Tidak tersedia HamaHewan Herbivora 15 Tidak ada Tergantung musim Sepanjang musim Konflik kepentingan 10 Sesuai dengan RTRW Kurang Sesuai dengan RTRW Tidak sesuai dengan RTRW Kemudahan 10 Akses mudah Akses sulit Akses sangat sulit Keamanan 10 Aman Kurang aman Tidak aman Studi Kelayakan Untuk Pengembangan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Wilayah Coremap Kabupaten Natuna 21

2.2.4. Pendekatan Uji Coba Experimental Method

Kegiatan demplot budidaya rumput laut akan dilakukan pada satu lokasi terpilih berdasarkan kesesuaian lahan. Untuk demplot ini, metoda budidaya yang dipakai adalah metoda rakit apung. Dengan demikian maka lokasi demplot disesuaikan dengan persyarakatan metoda budidaya tersebut. Untuk pelaksanaan demplot akan dipergunakan 2 unit rakit apung, masing-masing berukuran 5 X 2,5 meter Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan 2004. Pada setiap 1 unit rakit diikatkan 24 utas tali dengan jarak masing-masing 20 cm. Untuk setiap tali diikatkan 9 rumpun tanaman dengan jarak antara rumpun yang satu dengan yang lain 25 cm. Jadi dalam 1 rakit akan terdiri dari 300 rumpun dengan berat rata-rata 50 – 100 gram atau dibutuhkan bibit 15 – 30 kg. Dalam pelaksanaannya, kegiatan demplot akan melibatkan anggota kelompok masyarakat dampingan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang COREMAP yang ada disekitar lokasi demplot. Untuk mengetahui laju pertumbuhan rumput laut, pengukuran dilakukan setiap 15 hari sekali dengan jumlah sampel yang ditimbang untuk masing-masing rakit apung sebanyak 50 rumpun. Pengukuran dilakukan sebanyak 4 kali berat awal, 15 hari pertama, 15 hari kedua dan 15 hari ke tiga atau waktu panen. Analisis untuk menghitung laju pertumbuhan rumput laut dipergunakan rumus yang dipakai oleh Direktorat Pembudidayaan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan 2004 : dimana : G = Laju pertumbuhan harian Wt = Bobot rata-rata harian Wo = Bobot rata-rata awal gr t = Waktu pengujian